• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kelembagaan Masyarakat ASEAN Indonesia

Bagian sebelumnya dari reviu ini telah memaparkan seperti apa model kelembagaan Masyarakat ASEAN Indonesia selama ini. Berdasarkan hasil wawancara dan FGD dengan berbagai narasumber dari kalangan pemerintah, pengusaha, dan akademisi, reviu ini menemukan bahwa kelembagaan tersebut belum maksimal dalam mensukseskan persiapan Indonesia menuju Masyarakat ASEAN. Hal ini disebabkan adanya masalah-masalah yang ditemui dalam kelembagaan tersebut, antara lain pada tahap perencanaan, proses koordinasi, hingga kelembagaan Setnas ASEAN-Indonesia itu sendiri. Masalah-masalah tersebut membuat Indonesia terlambat dalam mempersiapkan Masyarakat ASEAN dan potensi Indonesia tidak termanfaatkan secara maksimal. Bagian ini akan menganalisis ketiga permasalahan tersebut untuk dijadikan pembelajaran di masa mendatang.

III.1.1. Analisis Masalah Perencanaan dalam Kelembagaan Masyarakat ASEAN di Indonesia

RPJMN 2015-2019 sebagai dokumen resmi perencanaan pembangunan nasional telah menyebutkan tentang ASEAN. RPJMN 2015-2019 dalam bab Politik Luar Negeri menyebutkan bahwa salah satu arah kebijakan bidang politik luar negeri adalah “meningkatkan kesiapan publik domestik dan meningkatnya peran (kontribusi) dan kepemimpinan Indonesia di ASEAN”.71

Cara untuk mencapainya antara lain dengan “intervensi kebijakan pemerintah terkait Masyarakat ASEAN; penguatan kapasitas domestik dalam pembentukan Masyarakat ASEAN; penguatan kelembagaan untuk mendukung pemantapan pelaksanaan Masyarakat ASEAN; penguatan kemitraan pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya”.72

71 Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasioanal/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional 2014, Lampiran Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, p. 5-43. 72 Ibid

38 Sementara itu, dalam bab Kerja Sama Ekonomi Internasional disebutkan bahwa arah kebijakan ekonomi ekonomi internasional adalah “mengutamakan kepentingan nasional dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, khususnya melalui peningkatan ekspor, pariwisata, dan investasi, bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat”.73 Salah satu strategi untuk mencapainya adalah dengan meningkatkan daya saing nasional untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN. Cara meningkatkan daya saing nasional adalah dengan meningkatkan peran aktif berbagai stakeholders; peran dan fungsi Setnas ASEAN-Indonesia, Komite Nasional ASEAN, Pusat Studi ASEAN, dan AEC Center; efektivitas sosialisasi, komunikasi, dan layanan edukasi pada masyarakat; iklim usaha dan investasi yang kondusif, daya saing produk unggulan Indonesia, infrastruktur, daya saing sumber daya manusia, dan kapasitas UKM.74

Reviu ini melihat bahwa meskipun kelembagaan ASEAN telah disebutkan dalam RPJMN 2015-2019 sebagai dokumen perencanaan nasional, hal tersebut belum maksimal untuk mendukung keberhasilan Indonesia dalam Masyarakat ASEAN. Berdasarkan pengamatan Bappenas melalui berbagai FGD dan wawancara mendalam, kelembagaan Masyarakat ASEAN belum maksimal karena tidak adanya grand strategy yang menggunakan helicopter view serta belum adanya guideline yang jelas untuk tiap pilar.

Pertama, Bappenas melihat belum adanya grand strategy nasional mengenai Masyarakat ASEAN yang berperspektif helicopter view dengan mencakup ketiga pilar. Indonesia seharusnya memiliki grand strategy yang melihat keseluruhan pilar dan mengkonsolidasikan ketiganya. Grand strategy ini idealnya dirumuskan oleh Setnas ASEAN-Indonesia sebagai lembaga yang menaungi seluruh pilar. Kondisi yang berlangsung saat ini adalah antarpilar bekerja sendiri-sendiri, tidak ada suatu strategi yang menjadi pegangan bersama. Padahal ada isu-isu yang sifatnya cross-cutting yang harus ditangani dengan konsolidasi kuat ketiga pilar, misalnya mengenai isu perdagangan manusia.

