• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ganti rugi pemukiman penduduk di dekat jalur kereta rel listrik di kelurahan Kebon Baru Jakarta Selatan: pendekatan willingness to accept

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Ganti rugi pemukiman penduduk di dekat jalur kereta rel listrik di kelurahan Kebon Baru Jakarta Selatan: pendekatan willingness to accept"

Copied!
234
0
0

Teks penuh

(1)

GANTI RUGI PEMUKIMAN PENDUDUK DI DEKAT JALUR

KERETA REL LISTRIK DI KELURAHAN KEBON BARU

JAKARTA SELATAN: PENDEKATAN

WILLINGNESS TO ACCEPT

RAHMI FITRIA

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(2)

RINGKASAN

RAHMI FITRIA. Ganti Rugi Pemukiman Penduduk di Dekat Jalur Kereta Rel Listrik di Kelurahan Kebon Baru Jakarta Selatan: Pendekatan Willingness to Accept. Dibimbing Oleh BONAR M. SINAGA.

Wilayah Kebon Baru, Tebet adalah salah satu dari pemukiman yang memiliki berbagai risiko. Hal ini dikarenakan adanya faktor kebisingan yang berasal dari suara Kereta Rel Listrik (KRL). Sebagian di wilayah pemukiman ini berdekatan dengan jalur KRL dan terletak diantara dua stasiun yaitu stasiun Tebet dan stasiun Cawang. Setiap saat KRL melewati wilayah ini. Selain itu, kecelakaan dan kriminalitas menjadi risiko yang harus dihadapi oleh penduduk. Menurut info yang didapatkan dari keseluruhan responden, sebagian dari wilayah Kebon Baru akan diubah menjadi jalan umum sehingga ganti rugi pemukiman akan dilaksanakan. Namun, kepastian waktu ganti rugi pemukiman belum dipastikan. Oleh sebab itu, tujuan penelitian adalah (1) untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi rumahtangga terhadap kondisi kelayakan lingkungan tempat tinggal di dekat jalur KRL, (2) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan rumahtangga menerima ganti rugi pemukiman, (3) mengestimasi nilai ganti rugi yang bersedia diterima rumahtangga (Willingness to Accept) dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya ganti rugi.

Penelitian dilaksanakan di pemukiman penduduk di dekat jalur KRL di Kelurahan Kebon Baru. Pemilihan dilakukan secara sengaja (purposive) karena salah satu wilayah di kelurahan tersebut merupakan daerah yang dekat dengan jalur KRL. Persepsi rumahtangga terhadap kondisi kelayakan lingkungan tempat tinggal di dekat jalur KRL dan kesediaan rumahtangga menerima ganti rugi pemukiman dianalisis dengan alat analisis regresi logit. Estimasi Willingness to Accept (WTA) rumahtangga Kelurahan Kebon Baru dianalisis dengan alat regresi linier beganda. Metode estimasi yang digunakan pada analisis persepsi rumahtangga terhadap kondisi kelayakan lingkungan tempat tinggal di dekat jalur KRL dan kesediaan rumahtangga menerima ganti rugi pemukiman adalah

Maximum Likelihood Estimator (MLE). Metode estimasi analisis yang digunakan pada estimasi nilai ganti rugi yang bersedia diterima rumahtangga (WTA) adalah metode jumlah kuadrat terkecil atau metode Ordinary Least Squares (OLS).

(3)

rataan Willingnes to Accept (WTA) rumahtangga sebesar Rp 1 535 295.10 per m2 dan nilai tersebut masih dalam selang Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) tempat tinggal rumahtangga. Total WTA rumahtangga Kelurahan Kebon Baru adalah sebesar Rp 219 404 100 000 dan nilai R2 yang didapat sebesar 42.2 persen. Tingkat pendidikan (α=0.05), status kepemilikan rumah (α=0.05), pengeluaran rumahtangga (α=0.05), lama tinggal (α=0.10) dan jarak dari sumber bising (α=0.10) mempengaruhi nilai WTA rumahtangga Keluarahan Kebon Baru.

