• Tidak ada hasil yang ditemukan

VI. ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN

6.6. Analisis Kebijakan

6.6.1. Analisis Kebijakan Pengembangan Sektor Prioritas

Tahapan analisis kebijakan pada sub bab ini merupakan metode pengkajian untuk menghasilkan dan mentransformasikan flow of thingking dari serangkaian analisis yang telah dilakukan guna memperoleh kesimpulan komprehensif sebagaimana yang dijabarkan pada Sub-bab 6.7. Pada tahapan ini akan dikaji pemilihan sektor prioritas yang potensial dikembangkan pada bidang kelautan di Kota Padang.

Berdasarkan data kontribusi antar sektor di Kota Padang, menunjukkan bahwa bidang kelautan yang terdiri atas tujuh sektor (Kusumastanto, 2003) memberikan sumbangsih yang cukup besar bagi perekonomian Kota Padang. Tujuh sektor itu antara lain; perikanan, pertambangan laut, pariwisata bahari, industri kelautan, jasa kelautan, tansportasi laut dan bangunan kelautan. Sektor- sektor dalam bidang kelautan ini perlu dianalisis prioritas pengembangan yang sesuai dengan karakteristik daerah agar kebijakan yang dihasilkan mampu memberikan pengaruh nyata terhadap pembangunan dan kemajuan daerah. Penyusunan hierarki pengambilan keputusan AHP dengan aktor adalah KKP RI, DKP Kota Padang dan Pemda Kota Padang, sedangkan kriteria yaitu ekonomi, ekologi, dan sosial. Bentuk hierarki ditampilkan dalam Gambar 32 dan hasil analisis pada Gambar 33.

Melalui Analytical Hierarchy Process (AHP) diperoleh prioritas pengembangan sektor di bidang kelautan Kota Padang sebagaimana ditampilkan pada Gambar 26. Hasil analisis ini berdasarkan data primer melalui wawancara mendalam dan kuesionerdengan pakar. Pemilihan aktor dalam penyusunan hierarki analisis kebijakan melalui teknik pengambilan keputusan AHP ini adalah berdasarkan tahapan analisis stakeholder (lihat Sub-bab 6.5.3). Sedangkan untuk penentuan kriteria adalah berdasarkan konsep segitiga pembangunan berkelanjutan (lihat Gambar 2) yang terdiri atas komponen ekologi, ekonomi dan sosial. Hasil penilaian AHP mengenai prioritas pengembangan bidang kelautan di Kota Padang ditampilkan pada Gambar 33 sebagai berikut.

Gambar 33. Hasil Penilaian AHP Prioritas Pengembangan Bidang Kelautan Berdasarkan hasil analisis pada Gambar 33, sektor prioritas yang perlu dikembangkan di Kota Padang adalah perikanan dengan skor 0,34 diikuti sektor industri kelautan 0,32 dan pariwisata bahari 0,149. Hasil judgement pakar ini juga berlandaskan karena faktor potensi dan karakteristik Kota Padang, dimana kontribusi terbesar bidang kelautan sejauh ini adalah dari ketiga sektor tersebut. Selain itu ketiga sektor ini masih berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut sebagai tulang punggung perekonomian daerah.

Perikanan menjadi alternatif pertimbangan yang paling kuat untuk dikembangkan di Kota Padang. Sektor ini terpilih karena faktor potensi daerah

yang dimilikinya. Kota Padang dengan segenap potensi perikanan dan titik fokus sentra program pemerintah pusat, menjadikan sektor ini pilihan paling kuat untuk meningkatkan perekonomian daerah. Dukungan sumberdaya alam berupa komoditas perikanan unggulan dan sumberdaya manusia menjadi pertimbangan penting dalam pengambilan keputusan ini. Nilai Consistency Ratio pada pemilihan prioritas kebijakan pengembangan bidang kelautan dalam analisis ini adalah sebesar 0,0201. Sehingga dalam kasus ini penilaian kriteria pada analisis AHP telah dilakukan dengan konsisten (perhitungan lihat Lampiran 17).

