• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kebutuhan Pengembangan Sektor Persampahan A Analisis Teknik Operasional

Pengembangan Jaringan Perpipaan

MANAJEMEN SAMPAH

7.4.2.2. Analisis Kebutuhan Pengembangan Sektor Persampahan A Analisis Teknik Operasional

Kota Semarang telah memberikan pelayanan tersebar diseluruh wilayah kecamatan. Tingkat pelayanan pengelolaan persampahan selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dengan bertambahnya jumlah penduduk dan perkembangan permukiman baru. Hasil identifikasi lapangan menunjukkan fakta sebagai berikut :

1) Kecamatan dengan pertumbuhan mantap

Wilayah yang telah relatif stabil, yang dicirikan dengan perubahan pemanfaatan lahan relatif kecil, kepadatan penduduk tinggi, dominan berada di pusat kota. Pertumbuhan permukiman bersifat sporadis, dan hanya berada pada lahan-lahan kosong diantara permukiman padat. Peningkatan cakupan pelayanan pada kawasan ini bukan bersifat pemekaran spasial tetapi cenderung pada pertumbuhan penduduk. Kecamatan dengan pertumbuhan mantap adalah sebagai berikut : 1. Gajahmungkur; 2. Candisari; 3. Semarang Utara; 4. Semarang Tengah; 5. Semarang Selatan;6. Semarang Timur.

2) Kecamatan dengan pertumbuhan sedang

Wilayah ini masih dimungkinkan pertumbuhan bersifat spasial meskipun dengan intensitas rendah. Pertumbuhan seiring dengan peningkatan jumlah penduduk juga lebih dominan. Peningkatan cakupan pelayanan merupakan kombinasi akibat peningkatan jumlah penduduk dan pertumbuhan permukiman dengan pola bloking. Kecamatan dengan pertumbuhan sedang antara lain :1. Semarang Barat; 2. Gayamsari.

3) Kecamatan dengan pertumbuhan tinggi

Merupakan wilayah dengan pertumbuhan tinggi, merupakan kawasan yang masih berkembang. Kecenderungan pertumbuahan bersifat spasial, dengan pola bloking. Wilayah ini dominan di zone pinggiran, dan merupakan kawasan yang secara tata ruang masih akan tumbuh berkembang sebagai kawasan pertumbuhan baru. Kecamatan dengan pertumbuhan tinggi antara lain :1.Ngaliyan; 2.Mijen; 3.Gunungpati; 4.Pedurungan; 5.Tugu; 6.Banyumanik; 7.Tembalang; 8.Genuk

Hasil identifikasi menunjukkan bahwa cakupan pelayanan persampahan untuk setiap kecamatan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun seiring dengan pertambahan sarana dan prasarana kebersihan di Kota Semarang. Meskipun demikian dibandingkan dengan standard nasional pengelolaan persampahan maka cakupan pelayanan tersebut termasuk masih belum optimal. Beberapa kecamatan dengan kepadatan tinggi yang seharusnya dilakukan pelayanan dengan sistem terpusat, ternyata cakupan pelayanan kurang dari 100%. Hasil analisis terhadap kecamatan berkait dengan cakupan pelayanan sebagaimana matrik berikut.

a) Produksi Sampah

Produksi sampah Kota Semarang bersumber dari domestik dan non domestik. Timbulan sampah perkapita dari hasil identifikasi tahun 2006 untuk Kota Semarang sebesar 3,22 l/orang/ hari. Dari hasil perhitungan menggunakan prediksi pertumbuhan jumlah penduduk dan laju timbulan sampah maka di prediksi jumlah sampah tahun 2017 mendatang sebesar 4.493,89 m³/hari. Besaran timbulan sampah tersebut menjadi beban harian untuk dikelola oleh Dinas Kebersihan Kota Semarang. Beban pengangkutan, pengumpulan dan pembuangan akhir dikelola untuk penanganan beban sampah kota tersebut.

b) Komposisi Sampah

Hasil identifikasi menunjukkan 61,23% komposisi sampah di Kota Semarang merupakan sampah organik dan 38,77% merupakan sampah anorganik. Dilihat dari prosentasenya, komposisi sampah anorganik dari jenis kertas (13,01%) dan plastik (14,33%) mempunyai potensi untuk didaur ulang.

No Kecamatan Akar Permasalahan Hasil Analisis Konsultan Kepadatan Bruto (Jiwa/Ha) Kepadatan Netto (Jiwa/Ha) Eksisting Standard Nasional 1 Mijen 7 55 11% 20%

Kepadatan masih rendah, sehingga masih dimungkinkan dilakukan pelayanan dengan On Site Sanitation.