Kesimpulan penelitian ini adalah persepsi rumahtangga terhadap kondisi kelayakan lingkungan tempat tinggal di dekat jalur KRL menunjukkan rumahtangga yang menyatakan layak lebih banyak daripada yang menyatakan tidak layak. Persepsi terhadap kondisi kelayakan lingkungan tempat tinggal di dekat jalur KRL dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan jarak ke sumber bising. Persepsi kondisi kelayakan lingkungan tempat tinggal di dekat jalur KRL pada strata jarak ke sumber bising (dekat) dipengaruhi oleh jarak ke sumber bising. Persepsi kondisi kelayakan lingkungan tempat tinggal di dekat jalur KRL pada strata jarak ke sumber bising (jauh) dipengaruhi oleh lama tinggal. Kesediaan rumahtangga menerima ganti rugi pemukiman dipengaruhi oleh tiingkat pendidikan, status kepemilikan rumah dan jumlah anggota rumahtangga. Kesediaan rumahtangga menerima ganti rugi pemukiman pada strata status kepemilikan rumah milik dipengaruhi oleh jumlah anggota rumahtangga. Kesediaan rumahtangga menerima ganti rugi pemukiman pada strata status kepemilikan rumah sewa dipegaruhi oleh jumlah anggota rumahtangga dan tingkat pendidikan. Nilai estimasi WTA rumahtangga di Kelurahan Kebon Baru dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, status kepemilikan rumah, pengeluaran rumahtangga, lama tinggal dan jarak ke sumber bising. Nilai estimasi WTA rumahtangga di Kelurahan Kebon Baru pada strata jarak ke sumber bising (dekat) dipengaruhi oleh pengeluaran rumahtangga dan status kepemilikan rumah. Nilai estimasi WTA rumahtangga di Kelurahan Kebon Baru pada strata jarak ke sumber bising (jauh) dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Nilai estimasi WTA rumahtangga di Kelurahan Kebon Baru pada strata status kepemilikan rumah milik dipengaruhi oleh luas lahan, lama tinggal, pengeluaran rumatangga, tingkat pendidikan dan jarak ke sumber bising. Nilai estimasi WTA rumahtangga di Kelurahan Kebon Baru pada strata status kepemilikan rumah sewa dipengaruhi oleh pengeluaran rumahtangga mempengaruhi estimasi model.

(4)

GANTI RUGI PEMUKIMAN PENDUDUK DI DEKAT JALUR

KERETA REL LISTRIK DI KELURAHAN KEBON BARU

JAKARTA SELATAN: PENDEKATAN

WILLINGNESS TO ACCEPT

RAHMI FITRIA

H44062332

Skripsi merupakan salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(5)

Judul Skripsi : Ganti Rugi Pemukiman Penduduk di Dekat Jalur Kereta Rel Listrik di Kelurahan Kebon Baru Jakarta Selatan: Pendekatan Willingness to Accept

Nama : Rahmi Fitria

NRP : H44062332

Menyetujui, Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA NIP: 19481130 197412 1 002

Mengetahui, Ketua Departemen

Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT NIP: 19660717 199203 1 003

(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

”GANTI RUGI PEMUKIMAN PENDUDUK DI DEKAT JALUR KERETA REL

LISTRIK DI KELURAHAN KEBON BARU JAKARTA SELATAN:

PENDEKATAN WILLINGNESS TO ACCEPT” BELUM PERNAH DIAJUKAN

PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN

UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA

JUGA MENYATAKAN SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA

SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH

DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI

BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH INI.

Bogor, Februari 2011

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Rahmi Fitria, dilahirkan di Jakarta pada hari

Jumat tanggal 27 Mei 1988 dari pasangan Bapak Asril Nadar dan Ibu Yasmidar.

