• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kecukupan RTH Kota Bekasi Berdasarkan Jumlah Penduduk

TINJAUAN PUSTAKA

5.2. Analisis Kecukupan RTH Kota Bekasi Berdasarkan Jumlah Penduduk

Untuk bisa melakukan aktifitas dengan nyaman, penduduk membutuhkan luas RTH sebesar 20 m2 sebagaimana tertera dalam Permen PU No. 5 tahun 2008. Tong Yiew dalam Direktorat Jenderal Penataan Ruang (2006) menyatakan bahwa di Malaysia luas RTH per penduduk yang ditetapkan sebesar 1,9 m2 dan Jepang 5 m2 per penduduk. Dewan Kota Lancashire, Inggris menetapkan kebutuhan RTH per penduduk sebesar 11,5 m2, Amerika 60 m2, Jakarta mengususlkan taman untuk bermain dan berolahraga 1,5 m2 per penduduk (Rifai dalam Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2006). Tabel 7 menunjukkan kecukupan RTH di Kota Bekasi terhadap jumlah penduduk di Kota Bekasi pada tahun 2010.

Tabel 7. Kebutuhan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk dan Kecukupannya

Kecamatan Jumlah Penduduk (jiwa) Luas Lahan (ha) proporsi RTH 20% luas kecamatan (ha) RTH Per Kecamatan Menurut Permen PU No 5 tahun 2008 RTH eksisting Selisih RTH Dengan Proporsi Menurut Permen PU No 5 Tahun 2008 (ha) Bantar Gebang 95.957 1.704 340,80 191,91 366,58 174,67 Bekasi Barat 270.569 1.889 377,80 541,13 106,50 -434,64 Bekasi Selatan 203.596 1.496 299,20 407,19 139,80 -267,39 Bekasi Timur 248.046 1.349 269,80 496,09 97,30 -398,79 Bekasi Utara 310.198 1.965 393,00 620,40 90,74 -529,66 Jati Asih 199.496 2.200 440,00 398,99 411,84 12,85 Jati Sampurna 103.513 1.449 289,80 207,03 321,90 114,88 Medan Satria 161.617 1.471 294,20 323,23 67,12 -256,11 Mustika Jaya 160.381 2.473 494,60 320,76 538,32 217,56 Pondok Gede 246.413 1.629 325,80 492,83 105,92 -386,91 Pondok Melati 129.219 1.857 371,40 258,44 126,82 -131,62 Rawalumbu 207.484 1.567 313,40 414,97 174,75 -240,22 Jumlah 2.336.489 21.049 4209,80 4672,98 2547,59 -2125,39

Dari Tabel 7 diketahui bahwa RTH yang ada di Kota Bekasi pada tahun 2010 sebesar 2547,59 ha, sedangkan luas RTH yang di butuhkan oleh penduduk sebesar 4672,98 ha. Dari nilai tersebut dapat diketahui bahwa Kota Bekasi belum bisa mencukupi kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk. Untuk mencukupi kebutuhan RTH berdasarkan jumlah penduduk maka perlu diadakan penambahan RTH sebesar 2.125,39 ha. Kemungkinan sangat sulit untuk mencukupi kekurangan kebutuhan RTH berdasarkan jumlah penduduk karena

secara umum lahan di Kota Bekasi telah banyak berubah menjadi lahan terbangun seperti perumahan, industri, perdagangan, perkantoran, dan jasa, sedangkan penduduk selalu meningkat setiap tahunnya.

Berdasarkan Tabel 7 tampak bahwa luas kebutuhan RTH berdasarkan 20% luas wilayah Kota Bekasi (4209,80 ha)juga belum bisa dipenuhi oleh Kota Bekasi bahkan luasan tersebut lebih kecil daripada luas kebutuhan RTH berdasarkan jumlah penduduk (4672,98 ha). Karena luasan kebutuhan RTH berdasarkan 20% luas wilayah Kota Bekasi lebih kecil dan juga merupakan ketentuan yang tertuang dalam UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang maka target luasan ini harus dicapai lebih dulu. Setelah Mencapai luasan tersebut, dilakukan perluasan areal RTH sehingga dapat mencapai luasan kebutuhan RTH berdasarkan jumlah penduduk untuk menunjang kenyamanan penduduk dalam beraktifitas.

