ANALISIS PENGEMBANGAN SENTRA JERUK
SIAM PONTIANAK DI PROVINSI
KALIMANTAN BARAT
W I J I
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ANALISIS PENGEMBANGAN SENTRA JERUK
SIAM PONTIANAK DI PROVINSI
KALIMANTAN BARAT
W I J I
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Judul : Analisis Pengembangan Sentra Jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat.
N a m a : W i j i
NRP : A.151050221
Mayor : Ilmu Ekonomi Pertanian
Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec
Ketua Anggota
Mengetahui,
2. Koordinator Mayor 3. Dekan Sekolah Pascasarjana, Ilmu Ekonomi Pertanian,
Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro,MS
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Illahi Rabbi, karena hanya dengan Rahmat dan RidhoNya penelitian dengan judul “Analisis Pengembangan Sentra Jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat “, dapat diselesaikan dengan baik.
Penyusunan tesis ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada :
1. Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS, selaku Ketua Komisi Pembimbing, dan Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec, selaku Anggota Komisi Pembimbing atas segala bimbingan, arahan, dan sarannya selama penyusunan tesis ini.
2. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA, sebagai Ketua Program Studi Ilmu
Ekonomi Pertanian (EPN) atas segala kritik dan sarannya selama penyusunan tesis ini.
3. Dr. Ir. Heny K. Daryanto M.Ec, selaku Dosen Penguji diluar komisi, atas dorongan, bimbingan, arahan, kritik dan saran yang sangat membangun untuk kesempurnaan penulisan ini.
5. Keluarga tercinta, istri dan anak-anak, yang telah rela dan ikhlas berpisah, serta Saudara-saudaraku, doa dan ketulusan kalian turut memberikan inspirasi dalam proses belajar dan penyelesaian tesis ini.
6. Teman-teman angkatan 2004 dan 2005 Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Pascasarjana IPB, teman-teman utusan tugas belajar Provinsi Kalimantan Barat, anggota asrama Rahadi Osman Bogor dan Ibu Pengasuh serta semua pihak yang telah memberikan bantuan baik moril dan materiil dalam penyelesaian tesis ini.
7. Ir. Asep Syaiful Bahri, MSc yang telah banyak membantu penulis dalam penyusunan tesis ini.
Penulis juga menyadari dengan keterbatasan ilmu dan kemampuannya bahwa tesis ini masih banyak sekali kekurangannya. Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat dan berguna bagi masyarakat, pemerintah, dan pihak-pihak lain yang memerlukannya. Mohon maaf atas segala kekurangan dan semoga tesis ini dapat bernilai ibadah.
Bogor, 14 Desember 2007
ABSTRAK
WIJI. Analisis Pengembangan Sentra Jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat (SRI HARTOYO sebagai Ketua dan YUSMAN SYAUKAT
sebagai Anggota Komisi Pembimbing).
Sektor pertanian khususnya tanaman pangan dan hortikultura mempunyai peranan penting di dalam pembangunan, yaitu (1) meningkatkan produksi pangan untuk konsumsi domestik, (2) pasar bagi komoditas non pertanian seperti industri (pupuk, pestisida, peralatan pertanian), dan sektor jasa penyedia tenaga kerja terbesar, (3) memperbesar pasar untuk industri, (4) meningkatkan pendapatan masyarakat, dan (5) meningkatkan devisa negara. Jeruk Siam Pontianak sebagai komoditas unggulan daerah Propinsi Kalimantan Barat dapat mengacu pada besarnya pangsa pasar, kontribusi/peran terhadap perekonomian wilayah, sebaran wilayah produksi, dan kesesuaian agroekologinya.
Tujuan penelitian adalah (1) menganalisis kelayakan usahatani pegembangan jeruk Siam Pontianak meliputi kelayakan finansial dan ekonomi, (2) menganalisis dayasaing (kompetitif dan komparatif) terhadap pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimnatan Barat, dan (3) menganalisis sistem pemasaran jeruk Siam Pontianak. Penelitian dilakukan dengan menggunakan data primer terutama dari salah satu Kabupaten sentra pengembangan jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat, dengan
Policy Analysis Matrix (PAM).
Hasil Penelitian menunjukkan usahatani Jeruk Siam Pontianak berdasarkan analisis pendapatan usahatani, kelayakan finansial dan ekonomi menguntungkan sehingga layak untuk dikembangkan, mempunyai dayasaing (kompetitif dan komparatif) yang cukup tinggi sehingga mampu bersaing di pasar international, dan mampu membiayai faktor domesiknya, dan dapat meningkatkan pendapatan pemerintah serta sistem pemasaran jeruk Siam Pontianak cukup efisien. Hal ini dibuktikan dengan hasil berbagai perubahan secara parsial yaitu adanya peningkatan harga input tradable maupun faktor domestik, maka dayasaing jeruk Siam Pontianak semakin menurun. Namun intervensi berupa pengembangan jaminan mutu produk, peningkatan efisiensi pemasaran dan promosi, usaha perbaikan infrastruktur fisik dan kelembagaan pasar masih perlu dilakukan untuk mengurangi fluktuasi harga yang terjadi. Implikasi secara makro, memproduksi sendiri buah unggulan tersebut lebih efisien dibandingkan dengan mengimpornya.
Analisis dayasaing terhadap pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak terhadap struktur biaya produksi, biaya yang diinvestasikan oleh petani jeruk siam lebih besar daripada nilai tambah yang dapat diterimanya. Akibatnya pendapatan petani jeruk Siam Pontianak menjadi berkurang.
RIWAYAT HIDUP
Penulis adalah anak keempat dari tujuh bersaudara yang lahir pada tanggal Delapan Belas Nopember Tahun Seribu Sembilan Ratus Enam Puluh Tujuh di Bojonegoro dengan Ayah bernama Martodikromo (alm) dan Ibu bernama Parsi (alm).
Penulis tamat dari Sekolah Dasar (SD) Negeri Ngraseh Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro tahun 1980, tamat dari Sekolah Menengah Tingkat Pertama (SMP) 3 MASTRIP Bojonegoro tahun 1983 dan tamat Sekolah Pertanian Menengah Atas (SPMA) Bojonegoro tahun 1986. Selanjutnya penulis masuk kerja di Satuan Tugas Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Kalimantan Barat, yang sekarang berganti nama menjadi Unit Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Kalimantan Barat .
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2007
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjuan suatu masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar
IPB.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis saya yang berjudul:
ANALISIS PENGEMBANGAN SENTRA JERUK SIAM PONTIANAK DI PROVINSI KALIMATAN BARAT
Merupakan gagasan atau hasil penelitian tesis saya sendiri dengan pembimbingan komisi pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan oleh sumbernya. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di Perguruan Tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bagor, 14 Desember 2007
W i j i
NRP A.151050221
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR ……… ... v
DAFTAR LAMPIRAN ... vi
I. PENDAHULUAN... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 7
1.3. Tujuan Penelitian ... 10
1.4. Manfaat Penelitian ... 11
1.5. Ruang Lingkup... 11
II. TINJAUAN PUSTAKA... 12
2.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 12
2.2. Usahatani... 12
2.3. Kebijakan Pemerintah... 15
2.4. Policy Analysis Matrix... 20
2.5. Marjin Pemasaran ... 23
2.6. Hasil Penelitian Terdahulu... 28
2.7. Kerangka Pemikiran Konseptual ... 32
III. METODE PENELITIAN... 35
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 35
3.2. Teknik Pengambilan Contoh... 35
3.3. Jenis dan Sumber Data... 36
3.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 36
IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN ... 57
4.1. Kondisi Geografis Provinsi Kalimantan Barat ... 57
ANALISIS PENGEMBANGAN SENTRA JERUK
SIAM PONTIANAK DI PROVINSI
KALIMANTAN BARAT
W I J I
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ANALISIS PENGEMBANGAN SENTRA JERUK
SIAM PONTIANAK DI PROVINSI
KALIMANTAN BARAT
W I J I
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Judul : Analisis Pengembangan Sentra Jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat.
N a m a : W i j i
NRP : A.151050221
Mayor : Ilmu Ekonomi Pertanian
Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec
Ketua Anggota
Mengetahui,
2. Koordinator Mayor 3. Dekan Sekolah Pascasarjana, Ilmu Ekonomi Pertanian,
Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro,MS
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Illahi Rabbi, karena hanya dengan Rahmat dan RidhoNya penelitian dengan judul “Analisis Pengembangan Sentra Jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat “, dapat diselesaikan dengan baik.
Penyusunan tesis ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada :
1. Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS, selaku Ketua Komisi Pembimbing, dan Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec, selaku Anggota Komisi Pembimbing atas segala bimbingan, arahan, dan sarannya selama penyusunan tesis ini.
2. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA, sebagai Ketua Program Studi Ilmu
Ekonomi Pertanian (EPN) atas segala kritik dan sarannya selama penyusunan tesis ini.
