• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN TINDAK PIDANA PERIKANAN TERKAIT DENGAN SURAT IZIN PENANGKAP IKAN

2. Ketentuan Sanksi Perikanan

Didalam Perikanan, keberadaan sanksi perikanan merupakan sarana yang efektif untuk mengurangi terjadinya pelanggaran dan kejahatan terhadap ketentuan yang tercantum dalam bidang perikanan. Khususnya perikanan tangkap sebab sanksi yang dijatuhkan apabila melanggar ketentuan yang telah ditetapkan sebelumnya, maka sanksi dapat berupa sanksi administratife dan sanksi lainnya.

Dengan adanya ancaman pidana yang telah ditetapkan ketentuan undang-undang yang berlaku, maka diharapkan dapat menurunkan atau mengurangi pelaku kejahatan pidana perikanan. Adanya unsur kesalahan yang dilakukan pelakuka kejahatan tindak pidana perikanan mempengaruhi sanksi apa yang akan diberikan kepadanya sebagai efek jera atau denda yang berlaku.

1. Unsur Kesengajaan

Dalam unsur kesengajaan dalam melakukan tindak pidana merupakan suatu perbuatan yang sengaja direncanakan untuk melakukan suatu perbuatan melanggar hukum, walaupun kadang-kadang pelakunya telah mengetahuinya.

Sanksi terhadap hal tersebut akan dijatuhkan sanksi yang sangat berat.77 2. Unsur Usaha Perikanan Tanpa Izin

Dalam pasal 92 UU No. 31 Tahun 2004 dijelaskan bahwa setiap orang yang dengan sengaja di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia melakukan usaha perikanan di bidang perikanan, pembudidayaan, pengangkutan, pengelolahan, dan pemasaran ikan, yang tidak memiliki Surat IZin Usaha Perikanan akan di pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan denda Rp. 1.500.000.000,-

Pemberian sanksi terhadap pelanggaran penangkap ikan yang tidak memiliki izin juga berlaku terhadap pengeporasian kapal asing yang berbendera Indonesia. Hal ini ketentuan yang ada di pasal 93 N0. 31 Tahun 2009 bahwa setiap orang yang memiliki dan / atau mengeporasikan kapal penangkap ikan berbendera Indonesia melakukan penangkapan ikan di wilayah pengelolaan

77 Supriadi dan Alimuddin, Op.Cit., hal 444.

perikanan Republik Indonesia dan / atau di laut lepas yang tidak memiliki Surat Izin Penangkap Ikan (SIPI) dipidana dengan penjara 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (dua miliar rupiah).78

3. Usaha Perikanan Tidak Didaftar dan Unsur Lain

Dalam pasal 96 UU No. 31 Tahun 2004 dijelaskan bahwa setiap orang yang mengeporasikan kapal perikanan di wilayah Indonesia yang tidak mendaftarkan kapal perikannya sebagai kapal perikanan Indonesia dipidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp.800.000.000,- (delapan ratus juta rupiah).79

Usaha untu pendaftaran kapal perikanan yang sudah beroperasi di wilayah territorial perairan Republik Indonesia merupakan suatu hak yang sudah mutlak dan harus dilaksanakan oleh setiap pemilik kapal perikanan, karena dengan terdaftarnya kapal perikanan atau kapal penangkap ikan makan akan diketahuilah jumlah dan perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam mengeporasikan kapal penangkap ikan tersebut.

Ketentuan pendaftaran kapal penangkapan ikan ini juga mencegah pencurian ikan (Illegal Fishing), salah satu upaya untuk menanggulangi kegiatan pencurian terhadap sumber daya ikan yang berada di wilayah perairan Indonesia salah satunya adalah harus memberikan pengargaan berupa insetif kepada orang yang berjasa dalam mengatasi terjadinya pencurian ikan (illegal fishing) sebab dengan memberikan penghargaan tersebut minimal orang yang

78 Supriadi dan Alimuddin, Op.Cit., Hal 461.

79 Ibid., Hal 464.

berjasa mempunyai suatu image bahwa negara sangat memperhatikan hasil kerjanya.

b. Upaya Pemerintah dalam mennanggulangi Pelaku Tindak Pidana Perikanan yang tidak memiliki Surat Izin Penangkap Ikan

Upaya penanggulangan tersebut sangat dibutuhkan dalam mewujudkan apa yang menjadi tujuan dan fungsi adanya undang-undang Perikan tersebut, melalui aparat penegak hukum yang bertugas dan berwenang menangani tindak pidana penangkapan ikan diperairan yaitu Kepolisian dalam hal ini Polisi Perairan, yang juga berdampingan dengan instansi pemerintahan antara lain Dinas Kelautan dan Perikanan dan TNI Angkatan Laut yang juga memiliki wewenang di wilayah perairan termasuk dari segi pertahanan Negara diwilayah perairan. Penanganan awal terhadap tindak pidana diperairan merupakan tugas Kepolisian Perairan dalam hal penyelidikan ataupun penyidikan yang merupakan perwujudan dari tugas pokok Kepolisian Perairan yaitu membina dan menyelengarakan fungsi kepolisian perairan tingkat pusat dalam rangka melayani, melindungi, serta memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat dan penegak hukum diwilayah perairan Indonesia.

Menurut UU Perikanan Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apapun, termasuk kegiatan yang mengguanakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya (Pasal 1 butir 5).