5.3. Analisis Laju Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk

Sejak Kota Bekasi terbentuk pada 10 Maret 1997, jumlah penduduk di Kota Bekasi terus mengalami peningkatan. Pertumbuhan yang terjadi cukup tinggi tiap tahunnya. Pada tahun 2010 penyebaran penduduk Kota Bekasi masih didominasi oleh 4 kecamatan, yaitu Kecamatan Bekasi Utara sebanyak 310.198 jiwa, Kecamatan Bekasi Barat sebanyak 270.569 jiwa, Kecamatan Bekasi Timur sebanyak 248.046 jiwa, dan Kecamatan Bojong Gede sebanyak 246.413 jiwa.

Penyebaran penduduk Kota Bekasi lebih banyak terkonsentrasi di wilayah Barat dan pusat kota (Pondok Gede dan Bekasi Barat) yang berbatasan dengan DKI Jakarta serta di bagian Utara dan Timur (Bekasi Utara dan Bekasi Timur) yang berbatasan dengan Kabupaten Bekasi. Hal ini disebabkan oleh akses jaringan jalan yang baik di kedua wilayah karena dilalui oleh jalan negara dan jalan tol serta dilengkapi dengan jalan kota. Wilayah Barat dan pusat memiliki lokasi yang sangat strategis karena berbatasan dengan DKI Jakarta dan masih dalam wilayah tarikan pelayanan DKI Jakarta. Sementara itu, wilayah Timur dan Utara memiliki ketersediaan fasilitas dan prasarana penunjang perkotaan yang lengkap.

Jumlah penduduk Kota Bekasi secara agregat pada tahun 1997 sebanyak 1.471.477 jiwa, sedangkan pada tahun 2010 sebanyak 2.336.489 jiwa. Sejak

43

tahun 1997 hingga 2010 laju pertumbuhan penduduk Kota Bekasi berfluktuasi, dengan rata-rata 3,8% per tahun. Laju pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 1999-2000, yaitu sebesar 7%. Laju pertumbuhan penduduk terendah terjadi pada 1998-1999 dan 2009-2010, yaitu sebesar 1%.

Kepadatan penduduk Kota Bekasi dari tahun 1997-2010 terus mengalami peningkatan. Peningkatan ini disebabkan oleh terus meningkatnya jumlah penduduk namun tidak disertai dengan pertambahan luas wilayah. Pada tahun 1997 kepadatan penduduk Kota Bekasi sebesar 6.991 jiwa/km2 dan pada tahun 2010 meningkat menjadi 11.100 jiwa/km2.

Laju pertumbuhan kepadatan penduduk Kota Bekasi dari tahun 1997-2010 bernilai positif meskipun terjadi kenaikan atau penurunan. Nilai positif tersebut menunjukkan bahwa kepadatan penduduk Kota Bekasi selalu meningkat tiap tahun walaupun dengan laju yang berbeda-beda. Laju kepadatan penduduk tertinggi terjadi pada tahun 2001-2002 yaitu mencapai 6% sedangkan kepadatan penduduk terendah terjadi pada tahun 1998-1999 dan 2009-2010 yaitu sebesar 1 %. Laju pertumbuhan kepadatan penduduk rata-rata Kota Bekasi dari tahun 1997-2010 adalah sebesar 4% per tahun. Gambar 6 menunjukkan mengenai jumlah dan kepadatan penduduk Kota Bekasi periode tahun 1997-2010 sedangkan Gambar 7 menunjukkan laju pertumbuhan jumlah dan kepadatan penduduk periode tahun 1997-2010.

Gambar 6. Grafik Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kota Bekasi Periode 1997-2010

Gambar 7. Grafik Laju Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kota Bekasi Periode 1997-2010

Pada tahun 2004 terjadi pemekaran wilayah Kota Bekasi sehingga jumlah penduduk sebelum dan setelah pemekaran menjadi berkurang secara drastis untuk beberapa kecamatan yang mengalami pemekaran. Kecamatan yang mengalami pemekaran adalah Kecamatan Pondok Gede, Kecamatan Jati Sampurna, Kecamatan Jati Asih dan Kecamatan Bantar Gebang. Pada Tabel 8 dan Tabel 9 berturut-turut tertera jumlah dan kepadatan penduduk tiap kecamatan di Kota Bekasi tahun 2000-2004 dan 2005-2010.