3. Dr. Ir. Heny K. Daryanto M.Ec, selaku Dosen Penguji diluar komisi, atas dorongan, bimbingan, arahan, kritik dan saran yang sangat membangun untuk kesempurnaan penulisan ini.
5. Keluarga tercinta, istri dan anak-anak, yang telah rela dan ikhlas berpisah, serta Saudara-saudaraku, doa dan ketulusan kalian turut memberikan inspirasi dalam proses belajar dan penyelesaian tesis ini.
6. Teman-teman angkatan 2004 dan 2005 Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Pascasarjana IPB, teman-teman utusan tugas belajar Provinsi Kalimantan Barat, anggota asrama Rahadi Osman Bogor dan Ibu Pengasuh serta semua pihak yang telah memberikan bantuan baik moril dan materiil dalam penyelesaian tesis ini.
7. Ir. Asep Syaiful Bahri, MSc yang telah banyak membantu penulis dalam penyusunan tesis ini.
Penulis juga menyadari dengan keterbatasan ilmu dan kemampuannya bahwa tesis ini masih banyak sekali kekurangannya. Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat dan berguna bagi masyarakat, pemerintah, dan pihak-pihak lain yang memerlukannya. Mohon maaf atas segala kekurangan dan semoga tesis ini dapat bernilai ibadah.
Bogor, 14 Desember 2007
ABSTRAK
WIJI. Analisis Pengembangan Sentra Jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat (SRI HARTOYO sebagai Ketua dan YUSMAN SYAUKAT
sebagai Anggota Komisi Pembimbing).
Sektor pertanian khususnya tanaman pangan dan hortikultura mempunyai peranan penting di dalam pembangunan, yaitu (1) meningkatkan produksi pangan untuk konsumsi domestik, (2) pasar bagi komoditas non pertanian seperti industri (pupuk, pestisida, peralatan pertanian), dan sektor jasa penyedia tenaga kerja terbesar, (3) memperbesar pasar untuk industri, (4) meningkatkan pendapatan masyarakat, dan (5) meningkatkan devisa negara. Jeruk Siam Pontianak sebagai komoditas unggulan daerah Propinsi Kalimantan Barat dapat mengacu pada besarnya pangsa pasar, kontribusi/peran terhadap perekonomian wilayah, sebaran wilayah produksi, dan kesesuaian agroekologinya.
Tujuan penelitian adalah (1) menganalisis kelayakan usahatani pegembangan jeruk Siam Pontianak meliputi kelayakan finansial dan ekonomi, (2) menganalisis dayasaing (kompetitif dan komparatif) terhadap pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimnatan Barat, dan (3) menganalisis sistem pemasaran jeruk Siam Pontianak. Penelitian dilakukan dengan menggunakan data primer terutama dari salah satu Kabupaten sentra pengembangan jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat, dengan
Policy Analysis Matrix (PAM).
Hasil Penelitian menunjukkan usahatani Jeruk Siam Pontianak berdasarkan analisis pendapatan usahatani, kelayakan finansial dan ekonomi menguntungkan sehingga layak untuk dikembangkan, mempunyai dayasaing (kompetitif dan komparatif) yang cukup tinggi sehingga mampu bersaing di pasar international, dan mampu membiayai faktor domesiknya, dan dapat meningkatkan pendapatan pemerintah serta sistem pemasaran jeruk Siam Pontianak cukup efisien. Hal ini dibuktikan dengan hasil berbagai perubahan secara parsial yaitu adanya peningkatan harga input tradable maupun faktor domestik, maka dayasaing jeruk Siam Pontianak semakin menurun. Namun intervensi berupa pengembangan jaminan mutu produk, peningkatan efisiensi pemasaran dan promosi, usaha perbaikan infrastruktur fisik dan kelembagaan pasar masih perlu dilakukan untuk mengurangi fluktuasi harga yang terjadi. Implikasi secara makro, memproduksi sendiri buah unggulan tersebut lebih efisien dibandingkan dengan mengimpornya.
Analisis dayasaing terhadap pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak terhadap struktur biaya produksi, biaya yang diinvestasikan oleh petani jeruk siam lebih besar daripada nilai tambah yang dapat diterimanya. Akibatnya pendapatan petani jeruk Siam Pontianak menjadi berkurang.
RIWAYAT HIDUP
Penulis adalah anak keempat dari tujuh bersaudara yang lahir pada tanggal Delapan Belas Nopember Tahun Seribu Sembilan Ratus Enam Puluh Tujuh di Bojonegoro dengan Ayah bernama Martodikromo (alm) dan Ibu bernama Parsi (alm).
Penulis tamat dari Sekolah Dasar (SD) Negeri Ngraseh Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro tahun 1980, tamat dari Sekolah Menengah Tingkat Pertama (SMP) 3 MASTRIP Bojonegoro tahun 1983 dan tamat Sekolah Pertanian Menengah Atas (SPMA) Bojonegoro tahun 1986. Selanjutnya penulis masuk kerja di Satuan Tugas Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Kalimantan Barat, yang sekarang berganti nama menjadi Unit Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Kalimantan Barat .
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2007
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjuan suatu masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar
IPB.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis saya yang berjudul:
ANALISIS PENGEMBANGAN SENTRA JERUK SIAM PONTIANAK DI PROVINSI KALIMATAN BARAT
Merupakan gagasan atau hasil penelitian tesis saya sendiri dengan pembimbingan komisi pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan oleh sumbernya. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di Perguruan Tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bagor, 14 Desember 2007
W i j i
NRP A.151050221
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR ……… ... v
DAFTAR LAMPIRAN ... vi
I. PENDAHULUAN... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 7
1.3. Tujuan Penelitian ... 10
1.4. Manfaat Penelitian ... 11
1.5. Ruang Lingkup... 11
II. TINJAUAN PUSTAKA... 12
2.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 12
2.2. Usahatani... 12
2.3. Kebijakan Pemerintah... 15
2.4. Policy Analysis Matrix... 20
2.5. Marjin Pemasaran ... 23
2.6. Hasil Penelitian Terdahulu... 28
2.7. Kerangka Pemikiran Konseptual ... 32
III. METODE PENELITIAN... 35
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 35
3.2. Teknik Pengambilan Contoh... 35
3.3. Jenis dan Sumber Data... 36
3.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 36
IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN ... 57
4.1. Kondisi Geografis Provinsi Kalimantan Barat ... 57
ii
4.3. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian... 61
4.4. Kebijakan Pengembangan Agribisnis Jeruk Siam Pontianak ... 64
4.5. Karakteristik Responden... 69
V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 77
5.1. Analisis Pendapatan Usahatani ... 77
5.2. Analisis Kelayakan Finansial dan Ekonomi ... 79
5.3. Analisis Kebijakan Pemerintah... 84
5.4. Analisis Sistem Pemasaran ... 89
VI. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN ... 116
6.1. Simpulan ... 116
6.2. Implikasi Kebijakan ... 117
DAFTAR PUSTAKA ... 119
iii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Sasaran Produksi Buah untuk Memenuhi Kebutuhan Dalam Negeri Ekspor dan Pemenuhan Bahan Industri Pengolahan
Tahun 2005-2025 ... 3 2. Luas Lahan Pengembangan Baru Jeruk di 10 Provinsi di
Indonesia ... 4 3. Klasifikasi Kebijakan Harga Komoditi... 16 4. Kontruksi Model Policy Analysis Matrix... 21 5. Alokasi Biaya Produksi Berdasarkan Komponen Biaya Domestik
dan Komponen Biaya Asing ... 45 6. Alokasi Biaya Tataniaga Berdasarkan Komponen Biaya Domestik
dan Komponen Biaya Asing ... 46 7. Luas Tanam, Luas Panen dan Produksi Jeruk Siam Pontianak
di Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2002-2006 ... 60 8. Karasteristik Responden Pengembangan Sentra Jeruk Siam
Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat... 70 9. Rata-rata Produksi Jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan
Barat... 73
10. Grade Jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat
Menurut Standar Nasional ... 75 11. Analisis Pendapatan Usahatani Pengembangan Sentra Jeruk Siam
Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat... 77 12. Analisis Kelayakan Finansial dan Ekonomi Pengembangan Sentra
Jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat... 80 13. Hasil Analisis Sensitivitas Kelayakan Pengembangan Sentra Jeruk
Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat... 82 14. Analisis Policy Analysis Matrix Pengembangan Sentra Jeruk Siam
iv
15. Analisis Sensitivitas Dampak Kebijakan Pengembangan Sentra Jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat... 89 16. Fungsi-fungsi Pemasaran yang dilakukan oleh Lembaga Pemasaran
v
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Dampak Subsidi Negatif pada Produsen Barang Ekspor... 17 2. Subsidi dan Pajak Pada Input... 19 3. Dampak Subsidi dan Pajak Terhadap Input Non Tradable... 20 4. Komponen Marjin Pemasaran ... 26 5. Diagram Kerangka Pemikiran Konseptual ... 33 6. Kontribusi Sub Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kalimantan
Barat, Tahun 2005 dan 2005... 61 7. Kontribusi Sub Sektor Pertanian Terhadap Sektor Pertanian Kalimantan
Barat Tahun 2000... 62 8. Kontribusi Sub Sektor Pertanian Terhadap Sektor Pertanian Kalimantan
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Perhitungan Harga Paritas Ekspor dan Impor Pengembangan Sentra
Jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat ... 124 2. Nilai Kurs Tengah US Dollar Terhadap Mata Uang Rupiah
Tahun 1999-2007 ... 125 3. Perkembangan Ekspor dan Impor Jeruk Tahun 2005-2006... 126 4. Analisis Pendapatan Usahatani Jeruk Siam Pontianak di Provinsi
Kalimantan Barat... 127 5. Input-Output Fisik Per Hektar Pengembangan Sentra Jeruk Siam
Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat... 128 6. Harga Privat Per Hektar Pengembangan Sentra Jeruk Siam Pontianak di
Provinsi Kalimantan Barat ... 130 7. Budget Privat Per Hektar Pengembangan Sentra Jeruk Siam Pontianak di
Provinsi Kalimantan Barat ... 132 8. Harga Sosial Per Hektar Pengembangan Sentra Jeruk Siam Pontianak di
Provinsi Kalimantan Barat ... 134 9. Harga Budget Sosial Per Hektar Pengembangan Sentra Jeruk Siam
Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat ... 136 10. Analisis Struktur Biaya PAM Pengembangan Sentra Jeruk Siam...
Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat... 138 11. Analisis PAM Pengembangan Sentra Jeruk Siam Pontianak di Provinsi
Kalimantan Barat ... 140 12. Marjin Pemasaran Jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat
Pada Saluran ke-1... 141 13. Marjin Pemasaran Jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat
Pada Saluran ke-2... 142 14. Marjin Pemasaran Jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat
vii
15. Marjin Pemasaran Jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat Pada Saluran ke-4... 146 16. Marjin Pemasaran Jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat
Pada Saluran ke-5... 148 17. Marjin Pemasaran Jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat
Pada Saluran ke-6... 150 18. Marjin Pemasaran Jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat
Pada Saluran ke-7... 152 19. Marjin Pemasaran Jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat
viii
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan nasional yang dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia
selama ini adalah memprioritaskan adanya pemerataan pembangunan dan
hasil-hasilnya bagi seluruh wilayah Indonesia yang mempunyai karakteristik yang
berbeda-beda, sehingga memungkinkan terjadinya ketimpangan pembangunan
yang kompleks antar daerah maupun antar sektor pada suatu daerah (Anwar,
2004).
Pembangunan sektor pertanian pada dasarnya merupakan bagian integral
dari pembangunan ekonomi nasional secara keseluruhan. Begitu juga dalam
meningkatkan ekonomi daerah. Cara yang paling efektif dan efisien untuk
membangun ekonomi daerah yaitu melalui pendayagunaan berbagai sumberdaya
ekonomi yang dimiliki daerah. Pada saat ini sumberdaya ekonomi yang dimiliki
dan siap didayagunakan untuk pembangunan ekonomi daerah adalah sumberdaya
domestik diantaranya melalui sektor tanaman pangan dan hortikultura (Gie, 2002).
Sektor pertanian khususnya tanaman pangan dan hortikultura mempunyai
peranan penting di dalam pembangunan. Terdapat lima peran penting dari sektor
pertanian dalam kontribusi pembangunan ekonomi Indonesia yakni antara lain
meningkatkan produksi pangan untuk konsumsi domestik, penyedia tenaga kerja
terbesar, memperbesar pasar untuk industri, meningkatkan pendapatan dan
meningkatkan devisa. Sampai saat ini, peranan sektor pertanian di Indonesia
begitu besar dalam mendukung pemenuhan pangan dan memberikan lapangan
memperkerjakan sebanyak 43 juta orang atau 46.26 persen dari penduduk yang
bekerja secara keseluruhan1.
Jeruk merupakan komoditas buah yang cukup menguntungkan untuk
diusahakan saat ini dan mendatang, dapat mulai panen pada tahun ke-4 dengan
nilai keuntungan usahataninya sangat bervariasi berdasarkan lokasi dan jenis jeruk
yang diusahakan. Nilai ekonomis pengembangan jeruk tercermin dari tingkat
kesejahteraan petani jeruk dan keluarganya yang relatif baik. Buah jeruk dapat
tumbuh dan diusahakan petani di dataran rendah hingga dataran tinggi dengan
varietas/spesies komersial yang berbeda, dan dapat dikonsumsi oleh masyarakat
berpendapatan rendah hingga yang berpenghasilan tinggi.
Pada enam tahun terakhir (1998-2004), luas panen dan produksi buah jeruk
di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup pesat yaitu masing-masing 17.90
persen dan 22.40 persen. Pada tahun 2004, luas panen jeruk telah mencapai 70
ribu Hektar dengan total produksi sebesar 1.6 juta Ton, sekaligus menempatkan
posisi Indonesia sebagai negara penghasil utama jeruk dunia ke-13 setelah
Vietnam. Produktivitas usahatani jeruk cukup tinggi, yaitu berkisar 17-25 Ton per
Hektar dari potensi 25-40 Ton per Hektar. Walaupun data impor buah jeruk segar
dan olahan cenderung terus meningkat, sebagian besar produksi dalam negeri
terserap oleh pasar domestik, namun ekspor buah jeruk jenis tertentu seperti
lemon, graperfruit, dan pamelo juga terus meningkat sekaligus memberikan
peluang pasar yang menarik. Pada tahun 2004, impor buah segar mencapai 94.7
ribu Ton sedangkan ekspornya sebesar 1.3 ribu Ton, atau sejak tahun 1998
1
masing-masing meningkat sebesar 16.6 persen dan 5.6 persen per tahun (Deptan,
2005).
Pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak pada lima tahun mendatang
diarahkan untuk: (1) mencukupi kebutuhan konsumsi dalam negeri, (2) memenuhi
kebutuhan bahan baku industri, (3) substitusi impor, dan (4) mengisi peluang
pasar ekspor. Berdasarkan prediksi peningkatan jumlah penduduk, konsumsi buah
jeruk per kapita, kebutuhan buah segar konsumen dalam negeri, untuk olahan dan
ekspor serta mempertimbangkan 10 persen kerusakan akibat penanganan pasca
panen yang kurang optimal, maka Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura
(2005), telah menyusun agregat sasaran produksi untuk tahun 2005-2025 seperti
telah disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Sasaran Produksi Buah untuk Memenuhi Kebutuhan Dalam Negeri, Ekspor dan Pemenuhan Bahan Industri Pengolahan Tahun 2005-2025
(Ton)
Tahun Produksi Kebutuhan
dalam negeri
Bahan industri pengolahan
Ekspor Impor
2005 1 798 710 1 446 300 72 300 2 000 126 000
2010 2 355 500 1 925 500 96 200 3 000 128 019
2015 2 686 000 2 210 400 110 500 5 000 128 019
2020 3 140 000 2 600 100 130 000 7 000 130 000
2025 3 956 000 3 303 000 165 000 10 000 130 000
Sumber : Ditjen Bina Produksi Hortikultura, 2005
Sasaran yang telah ditentukan tersebut akan dilakukan dengan pola
pengembangan kebun jeruk skala besar dikembangkan oleh swasta, dengan luas
100 Hektar yang berbentuk hamparan. Berdasarkan Standar Prosedur Operasional
(SPO), yaitu mengaplikasikan inovasi teknologi yang terus berkembang,
memanfaatkan sumberdaya lokal secara berkelanjutan, untuk menghasilkan
[image:30.595.107.517.442.559.2]secara sosial dapat diterima masyarakat sekitarnya. Produk dan kebun ini
diperuntukkan terutama untuk ekspor dan kebutuhan dalam negeri terutama untuk
pasar swalayan dan pasar tradisional.
Potensi areal untuk pengembangan tanaman jeruk di Indonesia sangat besar.
Menurut hasil kajian Pusat Penelitian Pengembangan Tanah dan Agroklimat
(2005), dari segi kesesuaian lahannya, pengembangan sentra produksi baru dapat
dikembangkan di 10 Provinsi dengan luas 5.6 juta Hektar seperti yang terlihat
pada Tabel 2. Artinya upaya pengembangan jeruk masih didukung dengan
ketersediaan lahan yang sangat luas. Jeruk Siam Pontianak, yang berprospek
dijadikan unggulan buah nasional dapat tumbuh memuaskan di daerah beriklim
relatif basah dengan elevasi di bawah 500 meter di atas permukaan laut.
Pengembangan areal pertanaman jeruk Siam Pontianak selain dilakukan pada
lahan pasang surut seperti halnya telah mulai dikembangkan di Kalimantan Barat,
[image:31.595.117.505.493.662.2]Sulawesi Selatan dan sebagian di Sumatera.