Untuk mewujudkan keamanan dibidang kelautan dan perikanan, tertib serta tegaknya hukum dan menjujung tinggi hak asasi manusia maka perlu adanya langkah dan upaya sebagai berikut :

a. Upaya Pre-emptif (penanggulangan)

Beberapa upaya penanggulangan kejahatan tindak pidana illegal fishing di perairan teritorial maupun ZEEI Laut Cina Selatan dapat dilakukan dengan cara : 1. Pelibatan masyarakat dalam pengawasan sumberdaya kelautan danperikanan

melalui Pokmaswas (kelompok masyarakat pengawas), yangterdiri dari Nelayan, stake holders, tokoh adat, pelaku perikanan;80

2. Pembentukan kelembagaan pengawasan ditingkat daerah;

3. Operasional penertiban ketaatan kapal dipelabuhan perikanan baikberupa perizinan, ikan hasil tangkapan maupun kelengkapan kelaikankapal perikanan;

4. Ketaatan pengurusan ijin untuk kapal yang belum berijin dan masaberlaku ijinnya telah habis;

5. Pengembangan dan optimalisasi implementasi vessel monitoring system (vms);

Dalam menjalankan upaya pre emptif dengan pola pemberdayaanmasyarakat dan pelaku perikanan dalam rangka untuk keamanan wilayah fishing ground yang menjadi lokasi mereka dalam melakukan kegiatanpenangkapan ikan. Pentingnya pola kerjasama dengan pokmaswas inidiharapkan mendukung tugas engawas perikanan, PPNS Perikanan dalam menangkal terjadinya tindak pidana illegal fishing.

80Keputusan Menteri kelautan dan Perikanan No.KEP.58/MEN/2001

b. Upaya Preventif (Pencegahan)

Upaya pemerintah Republik Indonesia dalam pencegahan tindak pidana illegal fishing diantaranya menadi anggota RFMO (Regional Fisheries Management Organization) yaitu organisasi regional dalam bidang perikanan yang mengatur bahwa dalam penangkapan ikan tidak bertentangan dengan konservasi dan pengelolaan perikanan. Kemudian menjadi anggota IPOA (International Plan of Action) yang dipelopori oleh FAO dalam implementasi CCRF (Code of Conduct for Responsible Fisheries) yang menjelaskan IUU Fishing adalah kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh suatu negara tertentu atau kapal asing di perairan yang bukan merupakan yuridiksinya tanpa izin dari negara yang memiliki yuridiksi atau kegiatan penangkanap ikan tersebut bertentangan dengan hukum atau peraturan negara itu.81

c. Upaya Represif (Penindakan)

Upaya preemptif dan upaya preventif adalah upaya yang lebih baik, namun tidak menutup kemungkinan masih terjadinya tindakan – tindakan pidana illegal fishing yang berusaha untuk mengecoh aparat pengawas perikanan, PPNS Perikanan, Kepolisian maupun TNI AL dan lainnya, dengan cara sembunyi – sembunyi melakukan penangkapan ikan di (WPP) Wilayah Pengelolaan Perikanan khusunya di laut Cina Selatan, Laut Natuna dan Selat Karimata yang merupakan WPP 711. Upaya preemptif, preventif dan represif terhadap tindak pidana illegal fishing oleh aparat penegak hukum terhadap kapal perikanan asing merupakan kejahatan internasional. Untuk memberikan landasan berpijak bagi aparat penegak

81Harjo Santoso, Kajian yuridis penegakan hukum pidana perikanan di

pengadilan negeri pontianak, 2012.

hukum untuk menindak pelaku illegal fishing maka Undang – undang nomor 31 tahun 2004 dan perubahannya yaitu undang – undang nomor 45 tahun 2009 tentang perubahan atas Undang – undang nomor 31 tahun 2004 tentang perikanan cukup kuat untuk menjerat pelaku tindak pidan illegal fishing tersebut. Kemudian untuk menjaga perairan ZEEI maupun Tertorial Kementerian Kelautan dan Perikanan mengerahkan 7 kapal Pengawas perikanan khusus untuk WPP 711 yaitu laut Cina Selatan, Laut Natuna dan Selat Karimata. Salah satu unsur yang penting dalam rangka penegakan hukum pidana perikanan adalah keberadaan pengadilan perikanan salahsatu pengadilan khusus yang berada dalam lingkup pengadilan umum.

Tindakan Represif, yaitu upaya penegakan hukum dalam bentuk penindakan terhadap pelaku tindak pidana penangkapan ikan dengan kegiatan meningkatkan kualitas penyidikan dan penyelesaian perkara sampai ke Jaksa Penuntut Umum dan di sidangkan secara transparan , melaksanakan dan meningkatkan koordinasi antara penyidik dengan Jaksa Penuntut Umum dalam penanganan kasus tersebut, koordinasi yang baik tentunya akan memberikan hasil yang baik pula khususnya dalam hal ini agar kasus tindak pidana penangkapan ikan tersebut dapat terselesaikan dan bagi pelaku mendapatkan hukuman atau sanksi yang dinilai sesuai dengan kerugian yang ditimbulkan dan memberikan efek jera bagi pelaku dan contoh bagi masyarakat lainnya dan memberikan serta penindakaan tegas terhadap pelaku tindak pidana penangkapan ikan agar dapat memberikan efek jera dan contoh bagi orang atau pihak lain.

BAB IV

PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU

Dokumen terkait