Pengembangan Jaringan Perpipaan
JAMBAN SEHAT JAMBAN SEHAT
C. Permasalahan dan Tantangan
Masalah yang dihadapi sektor sanitasi di Kota Semarang secara umum adalah kesadaran masyarakat pemakai mengenai pentingnya kesehatan lingkungan yang masih kurang, sehingga masih ada yang menggunakan prasarana sanitasi yang belum memenuhi syarat.
Adat kebiasaan penduduk dan kondisi kawasan permukiman yang padat sulit untuk menempatkan Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) dan septictank sesuai persyaratan kesehatan. Masih banyak pembuangan air bekas rumah tangga dari dapur dan kamar mandi dialirkan ke saluran drainase jalan, kebun atau lahan kosong yang ada disekitar pemukiman. SPAL yang ada hanya berupa saluran dari rumah penduduk ke saluran drainase terdekat.
Dengan memperhatikan kondisi prasarana dan sarana yang ada dibandingkan dengan sarana yang ingin dicapai dalam sektor air limbah sampai dengan tahun 2013 maka permasalahan adalah :
a. Belum terbangunnya fasilitas pengolahan air buangan kota (sewerage system) b. Belum terbangunnya sarana pengelolaan limbah cair domestik secara terpusat
skala kawasan
c. Kurang memadainya sistem pengelolaan limbah cair domestik/ rumah tangga individual (on site treatment) atau semi komunal
d. Permasalahan yang sering dihadapi, adanya persepsi dari sebagian masyarakat bahwa sarana sanitasi air limbah belum menjadi kebutuhan yang mendesak. Sebagian masyarakat lebih mudah membuang limbahnya ke saluran/sungai atau karena keterbatasan ekonominya belum mampu menyediakan sarana sanitasi sendiri. Untuk itu, bagaimana menurunkan tingkat pencemaran tersebut atau setidaknya mempertahankan kondisi perairan yang ada agar tidak tercemar lebih tinggi lagi dan yang lebih penting lagi mencegah penyebaran penyakit melalui air
e. Di beberapa lokasi di Kota Semarang terutama di daerah pesisir memiliki permasalahan sistem septictank karena tingginya muka air tanah sehingga penyerapan airnya sangat terbatas, hal ini mengakibatkan harus seringnya septicktank untuk dikuras menggunakan mobil tinja. Permasalahan ini akan semakin banyak muncul pada daerah-daerah yang mempunyai ketinggian muka tanah yang sangat rendah dan menjadi langganan rob atau genangan banjir. f. Kepadatan penduduk dan rumah yang sangat tinggi di kawasan pesisir pusat kota
menjadikan jumlah septictank yang sangat banyak dan rapat pada tiap rumah tinggal. Permasalahan pencemaran kualitas air tanah dengan bakteri ecoli menjadi masalah yang sangat krusial pada kawasan-kawasan seperti ini.
g. Belum adanya Peraturan Walikota yang mengatur tentang Pengelolaan Limbah Cair Domestik
h. Terbatasnya cakupan pelayanan jaringan air limbah karena keterbatasan armada truk pengangkut tinja.
i. IPLT yang ada memerlukan rehabilitasi.
j. Lokasi IPLT berdekatan dengan laut sehingga air laut sering menghempas tempat pengolahan lumpur tinja
k. Pengetahuan warga akan pentingnya sanitasi masih rendah
l. Ketersediaan lahan menjadi syarat mutlak dalam pengolahan air limbah, hal ini yang sulit disediakan oleh masyarakat khususnya daerah padat penduduk.
m. Pada wilayah kawasan rob sulit membuang air limbahnya sehingga banyak yang membuang langsung ke badan air yang ada.
7.4.1.2. Analisis Kebutuhan Sektor Air Limbah
Dalam Dokumen Masterplan Sanitasi Kota Semarang Tahun 2011 oleh CV. Identitas, disebutkan bahwa pilihan aplikasi sistem dan teknologi air limbah di Kota Semarang diterapkan dalam 4 tipologi, dengan berbagai pertimbangan, yaitu:
1. Pengelolaan Air Limbah Sistem Terpusat (Off Site)
Pengelolaan air limbah sistem terpusat (off site) diterapkan pada permukiman berkepadatan sedang - tinggi dan memiliki kawasan yang memungkinan penyaluran air limbah kedalam pipa dengan gerak gravitasi dengan sistem terpusat maka air limbah dari kloset (black water) dan dari dapur-kamar mandi (grey water) dapat disalurkan ke IPAL. Sistem terpusat tersebut terbagi dalam 2 sub system, yaitu:
a. Sistem Terpusat (off site) Jangka Menengah (program pembangunan mendesak) Sistem Terpusat Jangka Menengah diterapkan pada kawasan permukiman yang bersifat mendesak atau urgen, diarahkan pada:
- Kawasan permukiman dengan kepadatan penduduk dan kepadatan bangunan yang tinggi, diatas 100 jiwa /Ha.