Akomodasi keseluruhan pilar juga dimaksudkan agar seluruh lapisan masyarakat memiliki kesadaran bahwa Masyarakat ASEAN bukan tentang satu pilar saja. Adapun yang terjadi adalah masyarakat saat ini lebih banyak tersosialisasikan tentang Masyarakat Ekonomi ASEAN, padahal Masyarakat ASEAN yang berlaku per 31 Desember 2015 juga meliputi pilar politik-keamanan dan sosial-budaya.75 Sebagai contoh, dalam sosialisasi Masyarakat ASEAN yang dilakukan

73 Ibid, hal. 3-122

74

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasioanal/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional 2014, Lampiran Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, hal. 3-124.

75 Berdasarkan wawancara mendalam dengan Ibu Amalia Adininggar Widyasanti, ST, MSi, M.Eng. Ph.D, Direktur Perdagangan, Investasi, dan Kerjasama Ekonomi Internasional (PIKEI) Kementerian PPN/Bappenas, pada tanggal 7 Oktober 2015.

39 oleh Universitas Airlangga pada berbagai kalangan (pelajar, mahasiswa, guru, PNS), banyak peserta yang mengetahui tentang MEA, namun hampir tidak ada yang tahu tentang pilar politik-keamanan dan sosial-budaya.76

Kedua, Indonesia belum memiliki guideline yang jelas mengenai kelembagaan dan pelaksanaan komitmen tiap pilar. MEA merupakan pilar yang lebih terdepan dalam hal ini, yaitu dengan adanya Inpres No. 11 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Komitmen Cetak Biru MEA Tahun 2011 yang memuat matriks berisi program, tindakan, keluaran, target penyelesaian, sasaran, dan penanggung jawab dari masing-masing komitmen yang berada dalam Cetak Biru.77 Meskipun demikian, adanya matriks tersebut bukan berarti persiapan MEA di Indonesia berjalan dengan maksimal. Hal ini disebabkan masih kurangnya pengawasan dalam menjaga kelangsungan komitmen.

Reviu ini juga menemukan bahwa para pemangku kepentingan di Daerah, seperti Pemerintah Daerah dan kalangan usaha, tidak merasa mendapatkan guidance dari Pemerintah Pusat dalam persiapan MEA. Pemerintah dinilai terlalu lama dalam bertindak, sehingga Pemerintah Daerah berinisiatif sendiri untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi MEA.78 Sementara itu, pengusaha merasa Pemerintah tidak memberikan kompas mengenai sasaran apa yang dituju Indonesia di pasar ASEAN dan bagaimana strategi mencapainya, serta Pemerintah dinilai kerap berubah-ubah kebijakan bila pemegang kekuasaan juga berubah.79

Perkembangan kelembagaan dan strategi MEA yang lebih kompleks dibandingkan dengan pilar yang lain adalah hal yang wajar. Hal ini tidak hanya ditemui di Indonesia, di Thailand pun MEA merupakan pilar yang paling mendapatkan perhatian dibandingkan pilar lainnya karena dampaknya dianggap lebih terlihat dan dirasakan langsung (tangible results).80 Sejarah MEA pun sudah berlangsung sejak tahun 1977 dengan adanya Preferential Trade Agreement (PTA). Kerja sama ekonomi dalam hubungan antarnegara lebih preferable karena menghasilkan kemakmuran dan cenderung tidak sensitif karena tidak perlu menggunakan kekuatan militer. Sementara itu, kerja sama bidang politik-keamanan secara tradisional merupakan isu sensitif karena bersinggungan langsung dengan kedaulatan negara (sovereignty), sehingga banyak negara ASEAN cenderung berhati-hati dalam menyikapinya. Isu sosial-budaya, di sisi lain merupakan isu baru dalam hubungan internasional yang sebelum berakhirnya Perang Dingin tenggelam oleh isu-isu politik-keamanan dan ekonomi. ASEAN juga baru pada tahun 2007 saat diresmikannya Piagam ASEAN menetapkan diri sebagai organisasi yang people-centered. Kondisi tersebut akhirnya mempengaruhi perkembangan kelembagaan

76 Berdasarkan wawancara mendalam dengan Ibu Baiq Wardhani, Dosen HI FISIP Unair, ASEAN Study Center Unair, pada tanggal 21 Oktober 2015.