Prioritas penanganan sampah terutama untuk pusat Ibukota kecamatan, dan kawasan komersial.

Kawasan permukiman dimungkinkan dengan pelayanan setempat (on Site sanitation).

2 Gunungpati 12 48 7% 20%

Kepadatan masih rendah, sehingga masih dimungkinkan dilakukan pelayanan dengan On Site Sanitation.

Prioritas penanganan sampah terutama untuk pusat Ibukota kecamatan, dan kawasan komersial.

Kawasan permukiman dimungkinkan dengan pelayanan setempat (on Site sanitation).

3 Banyumanik 44 264 38% 75%

Kepadatan netto sangat tinggi, terjadi terutama di pusat kota.

Keterbatasan sarana dan prasarana pengangkut kebersihan, sehingga tidak seluruh wilayah memperoleh pelayanan.

Kawasan yang potensial untuk pengembangan cakupan pelayanan, terutama permukiman baru.

Keterbatasan sarana dan prasarana menyebabkan terbatasnya wilayah pelayanan.

Penambahan wilayah pelayanan seharusnya dianggap sebagai potensi

No Kecamatan

Kepadatan Penduduk Cakupan Pelayanan

Akar Permasalahan Hasil Analisis Konsultan Kepadatan Bruto (Jiwa/Ha) Kepadatan Netto (Jiwa/Ha) Eksisting Standard Nasional

dan bukan sebagai tambahan beban.

4 Gajah

Mungkur 79 88 86% 100%

Kepadatan netto dan brutto hampir sama, sebagai indikasi wilayah cukup padat, sehingga pelayanan on site tidak dimungkinkan.

Keterbatasan sarana dan prasarana pengangkut kebersihan, sehingga tidak seluruh wilayah memperoleh pelayanan.

Tingkat pelayanan sampah ditargetkan seluruh wilayah terlayani.

Keterbatasan sarana dan prasarana menyebabkan terbatasnya wilayah pelayanan.

Peningkatan sarana dan prasarana untuk meningkatkan target pelayanan.

5 Semarang

Selatan 101 185 68% 100%

Kepadatan netto dan brutto hampir dua kali, sebagai indikasi wilayah belum terbangun masih besar.

Kepadatan > 100 jiwa/ha, mengharuskan pelayanan dengan sistem terpusat. Keterbatasan sarana dan prasarana pengangkut kebersihan, sehingga tidak seluruh wilayah memperoleh pelayanan.

Tingkat pelayanan sampah ditargetkan seluruh wilayah terlayani.

Keterbatasan sarana dan prasarana menyebabkan terbatasnya wilayah pelayanan.

Peningkatan sarana dan prasarana untuk meningkatkan target pelayanan.

6 Candisari 145 164 46% 100%

Kepadatan netto dan brutto hampir sama, sebagai indikasi wilayah cukup padat, sehingga pelayanan on site tidak

Tingkat pelayanan sampah ditargetkan seluruh wilayah terlayani.

No Kecamatan Bruto Akar Permasalahan Hasil Analisis Konsultan (Jiwa/Ha) Netto (Jiwa/Ha) Eksisting Standard Nasional dimungkinkan.

Keterbatasan sarana dan prasarana pengangkut kebersihan, sehingga tidak seluruh wilayah memperoleh pelayanan. kepadatan > 100 Jiwa/ha, mengharuskan pelayanan terpusat

menyebabkan terbatasnya wilayah pelayanan.

Peningkatan sarana dan prasarana untuk meningkatkan target pelayanan.

7 Tembalang 26 57 75% 50%

Kepadatan netto dan brutto sekitar 50 jiwa/ha.

Permukiman tersebut terkonsentrasi pada pusat pertumbuhan.

Masih dimungkinkan pelayanan setempat, sehingga standar hanya sekitar 50% terlayani.

Tingkat pelayanan sampah ditargetkan pada pusat wilayah dan kawasan pasar/komersial.

sarana dan prasarana memadai dan hanya perlu peningkatan kualitas pelayanan.

8 Pedurungan 75 105 53% 100%

Kepadatan netto dan brutto > 50 Jiwa/ha, mengharuskan pelayanan terpusat. Keterbatasan sarana dan prasarana pengangkut kebersihan, sehingga tidak

Tingkat pelayanan sampah ditargetkan seluruh wilayah terlayani.

Keterbatasan sarana dan prasarana menyebabkan terbatasnya wilayah

No Kecamatan

Kepadatan Penduduk Cakupan Pelayanan

Akar Permasalahan Hasil Analisis Konsultan Kepadatan Bruto (Jiwa/Ha) Kepadatan Netto (Jiwa/Ha) Eksisting Standard Nasional

seluruh wilayah memperoleh pelayanan. pelayanan.

