• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Willingness To Accept Terhadap Program Relokasi Masyarakat di Kampung Pulo Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Willingness To Accept Terhadap Program Relokasi Masyarakat di Kampung Pulo Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur."

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT TERHADAP PROGRAM RELOKASI MASYARAKAT DI KAMPUNG PULO KECAMATAN

JATINEGARA JAKARTA TIMUR

MUHAMAD SAEFRUDIN

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK

CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Analisis Willingness To Accept Terhadap Program Relokasi Masyarakat di Kampung Pulo Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka dibagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2014

(3)

ABSTRAK

MUHAMAD SAEFRUDIN. Analisis Willingness To Accept Terhadap Program

Relokasi Masyarakat di Kampung Pulo Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur. Dibimbing oleh AKHMAD FAUZI dan ASTI ISTIQOMAH.

Berpindahnya penduduk ke kota seperti DKI Jakarta menyebabkan kebutuhan akan lahan terus meningkat. Keterbatasan lahan menyebabkan tingginya harga lahan yang membuat penduduk memanfaatkan lahan publik yang harganya lebih terjangkau seperti bantaran Sungai Ciliwung. Eksternalitas dari hal tersebut adalah adanya penyempitan badan sungai yang akan menyebabkan banjir. Di sisi lain, pemerintah melakukan relokasi agar kerugian akibat banjir tersebut dapat dihindari namun masyarakat menolak direlokasi. Penelitian dilakukan di Kampung Pulo dengan tujuan menghitung besarnya kerugian yang diterima oleh masyarakat akibat banjir, mengidentifikasi faktor apa saja yang mempengaruhi kesediaan untuk relokasi, mengestimasi besarnya Willingness To Accept (WTA) masyarakat Kampung Pulo agar bersedia di relokasi serta faktor apa saja yang mempengaruhinya. Hasil penelitian menunjukan bahwa kerugian akibat banjir sebesar Rp 1.174.472.600,-. Masyarakat bersedia direlokasi dengan total kompensasi sebesar Rp 2.223.899.800,- dimana faktor yang mempengaruhi diantaranya adalah pendapatan dan status rumah.

Kata kunci : Banjir, Willingness To Accept, Kampung Pulo, Relokasi. ABSTRACT

MUHAMAD SAEFRUDIN. Analysis of Willingness To Accept Against

Relocation Program Community in Kampung Pulo subdistricts of Jatinegara in East Jakarta. Supervised by AKHMAD FAUZI and ASTI ISTIQOMAH.

The urbanization of people to the city such as Jakarta have increased demands of place to live, which in turn increase price of land. That’s make that people used river side land such as Ciliwung river which is cheaper than another

places. That’s impact the river more narrow and flooding when it is raining. The goverment was been relocated the people who was lived at the river side, that can reduce the bad impact of floody, but many people refuse to be relocated. This research took Kampung Pulo which calculated the impact of flooding identifications any factors of the willingness at the people to be relocated,

estimations of Willingness To Accept (WTA) Kampung Pulo’s people to be

(4)

©

Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(5)

ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT TERHADAP PROGRAM RELOKASI MASYARAKAT DI KAMPUNG PULO KECAMATAN

JATINEGARA JAKARTA TIMUR

MUHAMAD SAEFRUDIN

H44080086

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)

Judul Skripsi : Analisis Willingness To Accept Terhadap Program

Relokasi Masyarakat di Kampung Pulo Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur.

Nama : Muhamad Saefrudin

NIM : H44080086

Disetujui oleh

Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc Pembimbing I

Asti Istiqomah, SP, M.Si Pembimbing II

Diketahui

Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT Ketua Departemen

(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul ”Analisis Willingness To Accept Terhadap Program Relokasi Masyarakat di Kampung Pulo Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur”. Penulis menyadari

sepenuhnya bahwa penyelesaian skripsi tidak terlepas dari bantuan, motivasi, doa, dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada Orang tua tercinta Bapak Sugino dan Nyonya Kartinem, yang telah memberikan dukungan moral dan mendidik penulis agar selalu menjadi manusia yang lebih baik dan bermanfaat. Prof. Akhmad Fauzi, M.Sc dan Asti Istiqomah, SP, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi atas segala bimbingan, masukan, koreksi, dan bantuan selama pra, pelaksanaan, hingga setelah pelaksanaan skripsi ini. Para dosen penguji pada sidang penulis yang telah bersedia meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini. Tim PKMM, Bapak Bambang, Irma, Neng, Intan dan Imu. Teman-teman satu bimbingan (kak Ellen, Vicky, Vina, Livia, Ferry, Ruben dan Erna), Teman-teman Madani (Faisal, Novan, Mas Yudha, Bang Aulia dan Bang Cahyo), rekan-rekan seperjuangan di IPB terutama mahasiswa Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan FEM IPB Angkatan 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 49, dan 50. Semua pihak yang telah bersedia membantu penulis semasa penulis menyelesaikan penulisan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis ucapkan terima kasih banyak.

Bogor, Januari 2014

(9)

DAFTAR ISI

2.1.Penilaian Kerusakan Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan ... 7

2.2.Konsep Willingness To Accept ... 9

2.3.Konsep Contingent Valuation Method (CVM) ... 11

2.4.Penelitian Terdahulu... 11

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 19

3.1.Kerangka Teoritis ... 19

3.1.1.Analisis Regresi Logistik ... 19

3.1.2.Analisis Regresi Linier Berganda ... 20

3.1.3.Hipotesa ... 21

3.2.Kerangka Operasional ... 22

IV. METODE PENELITIAN ... 25

4.1.Lokasi dan Waktu Penelitian ... 25

4.2.Jenis dan Sumber Data ... 25

4.3.Penentuan Jumlah Responden ... 26

4.4.Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 26

4.4.1.Teknik Penghitungan Nilai Kerugian Ekonomi ... 27

4.4.2.Pendekatan Metode Contingent Valuation Method (CVM) ... 29

4.4.3.Analisis Kesediaan Responden Menerima Skenario Relokasi. 32 4.4.4.Analisis Fungsi WTA Responden Terhadap skenario relokasi. 33 4.4.5.Uji Parameter ... 34

V. GAMBARAN UMUM ... 38

5.1.Sejarah Lokasi Penelitian ... 38

5.2.Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 39

5.2.1.Kependudukan ... 41

5.2.2.Kondisi Sosial Ekonomi ... 42

5.2.3.Pendidikan, Mata Pencaharian dan Keagamaan ... 44

5.3.Karakteristik Responden ... 45

(10)

5.3.2.Jenis Kelamin ... 46

VI. KERUGIAN YANG DITERIMA OLEH MASYARAKAT AKIBAT BANJIR ... 50

6.1.Kerugian Materil ... 50

6.2.Biaya Berobat ... 51

6.3.Biaya dari Waktu (Cost of Time) ... 52

6.4.Biaya Kerusakan Sarana Umum ... 54

VII.FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEDIAAN DAN KETIDAKSEDIAAN UNTUK RELOKASI ... 56

VIII. ESTIMASI BESARNYA NILAI KOMPENSASI (Willingness To Accept) MASYARAKAT KAMPUNG PULO AGAR BERSEDIA DIRELOKASI SERTA FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA. ... 61

8.1.Analisis Tingkat Penerimaan Responden terhadap Upaya Pengganti kerugian relokasi Bantaran Sungai ... 61

8.2.Analisis Willingness To Accept terhadap Upaya Perbaikan Kualitas Lingkungan ... 61

(11)

DAFTAR TABEL

No Halaman

1 Jumlah Korban & Ketinggian di Jakarta Timur tahun 2010 ... 3 2 Rangkuman Penelitian Terdahulu ... 15 3 Matriks Metode Analisis Data ... 27 4 Nilai Total Kerugian yang Ditanggung oleh Responden Akibat Banjir .. 45 5 Nilai Total Kerugian yang ditanggung oleh Responden Akibat Banjir Bulan

November 2013 hingga Januari 2014 ... 52 6 Nilai Total Kerugian Cost of Time yang Ditanggung oleh Responden Akibat

Banjir Bulan November 2013 hingga Januari 2014 ... 54 7 Nilai Total Kerugian yang Ditanggung oleh Masyarakat Akibat Banjir .... 55 8 Hasil Logit Pilihan Bersedia atau Tidak Bersedia Responden untuk relokasi ... 57 9 Distribusi WTA Responden RW 02 & 03 Kel. Kampung Melayu ... 62 10 Total WTA Masyarakat terhadap Upaya Relokasi ... 63 11 Hasil Analisis nilai WTA Responden RW 02 dan 03 Kel. Kampung Melayu

(12)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1 Jumlah Penduduk DKI Jakarta tahun 2013 ... 1

2 Skema Kerangka Pemikiran Penelitian. ... 24

3 Lokasi Kampung Pulo Dalam Wilayah Kampung Melayu ... 40

4 Pembagian wilayah RW 2 dan RW 3 pada Kampung Pulo ... 40

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman 1 Kuisioner ... 72 2 Tabel Hasil Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesediaan dan

(14)

1.123.670

Jakarta Pusat Jakarta Utara Jakarta Barat Jakarta Selatan Jakarta Timur Kep. Seribu

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan sumberdaya alam pertaniannya. Indonesia juga merupakan negara kepulauan yang terdiri dari 33 provinsi yang tersebar mulai dari Sabang sampai Marauke. Jakarta merupakan salah satu provinsi sekaligus sebagai ibukota Negara Republik Indonesia yang mengemban fungsi administratif negara secara struktural. Selain itu Jakarta juga merupakan kota metropolitan dimana peran fungsinya sebagai pusat ekonomi dan bisnis yang paling berpengaruh luas terhadap provinsi lainnya di Indonesia. Pesatnya pembangunan ekonomi, menarik minat para pendatang dari luar kota Jakarta untuk mencari penghidupan yang jauh lebih layak di Jakarta. Hal inilah yang kemudian membuat bertambahnya jumlah penduduk Jakarta.