Berdasarkan hasil perangkingan alternatif keputusan melalui teknik AHP, maka dapat diambil sebuah kebijakan pembangunan bidang kelautan di Kota Padang. Kebijakan yang paling tepat bagi pembangunan bidang kelautan secara berkelanjutan di Kota Padang adalah mengutamakan pembangunan di sub sektor perikanan. Kebijakan ini dianggap paling tepat karena Kota Padang memiliki potensi sumberdaya perikanan yang cukup besar. Hanya saja, demi tercapainya pembangunan sub sektor perikanan yang optimal, maka pemerintah harus lebih memperhatikan aspek keberlanjutan dan mitigasi bencana.

Prioritas pengembangan sektor dalam bidang kelautan berikutnya di Kota Padang adalah Industri Kelautan. Melalui program kemudahan investasi yang ditawarkan pemerintah serta pembangunan kelautan yang memadai maka sektor ini layak untuk dikembangkan lebih baik lagi. Output bagi perekonomian daerah yang dihasilkan sektor industri kelautan selama ini cukup menjadi pertimbangan untuk pengembangan lebih lanjut agar hasil yang diperoleh lebih optimal bagi daerah dan kesejahteraan masyarakat khususnya. Sektor dalam bidang kelautan lainnya yang harus dikembangkan adalah sektor pariwisata bahari. Sebagai daerah yang terdiri atas pulau-pulau dengan pantai yang indah, maka Kota Padang berpotensi untuk dikembangkan sebagai tujuan wisata bahari. Hal ini dikarenakan bahwa Kota Padang memiliki wisata pantai yang indah dan belum dikembangkan secara optimal.

Hasil analisis AHP mengenai prioritas pengembangan bidang kelautan ini juga menguatkan analisis sebelumnya mengenai analisis ekonomi makro Kota Padang. Analisis ekonomi makro menyimpulkan bahwa perikanan merupakan sektor basis yang memberikan kontribusi ekonomi bagi daerah. Melalui

serangkaian analisis ini pemerintah dapat memberikan perhatian lebih terhadap usaha pengembangan perikanan di Kota Padang. Perikanan perlu dijadikan sebagai sektor prioritas pembangunan ekonomi daerah.

6.6.2. Analisis Kebijakan Pengembangan Perikanan

Berdasarkan hasil analisis pada Sub Bab 6.6.1, telah diperoleh hasil bahwa perikanan merupakan sektor prioritas yang paling potensial dikembangkan pada bidang kelautan Kota Padang. Kebijakan ini dianggap paling tepat karena Kota Padang memiliki potensi sumberdaya perikanan yang cukup besar. Dalam rangka tercapainya pembangunan sub sektor perikanan yang optimal, maka pemerintah juga harus memperhatikan aspek keberlanjutan ekosistem perairan. Hal ini didasari karena kondisi Samudera Hindia (WPP 572) yang menjadi fishing ground

utama menghadapi tantangan keberlanjutan. Selain itu, untuk hasil yang optimal, perhatian pemerintah juga harus diarahkan pada aspek mitigasi bencana. Penyusunan hierarki pengambilan keputusan AHP dengan aktor adalah KKP, DKP Kota Padang dan Pemda Kota Padang, sedangkan kriteria yaitu ekonomi, ekologi, dan sosial. Bentuk hierarki ditampilkan dalam Gambar 34 dan hasil analisis pada Gambar 35.

Melalui Analytical Hierarchy Process (AHP) diperoleh prioritas kebijakan pengembangan perikanan Kota Padang sebagaimana ditampilkan pada Gambar 34. Beberapa alternatif kebijakan disusun dengan mempertimbangkan kondisi wilayah Kota Padang, yaitu kondisi potensi dan permasalahan perikanan serta kondisi daerah yang rawan bencana.

