• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Ruang Terbuka Hijau

Menurut Pasal 1 butir 31 UUPR No 26 tahun 2007, ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas

Pertanian IPB (2005) dalam makalah lokakarya Pengembangan Sistem RTH di Perkotaan dalam rangkaian acara Hari Bakti Pekerjaan Umum ke 60 menyatakan Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik, introduksi) guna mendukung manfaat langsung dan/atau tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan tersebut.

Menurut Sugandhy dan Hakim (2007), dalam konteks pemanfaatan, pengertian ruang terbuka hijau kota mempunyai lingkup lebih luas dari sekedar pengisian hijau tumbuh-tumbuhan. Konsep RTH mencakup pula pengertian dalam bentuk pemanfaatan ruang terbuka bagi kegiatan masyarakat. Lebih lanjut, sesuai dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 tahun 1988 tentang Penataan Ruang terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan, dinyatakan bahwa ruang terbuka hijau (RTH) sebagai ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk areal/kawasan maupun dalam bentuk memanjang/jalur yang penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan dengan pengisian hijau tanaman.

2.3. Klasifikasi Ruang Terbuka Hijau

Menurut Sugandhy dan Hakim (2007), ruang terbuka hijau kota dapat diklasifikasikan baik dalam tata letak maupun fungsinya. Berdasarkan letaknya, ruang terbuka hijau kota bisa berwujud ruang terbuka kawasan pantai (coastal open spaces), dataran banjir sungai (river flood plain), ruang terbuka pengamanan jalan bebas hambatan (greenways), dan ruang terbuka pengaman kawasan bahaya kecelakaan di ujung landasan bandar udara.

Hasni (2009) mengatakan, klasifikasi Ruang Terbuka Hijau dapat dibagi menjadi: (a) kawasan hijau pertamanan kota, (b) kawasan hijau hutan kota, (c) kawasan hijau rekreasi kota, (d) kawasan hijau kegiatan olahraga, (e) kawasan hijau pemakaman, (f) kawasan hijau pertanian, (g) kawasan hijau jalur hijau, (h) kawasan hijau pekarangan.

9

a. Jalur hijau: pohon peneduh jalan raya, jalur hijau dibawah kawat listrik tegangan tinggi, jalur hijau di tepi jalan kereta api, jalur hijau di tepi sungai. Jalur ini dapat dikembangkan di dalam kota atau di luar kota sebagai RTH guna memperbaiki kualitas lingkungan perkotaan.

b. Taman kota: taman dapat diartikan sebagai tanaman yang ditanam dan ditata sedemikian rupa untuk mendapatkan komposisi yang indah

c. Kebun dan halaman: jenis tanaman yang ditanam di kebun dan halaman biasanya jenis yang menghasilkan buah serta yang tidak diharapkan buahnya.

d. Kebun raya, hutan raya, dan kebun binatang: kebun raya. Hutan raya, dan kebun bunatang, dapat dimasukkan dalam salah satu bentuk RTH. Tanaman dapat berasal dari daerah setempat, daerah lain, maupun luar negeri.

e. Hutan lindung: daerah dengan lereng yang curam harus dijadikan kawasan hutan karena rawan longsor. Demikian pula dengan daerah pantai yang rawan abrasi air laut, sebaiknya dijadikan hutan lindung. f. Kuburan dan taman makam pahlawan: tempat pemakaman biasanya

banyak ditanam pepohonan.

Dalam makalah lokakarya pengembangan sistem RTH di perkotaan dalam rangkaian acara hari bakti Pekerjaan Umum ke 60, Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian IPB (2005) menyatakan bahwa berdasarkan bobot kealamiannya, bentuk RTH dapat diklasifikasikan menjadi (a) bentuk RTH alami (habitat liar/alami, kawasan lindung) dan (b) bentuk RTH non alami atau RTH binaan (pertanian kota, pertanaman kota, lapangan olah raga, pemakaman). Berdasarkan sifat dan karakter ekologisnya, RTH diklasifikasikan menjadi (a) bentuk RTH kawasan (areal, non linear), dan (b) bentuk RTH jalur (koridor, linear). Berdasarkan penggunaan lahan atau kawasan fungsionalnya diklasifikasikan menjadi (a) RTH kawasan perdagangan, (b) RTH kawasan pendidikan, (c) RTH kawasan permukiman, (d) RTH kawasan pertanian, dan (e) RTH kawasan-kawasan khusus, seperti pemakaman, hankam, olahraga, alamiah.

