• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

5.3. Analisis Kebijakan Pemerintah

Kebijakan pemerintah yang dianalisis dengan perhitungan Policy Analysis

Matrix (PAM) merupakan dampak kebijakan yang terkait dengan upaya pemerintah dalam melindungi petani dari distorsi pasar sebagai upaya

mempertahankan eksistensi usaha dan sekaligus sebagai insentif bagi petani

untuk meningkatkan produksinya. Matrik hasil analisis ini pada tingkat usahatani

satu Hektar dengan harga-harga yang berlaku pada saat penelitian. Analisis

dayasaing dilakukan pada komoditas utama yaitu pengembangan sentra jeruk

Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat (Lampiran 5 sampai dengan 11).

5.3.1. Analisis Keuntungan Privat dan Keuntungan Sosial

Keuntungan privat adalah penerimaan dan biaya dihitung berdasarkan harga

sesungguhnya yang diterima dan dibayar petani. Harga tersebut dipengaruhi oleh

kebijakan pemerintah, berupa subsidi, proteksi, pembebasan bea masuk, pajak

maupun kebijakan lainnya. Suatu usahatani masih terus dijalankan jika

keuntungan yang didapat lebih besar dari nol atau telah mencapai normal profit.

Hasil analisis keuntungan privat untuk pengembangan sentra jeruk Siam

Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat adalah bernilai positif atau lebih besar

dari nol yaitu dengan nilai keuntungan privat sebesar Rp 59.583 juta artinya

penerimaan produsen berdasarkan nilai finansial lebih besar dari pengeluaran

terhadap biaya input tradable maupun input faktor domestik atau memperoleh

profit di atas normal. Hal ini menunjukkan bahwa pengembangan sentra jeruk

Siam Pontianak layak atau menguntungkan untuk dikembangkan.

Keuntungan sosial merupakan indikator keunggulan komparatif atau efisien

Apabila keuntungan sosial lebih besar dari nol dan nilai semakin besar yaitu

keuntungan sosial sebesar Rp 229.083 juta, berarti pengembangan sentra jeruk

Siam Pontianak tersebut makin efisien dan mempunyai keunggulan komparatif

yang tinggi.

Nilai keuntungan sosial lebih tinggi daripada nilai keuntungan privat, hal ini

menunjukkan bahwa pengembangan jeruk Siam Pontianak lebih memberikan

keuntungan bagi masyarakat secara keseluruhan dibandingkan secara individu.

Dengan kata lain, adanya kebijakan atau intervensi pemerintah mengakibatkan

keuntungan yang diterima petani menjadi lebih kecil dari keuntungan yang

seharusnya diterima dibandingkan tanpa adanya intervensi atau kebijakan.

Berdasarkan analisis struktur biaya PAM pengembangan sentra jeruk Siam

Pontianak (Lampiran 5 sampai 11), perbedaan perolehan keuntungan sosial lebih

tinggi disebabkan karena perbedaan penerimaan ekonomi, yaitu dikarenakan

tingginya perbedaan harga sosial atau harga bayangan jeruk di pasar international

yang mencapai US$ 1 497.40 (FOB) per Ton atau Rp 13 534 per Kilogram untuk

grade AB per Kilogram, sedangkan harga aktualnya hanya mencapai sekitar Rp 4 126 per Kilogram untuk grade AB.

5.3.2. Analisis Dayasaing

Untuk mengukur tingkat dayasaing jeruk Siam Pontianak dalam kaitannya

dengan efisiensi penggunaan sumberdaya, maka digunakan dua pendekatan yaitu

dayasaing kompetitif (keungggulan kompetitif) dan dayasaing komparatif

(keunggulan komparatif). Indikator yang digunakan untuk melihat dayasaing

untuk melihat dayasaing komparatif adalah Rasio Biaya Sumberdaya Domestik

(DRC). Hasil analisis dayasaing yaitu nilai PCR dan DRC seperti pada Tabel 14.

Tabel 14 menunjukkan bahwa nilai Rasio Biaya Privat (PCR) sebesar 0.44

atau nilai yang diperoleh lebih kecil dari satu, mengandung arti bahwa

pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak efisien secara finansial atau

mempunyai keunggulan kompetitif. artinya untuk meningkatkan nilai tambah

output sebesar satu-satuan pada harga privat diperlukan tambahan biaya faktor

domestik kurang dari satu-satuan. Rasio Sumberdaya Domestik (DRC) sebesar

0.17 atau nilai yang diperoleh kurang dari satu, menunjukkan bahwa

pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak efisien secara ekonomi atau

mempunyai keunggulan komparatif. Artinya untuk meningkatkan satu-satuan

pada harga sosial diperlukan tambahan biaya faktor domestik sebesar kurang dari

satu-satuan. Makna lainnya adalah untuk menghemat satu satuan devisa pada

harga sosial dan harga privat hanya diperlukan korbanan kurang dari satu satuan

biaya sumberdaya domestik.