Tabel 2. Luas lahan Pengembangan Baru Jeruk di 10 Provinsi di Indonesia
(Hektar)
Provinsi Luas Lahan
Sumatera Utara 47 023
Sumatera Barat 182 959
Jambi 16 828
Sumatera Selatan 262 799
Nusa Tenggara Timur 203 431
Kalimantan Barat 1 762 105
Kalimantan Tengah 2 782 721
Kalimantan Selatan 739 053
Sulawesi Selatan 133 933
Indonesia 5 651 388
Sumber : Departemen Pertanian, 2005
Kalimantan Barat memiliki wilayah andalan lahan pasang surut yang cukup
untuk pengembangan komoditas unggulan utama, yaitu jeruk Siam Pontianak.
Wilayah tersebut perlu dikelola secara serius dengan memadukan pengembangan
lokal spesifik dengan pendekatan wilayah, sehingga komoditas utama tersebut
mempunyai peluang untuk dikembangkan, mampu menghasilkan bahan pangan
maupun bahan baku agroindustri secara efisien, mempunyai pangsa pasar yang
luas serta unggul secara kompetitif dan komparatif (Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah Kalbar, 2000).
Jeruk Siam Pontianak merupakan salah satu komoditas unggulan Provinsi
Kalimantan Barat. Penanaman jeruk Siam Pontianak di Kalimantan Barat mulai
dirintis sejak tahun 1936 oleh Jun Kun Bun dan Bon Kin Sin di Desa Segarau,
Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas. Pada tahun 1940, usaha budidaya jeruk ini
dilanjutkan oleh Rani dan Lim Kun Sin di Desa Bekut, Kecamatan Tebas,
Kabupaten Sambas. Selama kurun waktu tahun 1952-1953, penanaman jeruk
berkembang hingga mencapai seribu Hektar. Pada awal Pelita III (tahun 1978),
luas pertanaman jeruk Siam Pontianak mencapai 1.4 ribu Hektar (Dinas Pertanian
Tanaman Pangan Kalbar, 2003).
Pada awal Pelita IV (tahun 1983), areal tanam meningkat menjadi
5.6 ribu Hektar, dan peningkatan tersebut terus berlanjut pada awal Pelita V
(tahun 1988) dengan luas areal tanam mencapai 15.7 ribu Hektar. Dari luas
pertanaman tersebut sekitar 13.7 ribu Hektar (87.18 %) berada di Kabupaten
Sambas, dan sisanya 2 ribu Hektar (12.82 %) tersebar di Kabupaten Pontianak,
Sanggau, dan Ketapang (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kalbar, 2003).
Puncak kejayaan jeruk Siam Pontianak terjadi pada tahun 1992 dengan luas
produksi total mencapai 234 ribu Ton per tahun (Burhanuddin, 2002). Peranan
jeruk Siam Pontianak dalam menyediakan lapangan kerja cukup besar. Jumlah
kelompok tani yang berperan aktif dalam usahatani jeruk sekitar 223 kelompok
tani, jumlah petani yang terlibat sekitar 28 ribu petani, dan menyediakan lapangan
kerja bagi ribuan tenaga kerja terutama dalam kegiatan pembersihan lahan,
pemupukan, buruh petik, transportasi, pembuat keranjang/peti, supir truk, dan
sebagainya. Peranan jeruk terhadap perekonomian Kalimantan Barat cukup
signifikan, yaitu kontribusi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) jeruk
mencapai Rp 150 milyar (total PDRB Tanaman Pangan Rp 650 milyar) (Badan
Pusat Statistik Kalbar, 2006 dan Bappeda Kalbar, 2005).
Pada tahun 1993 total tanaman produktif mencapai 15 ribu Hektar dengan
produksi 268 ribu Ton. Pada tahun 1994 total produksi menurun menjadi 153
ribu Ton yang diakibatkan oleh penurunan luas tanam. Penurunan produksi secara
drastis terjadi pada tahun 1997 yaitu 28 ribu Ton atau turun 81.70 persen dengan
luas areal 2 745 Hektar (Hermanto, 1998).
Hancurnya jeruk Siam Pontianak disebabkan oleh adanya sistem monopoli
dalam tataniaga yang berakibat perdagangan jeruk tidak terkendali. Pengaturan
yang semula bertujuan meningkatkan pendapatan petani dan menertibkan
pemasukan retribusi daerah ternyata membuat pemasaran dan pasokan jeruk
menjadi tidak lancar, sehingga petani kurang memperhatikan tanaman jeruknya,
terutama dalam pemeliharaannya. Akibatnya, tanaman jeruk diserang oleh
berbagai penyakit, seperti Fusarium, Diplodia, dan penyakitnya lainnya. Di
samping itu, diduga adanya serangan penyakit CVPD yang menyerang
Kondisi ini menggambarkan pentingnya sektor pertanian dalam
perekonomian Provinsi Kalimantan Barat dikaitkan dengan program
pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak dibandingkan dengan sektor-sektor
lain seperti industri pengolahan dan perdagangan. Agribisnis pada dasarnya
menyangkut berbagai jenis kegiatan usaha yang sangat luas, yaitu sejak
pengadaan bahan baku, produk-produk primer, pengolahan, sampai dengan
pemasaran dan pedagangan. Berbagai jenis usaha pada ketiga sektor ini dapat
saling terkait satu dengan lainnya. Oleh sebab itu, pertanian sebagai agribisnis
dapat dipandang sebagai suatu sistem yang terdiri dari subsistem-subsistem.
Penelitian tentang pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak menjadi
penting karena di Provinsi Kalimantan Barat belum pernah dilakukan penelitian
secara mendalam tentang analisis pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak.
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukkan yang berharga bagi pemerintah
daerah dalam merumuskan kebijakan tentang pengembangan sentra jeruk Siam
Pontianak. Melalui rumusan kebijakan yang tepat diharapkan pengembangan
sentra jeruk Siam Pontianak dapat meningkatkan pendapatan secara umum dan
taraf hidup masyarakat.
1.2. Perumusan Masalah
Dalam rangka peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) mulai
tahun 2001 Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Barat mencanangkan
program rehabilitasi dan pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak. Program
tersebut menargetkan pembangunan kebun jeruk sampai 10 ribu Hektar pada
tahun 2007 (Diperta Kalbar, 2003). Pada bulan Januari 2005 telah terealisasi
tercapai. Hal ini karena permintaan pasar domestik maupun internasional akan
buah jeruk meningkat, dengan tujuan utamanya adalah dapat meningkatkan taraf
hidup petani, kesejahteraan masyarakat, dan penyerapan tenaga kerja. Maka
melalui program pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak menjadi aspek yang
sangat strategis dan penting. Namun demikian kendala pengembangan sentra
jeruk Siam Pontianak yang ada di Provinsi Kalimantan Barat masih dikelola
secara tradisional, belum berdasarkan pendekatan bisnis yang efisien dan
perniagaan yang baik.
Pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak yang terus mengalami
peningkatan dari luas areal maupun produksinya, tidak akan berhasil apabila tidak
memperhatikan beberapa aspek yang merupakan prinsip dalam memilih,
menetapkan dalam pengembangannya. Aspek-aspek tersebut harus didasarkan
pada konsep agribisnis. Agar dapat dilaksanakan konsep tersebut dengan baik dan
benar, maka Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat perlu merumuskan kebijakan
strategis dan cermat, untuk mengantisipasi lebih lanjut dalam pengembangan
sentra jeruk Siam Pontianak dengan komoditi unggulan di masa yang akan datang.
Secara umum potensi pengembangan dan lahan yang tersedia untuk
merehabilitasi jeruk cukup luas. Namun saat ini masih dihadapkan pada kondisi
rendahnya produktivitas jeruk, keterbatasan modal usahatani, harga produk primer
jeruk (buah segar) rendah, harga input produksi yang mahal, keterbatasan
penguasaan teknologi, manajemen usahatani yang belum efisien, dan kurangnya
akses petani dalam pemasaran hasil. Oleh karena itu perlu ada perubahan
Pada satu sisi diawal program rehabilitasi dan pengembangan sentra jeruk
Siam Pontianak dimulai, harga jeruk kelas AB di tingkat petani mencapai
Rp.10 000 per Kilogram. Kemudian harga tersebut mengalami fluktuasi dengan
kecenderungan menurun hingga sekarang. Pada bulan Desember 2006 harga
untuk kelas AB di petani hanya Rp. 2 500 per Kilogram hingga Rp. 2 700 per
Kilogram (Diperta Kalbar, 2006). Hal ini terjadi karena semakin meningkatnya
produksi jeruk, mutu buah yang kurang baik dan masuknya buah jeruk impor.
Harga tersebut dapat lebih rendah lagi pada bulan Desember sampai dengan
Maret, karena pada bulan-bulan tersebut terjadi panen raya dan musim
buah-buahan seperti langsat, durian, rambutan dan lain-lain.