Tabel 8. Jumlah dan Kepadatan Penduduk per Kecamatan Periode 2000-2004

Kecamatan

luas area (km²)

jumlah penduduk (jiwa) Kepadatan Penduduk (jiwa/km²) 2000 2001 2002 2003 2004 2000 2001 2002 2003 2004 Pondok gede 24,37 242.082 214.875 227.598 232.110 242.054 9934 8817 9339 9524 9932 Jati sampurna 22,48 73.603 96.134 101.882 103.952 108.507 3274 4276 4532 4624 4827 Jati asih 24,49 153.331 165.188 175.280 179.038 182.461 6261 6745 7157 7311 7450 Bantar gebang 41,78 134.104 148.940 157.492 160.371 166.078 3210 3565 3770 3838 3975 Bekasi timur 13,49 217.675 159.772 201.322 205.150 214.074 16136 11844 14924 15208 15869 Rawalumbu 15,67 139.617 190.237 169.274 172.668 178.765 8910 12140 10802 11019 11408 Bekasi selatan 14,96 161.417 176.020 186.247 189.761 196.990 10790 11766 12450 12685 13168 Bekasi barat 18,89 222.273 205.131 217.599 222.206 229.772 11767 10859 11519 11763 12164 Medan satria 14,71 121.736 133.369 140.945 143.446 149.811 8276 9067 9582 9752 10184 Bekasi utara 19,65 215.964 218.671 231.667 236.303 245.804 10991 11128 11790 12026 12509

45

Tabel 9. Jumlah dan Kepadatan Penduduk per Kecamatan Periode 2005- 2010

Kecamatan

luas area (km²)

jumlah penduduk (jiwa) Kepadatan penduduk (jiwa/km²) 2005 2006 2007 2009 2010 2005 2006 2007 2009 2010 Pondok gede 16,29 196.318 210.999 224.176 231.389 246.413 12051 12953 13762 14204 15127 Jati sampurna 14,49 69.759 71.750 73.744 86.936 103.513 4814 4952 5089 6000 7144 Jati asih 22,00 168.210 168.896 165.520 183.461 199.496 7646 7677 7524 8339 9068 Bantar gebang 17,05 72.114 77.680 78.224 102.563 95.957 4230 4556 4588 6015 5628 Bekasi timur 13,49 243.552 270.256 276.496 266.277 248.046 18054 20034 20496 19739 18387 Rawalumbu 15,67 185.640 174.205 184.380 229.326 207.484 11847 11117 11766 14635 13241 Bekasi selatan 14,96 185.776 200.790 207.744 175.231 203.596 12418 13422 13887 11713 13609 Bekasi barat 18,89 259.308 276.879 287.989 294.342 270.569 13727 14657 15246 15582 14323 Medan satria 14,71 147.030 150.628 160.152 169.097 161.617 9995 10240 10887 11495 10987 Bekasi utara 19,65 274.968 268.673 273.512 340.244 310.198 13993 13673 13919 17315 15786 Pondok melati 18,56 101.456 111.056 118.935 100.621 129.219 5466 5984 6408 5421 6962 Mustika jaya 24,73 97.768 89.632 92.932 140.051 160.381 3953 3624 3758 5663 6485

Pada tahun 2000 hingga 2010, terdapat empat kecamatan yang penduduknya sangat padat, yaitu Kecamatan Bekasi Utara, Kecamatan Bekasi Barat, Kecamatan Bekasi Selatan, dan Kecamatan Bekasi Utara. Keempat kecamatan tersebut mempunyai kepadatan penduduk yang tinggi karena merupakan pusat kegiatan kota sehingga penduduk tertarik untuk tinggal di daerah tersebut. Selain itu, keempat kecamatan tersebut mempunyai akses yang baik dan dilalui oleh jalan negara, propinsi, dan kota.

Wilayah yang kepadatan penduduknya rendah berada di wilayah Selatan Kota yaitu Kecamatan Bantar Gebang, Kecamatan Jati Asih, Kecamatan Jati Sampurna, dan Kecamatan hasil pemekaran (Kecamatan Pondok Melati dan Kecamatan Mustika Jaya). Rendahnya kepadatan penduduk di wilayah tersebut di sebabkan kurang terbangunnya wilayah itu serta akses jaringan jalan yang belum cukup baik.