Penulis merupakan putri tunggal di dalam keluarga. Pada tahun 2000 penulis

menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 01 Pagi Tebet Timur Jakarta. Penulis

menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SLTP Negeri 73 Jakarta pada

tahun 2003 dan menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 37

Jakarta pada tahun 2006.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan

Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2006. Setelah melalui Tingkat Persiapan

Bersama (TPB), tahun 2007 penulis diterima di Departemen Ekonomi

Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama

mengikuti perkuliahan, penulis aktif di berbagai kegiatan kemahasiswaan sebagai

staf Departemen Perekonomian dan Kewirausahaan Badan Eksekutif Mahasiswa

(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat,

hidayah, karunia-Nya, hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

”Ganti Rugi Pemukiman Penduduk di Dekat Jalur Kereta Rel Listrik di Kelurahan

Kebon Baru Jakarta Selatan: Pendekatan Willingness to Accept”. Skripsi ini

disusun untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana pada Departemen

Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

Skripsi ini dilatarbelakangi oleh adanya rencana ganti rugi yang akan

dilakukan oleh pemerintah pada pemukiman di dekat jalur Kereta Rel Listrik

(KRL) di Kelurahan Kebon Baru. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis

persepsi penduduk mengenai kondisi pemukiman, menganalisis kesediaan atau

ketidaksediaan penduduk dalam menerirma skenario ganti rugi, mengestimasi

nilai kompensasi yang bersedia diterima oleh penduduk dan menganalisis

faktor-faktor yang mempengaruhinya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

masukan kepada pemerintah, masyarakat, serta pihak-pihak yang terkait dalam

menyusun kebijakan ganti rugi di Kelurahan Kebon Baru.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga,

MA, selaku dosen pembimbing yang telah membantu penulis sehingga skripsi ini

dapat diselesaikan dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada

semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi ini.

Bogor, Februari 2011

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Proses penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan

berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Allah SWT yang selalu melimpahkan rahmat dan hidayahNya kepada penulis.

2. Kedua orang tua yaitu Mama Yasmidar dan Bapak Asril Nadar St. Pamenan

serta kedua nenek yaitu nenek Alijar dan nenek ibu Asma. Kasih sayang dan

doa merekalah yang membuat penulis dapat menjalankan kehidupan ini.

3. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA selaku dosen pembimbing skripsi yang

telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, saran, dan motivasi.

4. Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec dan Adi Hadianto, SP, M.Si selaku dosen

penguji yang telah memberikan kritik dan saran.

5. Kelurahan Kebon Baru dan pihak-pihak yang terkait dengan penelitian yang

dilakukan oleh penulis

6. Teman-teman satu bimbingan Sri Huzaimah yang telah berjuang bersama,

mendoakan, memberikan dukungan, serta semangat.

7. Sahabat ESL ku: Sari, Tina, Anggi, Mei, Emil, Bryan, Ario, Norma, Efi,

Ulhaq dan teman-teman ESL yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Terima kasih untuk doa, bantuan, semangat serta kebersamaan.

(10)

DAFTAR ISI

4.5.1. Analisis Persepsi Rumahtangga terhadap Kondisi Kelayakan Lingkungan Tempat Tinggal di Dekat Jalur Kereta Rel Listrik (KRL) ... 28

(11)

4.5.3. Estimasi WTA Rumahtangga dan Analisis

5.4. Hubungan Persepsi Rumahtangga terhadap Kondisi Kelayakan Lingkungan Tempat Tinggal di Dekat Jalur KRL dan Variabel Penjelas ... 54

