• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. METODE PENELITIAN

4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data

4.4.3. Analisis Kesediaan Responden Menerima Skenario Relokasi

Analisis data yang digunakan untuk mengetahui kesediaan/ketidaksediaan responden dalam menerima skenario relokasi dilakukan dengan menggunakan alat regresi logit. Dengan model logit, dapat diduga peluang responden untuk menerima atau tidak menerima relokasi, serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya. Bentuk model logit yang digunakan untuk mengkaji kesediaan/ketidaksediaan responden dalam menerima relokasi adalah :

Li = β0 –β1 Pddkn –β2 Pdptn –β3 Tnggn –β4 Lmtgl –β5 Lstgl –β6 Kpddk

–β7 Jsklm –β8Usia + ε1

Li =Peluang responden menerima relokasi (bernilai 1 untuk “bersedia” dan

bernilai 0 untuk “tidak bersedia”) β0 = Konstanta

β1,.., β8 = Koefisien regresi

Pddkn = Tingkat Pendidikan (tahun) Pdptn = Pendapatan (rupiah/bulan) Tnggn = Jumlah tanggungan (orang) Lmtgl = Lama tinggal (tahun) Lstgl = Luas tempat tinggal (m2)

Kpddk = Kependudukan (bernilai 1 untuk “asal Jakarta” dan bernilai 0 untuk “bukan asal Jakarta”)

Jsklm = Jenis Kelamin (bernilai 1 untuk “Pria” dan bernilai 0 untuk “Wanita”) i = Responden ke 1 (i=1,2,3,..,45)

ε = Galat

Variabel pendidikan akan berpengaruh negatif artinya semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula peluang responden untuk menerima relokasi. Variabel pendapatan akan memberikan pengaruh negatif artinya semakin tinggi pendapatan seseorang maka semakin tinggi peluang responden untuk menerima relokasi. Variabel lama tinggal akan memberikan pengaruh negatif artinya semakin lama waktu seseorang tinggal di daerah tersebut maka semakin tinggi peluang responden untuk menerima relokasi. Variabel kependudukan akan memberikan pengaruh negatif artinya jika penduduk tersebut asli jakarta maka semakin tinggi peluang responden untuk menerima relokasi.

33

Variabel jumlah tanggungan akan memberikan pengaruh negatif pada kesediaan menerima skenario relokasi. Semakin banyak jumlah tanggungan berarti semakin besar biaya hidup dan kesulitan jika harus berpindah tempat tinggal. Hal ini mengakibatkan responden tidak bersedia menerima skenario relokasi yang diajukan dan menolak menerima kompensasi, begitu pula sebaliknya.

Variabel luas tinggal diduga akan memiliki hubungan negatif dengan kesediaan responden menerima skenario relokasi. Dengan semakin luas tempat tinggal seseorang berarti responden akan merasa nyaman dan tidak terlalu terganggu dengan perubahan kualitas lingkungan sekitarnya. Selain itu, responden dengan tempat tinggal yang luas sudah mengeluarkan biaya yang besar untuk membangun tempat tinggalnya. Faktor tersebut menyebabkan responden tidak bersedia menerima kompensasi. Variabel jenis kelamin diduga berpengaruh negatif. Jika semakin lama seseorang pria tinggal di daerah tersebut, maka responden tidak bersedia menerima relokasi. Hal ini dikarenakan pada umunya responden pria cenderung menggantungkan hidupnya dari bermata pencahariaan sebagai pedagang di daerah tersebut.

4.4.4. Analisis Fungsi WTA Responden Terhadap skenario relokasi.

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi WTA masyarakat Kampung Pulo terhadap kebijakan relokasi pemukiman melalui penerimaan kompensasi digunakan model regresi ordinal logistik. Persamaan regresi dalam penelitian ini adalah :

WTAi = β0 + β2 Pdptn + β4 Lmtgl + β5 Lstgl + β6 Izmbg + β8Ssrmh+ ε1

β0 = Konstanta

β1,.., β8 = Koefisien regresi

Pdptn = Pendapatan (rupiah/bulan) Lmtgl = Lama tinggal (tahun) Lstgl = Luas tempat tinggal (m2)

Izmbg = Kepemilikan izin mendirikan bangunan (bernilai 1 untuk “memiliki” dan bernilai 0 untuk “tidak memiliki”

Ssrmh = Status rumah (bernilai 1 untuk “milik sendiri” dan bernilai 0 untuk “bukan milik sendiri”)

ε = Galat

Variabel pendidikan, pendapatan, tanggungan, luas tinggal, lama tinggal, kepemilikan izin mendirikan bangunan dan status rumah akan memiliki nilai koefisien negatif yang artinya adalah bahwa setiap kenaikan 1 satuan pada variabel X akan menurunkan sebesar 1 satuan pada varabel Y.