Semakin padat penduduk di suatu wilayah maka dibutuhkan semakin banyak lahan untuk permukiman, fasilitas-fasilitas umum, dan sarana prasarana pemenuh kebutuhan masyarakat. Semakin tinggi laju kepadatan penduduk maka akan dibutuhkan lebih banyak lahan. Hal ini dapat berakibat pada konversi ruang terbuka hijau di wilayah tersebut menjadi kawasan terbangun, baik untuk permukiman, fasilitas-fasilitas umum, maupun sarana prasarana umum.

5.4. Hirarki dan Perkembangan Wilayah Kota Bekasi

Hirarki dan perkembangan wilayah ditentukan dengan menggunakan analisis skalogram. Tingkat perkembangan suatu wilayah dinyatakan dalam Hirarki 1, Hirarki 2, dan Hirarki 3. Hirarki 1 menyatakan wilayah dengan tingkat perkembangan maju. Hirarki 2 menyatakan wilayah dengan tingkat perkembangan sedang. Hirarki 3 menyatakan wilayah dengan tingkat perkembangan rendah.

Perhitungan skalogram menggunakan data-data sarana dan prasarana serta fasilitas umum yang diambil dari data PODES Kota Bekasi 2003 dan 2006. Dari pengolahan data PODES dengan analisis skalogram, diperoleh data hirarki wilayah dan perubahan hirarki seperti tertera pada Tabel 10 dan Tabel 11.

Tabel 10. Hirarki Wilayah Berdasarkan Kecamatan di Kota Bekasi Tahun 2003 dan 2006

Kecamatan Tahun 2003 Tahun 2006

Hirarki 1 Hirarki 2 Hirarki 3 Hirarki 1 Hirarki 2 Hirarki 3

Bantar Gebang 0 2 6 0 1 3 Bekasi Barat 1 1 3 0 5 0 Bekasi Selatan 1 2 2 2 3 0 Bekasi Timur 3 1 0 3 1 0 Bekasi Utara 0 4 2 0 3 3 Jatiasih 0 2 4 0 2 4 Jati Sampurna 0 0 5 0 1 4 Medan satria 1 3 0 0 4 0 Pondok Gede 1 4 0 1 3 1 Rawalumbu 0 1 3 0 3 1 *Mustika Jaya 0 0 4 *Pondok Melati 1 0 3 Kota Bekasi 7 20 25 7 26 23

*Kecamatan setelah mengalami pemekaran pada tahun 2005

Berdasarkan Tabel 10, pada tahun 2003 hampir separuh dari jumlah kelurahan di Kota Bekasi memiliki hirarki 3, yaitu sebanyak 25 kelurahan. Kelurahan yang memiliki hirarki 2 sebanyak 20 kelurahan dan kelurahan yang memiliki hirarki 1 hanya 7 kelurahan. Pada tahun 2006 terlihat adanya peningkatan perkembangan wilayah di Kota Bekasi. Hal ini terlihat dari bertambahnya jumlah kelurahan yang berhirarki 2, meskipun masih banyak juga

47

kelurahan yang berhiarki 3, yaitu 23 kelurahan. Kelurahan yang berhirarki 1 berjumlah sama seperti pada tahun 2003 yaitu 7 kecamatan. Kelurahan yang berhirarki 2 bertambah cukup signifikan yaitu dari dari 20 kelurahan menjadi 26 kelurahan.

Tabel 11. Perubahan Hirarki Wilayah di Kota Bekasi Tahun 2003-2006

Peningkatan Hirarki Penurunan Hirarki

Kecamatan Kelurahan

Perubahan

Hirarki Kecamatan Kelurahan

Perubahan Hirarki Pondok Gede Jatiwaringin 2  1 Bekasi Barat Kranji 1  2 Bekasi Selatan Kayuringin Jaya 2  1 Bekasi Selatan Pekayon Jaya 1  2 Bekasi Timur Aren Jaya 2  1 Bekasi Timur Duren Jaya 1  2 Bekasi Selatan Jaka Setia 3  1 Medan Satria Medan Satria 1  2 Bekasi Barat Bintara Jaya 3  2 Bekasi Utara Marga Mulya 2  3 Bekasi Barat Jaka Sampurna 3  2 Jati Asih Jatikramat 2  3 Bekasi Barat Kota Baru 3  2 Jati Asih Jatirasa 2  3 Jati Asih Jatiasih 3  2 Mustika Jaya Mustikajaya 2  3 Jati Asih Jatisari 3  2