77

Presiden Republik Indonesia, Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Komitmen Cetak Biru Masyarakat Ekonomi ASEAN Tahun 2011.

78 Berdasarkan wawancara mendalam dengan Bappeda Jawa Timur, pada tanggal 20 Oktober 2015.

79 Berdasarkan pemaparan Bapak. Drs. La Tunreng, M.M., Ketua DPP Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sulawesi Selatan dalam FGD Makassar, pada tanggal 9 September 2015.

40 pilar di Indonesia yang cenderung mengikuti perkembangan pilar di kawasan. Banyak negara anggota ASEAN yang siap bersaing dalam MEA, oleh karena itu Indonesia turut terdorong untuk meningkatkan daya saingnya. Hal ini membuat kelembagaan dan strategi MEA menjadi lebih kompleks dibandingkan yang lainnya.

III.1.2. Analisis Masalah Koordinasi dalam Kelembagaan Masyarakat ASEAN Indonesia

Ketiadaan grand strategy yang jelas mengenai kelembagaan Masyarakat ASEAN, seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, membuat proses koordinasi antar Kementerian/Lembaga dan pemangku kepentingan lainnya menjadi tidak efektif. Reviu ini mengidentifikasi bahwa masalah koordinasi Masyarakat ASEAN meliputi ketidakjelasan garis koordinasi, adanya ego sektoralisme, adanya rasa tidak percaya, dan minimnya pertemuan nasional yang mempertemukan semua pihak.

Pertama, belum terbangun pengertian di semua pihak mengenai garis koordinasi yang ada, mengenai siapa yang memegang kepemimpinan dan apa tugas masing-masing dalam kelembagaan Masyarakat ASEAN. Hal ini menimbulkan gap ekspektasi antara lembaga satu dengan lembaga lainnya. Sebagai contoh, Setnas ASEAN-Indonesia memandang bahwa Sekretariat Nasional lebih berfungsi untuk memberikan konsultasi nasional terkait Masyarakat ASEAN, oleh karena itu yang seharusnya lebih proaktif menjadi koordinator adalah para Kemenko.81 Sementara itu, di lain pihak, berdasarkan wawancara mendalam dengan beberapa narasumber yang berasal dari Kementerian Koordinator, banyak narasumber yang menilai Setnas ASEAN-Indonesia adalah yang seharusnya lebih proaktif dalam koordinasi nasional. Belum adanya satu suara seperti demikian membuat koordinasi menjadi tidak jelas sehingga efektivitas program menyongsong Masyarakat ASEAN menjadi terhambat.

Kedua, terdapat ego sektoral di antara K/L, terutama di lembaga yang sangat teknis. Ego sektoral adalah ketika K/L terlalu berfokus pada sektor yang mereka kerjakan saja, tanpa ada keinginan untuk memahami apa yang dikerjakan oleh sektor lainnya. Contohnya seperti yang terungkap dalam FGD yang melibatkan perwakilan K/L Pemerintah Pusat, terdapat salah satu Kementerian Koordinator yang mengeluh. Mereka menyatakan bahwa mereka selalu mengundang Kementerian Koordinator lain dalam diseminasi tentang ASEAN, namun tidak ada yang datang. Sementara itu, bila mereka diundang oleh K/L lain, walaupun bukan bidangnya, selama itu tentang ASEAN mereka selalu datang.82

81 Berdasarkan wawancara mendalam dengan Bapak. Ngurah Swajaya, Ketua Pelaksana Harian Sekretariat Nasional ASEAN, pada tanggal 14 September 2015.

41 Tantangan global dalam isu politik-keamanan, ekonomi, dan sosial-budaya semakin kompleks dengan munculnya isu-isu yang bersifat cross-cutting. Fokus pada sektor yang menjadi mandat K/L di satu sisi dapat membantu K/L untuk lebih efektif menanggapi isu sesuai kewenangan mandatnya, namun kerja sama dengan K/L di sektor lain merupakan suatu kebutuhan demi mendapatkan pemahaman holistik mengenai sebuah isu kontemporer. Masyarakat ASEAN merupakan salah satu contoh wahana dimana isu-isu saling bersinggungan secara interseksional. Akan tetapi, yang terjadi saat ini adalah antarpilar tidak bekerja sama. Setiap K/L cenderung membuat programnya sendiri-sendiri yang tidak mengacu pada sebuah grand strategy yang sifatnya helicopter view.