2.4. Fungsi dan Manfaat Ruang terbuka Hijau

Pada dasarnya RTH dimaksudkan untuk menekan efek negatif yang ditimbulkan lingkungan terbangun diperkotaan, seperti peningkatan temperatur udara, penurunan tingkat peresapan air dan kelembaban udara, polusi dan lain sebagainya. Vegetasi memiliki peranan sangat besar dalam kehidupan. Peranan penghijauan kota sangat tergantung pada vegetasi yang ditanam. Dari berbagai peranan vegetasi dan manfaat vegetasi, maka manfaat dan fungsi penghijauan atau ruang terbuka hijau (RTH), adalah (Amir dalam Hendrawan, 2003):

a. Paru-paru kota: tanaman sebagai elemen hijau pada pertumbuhannya menghasilkan zat asam (O2) yang sangat diperlukan bagi makhluk hidup untuk pernapasan.

b. Pengatur lingkungan (mikro): vegetasi akan menimbulkan lingkungan setempat menjadi sejuk, nyaman, dan segar.

c. Pencipta lingkungan hidup: penghijauan dapat menciptakan ruang bagi makhluk hidup di alam yang memungkinkan terjadinya interaksi secara alamiah.

d. Penyeimbang alam (edapis): merupakan pembentukan tempat hidup alami bagi satwa yang hidup disekitarnya.

e. Oro-hidrologi: pengendalian untuk penyediaan air tanah dan pencegahan erosi.

f. Perlindungan bagi kondisi fisik alami sekitarnya: seperti angin kencang, terik matahari, gas, atau debu.

g. Mengurangi polusi udara: vegetasi dapat menyerap polutan tertentu. h. Vegetasi dapat menyaring debu dengan tajuk dan kerimbunan

dedaunannya.

i. Mengurangi polusi air: vegetasi dapat membantu membersihkan air. j. Mengurangi polusi suara (kebisingan): vegetasi dapat menyerap suara. k. Keindahan (estetika): unsur-unsur penghijauan yang direncanakan

dengan baik dan menyeluruh akan menambah keindahan kota.

l. Kesehatan: warna dan karakter tumbuhan dapat digunakan untuk terapi mata dan jiwa.

11

m.Nilai pendidikan: komunitas vegetasi yang ditanam dengan keanekaragaman jenis dan karakter akan memberikan nilai ilmiah sehingga sangat bermanfaat untuk pendidikan, seperti hutan kota adalah laboratoriium alam.

n. Rekreasi dan pendidikan: jalur hijau dengan aneka vegetasi mengandung nilai-nilai ilmiah.

o. Sosial, politik, dan ekonomi: tumbuhan mempunyai nilai sosial yang tinggi.

p. Penghijauan perkotaan: menjadi indikator atau petunjuk bagi lingkungan, kemungkinan ada hal-hal yang membahayakan yang terjadi atas pertumbuhan dan perkembangan kota.

Menurut Hasni (2009), RTH memiliki berbagai fungsi seperti edaphis, orologis, hidrologis, klimatologis, higienis, edukatif, estetis, dan sosial ekonomis. Fungsi tersebut dapat dipenuhi oleh semua jenis RTH yang ada di perkotaan, dengan pengertian sebagai berikut:

a. Fungsi edaphis yaitu sebagai tempat hidup satwa dan jasad renik lainnya, dapat dipenuhi dengan penanaman pohon yang sesuai.

b. Fungsi hidro-orologis adalah perlindungan terhadap kelestarian tanah dan air.

c. Fungsi klimatologis adalah terciptanya iklim mikro sebagai efek dari proses fotosintesis dan respirasi tanaman.