Gambar 34. Hasil Penilaian AHP Prioritas Kebijakan Pengembangan Perikanan Berdasarkan hasil analisis sesuai Gambar 34, prioritas kebijakan pengembangan perikanan di Kota Padang adalah penyediaan sarana pelabuhan, TPI, PPI dan fasilitas perikanan lainnya yang kondusif dan berperspektif mitigasi bencana dengan skor 0,203. Alternatif kebijakan ini dipilih mengingat kondisi sentra-sentra fasilitas perikanan yang ada di Kota Padang masih rawan mengalami risiko bencana, selain itu fasilitas perikanan ini juga tergolong masih kurang kondusif akibat terbatasnya prasarana dan sarana yang ada dalam memenuhi kebutuhan aktivitas perikanan setempat. Alternatif prioritas kebijakan berikutnya yaitu pendidikan dan pelatihan bagi nelayan dengan skor 0,163. Masih terbatasnya pengetahuan dan keterampilan nelayan lokal dalam meningkatkan kualitas hasil perikanan baik produksi penangkapan maupun nilai tambah yang dihasilkan, menuntut adanya kebijakan pemerintah dalam memberikan pendidikan dan pelatihan bagi nelayan.

Prioritas kebijakan ketiga adalah bantuan modal usaha bagi nelayan serta masyarakat yang ingin mengembangkan usaha perikanan. Hasil AHP menunjukkan alternatif kebijakan ini dipilih dengan skor 0,133. Prioritas alternatif kebijakan selanjutnya adalah subsidi bahan bakar 0,109 dan Pusat informasi cuaca dan kebencanaan yang mudah diakses dengan skor 0,093. Secara umum, hasil

judgement pakar dalam memberikan penilaian terkait prioritas kebijakan

pengembangan sumberdaya perikanan adalah dengan mempertimbangkan faktor potensi perikanan dan karakteristik sumberdaya yang ada di Kota Padang. Nilai

Consistency Ratio pada pemilihan prioritas kebijakan pengembangan bidang kelautan adalah 0,0256, yang artinya dalam kasus ini penilaian kriteria telah dilakukan dengan konsisten. Tabel pengisian matriks berdasarkan kuesionerdan penormalan matriks serta penentuan nilai CR terdapat dalam Lampiran 18.

Hasil analisis prioritas kebijakan pengembangan perikanan yang diperoleh melalui teknik AHP ini dijadikan sebagai pertimbangan dalam menyusun kebijakan pengembangan perikanan berperspektif mitigasi bencana yang akan diuraikan pada bab selanjutnya. Pertimbangan pakar dalam analisis ini menjadi salah satu acuan dalam menyusun arahan kebijakan sebagaimana diuraikan pada Sub Bab 6.7.

6.7. Implikasi Kebijakan Pengembangan Ekonomi Perikanan Tuna

Longine Berperspektif Mitigasi Bencana

Tujuan akhir yang ingin dicapai dari penelitian ini sebagaimana disebutkan pada bagian awal adalah memperoleh rumusan kebijakan pengembangan ekonomi perikanan berperspektif mitigasi bencana. Berdasarkan hal tersebut serangkaian analisis dengan berbagai metode telah selesai dilakukan. Tahapan akhir sebelum merumuskan arahan kebijakan adalah menyiapkan landasan strateginya. Mintzberg (1994) menyebutkan bahwa strategi adalah sebuah pola dalam sebuah arus keputusan, kebijakan atau tindakan. Dengan demikian, pembahasan selanjutnya dalam penelitian ini adalah menyusun landasan strateginya. Secara ringkas hasil analisis dari studi ini disajikan pada Tabel 55.

Sebagai landasan strategi umum dalam pengembangan sumber daya alam khususnya perikanan yang dipergunakan adalah meletakkan pengembangan ekonomi lokal atas dasar prakarsa/inisiatif serta kekhasan daerah yang bersangkutan (endegenous development), melalui pemanfaatan sumberdaya lokal yang di perkokoh dengan ikatan modal sosial (Sanim, 2006). Hasil penelitian mengemukakan bahwa endegenous development Kota Padang adalah sub sektor perikanan.