Berdasarkan hasil Pencacahan Sensus Penduduk oleh Pemerintah DKI Jakarta bulan April 2011, jumlah penduduk Jakarta adalah 9.588.198 orang. Jakarta sebagai kota administrasi negara ini juga memiliki jumlah penduduk terbanyak. Dengan luas DKI Jakarta sekitar 662,33 kilo meter persegi maka tingkat kepadatan sekitar 14.476 orang per kilo meter persegi. Sementara itu menurut BPS idealnya setiap satu kilometer persegi jumlah penduduk suatu wilayah adalah sekitar 1.000 orang perkilometer. Kondisi ini membuktikan bahwa kepadatan penduduk di Jakarta telah melebihi batas ideal. Kepadatan tersebut tidak lepas dari pengaruh sebaran jumlah penduduk. Persentase sebaran jumlah penduduk tiap wilayah pada tahun 2011 bisa dilihat pada grafik di bawah ini.

(15)

Sebaran jumlah penduduk di wilayah Jakarta Timur terbilang cukup besar yaitu sebanyak 2.926.732 orang. Hal ini dikarenakan lapangan pekerjaan di wilayah ini yang terbilang cukup besar dan biaya hidup di wilayah Jakarta Timur relatif cukup terjangkau. Peningkatan penduduk di wilayah Jakarta Timur tidak sebanding dengan jumlah lahan yang tersedia untuk pemukiman. Meningkatnya kebutuhan lahan yang tidak diimbangi dengan ketersediaan lahan dalam suatu wilayah, menyebabkan harga lahan pemukiman semakin meningkat.

Meningkatnya harga lahan pemukiman dan semakin sempitnya lahan pemukiman menyebabkan terjadinya pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau (RTH) seperti bantaran sungai sebagai tempat tinggal. Bantaran sungai itu sendiri merupakan daerah di sepanjang garis tepi sungai yang jaraknya berbeda-beda yang disesuaikan dengan masing-masing kondisi tiap daerahnya, pada umumnya berkisar antara 1-20 meter. Semakin meningkat penggunaan lahan di bantaran sungai menyebabkan penurunan kualitas sungai, selain itu juga terjadi penyempitan badan sungai yang diakibatkan oleh penggunaan lahan di bantaran Sungai Ciliwung oleh aktivitas penduduk di bantaran sungai.

Penggunaan bantaran sungai sebagai pemukiman penduduk juga menyebabkan berkurangnya daerah resapan air. Kondisi penyempitan dan berkurangnya daerah resapan air pada bantaran sungai ini tidak mampu menahan laju serta debit air sungai yang sangat besar pada saat telah tiba musim hujan. Hal ini menyebabkan air sungai meluap naik ke permukaan dan mengakibatkan banjir. Banjir yang terjadi menimbulkan kerusakan dan korban jiwa.

(16)

3

Dilihat dari sisi Daerah Aliran Sungai Ciliwung (DAS) yang strategis maka keberadaanya sangat mempengaruhi daerah disekitarnya, sehingga pengelolaan yang tidak baik akan mengakibatkan dampak kerusakan yang besar. Wilayah Jakarta timur adalah wilayah yang termasuk dalam DAS Ciliwung yang akan dinormalisasi karena termasuk wilayah yang sering terjadi banjir. Banjir yang terjadi di wilayah Jakarta Timur menyebabkan banyak korban jiwa.

Dari data tahun 2010 didapatkan jumlah korban jiwa yang terkena banjir karena meluapnya Sungai Ciliwung di daerah Jakarta Timur cukup beragam. jumlah korban jiwa dan ketinggian rata-rata banjir dalam satuan centimeter bisa dilihat pada tabel 1. Kondisi banjir yang terjadi di wilayah Jakarta Timur cukup bervariasi mulai dari 30 centimeter hingga 250 centimeter. Di daerah Kampung Pulo terjadi kerusakan cukup parah yang menyebabkan 1.902 keluarga menjadi korban banjir. Jumlah ini merupakan jumlah korban banjir terbanyak dibandingkan dengan daerah lain di wilayah Jakarta Timur.

Tabel 1 Jumlah Korban & Ketinggian di Jakarta Timur tahun 2010

No Kecamatan/Wilayah KK Jiwa Ketinggian (cm)

1 Jatinegara/Kampung Pulo 1.902 6.628 60 ‐ 250

Sumber : Pemerintah Provinsi DKI Jakarta (2010)

Banjir yang terjadi di Jakarta Timur pada tahun 2010 mengakibatkan banyak korban jiwa dan kerusakan fasilitas publik di sebagian besar wilayah Jakarta Timur. Kampung Pulo menjadi daerah dengan korban jiwa paling banyak jika dibandingkan dengan wilayah lain yang terkena banjir di Jakarta Timur. Hal ini terjadi karena daerah ini dekat dengan Sungai Ciliwung.

(17)

Kampung Pulo juga mengakibatkan terjadinya berbagai macam kerusakan dan kerugian seperti rusaknya rumah penduduk, jembatan penyeberangan, jalan raya, puskesmas, sekolah, industri kecil dan menengah serta sarana dan prasarana publik baik bagi pemerintah, swasta, maupun masyarakat.

Berbagai upaya untuk mengatasi banjir telah dilakukan, termasuk penyediaan anggaran dana oleh pemerintah DKI Jakarta untuk menanggulangi banjir serta program pengerukan dasar sungai dan normalisasi bantaran sungai yang dianggap sebagai akar permasalahan banjir di Jakarta. Pemprov DKI Jakarta memprogramkan normalisasi Sungai Ciliwung pada tahun 2013 dengan mengeruk dan memperlebar sungai. Proyek tersebut otomatis akan menggusur (merelokasi) rumah warga yang berada di bantaran sungai. Hal tersebut sesuai dengan peraturan Daerah Khusus Ibukota Jakarta tahun 2012 Pasal 81 ayat 3 Poin c menyatakan bahwa kawasan pemukiman yang berada di bantaran sungai, waduk, dan situ serta yang mengganggu sistem tata air harus ditata dan/atau direlokasi, dikuatkan dalam bagian keenam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Administrasi Pasal 155 Ayat 4 Poin c yang menyatakan bahwa penataan bantaran sungai akan melalui penertiban bangunan illegal di bantaran Sungai Ciliwung, Sungai Baru Timur, Sungai Cipinang, Sungai Sunter, Sungai Jati Kramat dan Sungai Buaran.

1.2.Perumusan Masalah

(18)

5

ini adalah tidak bekerjanya warga yang rumahnya terendam banjir. Pasca banjir mereka yang rumahnya terendam masih harus berhenti dari aktivitas bekerja untuk membersihkan rumahnya dari lumpur sehingga kerugian cukup besar dirasakan oleh warga. Melihat dampak kerusakan yang sangat besar inilah sehingga penelitian tentang banjir ini penting untuk dilakukan agar kerugian ekonomi bisa dihindari.

Walaupun sudah ada aturan yang tidak membolehkan lahan bantaran sungai dijadikan perumahan warga dari Pemprov DKI Jakarta namun nampaknya aturan itu dihiraukan oleh masyarakat di Kampung Pulo. Sebagian besar masyarakat Kampung Pulo tidak menginginkan untuk dipindahkan. Hal ini dikarenakan beberapa hal yang diantaranya seperti jarak rusun yang diperuntukan sebagai pengganti tempat tinggal mereka yang cukup jauh, harga sewa rusun yang relatif tidak terjangkau, dan juga belum adanya kompensasi. Mereka bersedia pindah jika ada kompensasi yang sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masyarakat Kampung Pulo. Oleh karena itu perlu dikaji mengenai berapa WTA masyarakat agar mau direlokasi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Berdasarkan permasalahan-permasalahan di atas terangkum beberapa pertanyaan penelitian, diantaranya adalah

1. Berapa besar kerugian yang diterima oleh masyarakat ketika terjadi banjir ? 2. Faktor apa yang mempengaruhi kesediaan dan ketidaksediaan masyarakat

untuk direlokasi ?