Ketiga, reviu ini melihat adanya keraguan Kemlu terhadap biro yang menangani kerja sama internasional di K/L lain. Menjelang bergulirnya MEA, banyak K/L yang membuat biro kerja sama luar negeri. Hal ini di satu sisi diakui Kemlu dapat memudahkan proses kerja sama luar negeri. Namun, Kemlu sering tidak diinformasikan mengenai apa saja yang telah dilakukan oleh biro kerja sama luar negeri tersebut. Mereka sering kali baru melapor ke Kemlu bila terdapat masalah. Sementara itu, Komisi I DPR RI masih menganggap seluruh kerja sama luar negeri adalah tanggung jawab Kemlu. Kemlu adalah yang dimintai keterangan bila terdapat masalah, padahal masalah tersebut dilakukan oleh K/L lain. Inilah yang memicu keraguan tersebut.83

Ada pula keraguan K/L pusat terhadap kapasitas Pemerintah Daerah dalam menghadapi MEA, dan sebaliknya ada keraguan Pemerintah Daerah terhadap K/L pusat, terutama Kemlu. Otonomi daerah memperluas kewenangan daerah untuk bertindak sesuai dengan apa yang dipandang sebagai kebutuhan Daerah. Kerja sama internasional, terutama dalam bidang ekonomi dan sosial-budaya, juga dilakukan oleh Daerah. Pejabat Kemlu yang menjadi narasumber reviu ini berpendapat bahwa sejatinya positif bila Daerah turut memajukan kerja sama internasional, akan tetapi ada upaya kerja sama yang sifatnya sensitif terhadap kepentingan nasional, sehingga pemerintah daerah tidak mendapatkan izin dari pemerintah pusat.84 Sementara itu, berdasarkan wawancara mendalam dengan banyak pihak di daerah, banyak dari mereka yang merasa Pusat tidak paham kebutuhan daerah dan terlalu mengekang pemerintah daerah untuk berinovasi.85 Pemerintah pusat juga dianggap terlalu lambat dalam bertindak, sehingga mereka akhirnya melakukan langkah sendiri.86

83

Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan seorang pejabat Kemlu. Off the record.

84 Berdasarkan wawancara mendalam dengan Bapak. Sumastro, Kepala Dinas Perhubungan dan Kominfo Kabupaten Singkawang, pada tanggal 9 September 2015, yang memaparkan permasalahan rencana sister city Singkawang dengan Taiwan. Menurut Bapak. Sumastro, sister city dengan Taiwan penting untuk melindungi para perempuan Singkawang yang menikah dengan orang Taiwan. Sementara itu, Pemerintah Pusat melihat ini sebagai hal yang sensitif karena mengusik One China Policy yang diakui oleh Pemerintah RI.

85 Berdasarkan wawancara mendalam dengan Bapak. A. M. Arifin Iskandar, Kepala Bidang Ekonomi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Sulawesi Selatan, pada tanggal 8 September 2015.

42 Keempat, minimnya pertemuan nasional secara berkala untuk koordinasi Masyarakat ASEAN. Minimnya pertemuan dapat menghambat terbentuknya jalur komunikasi, sehingga engagement antar pemangku kepentingan menjadi kurang. Forum pertemuan nasional ini seharusnya bisa menjadi mekanisme check and balances perkembangan tiap K/L dalam melaksanakan komitmen Masyarakat ASEAN. Bahkan, FGD reviu ini mendapatkan apresiasi sebagai forum yang pertama kalinya mempertemukan para pemangku kepentingan, yaitu K/L, pengusaha, dan akademisi untuk duduk bersama. Apresiasi tersebut mengindikasikan bahwa belum ada forum yang dapat mempertemukan mereka sebelumnya.87