Melalui analisis Shift Share, Location Quotient dan MRA diketahui bahwa sektor perikanan memberikan pengaruh yang berarti bagi perekonomian Kota Padang. Hal ini terbukti dari adanya peningkatan kontribusi dari tahun ke tahun dan tren positif nilai LQ selama sepuluh tahun terakhir, dimana sub sektor perikanan di Kota Padang tergolong pada sektor basis. Sektor basis menurut Sjafrizal (2008) adalah sektor yang dapat meningkatkan pertumbuhan perekonomian wilayah serta sektor yang menjadi tulang punggung perekonomian daerah karena mempunyai keuntungan kompetitif (competitive advantage) yang cukup tinggi. Analisis MRA menguraikan multiplier effect perikanan pada sektor lain. Fakta ini memberikan peluang terhadap arahan kebijakan pembangunan Kota Padang untuk mempertimbangkan sektor basis sebagai penyangga perekonomian daerah. Hal ini didasari karena melalui kajian analisis ini dapat memberikan gambaran mengenai perubahan struktur ekonomi yang terjadi pada suatu daerah (Benjamin dkk, 1980). Kajian ini juga didukung oleh hasil analisis prioritas pengembangan bidang kelautan melalui teknik AHP, hasil analisis mengemukakan bahwa perikanan menjadi sektor kelautan yang paling potensial untuk dikembangkan dengan nilai 0,364 melebihi sektor pertambangan laut (0,035), transportasi laut (0,068), industri kelautan (0,236), bangunan kelautan (0,047), jasa kelautan (0,101) ataupun pariwisata bahari (0,149).

Kontribusi yang dihasilkan sub sektor perikanan terhadap perekonomian daerah sebagian besar berasal dari perikanan tangkap sebagaimana yang ditampilkan pada Tabel 19. Perikanan tangkap menghasilkan nilai sebesar Rp 218.495.600.000, atau sekitar 83 persen dari total nilai produksi perikanan Kota Padang secara keseluruhan. Besarnya nilai produksi perikanan tangkap tidak terlepas dari tingginya nilai kontribusi yang dihasilkan jenis ikan tuna.

Sumberdaya tuna merupakan komoditi unggulan perikanan Kota Padang, jenis tuna yang didaratkan di Kota Padang adalah Tuna Mata Besar/bigeye (Thunus obesus) dan Tuna Sirip Kuning/yellowfin (Thunus albacares). Spesies ini merupakan sumberdaya ekspor Kota Padang tujuan Singapura, Jepang dan Amerika. Tuna merupakan komoditi perikanan tangkap yang memberikan nilai kontribusi terbesar dibandingkan spesies lain, yakni sebesar Rp 70.063.200.000 (DKP Kota Padang, 2011) atau sekitar 24 persen dari seluruh nilai produksi perikanan Kota Padang. Melihat kontribusi yang dihasilkan, maka amatlah wajar pengembangan sumberdaya ini akan memberikan keuntungan berganda bagi perekonomian daerah secara keseluruhan.

Melalui analisis bioekonomi diperoleh informasi bahwa produksi tuna masih berada dibawah titik optimalnya, sehingga kebijakan yang harus dibuat adalah menetapkan jumlah ikan tuna yang boleh ditangkap per-tahunnya berjumlah 1.105,21 ton. Sehingga jumlah produksi dapat ditingkatkan sebesar 418,53 ton untuk hasil yang optimal. Kebijakan lainnya adalah dengan menambah effort sebanyak 133 trip. Penentuan tingkat discount rate menjadi salah satu pertimbangan yang penting dalam optimasi sumberdaya ini. Nilai

discount rate yang menghasilkan rente optimal dan keberlanjutan adalah pada tingkat 16 persen.

Hasil analisis bioekonomi ini juga dapat menjadi landasan kebijakan pemerintah dalam mengalokasikan jumlah tenaga kerja perikanan. Kondisi tuna yang masih underfishing memberi peluang terhadap penyerapan jumlah tenaga kerja baru. Penambahan effort sebanyak 133 trip akan membuka setidaknya 1500 tenaga kerja perikanan tangkap. Jumlah ini belum memasukkan jumlah tenaga kerja yang mampu diserap pada sektor lain, sebagaimana multiplier effect

perikanan yang dijelaskan pada Sub Bab 6.1.3. dalam analisis Minimum Requirement Approach (MRA). Penambahan effort sebanyak 133 trip berarti diperlukan tambahan armada penangkapan sebanyak 33 unit dengan asumsi jumlah trip dalam satu tahun sebanyak 4 kali.