4.4.5. Uji Parameter

Untuk memeriksa kebaikan dari model yang telah dibuat, perlu dilakukan pengujian secara statistika. Uji yang dilakukan adalah

1. Uji Keandalan

Uji ini dilakukan dalam evaluasi dalam pelaksanaan CVM. Berhasil tidaknya pelaksanaan CVM dilihat dengan nilai koefisien deerminasi (R2) dari OLS WTA. Dengan diketahuinya nilai ini, maka akan diketahui sejauh mana keragaman variabel tak bebas dapat diterangkan oleh variabel bebasnya. Secara sistematis rumus untuk besarnya R2 adalah sebagai berikut :

R = RSSTSS

Dimana : RSS = Jumlah Kuadarat Regresi TSS = Jumlah Kuadrat Total

Apabila nilai R2 semakin mendekati 1, maka semakin besar keragaman variabel tak bebas yang dapat diterangkan variabel bebasnya.

2. Uji Statistik F

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel (Xi) secara bersama-sama terhadap variabel tidak bebasnya (Yi). Prosedur pengujiannya (Ramanathan, 1997) adalah

H0 : β1 = β2 = β3 =... βk = 0

H0 : β1 = β2 = β3 =... βk ≠ 0 �ℎ�� = JGK k n − JKK k −

Dimana :

JKK = Jumlah Kuadrat untuk Nilai Tengah Kolom JGK = Jumlah Kuadrat Galat

35

n = Jumlah Sampel k = Jumlah Peubah

jika thit(a-k) < ttabel, maka H0 diterima, artinya variabel (xi) tidak berpengaruh

nyata terhadap (Yi)

jika thit(a-k) > ttabel, maka H0 ditolak, artinya variabel (xi) berpengaruh

nyata terhadap (Yi)

Pengujian juga dapat melihat P-Value dari model (seluruh variabel; independen secara bersama). Jika P-Value lebih kecil dari nilai a yang digunakan, maka H0 ditolak yang artinya variabel independen secara bersama-sama

berpengaruh nyata terhadap variabel dependennya.

3. Uji Statistik t

Uji ini dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh masing-masing variabel bebasnya (Xi) mempengaruhi sosial ekonomi masyarakat setempat (Yi), sebagai

peubah tak bebas, prosedur pengujiannya (Ramanathan, 1997) adalah :

H0 : βi = 0 artinya variabel bebas (Xi) tidak berpengaruh nyata terhadap

variabel bebasnya (Yi)

H1 : βi ≠ 0 artinya variabel bebas (Xi) berpengaruh nyata terhadap

variabel bebasnya (Yi)

tℎ�� �−� = � −� �

jika thit(a-k) < ttabel, maka H0 diterima, artinya variabel (xi) tidak berpengaruh

nyata terhadap (Yi)

jika thit(a-k) > ttabel, maka H0 ditolak, artinya variabel (xi) berpengaruh nyata

terhadap (Yi)

Pengujian juga dapat diketahui dari nilai probability masing-masing variabel yang merupakan hasil output. Jika nilai probabilitiy lebih kecil dari nilai a yang digunakan, maka variabel tersebut berpengaruh nyata secara individu terhadap variabel dependennya.