d. Fungsi protektif: melindungi dari gangguan angin, bunyi, dan terik matahari melalui kerapatan dan kerindangan pohon perdu dan semak. e. Fungsi higienis adalah kemampuan RTH untuk mereduksi polutan baik

di udara maupun di air.

f. Fungsi edukatif adalah RTH bisa menjadi sumber pengetahuan masyarakat tentang berbagai hal, misalnya macam dan jenis vegetasi, asal muasalnya, nama ilmiahnya, manfaat serta khasiatnya.

g. Fungsi estetis adalah kemampuan RTH untuk menyumbangkan keindahan pada lingkungan sekitarnya, baik melalui keindahan warna, bentuk, kombinasi tekstur, bau-bauan ataupun bunyi dari satwa liar yang menghuninya.

h. Fungsi sosial ekonomis adalah RTH sebagai tempat berbagai kegiatan sosial dan tidak menutup kemungkinan memiliki nilai ekonomi seperti pedagang tanaman hias atau pedagang musiman seperti di lapangan Gasibu di Bandung pada hari Minggu pagi.

Dalam penelitian Sancho (2005), disebutkan bahwa konsep alun-alun sebagai ruang terbuka hijau yaitu ruang terbuka berupa taman kota yang selain memiliki fungsi ekologi dan estetika juga berfungsi sebagai kawasan rekreasi dan sosialisasi, tempat dimana orang dapat merasakan suasana aman dan damai melalui suasana indah yang ditimbulkan.

Dalam masalah perkotaan, RTH merupakan bagian atau salah satu subsistem dari sistem kota secara keseluruhan. RTH sengaja dibangun untuk memenuhi berbagai fungsi dasar yang secara umum dibedakan menjadi (Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2006):

1. Fungsi bio-ekologis (fisik), yang memberikan jaminan pengadaan RTH menjadi bagian dari sistem sirkulasi udara, pengatur iklim mikro, peneduh, produsen oksigen, penyerap air hujan, penyedia habitat satwa, penyerap polutan, dan penahan angin.

2. Fungsi sosial, ekonomi (produktif), dan budaya yang mampu menggambarkan ekspresi budaya lokal. RTH merupakan media komunikasi warga kota, tempat rekreasi, tempat pendidikan, dan penelitian.

3. Ekosistem perkotaan; produsen oksigen, tanaman berbunga, berbuah, dan berdaun indah, serta menjadi bagian dari usaha pertanian dan kehutanan.

4. Fungsi estetis, meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota baik dari skala mikro maupun makro.

Peningkatan penutupan vegetasi akan memberikan pengaruh secara signifikan terhadap penurunan suhu udara dalam taman dan sekitarnya apabila pada taman tersebut terisi vegetasi yang rapat dan padat. Pada taman dengan penutupan vegetasi yang minim tidak memberikan pengaruh terhadap penurunan suhu udara. Oleh karena itu, efektifitas taman menurunkan suhu udara bergantung kepada dominasi elemen vegetasi yang ada pada taman dan sekitarnya. Semakin

13

jauh jarak dari taman, suhu udara cenderung semakin tinggi, dan sebaliknya (Harti, 2005).

2.5. Penyediaan Ruang Terbuka Hijau di Perkotaan

Dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, perencanaan tata ruang wilayah kota harus memuat rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau yang luas minimalnya sebesar 30% dari luas wilayah kota.

Menurut Direktorat Jenderal Penataan Ruang (2006), Ruang Terbuka Hijau kota merupakan bagian dari wilayah perkotaan yang ditentukan berdasarkan berbagai pertimbangan. Pertimbangan umum penentuan luas RTH antara lain bahwa RTH antara kota dalam suatu hamparan kompak setidaknya mempunyai luas 0,25 hektar, sedangkan proporsi minimal adalah 10% dari wilayah perkotaan atau disesuaikan dengan kondisi setempat.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No: 05/PRT/M/2008 Penyediaan RTH di wilayah perkotaan meliputi:

1. Penyediaan RTH berdasarkan Luas Wilayah

a) Penyediaan RTH berdasarkan luas wilayah di perkotaan adalah sebagai berikut:

 ruang terbuka hijau di perkotaan terdiri dari RTH Publik dan RTH privat;

 proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal 30% yang terdiri dari 20% ruang terbuka hijau publik dan 10% terdiri dari ruang terbuka hijau privat;

 apabila luas RTH baik publik maupun privat di kota yang bersangkutan telah memiliki total luas lebih besar dari peraturan atau perundangan yang berlaku, maka proporsi tersebut harus tetap dipertahankan keberadaannya.

Proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan keseimbangan mikroklimat, maupun sistem ekologis lain yang dapat

meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota.

2. Penyediaan RTH Berdasarkan Kebutuhan Fungsi Tertentu

Fungsi RTH pada kategori ini adalah untuk perlindungan atau pengamanan, sarana dan prasarana misalnya melindungi kelestarian sumber daya alam, pengaman pejalan kaki atau membatasi perkembangan penggunaan lahan agar fungsi utamanya tidak terganggu.

RTH kategori ini meliputi: jalur hijau sempadan rel kereta api, jalur hijau jaringan listrik tegangan tinggi, RTH kawasan perlindungan setempat berupa RTH sempadan sungai, RTH sempadan pantai, dan RTH pengamanan sumber air baku/mata air.

3. Penyediaan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk

Untuk menentukan luas RTH berdasarkan jumlah penduduk, dilakukan dengan mengalikan antara jumlah penduduk yang dilayani dengan standar luas RTH per kapita sesuai peraturan yang berlaku seperti yang tertera pada Tabel 1.

Tabel 1. Penyediaan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk

No Unit Lingkungan Tipe RTH Luas minimal/unit (m2) Luas minimal/ kapita (m2) Lokasi

1 250 jiwa Taman RT 250 1,0 Di tengah lingkungan RT

2 2500 jiwa Taman RW 1.250 0,5 Di pusat kegiatan RW 3 30.000 jiwa Taman kelurahan 9.000 0,3 Dikelompokan dengan sekolah/pusat kelurahan 4 120.000 jiwa Taman kecamatan 24.000 0,2 Dikelompokan dengan sekolah/pusat kecamatan

Pemakaman disesuaikan 1,2 Tersebar 5 480.000 jiwa Taman kota 144.000 0,3 Di pusat

wilayah/kota Hutan kota disesuaikan 4,0 Di dalam/kawasan

pinggiran Untuk

fungsi-fungsi tertentu disesuaikan 12,5

Disesuaikan kebutuhan

15

Dahlan dalam Direktorat Jenderal Penataan Ruang (2006) menyatakan bahwa penetapan luasan RTH (termasuk didalamnya Taman Hutan) kota yang harus dibangun, ditetapkan sebagai berikut:

a. Berdasarkan proporsi luas kota, RTH dinyatakan menurut perkiraan kasar (begitu saja mengikuti apa yang telah ada) diharapkan mencapai luasan 10%, 20%, 25%, 30%, 40%, 50%, dan bahkan ada yang menetapkan 60%, seperti kota Canberra, ibu kota Australia.

b. Berdasarkan jumlah penduduk, luas RTH kota di beberapa negara ditentukan sebagai berikut : di Malaysia 1,9 m2 per penduduk dan Jepang 5 m2 per penduduk. Dewan Kota Lancashire, Inggris menetapkan 11,5 m2, Amerika 60 m2, Jakarta mengusulkan taman untuk bermain dan berolahraga 1,5 m2/penduduk.

c. Berdasarkan isu-isu penting, Luas RTH yang harus disediakan sebuah kota yang kekurangan air bersih, ditetapkan berdasarkan pemenuhan kebutuhan akan air.

d. Berdasarkan pendekatan kebutuhan oksigen, RTH kota yang harus disediakan mengacu pada jumlah penduduk dan jumlah kendaraan bermotor serta jumlah industri.

2.6. Pertumbuhan Penduduk dan Keterkaitannya Dengan Perubahan