Jati Sampurna Jatisampurna 3  2 Bekasi Selatan Marga Jaya 3  2 Rawa Lumbu Bojong Menteng 3  2

Rawa Lumbu Bojong Rawalumbu 3  2

Pada Tabel 10, perubahan jumlah hirarki terjadi pada beberapa kecamatan. Hal ini dapat dijelaskan melalui Tabel 11. Sebagian besar terjadi peningkatan hirarki, antara lain perubahan hirarki 2 ke hirarki 1, hirarki 3 ke hirarki 1, dan hirarki 3 ke hirarki 2. Peningkatan hirarki ini dapat terjadi karena adanya penambahan jumlah dan jenis fasilitas. Kecamatan Bekasi Selatan memiliki 2 kelurahan yang hirarkinya meningkat menjadi hirarki 1, yaitu Kelurahan Kayuringin Jaya dan Kelurahan Jaka Setia. Hal ini karena pada kelurahan ini terjadi penambahan jumlah dan jenis fasilitas yang disediakan untuk masyarakat, terutama restoran dan pertokoan. Hal ini juga ditunjang oleh letak kelurahan Kayuringin Jaya dan Jaka Setia yang dilalui jalan arteri dan jalan kolektor yang memberi dampak pada perkembangan wilayah itu sendiri.

Selain peningkatan hirarki, terdapat pula beberapa kelurahan yang mengalami penurunan hirarki, yaitu dari hirarki 1 ke hirarki 2 dan dari hirarki 2 ke hirarki 3. Hal ini diduga terjadi karena kelurahan-kelurahan tersebut sudah jenuh

dan tidak ada lagi tempat yang dapat digunakan untuk menambah fasilitas atau prasarana. Fasilitas-fasilitas yang tersedia tidak mampu untuk melayani penduduk yang terus meningkat. Selain itu, diduga adanya pemekaran wilayah bisa mengakibatkan fasilitas dan prasarana yang ada sebelumnya tidak tersebar merata sehingga tidak mampu untuk melayani masyarakat yang ada di wilayah pemekaran tersebut. Sebaran spasial hirarki wilayah Kota Bekasi tahun 2003 dan tahun 2006 tertera pada Gambar 8 dan Gambar 9.

Gambar 8. Sebaran Spasial Hirarki Wilayah Kota Bekasi Tahun 2003 Kecamatan Bekasi Barat, Bekasi Selatan, Bekasi Timur, Medan Satria, dan Pondok Gede memiliki kelurahan berhirarki 1. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan wilayah kecamatan-kecamatan tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan lainnya. Kelima kecamatan tersebut memiliki kelurahan-kelurahan berhirarki 1 diduga karena wilayah kecamatan-kecamatan

49

tersebut dilalui oleh akses jaringan jalan yang baik, yaitu jalan negara, jalan tol, dan jalan kota. Pondok Gede dan Bekasi Barat berbatasan dengan DKI Jakarta dan masih dalam wilayah tarikan pelayanan DKI Jakarta. Bekasi Timur dan Bekasi Utara berbatasan dengan Kabupaten Bekasi. Wilayah di kedua kecamatan tersebut merupakan kawasan permukiman dan ditunjang dengan fasilitas dan prasarana penunjang kota yang lengkap. Diantara kelima kecamatan berhirarki 1 tersebut, Kecamatan Bekasi Timur adalah kecamatan yang paling berkembang diantara kelima kecamatan lainnya karena terdapat 3 kelurahan yang mempunyai hirarki 1.

Gambar 9. Sebaran Spasial Hirarki Kota Bekasi Tahun 2006

Berdasarkan sebaran spasial hirarki wilayah di Kota Bekasi tahun 2003 dan 2006, wilayah Utara Kota Bekasi didominasi oleh wilayah berhirarki 1 dan berhirarki 2. Wilayah berhirarki 3 secara umum berada di wilayah Selatan, yaitu Kecamatan Bantar Gebang, Kecamatan Jati Asih, dan Kecamatan Jati Sampurna.

Kecamatan-Kecamatan ini masih memiliki hiararki wilayah yang rendah karena wilayahnya belum didukung oleh aksesibilitas yang baik.