Peningkatan sarana dan prasarana untuk meningkatkan target pelayanan.

9 Genuk 26 55 52% 50%

Kepadatan netto dan brutto sekitar 50 jiwa/ha.

Permukiman tersebut terkonsentrasi pada pusat pertumbuhan.

Masih dimungkinkan pelayanan setempat, sehingga standar hanya sekitar 50% terlayani.

Tingkat pelayanan sampah ditargetkan pada pusat wilayah dan kawasan pasar/komersial.

sarana dan prasarana memadai dan hanya perlu peningkatan kualitas pelayanan.

10 Gayamsari 129 161 78% 100%

Kepadatan netto dan brutto hampir sama, sebagai indikasi wilayah cukup padat, sehingga pelayanan on site tidak dimungkinkan.

Keterbatasan sarana dan prasarana pengangkut kebersihan, sehingga tidak

Tingkat pelayanan sampah ditargetkan seluruh wilayah terlayani.

Keterbatasan sarana dan prasarana menyebabkan terbatasnya wilayah pelayanan.

No Kecamatan Bruto Akar Permasalahan Hasil Analisis Konsultan (Jiwa/Ha) Netto (Jiwa/Ha) Eksisting Standard Nasional

seluruh wilayah memperoleh pelayanan. kepadatan > 100 Jiwa/ha, mengharuskan pelayanan terpusat

meningkatkan target pelayanan.

11 Semarang

Timur 109 121 84% 100%

Kepadatan netto dan brutto hampir sama, sebagai indikasi wilayah cukup padat, sehingga pelayanan on site tidak dimungkinkan.

Keterbatasan sarana dan prasarana pengangkut kebersihan, sehingga tidak seluruh wilayah memperoleh pelayanan. kepadatan > 100 Jiwa/ha, mengharuskan pelayanan terpusat

Tingkat pelayanan sampah ditargetkan seluruh wilayah terlayani.

Keterbatasan sarana dan prasarana menyebabkan terbatasnya wilayah pelayanan.

Peningkatan sarana dan prasarana untuk meningkatkan target pelayanan.

12 Semarang

Utara 110 128 56% 100%

Kepadatan netto dan brutto hampir sama, sebagai indikasi wilayah cukup padat, sehingga pelayanan on site tidak dimungkinkan.

Keterbatasan sarana dan prasarana pengangkut kebersihan, sehingga tidak seluruh wilayah memperoleh pelayanan. kepadatan > 100 Jiwa/ha, mengharuskan

Tingkat pelayanan sampah ditargetkan seluruh wilayah terlayani.

Keterbatasan sarana dan prasarana menyebabkan terbatasnya wilayah pelayanan.

Peningkatan sarana dan prasarana untuk meningkatkan target pelayanan.

No Kecamatan

Kepadatan Penduduk Cakupan Pelayanan

Akar Permasalahan Hasil Analisis Konsultan Kepadatan Bruto (Jiwa/Ha) Kepadatan Netto (Jiwa/Ha) Eksisting Standard Nasional pelayanan terpusat 13 Semarang Tengah 128 146 97% 100%

Kepadatan netto dan brutto hampir sama, sebagai indikasi wilayah cukup padat, sehingga pelayanan on site tidak dimungkinkan.

Keterbatasan sarana dan prasarana pengangkut kebersihan, sehingga tidak seluruh wilayah memperoleh pelayanan. kepadatan > 100 Jiwa/ha, mengharuskan pelayanan terpusat

Tingkat pelayanan sampah ditargetkan seluruh wilayah terlayani.

Keterbatasan sarana dan prasarana menyebabkan terbatasnya wilayah pelayanan.

Peningkatan sarana dan prasarana untuk meningkatkan target pelayanan.

14 Semarang

Barat 65 113 52% 100%

Kepadatan netto dan brutto > 50 Jiwa/ha, mengharuskan pelayanan terpusat. Keterbatasan sarana dan prasarana pengangkut kebersihan, sehingga tidak seluruh wilayah memperoleh pelayanan.

Tingkat pelayanan sampah ditargetkan seluruh wilayah terlayani.

Keterbatasan sarana dan prasarana menyebabkan terbatasnya wilayah pelayanan.

Peningkatan sarana dan prasarana untuk meningkatkan target pelayanan.

No Kecamatan Bruto Akar Permasalahan Hasil Analisis Konsultan (Jiwa/Ha) Netto (Jiwa/Ha) Eksisting Standard Nasional 15 Tugu 8 51 68% 50%

Kepadatan netto dan brutto sekitar 50 jiwa/ha.