- Fisik perkotaan yang berkualitas rendah karena pencemaran air tanah permukaan dan rawan bencana alam terutama banjir dan genangan air.
dengan target waktu pelaksanaan 5 tahun. b. Sistem Terpusat (off site) Jangka Panjang
Sistem Terpusat Jangka Panjang diterapkan pada permukiman yang tengah berkembang dan mapan, sehingga masih memiliki waktu 10-20 tahun untuk ditata sistem dan teknologi air limbahnya. Sistem terpusat jangka panjang akan dapat mengelola air limbah permukiman dengan perkiraan melayani 80% penduduk, sedangkan yang 20% dapat ditangani dengan sistem setempat (on site).
Dalam sistem terpusat di kawasan perkotaan yang padat bangunan, serta mengalami kesulitan dalam menempatkan pipa-pipa atau merupakan lokasi bencana banjir, bisa dibangun sistem air limbah setempat (on site) baik sistem komunal ataupun individual.
2. Sistem Setempat (on site)
Penerapan sistem setempat di Kota Semarang dipilih untuk diterapkan pada permukiman yang memiliki kepadatan penduduk (25 - 100 jiwa/Ha) atau kepadatan bangunan yang rendah dan berpola sebaran rumah-rumah, hal mana dengan penerapan sistem terpusat kurang efisien. Sistem setempat hanya menampung air limbah tinja (black water). Terdapat 2 sistem setempat yang diterapkan:
a. Sistem setempat individual
Sistem setempat individual diterapkan pada kawasan permukiman berpenduduk berkepadatan jarang (25 – 100 jiwa/Ha) yang kawasannya belum mengarah berbentuk permukiman perkotaan. On site system ini spesifik diterapkan di permukiman pertanian dan nelayan yang tak memilki kendala lingkungan seperti banjir dan gerakan tanah. Fokus pembangunan kawasan sistem setmpat dirahkan pada perbaikan atau pembangunan baru bangunan tangki septik penduduk dan bangunan sosial serta bangunan komersial lainnya. Target waktu penerapan sistem setempat 5 – 10 tahun.
b. Sistem Setempat Komunal
Sistem setempat individual diterapkan pada kawasan permukiman berpenduduk berkepadatan jarang (25 – 100 jiwa/Ha) yang kawasannya memiliki berbagai masalah lingkungan seperti banjir, genangan air, drainase buruk, amblesan tanah, yang mengancam fungsi sistem setempat individual dan pencemaran air tanah. Sistem setempat komunal akan menghimpun 5 – 100 jamban keluarga untuk disalurkan air limbahnya dikelola dalam satu IPAL.
Penerapan ke-4 sistem dan teknologi air limbah di Kota Semarang, sangat terbuka untuk aplikasi teknologi yang lebih efisien dan terbaru , serta secara manajemen terbuka untuk investasi pihak ketiga.
20 tahun akan dibagi dalam 4 tahapan per 5 tahun. Sedangkan pemilihan zoning sistem air limbah berdasarkan aspek keruangan Kota Semarang ditunjukkan dalam Tabel berikut.
Tabel 7.59 Pentahapan Waktu Pembangunan Sistem Air Limbah Kota Semarang NO SISTEM dan TEKNOLOGI AIR LIMBAH KAWASAN WAKTU 1 SISTEM TERPUSAT JANGKA MENENGAH (program mendesak) KAWASAN A
Kecamatan Semarang Barat, meliputi kawasan Kelurahan Tawangsari, Tawangmas, Krobokan, Karangayu, Salaman Mloyo, Cabean, Bojongsalaman.
Kecamatan Semarang Utara: meliputi: kawasan Kelurahan Panggunglor, Panggung Kidul, Kuningan, Bululor, Purwosari, Dadapsari, Bandarharjo, Tanjungmas.
Kecamatan Semarang Utara: seluruh kawasan kelurahan di Kecamatan Semarang Utara. Kecamatan Semarang Selatan: seluruh kawasan kelurahan di Kecamatan Semarang Selatan. Kecamatan Gayamsari: seluruh Kawasan Kecamatan Gayamsari.
Kecamatan Semarang Timur: seluruh kawasan Kecamatan Semarang Timur.
Kecamatan Gayamsari: seluruh kawasan kecamatan Gayamsari. 2012-2016 (5 tahun) 2 SISTEM TERPUSAT JANGKA PANJANG KAWASAN C 1.
Kecamatan Pedurungan: seluruh kawasan Pedurungan.
Kecamatan Genuk: kawasan Kelurahan Gabangsari, Genukkulon, Bangetayu Wetan dan Sambungrejo.
Kecamatan Tembalang: kawasan Kelurahan Tandang Sendangguwo, Kedungmundu, Sambiroto, Sendangmulyo, Meteseh, Bulusan dan Tembalang.
2012-2021 (10 tahun)
NO TEKNOLOGI AIR