Fluktuasi harga jeruk yang cenderung menurun tersebut harus dijadikan
early warning signal dalam penanganan tataniaga jeruk Siam Pontianak.
Pemasaran jeruk Siam Pontianak pada waktu-waktu mendatang akan menghadapi
beberapa tantangan, yaitu: (1) adanya pesaing produsen jeruk dari daerah lain,
seperti: Medan, Palembang, Jawa Barat, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Selatan,
dan Serawak, dimana pada lima tahun mendatang diperkirakan akan terjadi
peningkatan produksi jeruk nasional dengan pesat, dan (2) masih relatif sedikit
pihak swasta yang bergerak di perdagangan jeruk Siam Pontianak dibandingkan
pada tahun 1993 terdapat 50-an perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan
jeruk Siam Pontianak, hal ini akan berdampak pada kurangnya akses petani dalam
pemasaran hasil, dan kurangnya keterkaitan stakeholders yang terlibat dalam
perjerukan serta terbatasnya akses pasar perdagangan antar pulau. Konsekuensi
ditingkat petani dan kebijakan strategis dari pemerintah daerah, sehingga tujuan
pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak dapat tercapai.
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah kebijakan
pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat, maka
dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Apakah usahatani pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak sebagai
komoditas unggulan Provinsi Kalimantan Barat memiliki kelayakan usaha jika
ditinjau dari kelayakan finansial dan ekonomi?
2. Bagaimanakah dayasaing (kompetitif dan komparatif) terhadap pengembangan
sentra jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat?
3. Bagaimanakah sistem pemasaran jeruk Siam Pontianak?
1.3. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan rumusan
rekomendasi kebijakan pemerintah terhadap pengembangan sentra jeruk Siam
Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat.
Adapun tujuan khusus dari penelitian yang hendak dicapai adalah:
1. Menganalisis kelayakan usahatani pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak
meliputi kelayakan finansial dan ekonomi.
2. Menganalisis dayasaing (kompetitif dan komparatif) terhadap pengembangan
sentra jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Merumuskan dan mengimplementasikan instrumen-instrumen kebijakan yang
lebih efektif dan efisien bagi pengembangan komoditas unggulan jeruk Siam
Pontianak khususnya dan komoditas hortikultura maupun komoditas pertanian
umumnya di Provinsi Kalimantan Barat, sehingga dapat meningkatkan
pendapatan atau kesejahteraan petani dan perekonomian wilayah.
2. Hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi yang berguna khususnya
bagi petani yang terkait langsung, investor yang akan mengembangkan usaha
pengembangan jeruk Siam Pontianak maupun institusi publik baik di
Kabupaten dan Provinsi Kalimantan Barat dalam program pengembangan
sentra jeruk Siam Pontianak untuk peningkatan produksi, pemasaran hasil dan
peningkatan nilai tambah.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian analisis pengembangan sentra jeruk Siam
Pontianak adalah (1) dilakukan di Provinsi Kalimantan Barat meliputi kelayakan
usaha yaitu analisis pendapatan usahatani, kelayakan Finansial dan ekonomi,
dayasaing terhadap usaha pengembangan serta marjin pemasaran, dan (2)
penelitian ini dibatasi pada tahap untuk memberikan rumusan rekomendasi
kebijakan pemerintah terhadap dayasaing jeruk yang akan dijalankan dalam
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka pemikiran dibentuk dengan mendekatkan permasalahan dan
tujuan penelitian dengan teori-teori yang relevan serta penelitian empiris yang
telah dilakukan dalam penelitian sebelumnya. Teori yang relevan dengan tujuan
penelitian ini adalah teori usahatani, kelayakan finansial dan ekonomi, kebijakan
dan marjin pemasaran.
2.2. Usahatani
Usahatani adalah seluruh organisasi alam, tenaga kerja, modal dan
menejemen yang ditujukan pada produksi di lapangan pertanian (Soeharjo dan
Patong,1997). Organisasi ini ketatalaksanaannya berdiri sendiri dan sengaja
diusahakan oleh seorang atau sekumpulan orang, segolongan sosial, baik yang
terikat genologis, politis maupun teritorial sebagai pengelolanya. Pada umumnya
ciri-ciri usahatani di Indonesia adalah belahan sempit, modal relatif kecil, tingkat
pengetahuan petani terbatas, kurang dinamis sehingga berakibat pada rendahnya
pendapatan usahatani (Soekartawi, 2002). Terbatasnya modal seringkali
menyebabkan petani tidak mampu membeli dan menerapkan suatu teknologi.
Dengan keterbatasan itu usahatani cukup dilaksanakan oleh petani sendiri.
Tujuan setiap petani dalam melaksanakan usahataninya berbeda-beda
(Soeharjo dan Patong, 1997). Apabila dorongannya untuk memenuhi kebutuhan
keluarga baik melalui atau tanpa peredaran uang, maka usahatani yang demikian
disebut usahatani pencukup kebutuhan keluarga (subsistence farm). Sedangkan
yang demikian disebut usahatani komersial (commercial farm). Soekartawi
(2002), menyatakan bahwa ciri-ciri petani komersial adalah : (1) cepatnya adopsi
terhadap inovasi, (1) cepatnya mobilitas pencarian informasi, (3) berani
menanggung resiko dalam usaha, dan (4) Memiliki sumberdaya yang cukup.
Sedangkan ciri-ciri petani subsisten adalah kebalikannya. Akan tetapi
dengan teknologi serta kemajuan pembangunan yang hampir merata ke berbagai
pelosok daerah, petani tidak lagi mengusahakan usahataninya secara subsisten
melainkan semi-subsisten (setengah subsisten dan setengah komersial). Perubahan
tersebut diantaranya disebabkan oleh perkembangan teknologi yang semakin maju
dalam hal produksi sehingga mempermudah pekerjaan petani, kebutuhan petani
yang semakin banyak, teknologi informasi yang memberikan berbagai informasi
produk dan kebutuhan serta adanya perubahan pandangan masyarakat.
2.2.1. Pendapatan Usahatani
Usahatani yang dilakukan oleh petani pada akhirnya akan memperhitungkan
biaya yang dikeluarkan dengan penerimaan yang diperoleh. Selisih antara
biaya-biaya yang dikeluarkan dengan penerimaan yang diperoleh merupakan
pendapatan bersih dari kegiatan usahatani.
Soeharjo dan Patong (1997), menyebutkan bahwa analisis pendapatan
usahatani mempunyai kegunaan bagi petani maupun pemilik faktor produksi. Ada
dua tujuan utama dari analisis pendapatan, yaitu: (1) menggambarkan keadaan
sekarang dari suatu kegiatan usaha, dan (2) menggambarkan keadaan yang akan
datang dari perencanaan atau tindakan.
Analisis pendapatan usahatani memerlukan dua keterangan pokok, yaitu
Penerimaan merupakan total nilai produk yang dihasilkan, yakni hasil kali antara
jumlah output yang dihasilkan dengan harga produk tersebut. Sedangkan
pengeluaran atau biaya semua pengorbanan sumberdaya ekonomi dalam satuan
uang yang diperlukan untuk menghasilkan suatu produk dalam suatu periode
produksi. Penerimaan usahatani dapat berbentuk dalam tiga hal, yaitu (1) hasil
penjualan tunai, (2) produk yang dikonsumsi keluarga petani, dan (3) kenaikan
nilai inventaris (selisih akhir tahun dengan awal tahun).
Pengeluaran usahatani secara umum meliputi biaya tetap dan biaya variabel.
Bentuk pengeluaran usahatani berupa pengeluaran tunai (cash cost) dan
pengeluaran yang diperhitungkan (inputed cost). Pengeluaran tunai ialah
pengeluaran yang dibayarkan dengan uang, seperti biaya pembelian sarana
produksi dan biaya untuk membayar tenaga kerja. Sedangkan pengeluaran yang
diperhitungkan digunakan untuk menghitung berapa sebenarnya pendapatan kerja
petani seandainya bunga modal dan nilai kerja keluarga diperhitungkan.
2.2.2. Kelayakan Finansial dan Ekonomi
Menurut Soekartawi (2002), analisis ekonomi ditujukan untuk mengestimasi
nilai ekonomi yang timbul dalam perekonomian masyarakat. Dalam analisis
ekonomi dilakukan penyesuaian harga finansial agar dapat menggambarkan nilai
sosial secara menyeluruh baik untuk input maupun output. Hal ini tentu saja
berlaku juga pada industri jeruk siam.