3. Berapa kompensasi (Willingness To Accept) yang bersedia diterima masyarakat agar bersedia di relokasi dan faktor apa saja yang mempengaruhinya ?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, didapatlah beberapa tujuan penelitian ini, diantaranya adalah :

1. Menghitung estimasi besarnya kerugian yang diterima oleh masyarakat akibat banjir.

(19)

3. Mengestimasi besarnya nilai kompensasi (Willingness To Accept) masyarakat Kampung Pulo agar bersedia di relokasi serta faktor apa saja yang mempengaruhinya.

1.4.Manfaat Penelitian

1. Bagi Penulis

Sebagai alat untuk mempraktekkan teori-teori yang selama ini diperoleh pada saat berkuliah, sehingga penulis dapat menambah ilmu secara praktis tentang masalah-masalah yang dihadapi masyarakat, serta menambah pemahaman yang lebih komprehensif mengenai pentingnya menjaga sumberdaya lingkungan yang tersedia dan dapat terus dimanfaatkan tanpa mengurangi kualitasnya. 2. Bagi Instansi/Perusahaan

Sebagai pertimbangan untuk penentuan besarnya dana kompensasi yang pantas diberikan kepada masyarakat yang terkena dampak negatif akibat banjir. 3. Bagi Pemerintah

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi serta menjadi referensi bagi pemerintah untuk menentukan kebijakan kompensasi yang tepat dan berkeadilan terutama terkait masalah banjir Sungai Ciliwung mengorbankan kesejahteraan masyarakat.

4. Bagi Masyarakat

Masyarakat lebih memahami betapa pentingnya menjaga kualitas sungai mulai dari hulu hingga ke hilir.

1.5.Batasan Penelitian

(20)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penilaian Kerusakan Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Menurut Fauzi (2004), bahwa penilaian barang dan jasa yang dihasilkan dari suatu sumberdaya alam dan lingkungan dapat dinilai secara moneter. Barang dan jasa yang dihasilkan tersebut seperti batu kerikil, ikan, kayu, air bahkan pencemaran sungai pun dapat dihitung nilai rupiah atau nilai ekonominya karena diasumsikan bahwa pasar itu kongkrit/eksis (market based), sehingga transaksi barang dari sumberdaya alam tersebut dapat dilakukan

Secara umum nilai ekonomi didefinisikan sebagai pengukuran jumlah maksimum seseorang dengan mengorbankan barang dan atau jasa atau jumlah minimum seseorang mau menerima kompensasi untuk mendapatkan suatu barang dan atau jasa lainnya. Secara hakikatnya konsep inilah yang kemudian disebut sebagai penilaian ekonomi sumberdaya. Dengan menggunakan pengukuran ini,

nilai ekologis ekosistem bisa “diterjemahkan” ke dalam bahasa ekonomi dengan

mengukur nilai moneter barang dan jasanya.

Menurut Hufschmidt, et.al (1987) teknik untuk menilai manfaat perubahan lingkungan dibagi menjadi tiga kategori besar, yaitu :

a. Suatu perhitungan yang langsung berdasarkan pada nilai pasar atau produktivitas b. Suatu perhitungan yang menggunakan nilai pasar subtitut (penganti) atau

komplementer (pelengkap)

c. Suatu perhitungan pendekatan yang menggunakan teknik survei

(21)

yang mengandalkan revealed WTP/WTA (keinginan membayar/menerima yang terungkap). Beberapa teknik yang termasuk ke dalam kelompok pertama ini adalah travel cost dan hedonic pricing. Kelompok kedua adalah teknik valuasi yang didasarkan pada survei dimana keinginan membayar/menerima responden diperoleh langsung dari responden, yang langsung diungkapkannya secara lisan maupun tertulis.

Salah satu teknik yang cukup populer dalam kelompok ini adalah metode CVM (Contingent Valuation Method). Metode CVM pada hakikatnya bertujuan untuk mengetahui pertama, keinginan membayar (WTP) dari masyarakat misalnya terhadap perbaikan kualitas lingkungan (air, tanah, udara dan sebagainya); dan kedua, keinginan menerima (WTA) masyarakat misalnya pada persoalan kerusakan suatu lingkungan perairan. Terdapat beberapa metode untuk mengukur nilai dari suatu lingkungan, diantaranya adalah Hedonic pricing Method (HPM), Travel cost Method (TCM), Production Function Approach, dan Contingent Valuation Method (CVM) (Hanley dan Spash, 1993). Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah CVM.

Penggunaan CVM ini dikarenakan beberapa pertimbangan diantaranya adalah dengan menggunakan CVM maka dapat secara langsung menghitung nilai suatu komoditi dengan titik berat preferensi individu menilai benda publik tersebut yang penekanannya pada standar nilai uang (Hanley dan Spash, 1993). Selain itu CVM mampu mengestimasi suatu nilai ekonomi sejumlah besar komoditi yang tidak diperjualbelikan di pasar seperti barang lingkungan, seperti yang akan dianalisis dalam penelitian ini. Sehingga penggunaan metode CVM dalam penelitian ini dinilai sangat tepat. Pada dasarnya dalam CVM digunakan pendekatan secara langsung dengan menanyakan kepada masyarakat berapa besarnya maksimum kesediaan untuk membayar manfaat tambahan yang diperoleh dari penggunaan dan atau berapa besarnya kesediaan untuk menerima (WTA) kompensasi dari penurunan kualitas barang lingkungan. Pada penelitian ini, sudut pandang pendekatan yang akan digunakan adalah WTA.

(22)

9

pasar untuk barang lingkungan tersebut benar-benar ada. Oleh karena itu, pasar hipotetik (kuesioner dan responden) harus sebisa mungkin mendekati kondisi pasar yang sebenarnya. Responden harus mengenal betul dengan baik barang yang akan ditanyakan dalam kuesioner dan alat hipotetik yang dipergunakan dalam pembayaran.

2.2. Konsep Willingness To Accept

Willingness To Accept (WTA) adalah sisi lain dari Willingness To Pay (WTP). WTA adalah sebuah konsep dimana jumlah minimum pendapatan seseorang untuk mau menerima penurunan suatu kepuasan. Dalam praktik pengukuran nilai ekonomi, WTP lebih sering digunakan ketimbang WTA karena WTA bukan pengukuran yang berdasarkan insentif sehingga kurang bagus jika dijadikan studi yang berbasis perilaku manusia (behavioral model) namun ukuran pada WTA memberikan cukup informasi tentang besarnya dana kompensasi yang bersedia diterima oleh masyarakat atas penurunan kualitas lingkungan disekitarnya yang setara dengan biaya perbaikan kualitas lingkungan tersebut. Beberapa pendekatan yang digunakan dalam penghitungan WTA untuk menilai peningkatan atau kemunduran suatu kondisi lingkungan antara lain :

a. Menghitung jumlah yang bersedia diterima oleh individu untuk mengurangi dampak negatif pada lingkungan karena adanya kegiatan pembangunan

b. Menghitung pengurangan nilai atau harga dari suatu barang akibat semakin menurunnya kualitas lingkungan

c. Melalui survei untuk menentukan tingkat kesediaan masyarakat menerima dana kompensasi dalarn rangka mengurangi dampak negatif pada lingkungan atau untuk mendapatkan lingkungan yang lebih baik.

Penghitungan WTA dapat dilakukan secara langsung (direct method) dengan melakukan survei dan secara tidak langsung (indirect method) dengan menghitung nilai dari suatu penurunan kualitas lingkungan yang telah terjadi. Dalam penelitian ini perhitungan WTA dilakukan secara langsung (direct method) dengan cara survei dan wawancara terhadap masyarakat Kampung Pulo yang berada di sekitar bantaran Sungai Ciliwung.

(23)

diperlukan dalam pelaksanaan pengumpulan nilai WTA dari masing-masing responden (penduduk) diantaranya adalah :

1. Responden yang bersedia menerima kompensasi (WTA) betul-betul mengenal baik dengan kawasan bantaran Sungai Ciliwung, Kampung Pulo Jakarta Timur. 2. Pemerintah DKI Jakarta memberikan perhatian terhadap peningkatan kualitas lingkungan dan penataan kota termasuk kawasan bantaran Sungai Ciliwung Jakarta Timur.

3. Pemerintah DKI Jakarta bersedia memberikan dana kompensasi atas relokasi yang dilakukan dikarenakan perubahan kualitas lingkungan di bantaran Sungai Ciliwung akibat banjir.

4. Responden yang dipilih dari penduduk yang relevan, dimana setiap satu tempat tinggal (rumah) yang diambil dianggap sebagai satu Kepala Keluarga.

Menurut Hanley and Spash, terdapat empat metode bertanya yang digunakan untuk memperoleh penawaran besarnya nilai WTA pada responden 1. Metode tawar menawar

Metode ini dilakukan dengan menanyakan kepada responden, apakah bersedia menerima sejumlah uang tertentu yang diajukan dari awal. Jika jawabannya

“ya” maka dilanjutkan hingga besarnya nilai uang yang disepakati. 2. Metode pertanyaan terbuka

Metode ini dilakukan dengan menanyakan langsung kepada responden tentang berapa jumlah maksimal uang yang ingin dibayarkan atas perubahan kualitas lingkungan yang terjadi.