Dalam rangka meningkatkan produksi tuna, serangkaian upaya perlu dilakukan pengambil kebijakan. Kebijakan yang diambil dapat berupa aturan pengelolaan, prasarana-sarana maupun terkait sumberdaya manusia. Kebijakan

juga harus mempertimbangkan faktor bencana. Hal ini disebabkan karena lokasi pendaratan ikan yakni Kota Padang yang juga sebagai sentra perikanan tuna Indonesia bagian barat adalah daerah rawan bencana. Sehingga upaya mitigasi menjadi sebuah solusi dalam usaha meningkatkan optimasi yang ingin diperoleh. Berdasarkan hasil analisis MPE, bencana yang potesial terdapat di Kota Padang terkait pengembangan perikanan adalah gempa, tsunami dan badai. Mitigasi bencana dalam upaya pengembangan ekonomi perikanan tangkap di kawasan ini berupa penyediaan prasarana mitigasi darat dan laut serta sarana mitigasi armada penangkapan. Investasi pada prasarana mitigasi darat dan laut berupa penyediaan sistem peringatan dini, radar tsunami dan gelombang, pusat informasi bencana, jalur evakuasi dan assembly point, shelter pelabuhan dan tambat badai laut. Investasi sarana mitigasi armada penangkapan terdiri dari penyediaan GPS, aplikasi BB/android serta radio komunikasi dan navigasi.

Tahapan analisis makro ekonomi, bioekonomi dan kebencanaan memberikan rekomendasi terhadap pengembangan ekonomi perikanan dan kelayakan investasi berperspektif mitigasi bencana di Kota Padang. Hasil analisis berupa tambahan armada penangkapan sebanyak 33 unit serta prasarana dan sarana mitigasi pengembangan perikanan menjadi komponen yang digunakan dalam perhitungan analisis kelayakan investasi. Tahapan analisis ini menghasilkan kesimpulan bahwa usaha pengembangan perikanan berperspektif mitigasi bencana menguntungkan dan layak dilakukan ditinjau dari indikator NPV, B/C dan IRR. Analisis kelayakan invstasi menghasilkan nilai NPV sebesar Rp 45.530.835.838, B/C sebesar 2,4 dan IRR sebesar 54,73 persen. Penambahan prasarana dan sarana mitigasi ini merupakan upaya untuk meminimalisir dampak risiko bencana yang terjadi. Unsur mitigasi bencana yang dimasukkan ke dalam upaya optimalisasi produksi sumberdaya perikanan yang berkelanjutan bertujuan untuk memperoleh hasil yang optimal untuk kesejahteraan. Oleh sebab itu, perlu kebijakan stakeholder yang memiliki kepentingan dan pengaruh yang tinggi dalam rangka mengembangkan sumberdaya perikanan di Kota Padang agar berkelanjutan dan berperspektif mitigasi bencana.

Stakeholder primer yang ditemukan dalam analisis stakeholder yakni Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP RI), Dinas Kelautan dan Perikanan

Kota Padang serta Pemeritah Daerah Kota Padang. Stakeholder ini memiliki kewajiban dalam menjawab tantangan pengembangan dan pengelolaan perikanan di Kota Padang, karena memiliki kepentingan dan pengaruh yang paling besar. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dalam penelitian ini, maka diperoleh alternatif kebijakan terkait pengembangan ekonomi perikanan berperspektif mitigasi bencana yaitu:

 Optimalisasi produksi sumberdaya perikanan dengan memperhatikan faktor keberlanjutan dan mitigasi bencana.

 Penyediaan sarana dan fasilitas perikanan yang kondusif dan berperspektif mitigasi bencana dengan mengedepankan karakteristik masyarakat lokal dan kondisi wilayah.

 Meningkatkan partisipasi dan sinergisitas stakeholder dalam pengelolaan sumberdaya perikanan.

Melalui alternatif kebijakan di atas dapat dirumuskan kebijakan pengembangan ekonomi perikanan berperspektif mitigasi bencana yaitu

“Optimalisasi produksi sumberdaya perikanan dengan memperhatikan faktor

keberlanjutan melalui penyediaan sarana dan fasilitas perikanan yang kondusif dan berperspektif mitigasi bencana serta meningkatkan partisipasi dan sinergisitas

stakeholderuntuk mencapai kesejahteraan”.