Dalam analisis ekonomi, harga pasar barang atau jasa diubah agar lebih
mendekati opportunity cost (nilai barang atau jasa dalam alternatif pemanfaatan
yang terbaik) sosial yang merupakan harga bayangan. Budiono (1999),
bukan harga pasar (belum diketahui), untuk menggambarkan distribusi
pendapatan dan tabungan. Menurut Prasana (1980), dalam analisis ekonomi harga
pasar tidak selalu menggambarkan nilai kelangkaan agribisnis jeruk siam sehingga
pendapatan nasional berubah nilainya menjadi opportunity cost. Ada beberapa
cara untuk menyatakan nilai ekonomi tersebut kedalam nilai tukar domestik yaitu:
1. Menggunakan harga bayangan nilai tukar luar negeri, yang akan
meningkatkan nilai produk yang diperdagangkan karena muncul premium
terhadap nilai tukar luar negeri yang disebabkan oleh keputusan kebijakan
perdagangan.
2. Menggunakan nilai tukar resmi dan menerapkan faktor konversi terhadap
opportunity cost atau nilai pemanfaatan barang yang tidak diperdagangkan
yang dinyatakan ke dalam nilai tukar domestik. Faktor konversi tersebut akan
mengurangi nilai barang yang tidak diperdagangkan relatif terhadap barang
yang diperdagangkan yang memungkinkan adanya premium nilai tukar. Oleh
karena analisis finansial maupun analisis ekonomi menggunakan pendekatan
yang berbeda, tentunya membutuhkan perhitungan yang berbeda pula.
2.3. Kebijakan Pemerintah
Kebijakan pemerintah ditetapkan dengan tujuan untuk peningkatan ekspor
ataupun sebagai usaha melindungi produk dalam negeri. Kebijakan pemerintah
diberlakukan terhadap input dan output yang menyebabkan terjadinya perbedaan
antara harga input dan output yang diminta produsen dengan harga yang
sebenarnya terjadi jika dalam kondisi perdagangan bebas. Kebijakan yang
ditetapkan pemerintah pada suatu komoditas ada dua bentuk yaitu berupa subsidi
subsidi negatif (pajak), sedangkan hambatan perdagangan berupa tarif dan quata.
Menurut Salvatore (1994), subsidi adalah pembayaran dari atau untuk
pemerintah. Pemerintah menetapkan dua bentuk kebijakan yang berupa subsidi
dan kebijakan perdagangan dalam negeri. Kebijakan subsidi dapat berupa subsidi
positif yaitu yang diberikan pemerintah dan subsidi negatif yaitu bila dibayarkan
kepada pemerintah yang disebut pajak. Intervensi pemerintah pada kebijakan
output dibagi kedalam delapan tipe kebijakan subsidi dan dua tipe kebijakan
[image:43.595.113.505.331.639.2]perdagangan (Tabel 3).
Tabel 3. Klasifikasi Kebijakan Harga Komoditi
Instrumen Dampak Pada Produsen Dampak Pada Konsumen
Kebijakan Subsidi * Tidak merubah harga pasar dalam negeri * Merubah harga pasar dalam negeri
Subsidi Pada Produsen * Pada barang-barang Subtitusi impor (S+PI; S-PI).
* Pada barang-barang Orientasi ekspor (S + PE; S-PE).
Subsidi Pada Konsumen * Pada barang-barang subti
tusi impor (S+CI; S-CI) * Pada barang-barang
Orientasi ekspor
(S+CE; S-CE). Kebijakan perdagangan
(merubah harga pasar dalam negeri)
Hambatan pada barang impor (TPI)
Hambatan pada barang Ekspor (TCE)
Sumber : Monke and Pearson, 1989 Keterangan :
S + = Subsidi S - = Pajak
PE = Produsen barang orientasi ekspor PI = Produsen barang subtitusi impor CE = Konsumen barang orientasi ekspor CI = Konsumen barang subtitusi impor TCE = Hambatan barang ekspor
TPI = Hambatan barang impor
Kebijakan perdagangan adalah pembatasan yang diterapkan pada impor atau
ekspor suatu komoditi, yang berupa pajak dan quata dengan maksud untuk
menurunkan kuantitas barang impor dan untuk menciptakan perbedaan harga
yaitu kebijakan ekspor dan kebijakan impor. Kebijakan ekspor ditujukan untuk
melindungi konsumen dalam negeri melalui penetapan harga domestik yang lebih
rendah dari harga international, dengan cara pengenaan pajak ekspor. Kebijakan
impor dilakukan untuk melindungi produsen dalam negeri melalui penetapan
harga pasar domestik yang lebih rendah, sehingga kebijakan yang dilakukan
berupa tarif impor atau quata impor.
2.3.1. Kebijakan Harga Output
Kebijakan terhadap output baik berupa pajak maupun subsidi, dapat
diterapkan pada produsen barang impor dan barang ekspor. Kebijakan terhadap
output dijelaskan dengan Transfer Output (OT) dan Koefisien Proteksi Output
Nominal (NPCO). Dampak dari subsidi negatif terhadap produsen untuk barang
ekspor dapat dilihat pada Gambar 1.
P
. A
S
Pw B D F H
Pd E G J
D K
[image:44.595.213.380.428.611.2]Q1 Q2 Q4 Q3 Q
Gambar 1. Dampak Subsidi Negatif Pada Produsen Barang Ekspor
Sumber : Monke and Pearson, 1989
Pada situasi perdagangan bebas, harga yang diterima oleh produsen output
output yang dihasilkan sebesar Q1, sehingga terjadi ekses supply di dalam negeri
sebesar BHJ. Terjadinya ekses supply membuat output yang dihasilkan harus
diekspor ke luar negeri sebesar Q3-Q1. Besarnya surplus konsumen adalah ABPw
sedangkan surplus produsennya sebesar PwHK.
Subsisi negatif pada produsen Output (NPCO negatif), menyebabkan
perubahan harga dalam negeri yaitu harga yang diterima produsen dan konsumen
menjadi lebih rendah dari harga pasar dunia (Pd < Pw). Tingkat harga sebesar ini,
menyebabkan konsumsi dalam negeri dari Q1-Q3 menjadi Q2-Q4. Terjadi surplus
produsen yaitu sebesar PwHGPd dan perubahan surplus konsumen sebesar
PdEBPw dan besarnya transfer Output (OT) atau pajak kepada pemerintah sebesar
DFGE. Efisiensi ekonomi yang hilang dari produsen untuk memperoleh
keuntungan dan juga tidak ditransfer baik kepada konsumen maupun pemerintah.
2.3.2. Kebijakan Harga Input
Kebijakan pemerintah juga diberlakukan pada variabel input tradable
maupun non tradable. Sebagai ilustrasi intervensi berupa subsidi dan pajak pada
input dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 (a) menunjukkan efek pajak terhadap input tradable yang
digunakan. Biaya pajak menyebabkan biaya produksi meningkat sehingga pada
tingkat harga output yang sama, output domestik turun dari Q1 ke Q2 dan kurva
supply bergeser ke atas. Efisiensi ekonomi yang hilang adalah ABC, merupakan
perbedaan antara nilai output yang hilang Q1ACQ2 dengan ongkos produksi dari
P S* P S
S
C S*
Pw
C A A B B D D Q2 Q1 Q Q1 Q2 Q
[image:46.595.170.494.82.239.2](a) (b)
Gambar 2. Subsidi dan Pajak Pada Input
Sumber : Monke and Pearson, 1989
Keterangan : S-II = Pajak untuk input impor S+II = Subsidi untuk input impor
Pw = Harga di Pasar Internacional
Gambar 2(b) memperlihatkan dampak subsidi input menyebabkan harga
input lebih rendah dan biaya produksi lebih rendah sehingga kurva supply
bergeser ke bawah dan produksi naik dari Q1 ke Q2. Efisiensi ekonomi yang
hilang dari produksi adalah ABC perbedaan antara biaya produksi yang
bertambah dengan meningkatnya output dengan peningkatan nilai input.
Pada input non tradable, intervensi pemerintah berupa halangan
perdagangan tidak tampak karena input non tradable hanya diproduksi dan
dikonsumsi di dalam negeri. Intervensi pemerintah adalah subsidi positif dan
subsidi negatif (pajak) dapat dilihat pada Gambar 3.
Pada Gambar 3 (a) dengan adanya pajak (Pc-Pp) menyebabkan produk yang
dihasilkan turun menjadi Q2. Efisiensi ekonomi dari produsen yang hilang sebesar
BCA dan dari konsumen yang hilang sebesar DBA. Pada subsidi positif (Gambar
3b) adanya subsidi menyebabkan produk meningkat dari Q1 ke Q2, harga yang
diterima produsen naik menjadi Pp dan harga yang diterima konsumen turun
peningkatan nilai output dengan meningkatnya ongkos produksi dan
meningkatnya keinginan konsumen untuk membayar.