3. Metode kartu pembayaran

Metode ini menawarkan kepada responden melalui suatu kartu yang terdiri dari berbagai nilai kemampuan untuk menerima dimana responden tersebut dapat memilih nilai maksimal atau minimal yang sesuai dengan preferensinya. 4. Metode pertanyaan pilihan

(24)

11

2.3. Konsep Contingent Valuation Method (CVM)

Menurut Hanley dan Spash (1993), Contingent Valuation Method (CVM) yang diperkenalkan oleh Davis pada tahun 1963 merupakan suatu metode yang memungkinkan untuk memperkirakan nilai ekonomi dari suatu komoditas yang tidak diperdagangkan dalam pasar. CVM menggunakan pendekatan secara langsung yang pada dasarnya menanyakan kepada masyarakat mengenai berapa besar nilai maksimum dari WTP untuk manfaat tambahan atau berapa besar nilai maksimum dari WTA sebagai kompensasi yang timbul akibat kerusakan barang lingkungan. Tujuan dari CVM adalah untuk menghitung nilai atau penawaran sumberdaya yang tidak dapat dipasarkan yang mendekati nilai sebenarnya, jika pasar dari sumberdaya non-market tersebut benar-benar ada.

Kuisioner CVM meliputi tiga bagian, yaitu: 1) penulisan detail tentang benda yang dinilai, persepsi penilaian terhadap sumberdaya non-market, jenis kesanggupan dan alat pembayaran; 2) pertanyaan tentang WTP/WTA yang diteliti; 3) pertanyaan tentang karakteristik sosial demografi responden seperti usia, tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, dan lain-lain. Sebelum menyusun kuisioner terlebih dahulu dibuat skenario-skenario yang diperlukan dalam rangka membangun suatu pasar hipotesis sumberdaya non-market yang menjadi pengamatan. Selanjutnya dilakukan pembuktian pasar hipotesis yang menyangkut pertanyaan perubahan kualitas lingkungan yang dijual atau dibeli.

Asumsi dasar dari metode CVM ini adalah bahwa individu-individu memahami benar pilihan mereka dan mereka cukup familiar atau tahu kondisi lingkungan yang dinilai, serta apa yang dikatakan orang adalah sungguh-sungguh apa yang akan mereka lakukan.

2.4. Penelitian Terdahulu

(25)

perbedaannya terletak pada lokasi dan sampel penelitian. Dengan mempelajari penelitian sebelumnya diharapkan peneliti mampu memiliki gambaran mengenai bagaimana metode dan hasil yang didapatkan sebelumnya untuk menganalisis persoalan yang serupa. Beberapa peneliti itu diantaranya adalah Muhammad Yasser (2012), Tampubolon (2011), Emilia Yavanica (2009), Hamna Zulwahyuni (2007), Soegiarto (2005).

Penelitian lain dilakukan oleh Yasser (2012) dengan judul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pencapaian Proses Relokasi Pemukiman Masyarakat Suku

Bajau di Desa Kalumbatan Kabupaten Banggai Kepulauan”. Penelitian ini

bertujuan untuk mengukur pencapaian proses relokasi pemukiman masyarakat suku Bajau di Desa Kalumbatan dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian proses relokasi pemukiman masyarakat suku Bajau. Data hasil penelitian diolah dan dianalisis dengan metode tabulasi silang (crosstab) dan analisis korelasi bivariate untuk menunjukkan keterkaitan antara variabel terikat (dependent variable) dan variabel bebas (independent variable). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga indikator pencapaian proses relokasi pemukiman masyarakat suku Bajau di Desa Kalumbatan, yaitu (1) kondisi rumah, (2) tingkat pendapatan dan (3) tingkat kebetahan; secara umum memiliki kecenderungan

“cukup berhasil”. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian proses tersebut adalah faktor internal masyarakat, yaitu: (a) tingkat pendidikan, (b) jenis pekerjaan, (c) kepemilikan lahan dan (d) hubungan kekerabatan serta adanya faktor eksternal masyarakat, yaitu (e) sarana lingkungan, (f) prasarana lingkungan, (g) aksesibilitas (h) dukungan pemerintah dan (i) kondisi alam.

(26)

13

penelitian ini menunjukkan, sebagian besar masyarakat menyatakan eksternalitas negatif yang dirasakan adalah kebisingan dan getaran, perubahan kualitas udara serta perubahan kualitas dan kuantitas air. Hanya sebagian kecil responden yang menyatakan kehilangan keanekaragaman hayati. Mayoritas responden menyatakan kesediaannya dalam menerima dana kompensasi atas eksternalitas negatif yang timbul. Nilai dugaan rataan WTA responden adalah sebesar Rp 137.500 per bulan per kepala keluarga dan nilai total WTA responden sebesar Rp 6.325.000 per bulan. Nilai total WTA masyarakat adalah sebesar Rp 447.975.000 per bulan

Penelitian lainnya juga dilakukan oleh Emilia Yavanica (2009) dengan

judul “Analisis Nilai Kerusakan Lingkungan dan Kesediaan Membayar Masyarakat

Terhadap Program Perbaikan Lingkungan (Kasus Pemukiman Bantaran Sungai

Ciliwung)”. Tujuan penelitian ini adalah menghitung besarnya kerugian ekonomi akibat banjir, menganalisis persepsi dan tingkat penerimaan masyarakat terhadap upaya perbaikan lingkungan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya, menghitung besarnya WTP masyarakat terhadap upaya perbaikan lingkungan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dan kuantitatif. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa total kerugian yang diterima masyarakat ketika terjadi banjir adalah Rp 1.254.097.156,-. Nilai ini mencerminkan total biaya yang dikeluarkan responden untuk mendapatkan lingkungan yang lebih baik. Pengetahuan masyarakat terhadap lingkungan masih rendah, namun sebagian besar masyarakat menerima upaya perbaikan lingkungan, faktor-faktor yang mempengaruhinya adalah jumlah tanggungan, lama tinggal, status kependudukan dan jenis kelamin. Nilai rataan WTP responden sebesar Rp 206.800,- dan total WTP masyarakat sebesar Rp 160.673.400,-. Besarnya nilai WTP ini dipengaruhi oleh faktor tingkat pendapatan, tingkat pendidikan dan luas tempat tinggal.

(27)

terhadap lingkungan tempat tinggal mereka, (2) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan atau ketidaksediaan masyarakat dalam menerima skenario relokasi seperti yang diusulkan dalam pasar hipotesis, (3) menganalisis besarnya kompensasi yang bersedia diterima masyarakat serta mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi besarnya kompensasi tersebut. Metode yang digunakan menggunakan CVM (Contingent Valuation Method). Hasil penelitiannya yakni sebagian besar responden menyatakan lingkungan tempat tinggalnya kotor, tidak mengetahui fungsi sungai dan bantaran sungai, mengetahui dampak kerusakan lingkungan berupa gangguan kesehatan, dan menyatakan penataan lingkungan tempat tinggalnya buruk.

Penelitian lain dilakukan oleh Soegiarto (2005) dengan judul “Analisis

Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan partisipasi Masyarakat dalam

kegiatan relokasi pemukiman kumuh di kelurahan Kauman Kabupaten Jepara”.

(28)

Judul Tujuan Penelitian Hasil

Analisis Willingness To Accept Masyarakat akibat

Eksternalitas Negatif Kegiatan Penambangan Batu Gamping (Studi Kasus Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor).

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pencapaian Proses Relokasi Pemukiman Masyarakat Suku Bajau Di Desa Kalumbatan Kabupaten Banggai Kepulauan.

Tujuan penelitian adalah mengidentifikasi eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat akibat dari aktivitas penambangan batu gamping, mengkaji peluang kesediaan masyarakat dalam menerima dana kompensasi, mengkuantifikasi besarnya nilai kesediaan menerima dana kompensasi, serta mengkaji faktor-faktor yang berpengaruh pada besarnya nilai dana kompensasi masyarakat sekitar penambangan.

Bertujuan untuk mengukur pencapaian proses relokasi pemukiman masyarakat suku Bajau di Desa Kalumbatan dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian proses relokasi pemukiman

masyarakat suku Bajau.Data hasil penelitian diolah dan

dianalisis dengan metode tabulasi silang (crosstab).

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat menyatakan eksternalitas negatif yang dirasakan adalah kebisingan dan getaran, perubahan kualitas udara serta perubahan kualitas dan kuantitas air. Hanya sebagian kecil

responden yang menyatakan kehilangan

keanekaragaman hayati. mayoritas responden

menyatakan bersedia menerima dana kompensasi atas eksternalitas negatif yang timbul. Nilai dugaan rataan WTA responden adalah sebesar Rp 137.500 per bulan per kepala keluarga dan nilai total WTA responden sebesar Rp 6.325.000 per bulan. Nilai total WTA masyarakat adalah sebesar Rp 447.975.000 per bulan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga indikator pencapaian proses relokasi pemukiman masyarakat suku Bajau di Desa Kalumbatan, yaitu (1) kondisi rumah, (2) tingkat pendapatan dan (3) tingkat kebetahan tinggal; secara umum memiliki kecenderungan “cukup berhasil”. Adapun faktor-faktor

Tabel 2 Rangkuman Penelitian Terdahulu

(29)

Analisis Relokasi Pemukiman Penduduk di Bantaran Sungai Ciliwung Dengan Pendekatan

Willingness To Accept (Kasus Kampung PuloKecamatan Bogor Utara Kota Bogor).

Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mengkaji persepsi masyarakat bantaran Sungai Ciliwung di Kampung Pulo terhadap lingkungan tempat tinggal mereka, (2) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan atau ketidaksediaan masyarakat dalam menerima skenario relokasi seperti yang diusulkan dalam pasar hipotesis, (3) menganalisis besarnya kompensasi yang bersedia diterima masyarakat serta mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi besarnya kompensasi tersebut. Metode yang digunakan menngunakan CVM (Contingent Valuation Method).

yang mempengaruhi pencapaian proses tersebut adalah faktor internal masyarakat, yaitu : (a) tingkat pendidikan, (b) jenis pekerjaan, (c) kepemilikan lahan dan (d) hubungan kekerabatan serta adanya faktor eksternal masyarakat, yaitu (e) sarana lingkungan, (f) prasarana lingkungan, (g) aksesibilitas (h) dukungan pemerintah dan (i) kondisi alam.

Hasil Penelitiannya yakni sebagian besar responden menyatakan lingkungan tempat tinggalnya kotor, tidak mengetahui fungsi sungai dan bantaran sungai, mengetaui dampak kerusakan lingkungan berupa gangguan kesehatan, dan menyatakan penataan lingkungan tempat tinggalnya buruk.

(30)

17

Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan partisipasi Masyarakat dalam kegiatan relokasi pemukiman kumuh di kelurahan Kauman Kabupaten Jepara.

Analisis Nilai Kerusakan Lingkungan dan Kesediaan Membayar Masyarakat terhadap program perbaikan lingkungan (Kasus Pemukiman Bantaran Sungai Ciliwung).

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukenali faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan partisipasi masyarakat dalam kegiatan relokasi pemukiman kumuh di Kelurahan Kauman. Metode analisis yang digunakan adalah analisis kualitatif deskriptif dan analisis kuantitatif dengan tabulasi Silang (Cross Tabulation). Penelitian ini memiliki beberapa tahapan analisis antara lain analisis karakteristik individu masyarakat yang terkonsolidasi, analisis karakteristik sosial ekonomi masyarakat terkonsolidasi dan analisis ekspektasi (harapan) masyarakat

Tujuan penelitian ini adalah menghitung besarnya kerugian ekonomi akibat banjir, menganalisis persepsi dan tingkat penerimaan masyarakat terhadap upaya perbaikan lingkungan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya, menghitung besarnya WTP masyarakat terhadap upaya perbaikan lingkungan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan

Hasilnya adalah bahwa masyarakat yang Terkonsolidasi adalah mendukung variabel-variabel yang ditawarkan faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi keputusan masyarakat. Diantaranya adalah pendapatan rata-rata, anggota keluarga yang bekerja, tingkat pendapatan keluarga, kemampuan membangun, kepemilikan lahan, tingkat pendidikan dan perolehan lahan, sedangkan dari faktor ekspektasi (harapan) adalah jenis peruntukan lingkungan pemukiman, kondisi fisik lahan relokasi, ketersediaan difasilitas dan utilitas, status lahan, aksesibilitas lahan, lokasi lahan dan jaringan jalan, jarak lahan terhadap pusat kota. Hal ini terjadi karena lahan relokasi memiliki beberapa keunggulan secara spasial yaitu strategis dan aksesibilitas yang tinggi.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa total kerugian yang diterima masyarakat ketika terjadi banjir adalah Rp 1.254.097.156,-. Nilai ini menunjukan total biaya yang dikeluarkan responden untuk mendapatkan lingkungan yang lebih baik. Pengetahuan masyarakat terhadap lingkungan masih rendah, namun sebagian besar masyarakat menerima upaya perbaikan lingkungan, faktor-faktor yang Judul Tujuan Penelitian Hasil

(31)

sekunder. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dan kuantitatif.

mempengaruhinya adalah jumlah tanggungan, lama tinggal, status kependudukan dan jenis kelamin. Nilai rataan WTP responden sebesar Rp 206.800,- dan total WTP masyarakat sebesar Rp 160.673.400,-. Besarnya nilai WTP dipengaruhi oleh faktor tingkat pendapatan, tingkat pendidikan dan luas tempat tinggal.

(32)

III.

KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Teoritis

3.1.1. Analisis Regresi Logistik

Regresi logistik atau yang biasa dikenal dengan LOGIT merupakan bagian dari analisis regresi. Analisis ini mengkaji hubungan pengaruh peubah penjelas (X) terhadap peubah respon (Y) melalui model persamaan matematis tertentu. Menurut Hutcheson dan Sofroniou (1999) regresi logit (logistic regression) merupakan suatu teknik permodelan linier secara umum yang memungkinkan dibuatnya prediksi-prediksi dari variabel respon dan taksiran tingkat kemampuan mempengaruhi dari variabel-variabel penjelas (individu maupun kelompok). Data-data yang dapat dianalisis dengan alat analisis regresi logit adalah data yang relatif umum dan terdiri atas dichotomous classification.

Terdapat tiga komponen dari model linier umum, yaitu komponen acak dari variabel respon, komponen sistematis yang mempresentasikan nilai tetap dari variabel penjelas pada bagian fungsi linier dan link function yang merupakan alat pemetaan komponen sistematis menjadi komponen acak. Komponen sistematis dari regresi logit sama dengan regresi OLS (Ordinary Least Square), dengan variabel penjelas diasumsikan kontinu dan minimal berskala interval sebagaimana regresi OLS. Regresi OLS adalah suatu metode ekonometrik dimana terdapat variable independen yang merupakan variable penjelas dan variable dependen yaitu variable yang dijelaskan dalam suatu persamaan linier. Variabel penjelas yang tidak kontinu dalam regresi logit dapat dimasukan dalam model menggunakan teknik pengkodean variabel dummy atau dengan pengkategorian data. Perbedaan logit dengan regresi OLS adalah komponen acak dan komponen sistematis yang ada tidak dapat dipetakan secara langsung satu sama lain. Selain itu dalam regresi logit digunakan non-linier link function (fungsi inilah yang dinamakan logit). Model umum untuk regresi logistik biner sebagai berikut :

P = �

∝−��

+ �∝−��

(33)

dimana p merupakan peluang, e adalah logaritma natural, α dan β merupakan parameter komponen linier dari model, dan x sebagai nilai dari variabel penjelas. Konversi dari peluang agar dapat diestimasi dalam linier dan logit dinamakan odds. Metode untuk menganalisis logit adalah Maximum Likelihood. Sementara itu menurut Ramanathan untuk mengestimasi peluang dengan metode ML dilakukan dengan proses :

Odds

Ln (Odds)

Log (Odds) = ( + � ) log e

Log (Odds) = + �( persamaan linier sehingga dapat disestimasi) Logit (p) = + � ( persamaan yang dapat diestimasi dengan ML)

Parameter dari model logit dapat diinterpretasikan dengan cara yang sama seperti OLS, yaitu dengan gradien/slope. Gradien ini diinterpretasikan sebagai

perubahan logit (p) akibat perubahan satu unit variabel x. Dengan kata lain, β

menggambarkan perubahan dalam log odds dari adanya perubahan satu unit x.

Parameter α menunjukan nilai logit (p) akibat ketika x = 0 atau log odds dari keadaan x = 0. Standar error dari logit disebut ASE (Assymptotic Standard Error).

3.1.2. Analisis Regresi Linier Berganda

Pada regresi sederhana, terdapat hubungan antara variabel bebas dengan variabel terkait. Hubungan kedua variabel memungkinkan seseorang untuk memprediksi secara akurat variabel terkait berdasarkan pengetahuan variabel bebas. Tetapi situasi peramalan di kehidupan nyata tidaklah begitu sederhana. Pada umumnya diperlukan lebih dari satu variabel secara akurat. Model regresi yang terdiri lebih dari satu variabel bebas disebut model regresi berganda.

Asumsi utama yang mendasari model regresi linier berganda dengan metode OLS adalah sebagai berikut (Kuncoro, 2003) :

1.Model regresi linier, artinya linier dalam parameter.

2.Variabel X diasumsikan nonstokastik, artinya nilai X dianggap tetap dalam sampel yang berulang.

3.Nilai rata-rata kesalahan adalah nol, atau Е(μi|Xi) = 0.

4.Homoskedastisitas, artinya varians kesalahan sama untuk setiap periode.

= − �

(34)

21

5.Tidak ada autokorelasi antar kesalahan (antara μi dan μj tidak ada korelasinya). 6.Antara μ dan X saling bebas, sehingga cov (μi, μj) = 0.

7.Tidak ada multikolinearitas yang sempurna antar variabel bebas.

8. Jumlah observasi, n, harus lebih besar daripada jumlah parameter yang diestimasi (jumlah variabel bebas).

9. Adanya variabilitas dalam nilai X, artinya nilai X harus berbeda (tidak boleh sama semua).

10.Model regresi telah dispesifikkan secara benar.