Perkembangan wilayah ditandai dengan adanya peningkatan perekonomian, penambahan jumlah fasilitas, dan semakin lengkapnya jenis fasilitas yang tersedia. Pembangunan fasilitas-fasilitas tersebut tentu membutuhkan lahan. Hal ini dapat berimbas pada konversi ruang terbuka hijau karena mengingat keberadaan lahan ini mempunyai land rent yang rendah dan dianggap tidak memiliki fungsi ekonomis yang tinggi. Selain itu, keberadaan lahan kosong dan strategis untuk pembangunan fasilitas makin sempit dan terbatas sehingga kemungkinan untuk mengorbankan keberadaan ruang terbuka hijau juga semakin besar. Hubungan antara luasan konversi RTH di Kota Bekasi dengan hirarki wilayah tertera pada Tabel 12.

Tabel 12. Luasan Konversi RTH (ha/tahun) pada Hirarki Wilayah Tahun 2006

Kecamatan Hirarki I II III Bantar Gebang * -1,14 -1,52 Bekasi Barat * -1,18 -1,09 Bekasi Selatan -1,71 -0,26 -0,67 Bekasi Timur -0,21 -0,47 * Bekasi Utara * -0,65 -0,30 Jati Asih * -0,91 -3,06 Jati Sampurna * * -1,88 Medan Satria * -0,59 0,33 Mustika Jaya * * -1,78 Pondok Gede -2,16 * -2,86 Pondok Melati -1,15 * -1,57 Rawalumbu -0,33 * -0,73 Rata-rata -1,11 -0,74 -1,38

Keterangan : * = hirarki wilayah yang bersangkutan tidak dimiliki oleh kelurahan tertentu.

Pada hirarki wilayah 1, kecamatan yang mengalami koversi RTH paling besar adalah Kecamatan Pondok Gede. Pada hirarki wilayah 2, kecamatan yang mengalami konversi RTH paling besar adalah Kecamatan Bekasi Barat. Pada hirarki wilayah 3, kecamatan yang mengalami konversi RTH paling besar adalah Kecamatan Jati Asih. Secara agregat, konversi RTH di Kota Bekasi pada hirarki wilayah 1 sebesar -1,11 ha per tahun, pada hirarki wilayah 2 sebesar -0,74 ha per

51

tahun, dan pada hirarki wilayah 3 mengalami konversi luas RTH paling besar yaitu sebesar -1,38 ha per tahun.

Jika dilihat dari wilayah administratifnya, Kecamatan Pondok Gede dan Kecamatan Bekasi Barat berbatasan dengan wilayah Jakarta Timur. Kedekatan dengan Jakarta Timur ini diduga mengakibatkan perkembangan wilayah di wilayah tersebut cukup tinggi karena beberapa kelurahan masih berada dalam tarikan pelayan wilayah Jakarta Timur. Hal tersebut berakibat pada luasnya konversi RTH per tahun di kedua kecamatan ini. Kecamatan Jati Asih mengalami konversi RTH per tahun paling besar pada daerah dengan kategori hirarki wilayah 3. Hal ini disebabkan oleh adanya pembangunan jalan tol (JORR) di wilayah ini yang sebagian menggunakan lahan RTH terutama RTH privat milik warga. Laju perubahan RTH dengan hirarki wilayah di Kota Bekasi dan sebaran datanya ditunjukkan pada Gambar10.

Gambar 10. Boxplot Laju Perubahan RTH per Kelurahan dan Hirarki Pada hirarki wilayah 1, luas RTH secara umum terkonversi dengan nilai tengah laju penurunan sebesar 4,2% per tahun. Terdapat kelurahan yang memiliki laju positif sebesar 0,3% per tahun yaitu Kelurahan Margahayu, Kecamatan Bekasi Timur. Laju konversi RTH terbesar pada hirarki 1 terjadi di Kelurahan Jati Waringin, Kecamatan Pondok Gede sebesar 6,2% per tahun. Pada hirarki wilayah 2, secara umum luas RTH terkonversi dengan nilai tengah laju penurunan sebesar 2,6% per tahun. Laju konversi terbesar terjadi pada Kelurahan Jati Bening, Kecamatan Pondok Gede dengan laju penurunan sebesar 6,5% per tahun. Kelurahan Margajaya, Kecamatan Bekasi Selatan memiliki laju positif sebesar