P S P
S Pc C Pp C
Pd B A Pd A B
Pp D Pc D D D
Q2 Q1 Q Q1 Q2 Q
Gambar 3. Dampak Subsidi dan Pajak terhadap Input Non Tradable
Sumber : Monke and Pearson, 1989 Keterangan :
Pd = Harga domestik sebelum diberlakukan pajak dan subsidi
Pc = Harga di tingkat konsumen setelah diberlakukan pajak dan subsidi Pp = Harga di tingkat produsen setelah diberlakukan pajak dan subsidi
2.4. Policy Analysis Matrix
Model atau kerangka analisis ekonomi lainnya yang lebih lengkap untuk
menganalisis keadaan ekonomi dari pemilik ditinjau dari sudut usaha swasta
(private profit) dan sekaligus memberi ukuran tingkat efesien ekonomi usaha atau
keuntungan sosial (social profit) adalah dengan menggunakan model Matrik
Analisis Kebijakan (Policy Analysis Matrix, PAM). Menurut Monke and Pearson
(1989), model PAM dapat memberikan pemahaman lebih lengkap dan konsisten
terhadap semua pengaruh kebijakan dan kegagalan pasar pada penerimaan
(revenue), biaya-biaya (cost), dan keuntungan (profit) dalam produksi sektor
Menurut Monke and Pearson (1989), kontruksi model policy analysis matrix
(PAM) disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Kontruksi Model Policy Analysis Matrix
Biaya (cost)
Komponen Penerimaan
(Revenues) Input
Tradable
Faktor Domestik
Keuntungan (Profits)
Harga Privat (Private prices)
A B C D1
Harga Sosial (Social prices)
E F G H2
Pengaruh divergensi (Effects divergensces)
I3 J4 K5 L6
Sumber : Monke and Pearson, 1989 Keterangan :
1. Keuntungan Privat (D) = A - B - C, 2. Keuntungan Sosial (H) = E - F- G, 3. Transfer Output (I) = A – E, 4. Transfer Input (J) = B – F, 5. Transfer Faktor (K) = C – G, dan
6. Transfer Bersih (L) = D – H = I – J = K.
Tiga issues yang menyangkut prinsip-prinsip yang dapat ditelaah (investigate)
dengan model PAM, yaitu :
1. Dampak kebijakan terhadap dayasaing (competitiveness) dan tingkat
profitability pada tingkat usahatani.
2. Pengaruh kebijakan investasi pada tingkat efesiensi ekonomi dan keunggulan
komparatif (comparative advantage).
3. Pengaruh kebijakan penelitian pertanian pada perbaikan teknologi, selanjutnya
model PAM merupakan produk dari dua identitas perhitungan, yaitu: (1)
tingkat keuntungan atau profitabilitas (profitability) merupakan perbedaan
antara penerimaan dan biaya-biaya, dan (2) pengaruh penyimpangan atau
antara parameter-parameter yang diobservasi dan parameter yang seharusnya
ada terjadi jika divergensi tersebut dihilangkan.
2.4.1. Simulasi Sensitivitas
Simulasi sensitivitas bertujuan untuk melihat bagaimana perubahan hasil
analisis suatu kegiatan ekonomi, bila ada suatu kesalahan dalam perhitungan biaya
atau manfaat. Analisis sensititivas merupakan suatu teknik analisa untuk menguji
perubahan kelayakan suatu kegiatan ekonomi (proyek) secara sistematis, bila
terjadi kejadian yang berbeda dengan perkiraan yang telah dibuat dalam
perencanaan.
Menurut Kadariah (1992), Analisis sensitivitas dilakukan dengan cara (1)
mengubah besarnya variabel-variabel yang penting, maing-masing terpisah atau
beberapa dalam kombinasi dengan suatu prosentase dan menentukan seberapa
besar kepekaan hasil perhitungan terhadap perubahan-perubahan tersebut, dan (2)
menentukan dengan berapa besar suatu harus berubah sampai hasil pehitungan
yang membuat proyek tidak dapat diterima.
Analisis sensitivitas membantu menentukan unsur-unsur kritikal yang
berperan dalam menentukan hasil dan proyek. Analisis kepekaan dilakukan
dengan mengubah suatu atau kombinasi unsur kemudian menentukan pengaruh
dari perubahan terhadap hasil analisis. Kelemahan Analisis sensitivitas adalah :
1. Analisis sensitivitas tidak digunakan untuk pemilihan proyek, karena
merupakan analisis parsial yang hanya mengubah satu paramater pada suatu
saat tertentu.
2. Analisis sensitivitas hanya mencatat apa yang terjadi jika variabel
Dalam kaitannya dengan PAM, analisis sensitivitas akan mereduksi
kelemahan dari alat analisis PAM tersebut, karena PAM bersifat statis dan tidak
dimungkinkannya dilakukan simulasi untuk melihat pengaruh perubahan dari
faktor-faktor penting dalam usahatani Pengembangan sentra jeruk Siam
Pontianak.
2.5. Sistem Pemasaran
Konsep pemasaran atau pemasaran didefinisikan sebagai suatu proses sosial
dan manajerial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang
mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan
mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain ( Kotler, 1997).
2.5.1. Struktur Pasar
Struktur pasar merupakan suatu dimensi yang menjelaskan pengambilan
keputusan oleh perusahaan maupun industri, jumlah perusahaan dalam suatu
pasar, distrubusi perusahaan menurut berbaga ukuran, deskripsi produk dan
diferensiasi produk, syarat-syarat masuk dan lain sebagainya. Struktur pasar
dicirikan oleh konsentrasi pasar, diferensiasi produk, kebebasan untuk keluar
masuk dalam pasar ( Limbong dan Sitorus, 1987).
Menurut Kotler (1997), struktur pasar diklasifikasikan berdasarkan sifat dan
bentuk menjadi dua yaitu pasar bersaing sempurna dan struktur pasar tidak
bersaing sempurna jika memenuhi ciri-ciri antara lain terdapat banyak penjual dan
pembeli, pembeli dan penjual hanya menguasai sebagian kecil jumlah barang atau
jasa yang dipasarkan sehingga tidak dapat mempengaruhi harga pasar, barang dan
jasa bersifat homogen, serta penjual dan pembeli bebas untuk keluar masuk pasar.
2.5.2. Perilaku Pasar
Perilaku pasar merupakan pola tingkah laku dari lembaga-lembaga
pemasaran dalam struktur pasar tertentu, terutama bentuk-bentuk keputusan yang
harus diambil dalam menghadapi struktur pasar. Perilaku pasar tersebut dapat
dilihat dari proses pembentukan harga dan stabilitas pasar, serta ada tidaknya
praktek jujur dari lembaga pemasaran tersebut. Struktur pasar dan perilaku pasar
akan menentukan keragaan pasar yang dapat diukur melalui perubahan harga,
biaya, dan marjin pemasaan, serta jumlah komoditi yang diperdagangkan (Dahl
and Hammond, 1977).
2.5.3. Saluran dan Lembaga pemasaran
Saluran pemasaran menurut Limbong dan Sitorus (1987), adalah saluran
yang digunakan produsen untuk mendistribusikan produknya kepada konsumen
dari titik produsen sampai ke tangan konsumen. Saluran pemasaran melibatkan
berbagai lembaga pemasaran. Lembaga pemasaran dapat diartikan sebagai badan
yang menyelenggarakan kegiatan atau fungsi pemasaran pada saat produk
bergerak dari produsen ke konsumen akhir. Badan-badan yang termasuk dalam
lembaga pemasaran adalah produsen, pedagang perantara dan lembaga pembeli
jasa.
Produsen adalah golongan yang menghasilkan barang atau produk.
Produsen juga melakukan fungsi penjualan yang merupakan salah satu dari fungsi
pemasaran. Pedagang perantara merupakan badan-badan yang berusaha dalam
bidang pemasaran, menggerakkan barang dari produsen sampai konsumen melalui
2.5.4. Fungsi-Fungsi Pemasaran
Pada sistem pemasaran terdapat banyak kegiatan yang berbeda yang
diperlukan dalam proses penyampaian barang dari tingkat produsen ke tingkat
konsumen. Kegiatan-kegiatan tersebut dikenal sebagai fungsi pemasaran.
Dalam proses penyampaian barang dan jasa kepada konsumen diperlukan
tindakan yang dapat memperlancar proses tersebut yang disebut dengan
fungsi-fungsi pemasaran. Fungsi pemasaran meliputi:
1. Fungsi pertukaran, yaitu kegiatan yang memperlancar perpindahan hak milik
barang dan jasa yang dipasarkan meliputi fungsi penjualan dan pembelian.
2. Fungsi Fisik, yaitu semua kegiatan yang langsung berhubungan dengan
barang dan jasa sehingga menimbulkan kegunaan tempat, bentuk dan waktu.
Kegiatan yang termasuk dalam fungsi fisik meliputi penyimpanan, fungsi
pengolahan, fungsi pengemasan, dan fungsi pengangkutan.
3. Fungsi fasilitas, yaitu semua tindakan yang bertujuan untuk memperlancar
kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen. Fungsi ini
terdiri dari fungsi standarisasi dan grading, fungsi penanggungan resiko,
fungsi pemiayaan dan fungsi informasi pasar.