Permukiman tersebut terkonsentrasi pada pusat pertumbuhan.

Masih dimungkinkan pelayanan setempat, sehingga standar hanya sekitar 50% terlayani.

Tingkat pelayanan sampah ditargetkan pada pusat wilayah dan kawasan pasar/komersial.

sarana dan prasarana memadai dan hanya perlu peningkatan kualitas pelayanan.

16 Ngaliyan 30 245 62% 75%

Kepadatan netto sangat tinggi, terjadi terutama di pusat kota.

Keterbatasan sarana dan prasarana pengangkut kebersihan, sehingga tidak seluruh wilayah memperoleh pelayanan.

Kawasan yang potensial untuk pengembangan cakupan pelayanan, terutama permukiman baru.

Keterbatasan sarana dan prasarana menyebabkan terbatasnya wilayah pelayanan.

Penambahan wilayah pelayanan seharusnya dianggap sebagai potensi dan bukan sebagai tambahan beban. Sumber : Analisis 2016

Proyeksi kebutuhan prasarana persampahan dihitung berdasarkan proyeksi jumlah penduduk dan besarnya timbulan sampah sebesar 3,30 liter/orang/hari. Dengan kondisi awal tahun 2016 cakupan pelayanan 72% dan direncanakan pada akhir tahun 2020 akan terlayani 100 %, maka prediksi timbulan sampah Kota Semarang dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 7.69 Prediksi Timbulan Sampah Kota Semarang

No Analisis Satuan 2014 2015 2016 2017 2018

1Jumlah Penduduk Jiwa 1.620.757,32 1.647.311,17 1.674.463,31 1.702.229,11 1.730.624,36 2Potensi Timbulan Sampah m3 / hr 5.348,50 5.436,13 5.525,73 5.617,36 5.711,06

3Tingkat Pelayanan % 72% 75% 77% 80% 85%

4Penduduk Terlayani Jiwa 1166946 1235484 1289337 1361784 1471031

5Sampah Terlayani m3

3.850,92

4.077,10 4.254,81 4.493,89 4.854,40 6Sarana Pengumpul dan Pengangkut

Tong Sampah (40 lt) unit 96.274,00 101.928,00 106.371,00 112.348,00 121.361,00 Gerobak Sampah (0,8 m3) unit

4814 5097 5319 5618 6069

Kontainer sampah (6m3) unit 214 227 237 250 270

Dump Truk (6 m3 per hari) ** rit 642 680 710 749 810

4 rit / hari unit 160 170 177 187 202

Sumber : Analisis Konsultan 2016

Meskipun terlihat prosentase sampah yang terpisah tetapi pada kenyataannya, di sumber sampah, jenis-jenis sampah tersebut masih tercampur menjadi satu. Pemilahan sampah sering dilakukan oleh kelompok pemulung pada TPS maupun TPA. Karakteristik sampah campuran tersebut menyebabkan sistem pengelolaan sampah banyak mengalami hambatan. B. Analisis Aspek Kelembagaan Persampahan

Terkait kelembagaan pengelolaan sampah dapat dilakukan dengan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

1. Pembuatan regulasi dan payung hukum guna memayungi kegiatan-kegiatan yang mengarahkan kegiatan pengelolaan sampah berbasis pada komunitas.

2. Penyusunan program yang terarah guna mengarahkan dan membina kegiatan- kegiatan yang bertujuan untuk merubah metode pengelolaan sampah.

3. Mempersiapkan sumber daya yang memadai serta memperkenalkan teknologi yang tepat guna untuk mengolah sampah.

4. Pembuatan peraturan yang meregulasi hubungan, tugas pokok dan fungsi serta tanggung jawab satuan kerja yang terlibat dalam pengelolaan sampah.

5. Pembuatan jaringan antar lembaga baik pemerintah, legislative, masyarakat dan perusahaan swasta guna mengawali kegiatan pengelolaan sampah berbasis komunitas.

6. Penegakan hukum guna menegakan regulasi pengelolaan sampah dengan bekerjasama dengan aparat penegak hukum.

1. Evaluasi Perda No 6 Tahun 1993 Tentang Tarif dan mengusulkan revisi yang diperlukan. (analisa tarif dapat dilihat pada aspek pembiayaan). Evaluasi ini akan menghasilkan berbagai macam aturan termasuk pola retribusi sampah, yang mendorong sektor sampah sebagai sektor profit.

2. Pembaharuan Aturan Kerja sama (MOU) dengan PDAM dalam penarikan retribusi yang sejak tahun 1998, sudah tidak memiliki kekuatan hukum

Dokumen terkait