1,5% per tahun. Pada hirarki wilayah 2 terdapat kelurahan yang memiliki peningkatan laju perubahan RTH yang cukup besar (5,9%) yaitu Kelurahan Medan Satria, Kecamatan medan Satria. Peningkatan laju perubahan RTH tersebut diduga karena adanya refungsionalisasi lahan kosong menjadi RTH terutama yang berada di sekitar banjir kanal timur (BKT). Pada hirarki wilayah 3, secara umum luas RTH terkonversi dengan nilai tengah laju penurunan sebesar 2,5% per tahun. Laju konversi terbesar terjadi pada Kelurahan Jati Kramat, Kecamatan Jati Asih dengan laju penurunan sebesar 5,1% per tahun. Pada hirarki 3 ini terdapat dua pencilan yang memiliki laju penurunan luas RTH yang sangat besar yaitu sebesar 7,1% per tahun pada Kelurahan Jati Warna, Kecamatan Pondok Melati dan 8% per tahun pada Kelurahan Jati Bening Baru, Kecamatan Pondok Gede. Besarnya konversi RTH pada kedua kecamatan tersebut karena terkonversinya RTH menjadi permukiman dan JORR (jalan tol), terutama RTH privat berupa kebun milik warga.

Laju konversi RTH terbesar terjadi pada hirarki wilayah 1, kemudian diikuti oleh hirarki wilayah 2 dan 3. Secara umum, luas konversi atau perubahan RTH per tahun paling besar terjadi pada hirarki wilayah 3, namun laju konversi atau perubahan RTH per tahun paling besar terjadi pada hirarki wilayah 1. Hal ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan luasan RTH pada wilayah yang berhirarki 3 lebih besar dibandingkan dengan luasan RTH pada wilayah berhirarki 2 atau 1. Oleh karena itu, walaupun luas konversi RTH per tahun pada wilayah berhirarki 3 paling besar namun laju yang dihasilkan tidak besar karena luas perubahan RTH tersebut diperbandingkan dengan luasan RTH yang lebih besar. Pada wilayah berhirarki 1, luas RTH yang terkonversi tiap tahun relatif kecil namun memiliki laju yang besar. Hal ini karena luas RTH yang ada pada wilayah berhirarki 1 kecil namun terus terjadi konversi RTH menjadi penggunaan lahan lain sehingga laju yang dihasilkan terlihat besar.

5.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Luas RTH

Perubahan luas RTH yang terjadi di Kota Bekasi pada periode tahun 2003-2010 dipengaruhi oleh beberapa faktor. Untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan luas RTH di Kota Bekasi dilakukan dengan

53

menggunakan analisis regresi berganda dengan metode stepwise regression. Variabel yang digunakan dalam membuat regresi bertatar berjumlah 21 variabel, yaitu satu variabel tujuan (Y) dan 20 variabel penduga (X). Hasil analisis regresi tertera pada Tabel 13.

Tabel 13. Hasil Analisis Regresi

Regression Summary for Dependent Variable: perubahan RTH R= ,770 R²= ,593 Adjusted R²= ,529 F(7,44)=9,1893 p

Variabel/Intersep Beta Std.Err. B Std.Err. t(44) p-level Intersep 1,140 2,648 0,431 0,669 Jarak ke pusat kota -0,262 0,134 -0,389 0,198 -1,960 0,056 Luas RTH tahun 2003 -0,399 0,154 -0,080 0,031 -2,588 0,013 Jarak ke fasilitas sosial terdekat 0,089 0,134 0,541 0,817 0,663 0,511 Perubahan lahan terbangun 2003-2010 -0,514 0,139 -0,227 0,061 -3,700 0,001 Luas lahan kosong tahun 2003 0,376 0,126 0,099 0,033 2,973 0,005 Jarak ke fasilitas pendidikan terdekat 0,216 0,110 2,378 1,205 1,973 0,055 Perubahan jumlah fasilitas ekonomi -0,146 0,109 -0,011 0,008 -1,343 0,186

Tabel 13 menjelaskan bahwa persamaan regresi yang dihasilkan memiliki nilai R-square (R2) sebesar 0,59. Dari nilai R-square tersebut, diketahui bahwa terdapat 41% ragam di luar variabel-variabel bebas yang digunakan dalam analisis ini yang mempengaruhi perubahan RTH.