4. Uji terhadap Kolinear Ganda (Multikolinearitas)

Dalam model yang melibatkan banyak peubah bebas sering terjadi masalah multicolinearity, yaitu terjadinya korelasi yang kuat antar peubah-peubah bebas bebas. Menurut Koutsoyiannis (1997), deteksi multicolinearity dalam sebuah model dapat dilakukan dengan membandingkan besarnya nilai koefisien determinasi (R2) dengan koefisien determinasi parsial antar dua peubah bebas (r2). Untuk hal ini dapat dibuat suatu matriks koefisien determinasi parsial antar peubah bebas. Multicolinearity dapat dianggap tidak masalah apabila koefisien determinasi dua peubah bebas tidak melebihi nilai koefisien determinasi atau koefisien korelasi berganda antar semua peubah secara simultan. Namun multicolinearity dianggap sebagai masalah serius jika koefisien determinasi parsial antar dua peubah bebas melebihi atau sama dengan koefisien determinasi atau koefisien korelasi berganda antar semua peubah secara simultan, atau secara matematis dapat dituliskan dalam pertidaksamaan berikut :

R2xixi > R2x1,x2,...,xk

Masalah multicolinearity juga dapat dilihat langsung melalui output komputer, dimana apabila nilai VIF (Varian Inflation Faktor) < 10 maka tidak ada masalah dalam multicolinearity.

5. Uji Heteroskedastisitas

Salah satu asumsi metode pendugaan metode kuadrat terkecil adalah homoskedastisitas, yaitu ragam galat konstan dalam setiap amatan. Pelanggaran atas asumsi ini adalah heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas terjadi karena perubahan situasi yang tidak tergambarkan dalam spesifikasi model regresi yang dapat mengakibatkan perubahan tingkat keakuratan data. Gangguan ini pada umunya sering terjadi pada dara cross section. Dalam hal untuk mendeteksi adanya masalah heteroskedastisitas maka dilakukan uji heteroskedastisitas seperti yang diungkapkan oleh Ramanathan (1997). Contoh amatan diurutkan menurut peubah bebasnya kemudian dibagi dua anak contoh dengan pemisah contoh berjumlah 16 untuk ukuran contoh 60. Kedua anak contoh tersebut masing-masing diregresikan kemudian dihitung jumlah kuadrat galat (JKG) dari masing-masing regresi tersebut. Jumlah kuadrat regresi dari regresi anak contoh pertama dinotasikan JKG1. Jumlah kuadrat regresi dari regresi anak contoh kedua dinotasikan JKG2.

37

Statistik ujinya adalah :

�ℎ�� = JKK JGK

Jika tidak ada masalah heteroskedastisitas maka nilai F-hitung akan menuju satu. Masalah heteroskedastisitas masih dapat ditolerir jika F-hitung kurang dari F-tabel dengan derajat bebas v1= v2 = (n-c-2k)/2. Dimana n adalah jumlah contoh, c adalah jumlah contoh pemisah, dan k adalah jumlah parameter yang diduga. Bisa juga dengan menggunakan Uji Glejser yaitu dengan memunculkan residual dan setelah itu dimutlakan.. Nilai mutlak residual diregresikan dengan variabel X. Jika nilai annova lebih besar dari 0,1 berarti terpenuhi asumsinya, artinya tidak ada masalah heteroskedastisitas atau keragaman.

6. Uji Normalitas

Uji ini diperlukan untuk mengetahui apakah error term dari data/observasi yang jumlahnya kurang dari 30 mendekati sebaran normal sehingga statistik t dapat dikatakn sah. Uji yang dapat dilakukan adalah uji Kolmogorov Smirnov dengan prosedur sebagai berikut :

H0 : Data berdistribusi normal, jika nilai sig (signifikansi) P Value > 0,1.

H1 : Data berdistribusi tidak normal, jika nilai sig (signifikansi) P Value < 0,1.

Terima H0 jika statistik K-S < χ2 atau jika diperoleh nilai probabilitas hasil output

lebih besar dari α.

7. Uji Autokorelasi

Uji ini dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan diantara galat dalam persamaan regresi yang diperoleh. Jika kita mengabaikan adanya autokorelasi, maka akan berdampak terhadap pengujian hipotesis dan proses peramalan. Uji yang paling sering digunakan dalam mendeteksi adanya autokorelasi dalam suatu model adalah dengan cara tes Durbin Watson. Nilai statistik DW berada pada kisaran 0 sampai 4. Jika hasilnya mendekati angka 2 maka artinya adalah menunjukan bahwa dalam model tidak ada autokorelasi ordo kesatu (Juanda, 2009). Pada minitab bisa dengan menggunakan run test dengan memasukan nilai residualnya. Jika nilai p value lebih besar dari 0,1 berarti terpenuhi tidak ada masalah autokorelasi.

Dokumen terkait