Pada regresi berganda ini, variabel terikat dapat diwakili oleh Y dan variabel bebas oleh X. Pada analisis regresi berganda X dengan notasi bawah digunakan untuk mewakili variabel-variabel bebas. Variabel terikatnya dinyatakan dengan Y, dan Variabel bebasnya dinyatakan dengan X1, X2, ... Xn.. Hubungan antara X dan

Y dapat disebut sebagai model regresi berganda. Pada model regresi berganda, respon mean dibuat menjadi fungsi linier dari variabel penjelas (explanatory).

Regresi berganda yang menguhubungkan variabel dependen Y dengan beberapa variabel independen X1, X2, ... Xn memiliki formula secara umum

(Ramanathan, 1997) :

Yt= β1Xt1+ β2Xt2+ ... + βkXtk + ut

Tanda ‘t’ merupakan jumlah observasi dan bervariasi dari 1 sampai n. Pada

regresi ini diasumsikan terdapat term gangguan berupa ut atau biasanya dikenal

dengan komponen galat. Komponen ini merupakan variabel acak yang tidak teramati, dihitung sebagai akibat dampak faktor lain pada respon dengan

masing-masingnya berdistribusi normal. Koefisien, β1, β2, ..., βn merupakan koefisien regresi dari setiap variabel independen dan akan mempengaruhi variabel dependennya secara positif maupun negatif.

3.1.3. Hipotesa

Berdasarkan kerangka pemikiran dan perumusan masalah penelitian, dapat dikembangkan hipotesis penelitian, yaitu :

(35)

2. Besar WTA penduduk dalam menerima kompensasi diduga dipengaruhi oleh pendapatan, luas tempat tinggal, lama tinggal, izin mendirikan bangunan serta status kepemilikan rumah.

3.2. Kerangka Operasional

Negara Indonesia adalah negara maritim yang unik karena wilayah perairannya lebih luas dari pada daratannya. Potensi air yang berlimpah nampaknya tidak mampu dikelola dengan baik sehingga menimbulkan permasalahan pengelolaan perairan yang dapat menimbulkan bencana alam yang harus dihadapi seperti banjir. Jakarta yang notabene berperan sebagai ibukota Indonesia ini menjadikan konsekuensi logisnya adalah bahwa kota ini juga tidak bisa lepas dari ancaman banjir. Kota Jakarta cukup berpengaruh secara ekonomi dan sosial karena menjadi pusat pemerintahan dan pengembangan administrasi serta menjalankan roda bisnis yang paling pesat di nusantara, sehingga berdampak pada daya tarik masyarakat untuk kemudian berdatangan dari segala pelosok daerah. Semakin bertambahnya jumlah penduduk akan berdampak pula pada peningkatan kebutuhan akan lahan sebagai tempat tinggal semakin memperparah kondisi Ibukota. Urbanisasi mengakibatkan kepadatan penduduk di perkotaan, sedangkan daya dukung lahan di kota-kota besar seperti Jakarta sangat terbatas. Hal ini menyebabkan para pendatang (urbanit) yang membutuhkan tempat tinggal terpaksa membangun tempat tinggal di lahan milik negara, seperti di bantaran sungai. Pengalihfungsian lahan untuk kemudian dijadikan pemukiman baru tidak dapat dielakkan lagi sehingga akan menyebabkan penyempitan daerah di sepanjang bantaran Sungai Ciliwung.

(36)

23

agar masyarakat tidak lagi tinggal di pemukiman yang kumuh dan masyarakat tercegah dari banjir. Partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan dalam program tersebut untuk menciptakan kualitas lingkungan yang sehat dan manusiawi diantaranya dengan cara bersedia di relokasi dari bantaran sungai ke tempat yang telah ditentukan. Jakarta sebagai salah satu daerah yang dilalui oleh Sungai Ciliwung perlu menemukan solusi untuk mencegah dan meminimalisir terjadinya dampak dari eksternalitas banjir.

Tahap awal dari penelitian ini adalah mengidentifikasi karakteristik sosial ekonomi responden di bantaran sungai dengan menggunakan analisis deskriptif. Tahap kedua adalah menghitung besarnya nilai kerugian yang dikeluarkan oleh responden ketika terjadi banjir dengan menggunakan pendekatan pendapatan, biaya perbaikan dan biaya berobat. Tahap ketiga adalah menganalisis tingkat penerimaan responden terhadap upaya perbaikan kualitas lingkungan bantaran sungai ciliwung dengan menggunakan analisis regresi logit. Tahap berikutnya menganalisis besarnya nilai WTA responden terhadap upaya perbaikan kualitas lingkungan bantaran Sungai Ciliwung dengan menggunakan pendekatan CVM.

(37)

Berdasarkan dukungan landasan teoritik yang diperoleh dari eksplorasi teori yang dijadikan rujukan konsepsional variabel penelitian, maka dapat disusun Kerangka Pemikiran seperti Gambar 2 yang menjelaskan kerangka berpikir dari latar belakang hingga tujuan penelitian serta metode yang digunakan.

:

Ket : : Ranah Penelitian : Alur Kerangka Berfikir

(38)

IV.

METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di daerah kawasan pemukiman Kampung Pulo, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan secara Purposive. Kampung Pulo dipilih karena pemukiman ini letaknya yang stratregis di tengah kota dan daerah tersebut terkena dampak kerusakan terbesar dibandingkan dengan daerah lain yang terkena banjir di Jakarta. Kondisi ini juga diperparah dengan adanya pembangunan pemukiman Kampung Pulo di bantaran Sungai Ciliwung yang kemudian berdampak pada penyempitan badan dan pendangkalan Sungai Ciliwung. Pelaksanaan pengambilan data ini berjalan selama tiga bulan yaitu bulan Maret - Mei 2013.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer yang dibutuhkan yaitu mencakup : 1) respon responden mengenai lingkungan tempat tinggal mereka, respon responden terhadap kebijakan relokasi pemukiman tempat tinggal mereka di bantaran sungai, respon responden terhadap pemberian dana kompensasi, dan 2) respon responden mengenai seberapa besar nilai WTA yang dibutuhkan terhadap program relokasi pemukiman. Data primer diperoleh melalui kuesioner dan wawancara langsung dengan responden.

(39)

4.3.Penentuan Jumlah Responden

Sampel adalah bagian dari populasi yang diambil melalui cara-cara tertentu yang memiliki karakteristik tertentu, jelas dan lengkap yang dianggap bisa mewakili populasi (Hasan 2002). Pengambilan sampel dilakukan dengan metode Purposive Sampling yaitu dengan cara sengaja yang mempertimbangkan bahwa responden adalah pihak-pihak yang terkait dengan penelitian dan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

Jumlah responden diperoleh dari rumus Slovin (Umar,2005) yaitu

� = + �� N

Dimana :

N = ukuran populasi n = ukuran sampel

e = persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir atau diinginkan.

Jumlah populasi dalam penelitian ini sebesar 353 Kepala Keluarga dan persen kelonggaran yang digunakan adalah 15 persen dengan mempertimbangkan bahwa penelitian ini termasuk bidang sosial ekonomi sehingga persen error maksimum yaitu sebesar 20 persen. Perhitungan jumlah sampel sebesar 43 orang adalah sebagai berikut :

N = + 55 5

= 43,16 ≈ 43 orang.

4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data

(40)

27

Tabel 3 Matriks Metode Analisis Data

No. Tujuan Penelitian Sumber Data Metode

Analisis data Jenis Data

Penelitian ini akan menganalisis data yang telah diperoleh secara kualitatif dan kuantitatif. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara manual dan menggunakan komputer dengan program Microsoft Office Excel 2013 dan Minitab for Windows Release 15.

4.4.1.Teknik Penghitungan Nilai Kerugian Ekonomi

1. Hilangnya Pendapatan

(41)

n

KRTK

( JHTKi TPRi) ……… (1)

i 0

dimana:

KRTK = Nilai kerugian responden tidak masuk kerja (Rp) JHTK = Jumlah hari tidak masuk kerja responden ke-i (hari) TPR = Tingkat pendapatan responden ke-i per hari (Rp) n = Jumlah responden

i = Responden ke-i(1,2,3,…., n) 2. Biaya Berobat

Biaya berobat yang ditanggung oleh responden dihitung dari jumlah uang yang dikeluarkan untuk berobat. Sehingga untuk memperoleh biaya rata-ratanya, maka total jumlah uang yang dikeluarkan untuk berobat dibagi jumlah responden yang mengeluarkan biaya untuk berobat.

dimana :

RBB = Rata-rata biaya berobat BB = Biaya Berobat

n = Jumlah masyarakat yang sakir i = Resonden ke-i (1,2,3,...n) 3. Biaya Perbaikan

Biaya perbaikan yang ditanggung oleh responden dihitung dari jumlah uang yang dikeluarkan untuk perbaikan. Sehingga untuk memperoleh biaya rata- ratanya, maka total jumlah uang yang dikeluarkan untuk perbaikan dibagi jumlah responden yang mengeluarkan biaya untuk perbaikan.