Berdasarkan Tabel 10 tersebut, variabel penduga yang yang berpengaruh sangat nyata (p-level < 0,05) adalah luasan RTH pada tahun 2003, perubahan lahan terbangun 2003-2010, dan luasan lahan kosong pada tahun 2003. Variabel yang berpengaruh nyata adalah jarak ke kabupaten yang membawahi, jarak ke fasilitas sosial, jarak ke fasilitas pendidikan, dan perubahan jumlah fasilitas ekonomi.

Secara lebih rinci, faktor- faktor yang mempengaruhi perubahan luas RTH di Kota Bekasi adalah sebagai berikut:

1. Jarak ke pusat kota

Hasil regresi menunjukkan bahwa jarak ke pusat kota bernilai negatif dengan koefisien sebesar -0,262. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan satu satuan jarak ke kabupaten maka potensi penurunan luas RTH sebesar 0,2 satuan (ha). Semakin jauh jarak ke kabupaten maka penurunan luas

RTH semakin besar. Hal tersebut terjadi pada Kota Bekasi diduga karena semakin jauh dari kabupaten, perkembangan wilayahnya pun belum cukup pesat sehingga luas RTH yang tersedia lebih besar. Hal ini memungkinkan untuk menggunakan lahan ini menjadi area terbangun dalam upaya pengembangan kota.

2. Luas RTH tahun 2003

Hasil Regresi menunjukkan bahwa variabel luas RTH tahun 2003 bernilai negatif dengan koefisien sebesar -0,399. Penambahan satu satuan luas RTH tahun 2003 maka potensi penurunan luas RTH sebesar 0,39 satuan (ha). Kota Bekasi bagian Selatan mempunyai RTH privat berupa kebun warga yang cukup luas dibandingkan dengan luasan RTH privat di seluruh kota bekasi. Penggunaan lahan tersebut rawan digunakan menjadi penggunaan lain karena warga dan pembangun cenderung menggunakan lahan tersebut untuk digunakan sebagai perumahan atau bangunan-bangunan lain.

3. Jarak ke fasilitas sosial

Hasil regresi yang bernilai positif dengan koefisiensi 0,089 menunjukkan bahwa penambahan satu satuan jarak ke fasilitas sosial maka potensi penambahan luas RTH sebesar 0,089 satuan (ha). Hal ini diduga karena pembangunan fasilitas sosial ini tidak disertai dengan pengalokasian sebagian lahannya untuk RTH. Semakin jauh jarak ke fasilitas sosial dapat diartikan bahwa potensi penggunaan lahan-lahan untuk RTH semakin besar.

4. Perubahan lahan terbangun tahun 2003-2010

Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa perubahan lahan terbangun 2003-2010 bernilai negatif dengan koefisien sebesar -0,514. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan satu satuan lahan terbangun periode 2003-2010 maka potensi penurunan RTH sebesar 0,514 satuan (ha). Semakin besar pertumbuhan lahan terbangun maka luas RTH yang tersedia semakin sedikit. Kondisi ini menggambarkan bahwa Kota Bekasi dalam melakukan pembangunan banyak menggunakan lahan-lahan RTH

55

karena minimnya lahan yang tersedia. Dalam kasus ini RTH yang paling banyak digunakan adalah RTH privat berupa kebun-kebun milik warga. 5. Lahan kosong tahun 2003

Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa lahan kosong 2003 bernilai positif dengan koefisiensi sebesar 0,376. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan satu-satuan luas lahan kosong tahun 2003 maka potensi penambahan luas RTH sebesar 0,37 satuan (ha). Masih tersedianya lahan kosong bisa menyelamatkan keberadaan RTH karena pembangunan yang terjadi kemungkinan besar akan menggunakan lahan kosong terlebih dulu. Terdapat juga kemungkinan lahan-lahan kosong difungsikan menjadi ruang terbuka hijau dalam upaya meningkatkan areal RTH.

6. Jarak ke fasilitas pendidikan

Hasil analisis regresi variabel jarak ke fasilitas pendidikan yang bernilai positif dengan koefisien sebesar 0,216 menunjukkan bahwa penambahan satu satuan jarak ke fasilitas pendidikan maka potensi penambahan luas RTH sebesar 0,216 satuan (ha). Hal ini diduga karena pembangunan fasilitas pendidikan ini tidak disertai dengan pengalokasian sebagian lahannya untuk RTH. Semakin jauh jarak ke fasilitas pendidikan dapat