Tabel 14. Analisis Policy Analysis Matrix Pengembangan Sentra Jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat

(Hektar)

Revenue Biaya (Rp) Profit (Rp)

(Rp) Tradable (Rp) Domestik (Rp) Harga Privat 123 967 175 17 341 261 47 042 681 59 583 233 Harga Sosial 290 569 568 14 443 500 47 042 681 229 083 387 Divergensi ( 166 602 393) 2 897 762 0 (169 500 155)

Sumber : Analisis data primer, 2007 Keterangan :

Keuntungan private (PP) = 59 583 233

Keuntungan sosial (SP) = 229 083 387

Rasio biaya private (PCR) = 0.44

Nilai DRC sebesar 0.17 memberi arti bahwa memproduksi jeruk Siam

Pontianak di dalam negeri lebih baik dibandingkan dengan impor, karena hanya

membutuhkan biaya domestik sebesar 17 persen, dengan kata lain produksi jeruk

Siam Pontianak secara domestik memiliki dayasaing tinggi, sebab setiap satu

dollar yang diinvestasikan, devisa yang dihasilkan dalam usaha ini mampu

mendatangkan nilai tambah sebesar 0.83 dollar.

Keunggulan kompetitif terlihat nilai PCR sebesar 0.44 yaitu lebih kecil dari

satu. Angka ini memberikan gambaran bahwa untuk meningkatkan nilai tambah

output sebesar satu satuan pada harga privat, hanya diperlukan tambahan biaya

faktor domestik sebesar 44 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pengembangan

sentra jeruk Siam Pontianak dapat menghasilkan profit positif karena mampu

membiayai faktor domestik pada harga privat, atau dengan kata lain secara

finansial usaha ini dapat dilihat bahwa nilai PCR lebih besar dari nilai DRC,

artinya walaupun tidak ada intervensi atau kebijakan pemerintah, pengembangan

sentra jeruk Siam Pontianak tetap memiliki keunggulan komparatif dan prosfektif

untuk dikembangkan.

Keadaan ini tentunya perlu didukung adanya kebijakan operasional yaitu:

(1) menghilangkan atau mengurangi distorsi pasar baik pada pasar input maupun

output, (2) mengadakan berbagai program penelitian terapan, (3) menyediakan

sarana dan prasarana yang baik fisik maupun ekonomi sehingga dapat

meningkatkan aksesibilitas sentra-sentra produksi terhadap pasar input maupun

output, (4) memberi kemudahan investor membangun pabrik pengolahan hasil,

sehingga petani lebih mudah memasarkan produksinya, dan (5) pengembangan

Hasil analisis sensitivitas pada dampak kebijakan pemerintah terhadap

dayasaing kompetitif dan komparatif pada pengembangan sentra jeruk Siam

Pontianak Tabel 15 menunjukkan bahwa pada simulasi pertama apabila input

tradable yaitu harga pupuk, pestisida dan alat pertanian masing-masing naik

sebesar 20 persen, maka nilai PCR mengalami peningkatan sebesar 0.46 - 0.44

=0.02, dan nilai DRC tetap yaitu sebesar 0.17. Hal ini menunjukkan bahwa akibat

dampak kebijakan peningkatan harga input tradable sebesar 20 persen maka

mengakibatkan penurunan dayasaing kompetitif sebesar 2 persen dan dayasaing

komparatifnya tetap yaitu sebesar 17 persen dengan asumsi variabel lainnya tetap.

Simulasi kedua kenaikan input faktor domestik yaitu harga upah tenaga

kerja, sewa lahan dan sarana pertanian lainnya masing-masing sebesar 15 persen,

maka nilai PCR mengalami peningkatan sebesar 0.50 - 0.44 =0.06, dan nilai DRC

yaitu sebesar 0.19 - 0.17= 0.02. Hal ini menunjukkan bahwa dengan peningkatan

harga input faktor domestik sebesar 15 persen akan mengakibatkan penurunan

dayasaing kompetitif sebesar 6 persen dan dayasaing komparatifnya sebesar 2

persen dengan asumsi variabel lainnya tetap.

Simulasi ketiga penurunan harga output sebesar 40 persen, maka nilai PCR

mengalami peningkatan sebesar 0.82 - 0.44 =0.38, dan nilai DRC yaitu sebesar

0.18 - 0.17= 0.01. Hal ini menunjukkan bahwa dengan penurunan harga output

sebesar 40 persen akan mengakibatkan penurunan dayasaing kompetitif sebesar

38 persen dan dayasaing komparatifnya sebesar satu persen dengan asumsi

variabel lainnya tetap.

Simulasi keempat yaitu peningkatan harga input tradable sebesar 20 persen,

maka nilai PCR mengalami peningkatan sebesar 1.01 - 0.44= 0.57, dan nilai DRC

yaitu sebesar 0.21 - 0.17= 0.04. Hal ini menunjukkan bahwa dengan peningkatan

harga input tradable sebesar 20 persen, input domestik sebesar 15 persen dan

penurunan harga output sebesar 40 persen akan mengakibatkan penurunan

dayasaing kompetitif sebesar 57 persen dan dayasaing komparatifnya sebesar 4

persen.

Tabel 15. Analisis Sensitivitas Dampak Kebijakan Pengembangan Sentra Jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat

(Hektar)

Uraian Sebelum Sesudah Perubahan

Perubahan Input Output Input &

Output (Rp) Tradable (+20%) Domestik (+15%) (-40%) (+20%,+15%, -40%) Keuntungan Privat 59 583 233 55 664 107 52 864 965 9 996 363 -641 010 Keuntungan Sosial 229 083 387 227 281 654 222 365 140 216 564 961 206 044 980 Dampak Kebijakan -169 500 155 -171 617 547 -169 500 155 -206 568 598 -208 685 990 PCR 0.44 0.46 0.50 0.82 1.01 DRC 0.17 0.17 0.19 0.18 0.21

Sumber : Analisis data primer, 2007

5.4. Analisis Sistem Pemasaran

Dokumen terkait