(42)

29

BP = Biaya perbaikan (Rp) n = Jumlah responden

i = Responden ke-i (1, 2, 3 ...,n)

4.4.2. Pendekatan Metode Contingent Valuation Method (CVM)

CVM Merupakan salah satu metode survei dengan bertanya langsung kepada responden secara individual, CVM juga merupakan suatu instrument yang sangat penting dalam melakukan penilaian terhadap lingkungan, karena pasar tidak dapat menilai semua barang lingkungan. (Hanley dan Spash,1993). CVM juga merupakan teknik survei untuk memperkirakan nilai manfaat non konsumtif yang sering disebut WTA untuk perubahan suatu barang dalam suatu pasar hipotetik (Bredlove, 1999).

Pada dasarnya CVM merupakan suatu metode untuk penilaian suatu barang yang tidak memiliki harga pasar. Ada dua keuntungan utama menggunakan CVM : (1) mengetahui non-use values dan (2) dapat diterapkan untuk berbagai isu lingkungan (Coller dan Harrison, 1995).

Tahapan penerapan analisis CVM dalam menentukan nilai WTA, yaitu :

1. Membuat Pasar Hipotetik (Setting Up the Hypotetical Market)

Pada tahap awal dalam menggunakan pendekatan metode CVM adalah dengan membuat pasar hipotetik beserta pertanyaan mengenai suatu barang dan jasa lingkungan. Pasar hipotetik tersebut dimaksudkan untuk membangun suatu kesadaran masyarakat tentang alasan mengapa masyarakat seharusnya menerima sejumlah uang terhadap suatu barang atau jasa lingkungan.

Pasar Hipotetik :

(43)

banjir. Oleh karena itu perlu adanya suatu upaya dan langkah bersama untuk memperbaiki kualitas lingkungan di kawasan tersebut agar tercipta suatu kondisi ideal, nyaman dan bebas dari banjir.Perlu adanya relokasi warga di bantaran sungai dengan memberikan kompensasi yang besarnya didasarkan pada Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Daerah Kampung Pulo sekitar Rp 15.000,- sampai Rp 50.000,- per meter2 (Hasil wawancara dengan bagian Perlindungan Masyarakat (Linmas) wilayah Kelurahan Kampung Melayu daerah Kampung Pulo). NJOP yang diperoleh akan dijadikan harga dasar pada perhitungan WTA pada penelitian ini.

2. Mendapatkan Penawaran Besarnya Nilai WTA (Obtaining Bids)

Setelah kuesioner selesai dibuat, maka langkah selanjutnya adalah dengan pengambilan sampel. Hal ini dapat dilakukan melalui wawancara dengan langsung ataupun tidak langsung bertatap muka. Wawancara secara langsung dengan responden merupakan cara terbaik karena dengan begitu memungkinkan pertanyaan dan jawaban secara lebih merinci dan ada efek psikologis yang positif baik pewawancara ataupun responden.

Cara yang digunakan untuk mendapatkan penawaran besaran WTA responden ialah dengan menggunakan metode close-ended question, yaitu metode yang dilakukan dengan menanyakan kepada responden apakah bersedia menerima sejumlah uang tertentu, dimana uang yang bersedia mereka bayarkan telah tersedia dan responden hanya tinggal memilih nominal yang telah tersedia dikuesioner.

3. Memperkirakan Nilai Rata-Rata WTA (Calculating Average WTA)

Setelah data mengenai WTA terkumpul tahapan selanjutnya adalah mencari nilai rata-rata (mean) dan juga nilai tengah (median) dari nilai WTA yang telah dimiliki. Nilai tengah digunakan apabila terjadi batasan rentang nilai penawaran yang terlalu jauh. Nilai tengah penawaran selalu lebih kecil daripada nilai rataan penawaranya, oleh karena itu apabila digunakan perhitungan nilai penawaran menggunakan nilai rata-rata, maka akan diperoleh nilai yang lebih tinggi dari nilai yang sebenarnya. WTA dapat dihitung dengan melakukan penjumlahan keseluruhan dari nilai WTA dibagi dengan jumlah responden.

Dugaan nilai rataan WTA :

�WTA = ∑� W� n�N

(44)

31

dimana :

EWTA : Dugaan rataan WTA Wi : Nilai WTA ke-i

Ni : Jumlah responden ke-i yang bersedia menerima sebesar WTA N : Jumlah Sampel

n : Jumlah Responden

i : Responden ke-i yang bersedia menerima terhadap program perbaikan kualitas lingkungan

4. Menjumlahkan Data (Agregating Data)

Secara keseluruhan, ketika ingin melihat data secara komulatif maka proses selanjutnya adalah dengan menjumlahkan data yang ada. Penjumlahan data merupakan proses dimana rata-rata penawaran dikonversikan terhadap total populasi yang dimaksud. Bentuk ini sebaiknya termasuk seluruh komponen dari nilai relevan yang ditemukan seperti nilai keberadaan dan nilai penggunaan. Keputusan dalam penjumlahan data ditentukan oleh beberapa hal, diantaranya adalah pilihan terhadap populasi yang yang relevan, berdasarkan rata-rata contoh ke rata-rata populasi, pilihan dari pengumpulan periode waktu yang menghasilkan manfaat.

Penjumlahan data juga merupakan suatu proses dimana nilai tengah penawaran dikonversikan terhadap total populasi yang dimaksud. Setelah menduga nilai tengah WTA dari rumah tangga dengan menggunakan persamaan :

TWTA = ∑� WTA� niN

�= ... (5)

dimana :

TWTA : Total WTA

WTAi : WTA individu sampel ke-i

ni : Jumlah responden ke-i yang bersedia menerima sebesar WTA N : Jumlah Sampel

n : Jumlah Responden

(45)

4.4.3. Analisis Kesediaan Responden Menerima Skenario Relokasi.

Analisis data yang digunakan untuk mengetahui kesediaan/ketidaksediaan responden dalam menerima skenario relokasi dilakukan dengan menggunakan alat regresi logit. Dengan model logit, dapat diduga peluang responden untuk menerima atau tidak menerima relokasi, serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya. Bentuk model logit yang digunakan untuk mengkaji kesediaan/ketidaksediaan responden dalam menerima relokasi adalah :

Li = β0 –β1 Pddkn –β2 Pdptn –β3 Tnggn –β4 Lmtgl –β5 Lstgl –β6 Kpddk

–β7 Jsklm –β8Usia + ε1

Li =Peluang responden menerima relokasi (bernilai 1 untuk “bersedia” dan

bernilai 0 untuk “tidak bersedia”) β0 = Konstanta

β1,.., β8 = Koefisien regresi

Pddkn = Tingkat Pendidikan (tahun) Pdptn = Pendapatan (rupiah/bulan) Tnggn = Jumlah tanggungan (orang) Lmtgl = Lama tinggal (tahun) Lstgl = Luas tempat tinggal (m2)

Kpddk = Kependudukan (bernilai 1 untuk “asal Jakarta” dan bernilai 0 untuk “bukan asal Jakarta”)

Jsklm = Jenis Kelamin (bernilai 1 untuk “Pria” dan bernilai 0 untuk “Wanita”) i = Responden ke 1 (i=1,2,3,..,45)

ε = Galat

(46)

33

Variabel jumlah tanggungan akan memberikan pengaruh negatif pada kesediaan menerima skenario relokasi. Semakin banyak jumlah tanggungan berarti semakin besar biaya hidup dan kesulitan jika harus berpindah tempat tinggal. Hal ini mengakibatkan responden tidak bersedia menerima skenario relokasi yang diajukan dan menolak menerima kompensasi, begitu pula sebaliknya.

Variabel luas tinggal diduga akan memiliki hubungan negatif dengan kesediaan responden menerima skenario relokasi. Dengan semakin luas tempat tinggal seseorang berarti responden akan merasa nyaman dan tidak terlalu terganggu dengan perubahan kualitas lingkungan sekitarnya. Selain itu, responden dengan tempat tinggal yang luas sudah mengeluarkan biaya yang besar untuk membangun tempat tinggalnya. Faktor tersebut menyebabkan responden tidak bersedia menerima kompensasi. Variabel jenis kelamin diduga berpengaruh negatif. Jika semakin lama seseorang pria tinggal di daerah tersebut, maka responden tidak bersedia menerima relokasi. Hal ini dikarenakan pada umunya responden pria cenderung menggantungkan hidupnya dari bermata pencahariaan sebagai pedagang di daerah tersebut.