2.5.5. Marjin Pemasaran
Tomek and Robinson (1977), mendefinisikan marjin pemasaran sebagai :
(1) perbedaan antara harga dibayar konsumen dengan harga yang diterima petani,
(2) kumpulan balas jasa yang diterima oleh jasa pemasaran sebagai akibat adanya
penawaran dan permintaan. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Limbong dan
Sitorus, 1987, bahwa marjin pemasaran adalah selisih harga yang dibayar oleh
Di negara-negara maju semakin tinggi pemasaran maka pemasaran
dianggap konsisten dan efisien karena ditingkatnnya kegunaan barang tersebut
yang mencerminkan jasa-jasa yang digunakan oleh konsumen dan untuk itu
mereka bersedia membayarnya (Limbong dan Sitorus, 1987). Sedangkan untuk
negara-negara yang sedang berkembang tingginya marjin pemasaran dianggap
sebagai indikator adanya in-efisiensi dalam sistem pemasaran karena pada
umumnya belum disertai dengan peningkatan dan perbaikan kegunaan barang
tersebut.
Harga Sr
Pr Sf
Marjin Pemasaran
Pf
Dr
Df
[image:53.595.118.493.295.483.2]0 Qr,f Jumlah
Gambar 4. Komponen Marjin Pemasaran
Sumber : Dahl and Hammond, 1977 Keterangan :
Pf = Harga ditingkat petani Sr = kurva penawaran pengecer
Pr = harga ditingkat pengecer Df = kurva permintaan petani
Sf = kurva penawaran petani Dr = kurva permintaan pengecer
Qr,f = jumlah keseimbangan di tingkat Petani dan pengecer
Dahl and Hammod (1977), mendefinisikan marjin pemasaran sebagai
perbedaan harga di tingkat petani (Pf) dengan harga di tingkat pengecer (pr).
Marjin pemasaran tersebut terdiri dari komponen-komponen marjin sebagaimana
ditunjukkan dalam Gambar 4. Melalui gambar tersebut dapat dilihat bahwa, bila
marjin pemasaran (Pr-Pf) dikalikan dengan jumlah komoditas yang ditawarkan
(Qr,f), maka hasilnya disebut nilai marjin pemasaran. Dalam gambar tampak
bahwa nilai marjin pemasaran terbagai dua komponen.
Pertama, berupa pembayaran yang diberikan kepada faktor-faktor produksi
yang dipergunakan dalam proses produksi. Pembayaran tersebut terdiri dari upah
untuk tenaga kerja, bunga, modal, sewa tanah dan bangunan, laba bagi
kewiraswataan dan resiko modal. Seluruh beban biaya disebut biaya pemasaran
(marketing cost). Kedua, pembayaran yang diberikan kepada berbagai pelaku
yang terlibat dalam pemasaran seperti pembayaran kepada pengecer (retailer),
pedagang pengumpul (assembler), dan pedagang perantara (grosir).
Berdasarkan pengertian tersebut diatas, dapat dikatakan bahwa analisis
marjin pemasaran bertujuan untuk mengukur : (1) pangsa pasar yang diterima oleh
petani produsen dari harga yang dibayar konsumen akhir, (2) biaya-biaya
penyaluran komoditas yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran seperti biaya
pengangkutan, bongkar muat, pengepakan, pembersihan, penimbangan,
susut,retribusi dan penyimpanan, (3) marjin keuntungan pedagang perantara yang
melaksanakan kegiatan pemasaran komoditi buah jeruk mulai dari tingkat petani
sampai ke tingkat konsumen akhir.
Perbandingan nisbah marjin keuntungan terhadap biaya pemasaran dari
setiap jenis buah jeruk di daerah penelitian. Untuk mengetahui saluran pemasaran
mana yang sistem pemasarannya lebih efisien adalah dengan melihat
perbandingan antara satu saluran pemasaran dengan saluran lainnya. Pengukuran
marjin pemasaran buah jeruk dapat dipergunakan untuk mengukur semua pihak
yang terlibat dalam sistem pemasaran jeruk di daerah penelitian misalnya
2.5.6. Farmer’s Share
Tersebarnya lokasi produksi dalam wilayah yang luas dan jauh dari pusat
pemasaran hasil produksi menyebabkan banyaknya lembaga pemasaran yang
terlibat. Kondisi ini mengakibatkan jasa-jasa pedagang pengumpul masih tetap
diperlukan. Semakin panjang rantai pemasaran maka biaya pemasaran atau biaya
tataniaga akan semakin besar. Hal ini berakibat semakin banyaknya marjin
tataniaga sehingga bagian harga yang diterima petani (farmer’s share) akan
semakin kecil. Kecilnya bagian yang diterima petani akan mengakibatkan
kurangnya dorongan bagi para petani untuk memproduksi lebih lanjut.
Kohl and Ulh (1990), menyatakan bahwa besarnya bagian yang diterima
petani dipengaruhi oleh tingkat pemprosesan biaya transportasi, keawetan atau
mutu produksi dan jumlah produksi. Tingkat efisiensi pemasaran dapat diukur
juga melalui besarnya rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran. Dengan
semakin meratanya penyebaran rasio keuntungan dan biaya, maka dari segi
operasional sistem pemasaran akan semakin efisien. Rasio keuntungan terhadap
biaya pemasaran di setiap lembaga pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut:
Rasio Keuntungan dan Biaya =
N
iC
i ...(2.1)dimana:
Ni = Keuntungan lembaga pemasaran tingkat ke-i
Ci = Biaya lembaga pemasaran tingkat k-i
2.6. Hasil Penelitian Terdahulu
2.6.1. Studi Mengenai Kelayakan Finansial dan Ekonomi
Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad (2005), di Kabupaten Selayar,
keprok secara umum, teknologi budidaya jeruk keprok yang berkembang di
tingkat petani cukup baik dengan menggunakan input produksi dari sumberdaya
setempat dan input yang rendah cukup menguntungkan dengan nilai NPV Rp.
20.7 juta, B/C ratio 2.69, dan IRR 66.24 persen dengan dasar perhitungan
discaunt faktor 20 persen.
Hasil Penelitian Rustiadji (2005), mengenai analisis pengembangan
agribisnis buah jeruk di wilayah agropolitan Kota Batu Malang Jawa Timur,
berdasarkan penelitiannya diperoleh jawaban strategi pengembangan buah jeruk
di wilayah agribisnis Kota Batu Malang untuk saat ini, adalah kinerja finansial
usahatani menunjukkan bahwa usahatani buah jeruk layak untuk dikembangkan
yang ditunjukkan oleh nilai B/C ratio yang diperoleh lebih besar dari satu, nilai
NPV yang positif dan nilai IRR yang lebih besar dari suku bunga bank yang
berlaku di lokasi penelitian. Rantai pemasaran produksi buah jeruk menunjukkan
belum efisien karena petani menerima marjin yang relatif rendah sementara
pelaku tataniaga lainnya menerima marjin yang lebih besar dan struktur rantai
pemasarannya masih terlalu panjang dan melibatkan banyak pelaku tataniaga.
2.6.2. Studi Mengenai Policy Analysis Matrix
Hasil penelitian Emilya (2001), mengenai analisis keunggulan komparatif
dan kompetitif serta dampak kebijakan pemerintah pada pengusahaan komoditas
tanaman pangan menunjukkan bahwa komoditas pangan memperoleh profit diatas
normal atau memiliki kelayakan untuk diusahakan dan dikembangkan di Provinsi
Riau dengan atau tanpa kebijakan pemerintah. Secara privat dan sosial, komoditas
pangan memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif yang dapat dilihat dari
di Provinsi Riau mempunyai dayasaing dan mampu dikembangkan dengan atau
tanpa kebijakan pemerintah. Keunggulan tertinggi terdapat pada komoditas padi,
kedelai dan jagung. Tingginya tingkat komoditas padi, kedelai dan jagung lebih
banyak disebabkan karena ketiga komoditas tersebut mendapat prioritas utama
dari pemerintah sejalan dengan program ketahanan pangan terutama untuk
peningkatan produksi dan produktivitasnya.
Hasil penelitian Novianti (2003), Analisis dampak kebijakan pemerintah
terhadap dayasaing komoditas unggulan sayuran menunjukkan bahwa komoditas
kentang dan bawan merah di ketiga daerah penelitian (Garut, Bandung dan
Majalengka) menghasilkan nilai PCR dan DRC yang lebih kecil daripada satu.
Artinya kedua komoditas unggulan sayuran tersebut di ketiga tempat penelitian
memiliki dayasaing sehingga mampu bersaing dan diharapkan dapat berkembang
dengan atau tanpa kebijakan pemerintah. Sementara usahatani kubis, hanya
memiliki keunggulan komparatif tetapi tidak memiliki keunggulan kompetitif. Hal
tersebut menunjukkan bahwa intervensi pemerintah menghambat usahatani kubis
sehingga usahatani menjadi tidak efisien.