III.1.3. Analisis Permasalahan Setnas ASEAN-Indonesia

Bagian ini menganalisis Setnas ASEAN-Indonesia yang menjadi koordinator kelembagaan Masyarakat ASEAN di bawah Presiden dan Menteri Luar Negeri. Reviu ini melihat bahwa Setnas ASEAN-Indonesia masih memiliki masalah garis koordinasi kelembagaan, masalah Sumber Daya Manusia, serta masalah anggaran. Pertama, Setnas ASEAN-Indonesia memiliki masalah garis koordinasi kelembagaan. Koordinator Setnas ASEAN-Indonesia, menurut Keppres Nomor 23 Tahun 2012 tentang Susunan Keanggotaan Sekretariat Nasional ASEAN-Indonesia, adalah Direktorat Jenderal Kerja Sama ASEAN Kemlu yang bertanggung jawab kepada Menteri Luar Negeri dan Presiden. Koordinator Setnas ASEAN-Indonesia membawahi 3 (tiga) Penanggung Jawab Pilar, yaitu Kemenko Polhukam untuk pilar politik-keamanan, Kemenko Perekonomian untuk pilar ekonomi, dan Kemenko PMK untuk pilar sosial-budaya. Secara kelembagaan negara, seharusnya posisi Kementerian Koordinator berada di atas K/L Sektoral. Akan tetapi, dalam Setnas ASEAN-Indonesia posisi Kementerian Koordinator berada di bawah K/L sektoral, yaitu Kementerian Luar Negeri yang pada dasarnya berada di bawah koordinasi Kemenko Polhukam.

Kedua, Setnas ASEAN-Indonesia memiliki masalah Sumber Daya Manusia. Lembaga yang krusial untuk keberhasilan Indonesia dalam Masyarakat ASEAN ini dikerjakan hanya oleh beberapa orang. Koordinator Setnas ASEAN-Indonesia seharusnya adalah Direktorat Jenderal Kerja Sama ASEAN Kemlu. Akan tetapi, dikarenakan padatnya kesibukan Dirjen, maka pihak yang secara teknis menjalankan fungsi Setnas ASEAN-Indonesia adalah seorang Ketua Pelaksana Harian dengan dibantu 4 (empat) orang lainnya.88 Bappenas mewawancarai Ketua Pelaksana Harian yang pada saat wawancara memegang jabatan sementara. Jabatan sebagai Ketua Pelaksana Harian diberikan saat beliau memiliki jeda waktu sebelum ditugaskan menjadi Duta Besar. Pengurus Setnas ASEAN-Indonesia yang lain

87 Berdasarkan pernyataan Ibu Mila K. Bishry, Direktorat Kerjasama ASEAN Kementerian Perdagangan dalam FGD Pusat, pada tanggal 20 Agustus 2015.

43 juga memiliki pekerjaan di bagian lain Kemlu. Artinya, Setnas ASEAN-Indonesia tidak dijalankan oleh Sumber Daya Manusia yang benar-benar ditugaskan hanya untuk menjalankan Setnas.

Ketiga, Setnas ASEAN-Indonesia memiliki masalah anggaran. Setnas ASEAN-Indonesia memiliki anggaran yang sangat sedikit, yaitu sekitar Rp1,2 Miliar untuk menjalankan operasional selama setahun.89 Sementara itu, menurut Keppres No. 23 Tahun 2012 tentang Susunan Keanggotaan Setnas ASEAN-Indonesia, Setnas diharapkan dapat menjalankan tugas dan fungsi sebagai pumpunan kegiatan pada tingkat nasional, penyimpan informasi mengenai semua urusan ASEAN pada tingkat nasional, mengoordinasikan pelaksanaan keputusan-keputusan ASEAN pada tingkat nasional, mengoordinasikan dan mendukung persiapan-persiapan nasional untuk pertemuan-pertemuan ASEAN, memajukan identitas dan kesadaran ASEAN pada tingkat nasional, dan berkontribusi pada pembentukan komunitas ASEAN. Anggaran yang tersedia selama ini tidak cukup untuk melaksanakan tugas dan fungsi tersebut. Anggaran Setnas ASEAN-Indonesia pada akhirnya lebih banyak terserap untuk kegiatan menghadiri sidang-sidang ASEAN.90

Dokumen terkait