4.4.4. Analisis Fungsi WTA Responden Terhadap skenario relokasi.

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi WTA masyarakat Kampung Pulo terhadap kebijakan relokasi pemukiman melalui penerimaan kompensasi digunakan model regresi ordinal logistik. Persamaan regresi dalam penelitian ini adalah :

WTAi = β0 + β2 Pdptn + β4 Lmtgl + β5 Lstgl + β6 Izmbg + β8Ssrmh+ ε1

β0 = Konstanta

β1,.., β8 = Koefisien regresi

Pdptn = Pendapatan (rupiah/bulan) Lmtgl = Lama tinggal (tahun) Lstgl = Luas tempat tinggal (m2)

Izmbg = Kepemilikan izin mendirikan bangunan (bernilai 1 untuk “memiliki” dan bernilai 0 untuk “tidak memiliki”

Ssrmh = Status rumah (bernilai 1 untuk “milik sendiri” dan bernilai 0 untuk “bukan milik sendiri”)

(47)

ε = Galat

Variabel pendidikan, pendapatan, tanggungan, luas tinggal, lama tinggal, kepemilikan izin mendirikan bangunan dan status rumah akan memiliki nilai koefisien negatif yang artinya adalah bahwa setiap kenaikan 1 satuan pada variabel X akan menurunkan sebesar 1 satuan pada varabel Y.

4.4.5. Uji Parameter

Untuk memeriksa kebaikan dari model yang telah dibuat, perlu dilakukan pengujian secara statistika. Uji yang dilakukan adalah

1. Uji Keandalan

Uji ini dilakukan dalam evaluasi dalam pelaksanaan CVM. Berhasil tidaknya pelaksanaan CVM dilihat dengan nilai koefisien deerminasi (R2) dari OLS WTA. Dengan diketahuinya nilai ini, maka akan diketahui sejauh mana keragaman variabel tak bebas dapat diterangkan oleh variabel bebasnya. Secara sistematis rumus untuk besarnya R2 adalah sebagai berikut :

R = RSSTSS

Dimana : RSS = Jumlah Kuadarat Regresi TSS = Jumlah Kuadrat Total

Apabila nilai R2 semakin mendekati 1, maka semakin besar keragaman variabel tak bebas yang dapat diterangkan variabel bebasnya.

2. Uji Statistik F

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel (Xi) secara bersama-sama terhadap variabel tidak bebasnya (Yi). Prosedur pengujiannya (Ramanathan, 1997) adalah

H0 : β1 = β2 = β3 =... βk = 0

H0 : β1 = β2 = β3 =... βk ≠ 0 �ℎ�� = JGK k n − JKK k −

Dimana :

(48)

35

n = Jumlah Sampel k = Jumlah Peubah

jika thit(a-k) < ttabel, maka H0 diterima, artinya variabel (xi) tidak berpengaruh

nyata terhadap (Yi)

jika thit(a-k) > ttabel, maka H0 ditolak, artinya variabel (xi) berpengaruh

nyata terhadap (Yi)

Pengujian juga dapat melihat P-Value dari model (seluruh variabel; independen secara bersama). Jika P-Value lebih kecil dari nilai a yang digunakan, maka H0 ditolak yang artinya variabel independen secara bersama-sama

berpengaruh nyata terhadap variabel dependennya.

3. Uji Statistik t

Uji ini dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh masing-masing variabel bebasnya (Xi) mempengaruhi sosial ekonomi masyarakat setempat (Yi), sebagai

peubah tak bebas, prosedur pengujiannya (Ramanathan, 1997) adalah :

H0 : βi = 0 artinya variabel bebas (Xi) tidak berpengaruh nyata terhadap

variabel bebasnya (Yi)

H1 : βi ≠ 0 artinya variabel bebas (Xi) berpengaruh nyata terhadap

variabel bebasnya (Yi)

tℎ�� �−� = � −� �

jika thit(a-k) < ttabel, maka H0 diterima, artinya variabel (xi) tidak berpengaruh

nyata terhadap (Yi)

jika thit(a-k) > ttabel, maka H0 ditolak, artinya variabel (xi) berpengaruh nyata

terhadap (Yi)

(49)

4. Uji terhadap Kolinear Ganda (Multikolinearitas)

Dalam model yang melibatkan banyak peubah bebas sering terjadi masalah multicolinearity, yaitu terjadinya korelasi yang kuat antar peubah-peubah bebas bebas. Menurut Koutsoyiannis (1997), deteksi multicolinearity dalam sebuah model dapat dilakukan dengan membandingkan besarnya nilai koefisien determinasi (R2) dengan koefisien determinasi parsial antar dua peubah bebas (r2). Untuk hal ini dapat dibuat suatu matriks koefisien determinasi parsial antar peubah bebas. Multicolinearity dapat dianggap tidak masalah apabila koefisien determinasi dua peubah bebas tidak melebihi nilai koefisien determinasi atau koefisien korelasi berganda antar semua peubah secara simultan. Namun multicolinearity dianggap sebagai masalah serius jika koefisien determinasi parsial antar dua peubah bebas melebihi atau sama dengan koefisien determinasi atau koefisien korelasi berganda antar semua peubah secara simultan, atau secara matematis dapat dituliskan dalam pertidaksamaan berikut :

R2xixi > R2x1,x2,...,xk

Masalah multicolinearity juga dapat dilihat langsung melalui output komputer, dimana apabila nilai VIF (Varian Inflation Faktor) < 10 maka tidak ada masalah dalam multicolinearity.

5. Uji Heteroskedastisitas

(50)

37

Statistik ujinya adalah :

�ℎ�� = JKK JGK

Jika tidak ada masalah heteroskedastisitas maka nilai F-hitung akan menuju satu. Masalah heteroskedastisitas masih dapat ditolerir jika F-hitung kurang dari F-tabel dengan derajat bebas v1= v2 = (n-c-2k)/2. Dimana n adalah jumlah contoh, c adalah jumlah contoh pemisah, dan k adalah jumlah parameter yang diduga. Bisa juga dengan menggunakan Uji Glejser yaitu dengan memunculkan residual dan setelah itu dimutlakan.. Nilai mutlak residual diregresikan dengan variabel X. Jika nilai annova lebih besar dari 0,1 berarti terpenuhi asumsinya, artinya tidak ada masalah heteroskedastisitas atau keragaman.

6. Uji Normalitas

Uji ini diperlukan untuk mengetahui apakah error term dari data/observasi yang jumlahnya kurang dari 30 mendekati sebaran normal sehingga statistik t dapat dikatakn sah. Uji yang dapat dilakukan adalah uji Kolmogorov Smirnov dengan prosedur sebagai berikut :

H0 : Data berdistribusi normal, jika nilai sig (signifikansi) P Value > 0,1.

H1 : Data berdistribusi tidak normal, jika nilai sig (signifikansi) P Value < 0,1.

Terima H0 jika statistik K-S < χ2 atau jika diperoleh nilai probabilitas hasil output

lebih besar dari α.

7. Uji Autokorelasi

(51)

V.

GAMBARAN UMUM

5.1. Sejarah Lokasi Penelitian

Berdasarkan artikel sejarah dan wawancara yang diperoleh dari tokoh sejarah setempat, wilayah Jatinegara identik dengan Meester Cornelis. Meester Cornelis merupakan anak dari keluarga kaya asal pulau Lontar, Banda, Maluku yang datang ke kawasan Jatinegara pada abad ke-17. Pada zaman itu Belanda menguasai wilayah Jatinegara dan sekitarnya. Sejarah kehadiran Cornelis dimulai pada tahun 1661. Dialah yang membuka kawasan hutan jati di kawasan yang saat ini lebih dikenal sebagai Jatinegara. Dia juga dikenal sebagai guru agama. Jabatannya sebagai guru agama itulah yang membuat Cornelis mendapat tambahan

gelar “Meester” di depan namanya. Mester merupakan nama seorang guru agama

yang pertama kali membangun serta mengembangkan wilayah Jatinegara.

“Meester” sendiri artinya ialah “Tuan Guru”. Sejak akhir abad 17, Meester Cornelis

mulai menguasai tanah di kawasan hutan jati itu. Masyarakat pada saat itu pun menyebutnya dengan kawasan Meester Cornelis. Kawasan hutan jati yang dibuka Meester Cornelis perlahan berkembang jadi kota Batavia yang akan menjadi cikal bakal Betawi. Pada tahun 1924, Mester dijadikan sebagai nama kabupaten, yang terbagi dalam empat kawedanan. Kawedanan Meester Cornelis, Kebayoran, Bekasi, dan Cikarang.

Kawasan Mester kemudian berganti nama menjadi Jatinegara setelah zaman Kolonial Belanda yang digantikan oleh pendudukan Jepang. Pergantian nama tersebut adalah untuk menghilangkan identitas Belanda. Karena nama Mester dianggap terlalu bernuansa Belanda oleh pemerintah Jepang. Asal mula nama

Jatinegara sendiri berarti ‘Negara yang sejati’. Namun pada versi lain mengatakan

nama Jatinegara diambil karena wilayah tersebut dulunya merupakan hutan Jati yang lebat sebelum dibuka oleh Mester. Hingga saat ini, kawasan Jatinegara ramai dengan hiruk-pikuk aktivitas perdagangan. Nama sang Guru besar, Mester juga masih dikenang oleh masyarakat sekitar.

Gambar

Gambar 1  Jumlah Penduduk DKI Jakarta tahun 2013
Tabel 2  Rangkuman Penelitian Terdahulu
Gambar 2 Skema Kerangka Pemikiran Penelitian.
Tabel 3  Matriks Metode Analisis Data
+7

Referensi

Dokumen terkait