Dalam rangka menyusun rumusan arahan kebijakan pengembangan ekonomi perikanan berperspektif mitigasi bencana, maka karakteristik sumberdaya yang digambarkan mencakup tiga sistem yaitu sistem sumberdaya itu sendiri (natural system), sistem manusia (human system) dan sistem pengelolaan

(management system). Pengembangan sub sektor perikanan harus dilakukan

dengan membuat beberapa kebijakan pembangunan yang tepat serta mempertimbangkan karakteristik wilayah. Kota Padang memiliki kondisi wilayah yang rawan dilanda bencana, kondisi ini patut dipertimbangkan dalam merumuskan arahan kebijakan yang dibuat. Hal ini didasari karena pengembangan perikanan sangat berkaitan dengan sektor lain dan membutuhkan sinergisitas seluruh stakeholder dalam perencanaan dan pengembangannya. Rumusan kebijakan yang dibangun harus mempertimbangkan berbagai faktor seperti ekologi, ekonomi dan sosial serta berbagai sektor. Rumusan arahan kebijakan

pengembangan ekonomi perikanan berperspektif mitigasi bencana di Kota Padang diuraikan pada point-point berikut ini.

a. Kebijakan Pengaturan Total Allowable Effort

Kebijakan pemerintah dalam mengatur jumlah effort yang diperkenankan tetap menjadi alternatif yang penting, sebab walaupun kondisi aktual suatu sumberdaya masih dibawah kondisi lestari, tetap saja akan membahayakan keberlanjutan apabila dibiarkan terbuka (open access) tanpa adanya regulasi yang kuat. Pengaturan Total Allowable Effort menjadi solusi dalam rangka mencapai optimalisasi dan keberlanjutan.

Pengelolaan sumberdaya perikanan tuna Kota Padang sebaiknya menggunakan rezim pengelolaan MEY atau Sole Owner. Diantara langkah teknis yang dapat dilakukan pemerintah sesuai dengan hasil analisis bioekonomi adalah menetapkan kebijakan dengan menambah effort (E) sebanyak 133 trip atau dengan hasil tangkapan tertinggi 1.105,21 ton pertahun. Kebijakan penambahan jumlah effort ini dilakukan juga mengingat kebutuhan terhadap tenaga kerja pada sektor ini tinggi. Penambahan effort ini dimungkinkan karena berdasarkan analisis bioekonomi masih terdapat potensi penambahan pada kondisi lestari.

b. Kebijakan Pengembangan Teknologi Perikanan

Dalam rangka meningkatkan produksi dan menjaga keberlanjutan, maka segenap upaya terarah perlu dilakukan. Pengembangan teknologi perikanan menjadi salah satu solusi untuk mencapai tujuan tersebut. Pemerintah perlu mengembangkan riset dan teknologi pada pengelolaan sumberdaya perikanan yang mengutamakan keberlanjutan, baik dari segi budidaya maupun penangkapan.

Sebagaimana yang disampaikan Kusumastanto (2003), perikanan sebagai salah satu sumberdaya pulih yang menjadi faktor kunci sustainability, maka investasi dalam penyediaan teknologi ramah lingkungan yang mengedepankan optimasi dan keberlanjutan perlu dilakukan. Perikanan sebagai sektor basis Kota Padang sudah seharusnya menjadi sektor unggulan daerah yang dapat memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi setempat.

c. Kebijakan Pengembangan Pasca Panen

Pasca panen merupakan faktor penting dalam pengelolaan usaha perikanan, sebab sifat dari fisik ikan sendiri yang sangat rentan terhadap kondisi lingkungan. Hal ini juga karena Kota Padang sebagai daerah tropis dengan suhu dan musim yang kompleks memiliki potensi sumberdaya ekspor . Oleh karena itu, kebijakan pemerintah dalam mengelola dan mengembangkan usaha perikanan perlu memperhatikan faktor pasca panen. Kebijakan pasca panen sumberdaya perikanan berkaitan erat dengan industrialisasi perikanan. Kebijakan industrialisasi perikanan tangkap dijabarkan ke dalam 7 strategi industrialisasi perikanan tangkap yaitu :

 Penguatan sistem dan manajemen pengelolaan dan pemulihan sumber daya ikan.

 Penguatan sistem dan manajemen standarisasi dan modernisasi sarana perikanan tangkap

 Penguatan sistem dan manajemen pelabuhan perikanan

 Penguatan sistem dan manajemen pendaratan ikan

 Penguatan sistem dan manajemen perijinan

 Penguatan sistem dan manajemen modal dan investasi

 Penguatan sistem dan manajemen usaha nelayan

Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus adalah salah satu dari 5 pelabuhan yang menjadi Pilot Project pengembangan kawasan industrialisasi di bidang perikanan tangkap. Konsep industrialisasi di kawasan ini adalah dengan tersedianya fasilitas pengolahan hasil perikanan. Sejauh ini peran pemerintah dalam industrialisasi perikanan tercermin melalui kebijakan dan aturan terkait kemudahan investasi dan sinergisitas antar instansi. Dalam rangka mencapai optimalisasi hasil perikanan, maka pemerintah perlu meningkatkan kapasitas kelembagaan terpadu dan pemasaran produk unggulan perikanan.

Fahrudin (2003) menyebutkan dalam rangka meningkatkan kompetensi pemasaran produk perikanan, maka pemerintah perlu mengembangkan teknologi eksploitasi dan pasca panen sumberdaya hayati laut yang disesuaikan dengan standar negara tujuan ekspor. Selain itu pemerintah juga perlu meningkatkan

arus informasi dari negara importir mengenai standar mutu dan arus informasi ke negara importir mengenai spesifikasi produk perikanan Indonesia.

d. Kebijakan Mitigasi Bencana

Beberapa kebijakan mitigasi bencana yang perlu dilakukan pemerintah (policy maker) dalam rangka pengembangan usaha perikanan di Kota Padang yaitu sebagai berikut:

 Pembangunan dan penyediaan infrastruktur prasarana mitigasi bencana di areal pelabuhan (kawasan strategis perikanan) berupa sistem peringatan dini, radar tsunami dan gelombang, pusat informasi bencana, jalur evakuasi dan

assembly point, shelter pelabuhan dan tambat badai laut.

 Penyediaan sarana mitigasi armada penangkapan bagi nelayan seperti penyediaan GPS, aplikasi BB/android serta radio komunikasi dan navigasi.

 Memberdayakan masyarakat pesisir khususnya nelayan dalam bidang penanggulangan bencana/mitigasi melalui usaha berupa penyuluhan, sosialisasi dan pendampingan pendirian bangunan/prasarana.

 Merevisi RTRW Pesisir dan peraturannya dengan mempertimbangkan aspek mitigasi bencana alam.

e. Kebijakan Pengembangan Sumberdaya Manusia Perikanan

Sumberdaya manusia perikanan merupakan faktor kunci dalam usaha pengembangan perikanan. Segenap upaya optimalisasi sumberdaya alam dan peningkatan prasarana perikanan saja tidak cukup tanpa mengembangkan sumberdaya manusia perikanan di dalamnya. Hasil analisis prioritas pengembangan perikanan (lihat Sub Bab 6.6.2) mengungkapkan bahwa salah satu prioritas pengembangan perikanan di Kota Padang adalah pendidikan dan pelatihan bagi nelayan. Keterbatasan dalam pengetahuan dan keterampilan nelayan lokal dalam meningkatkan kualitas hasil perikanan baik produksi penangkapan maupun nilai tambah yang dihasilkan menuntut adanya kebijakan pemerintah dalam memberikan pendidikan dan pelatihan bagi nelayan. Dalam rangka mengembangkan sumberdaya manusia perikanan, pemerintah perlu mempertimbangkan aspek karakteristik masyarakat (kearifan lokal) dan kondisi

wilayah. Pertimbangan ini berkaitan dengan manajemen mitigasi bencana dan juga pengembangan sumberdaya perikanan di kawasan pesisir.

f. Kebijakan Pengelolaan Secara Terpadu

Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam dan jasa lingkungan juga harus mengutamakan aspek keterpaduan. Kebijakan pemerintah dalam rangka mencapai pengelolaan yang terpadu diuraikan sebagai berikut:

 Keterpaduan ekologis

Kota Padang sebagai daerah yang memiliki potensi ekonomi sumberdaya yang tinggi dihadapkan pada potensi bencana ekologi yang juga tinggi

Dokumen terkait