5.5. Hubungan Kesediaan Rumahtangga Menerima Ganti Rugi Pemukiman dan Variabel Penjelas... 55

5.6. Hubungan Willingness to Accept (WTA) dan Variabel Penjelas ... 57

VI. ANALISIS PERSEPSI RUMAHTANGGA TERHADAP KONDISI KELAYAKAN LINGKUNGAN TEMPAT TINGGAL DI DEKAT JALUR KRL ... 59

6.1. Persepsi Rumahtangga terhadap Tata Lingkungan di Dekat Jalur KRL ... 59

6.2. Persepsi Rumahtangga terhadap Keberadaan Jalur KRL .... 59

6.3. Harapan Rumahtangga sebagai Penduduk yang Tinggal di Dekat Jalur KRL ... 60

6.4. Analisis Persepsi Rumahtangga terhadap Kondisi Kelayakan Lingkungan Tempat Tinggal di Dekat Jalur KRL ... 61

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Penelitian Terdahulu ... 10

2. Penentuan Jumlah Sampel ... 27

3. Matriks Analisis Data ... 28

4. Rekapitulasi Jumlah Penduduk Menurut Golongan Umur .... 47

5. Karakteristik Rumahtangga Kelurahan Kebon Baru ………... 50

6. Karakteristik Rumahtangga Kelurahan Kebon Baru ... …… 52

7. Karakteristik Rumahtangga Kelurahan Kebon Baru ... ….. 53

8. Hubungan Persepsi Rumahtangga terhadap Kondisi Kelayakan Lingkungan Tempat Tinggal di Dekat Jalur

KRL dan Variabel Penjelas ... ….. 55

9. Hubungan Kesediaan Rumahtangga Menerima Ganti Rugi

Pemukiman dan Variabel Penjelas ... 56

10. Hubungan Luas Lahan dan Lama Tinggal dan WTA ………. 57

11. Hubungan Tingkat Pendidikan dan Pengeluaran

Rumahtangga dan WTA ... 59

12. Hubungan Status Kepemilikan Rumah dan Jarak ke

Sumber Bising dan WTA ... 58

13. Persepsi Rumahtangga terhadap Tata Lingkungan di Dekat

Jalur KRL ... 59

14. Persepsi Rumahtangga terhadap Keberadaan Jalur KRL ... 60

15. Harapan Rumahtangga sebagai Penduduk yang Tinggal di

Dekat Jalur KRL ... 61

16. Hasil Penelitian Mengenai Persepsi Rumahtangga

terhadap Kondisi Kelayakan Lingkungan Tempat Tinggal

di Dekat Jalur KRL ... 62

17. Hasil Logit Persepsi Rumahtangga terhadap Kondisi

Kelayakan Lingkungan Tempat Tinggal di Dekat Jalur KRL 62

18. Frekuensi Observasi dan Harapan Persepsi Rumahtangga terhadap Kondisi Kelayakan Lingkungan Tempat Tinggal

di Dekat Jalur KRL ... 64

19. Koreksi Nilai Observasi dan Harapan Persepsi

Rumahtangga terhadap Kondisi Kelayakan Lingkungan

Tempat Tinggal di Dekat Jalur KRL ... 65

20. Hasil Penelitian Mengenai Kesediaan Rumahtangga

(13)

21. Hasil Logit Kesediaan Rumahtangga Menerima Ganti Rugi

Pemukiman ... 67

22. Frekuensi Observasi dan Harapan Kesediaan Rumahtangga

Menerima Ganti Rugi Pemukiman ... 69

23. Koreksi Nilai Observasi dan Harapan Kesediaan

Rumahtangga Menerima Ganti Rugi Pemukiman ... 70

24. Estimasi Nilai WTA dengan Jarak ke Sumber Bising dan

Status Kepemilikan Rumah Kelurahan Kebon Baru ... 71

25. Distribusi WTA Rumahtangga Kelurahan Kebon Baru ... 72

26. Besaran Nilai Kelas dan Nilai Tengah WTA Rumahtangga

Kelurahan Kebon Baru ... 73

27. Total WTA Rumahtangga Kelurahan Kebon Baru ... 75

28. Hasil Estimasi Model WTA Rumahtangga Kelurahan Kebon

(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Diagram Alur Kerangka Operasional ... 24

2. Dugaan Kurva Tawaran WTA Rumahtangga Kelurahan

Kebon Baru ... 73

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Hasil Logit Persepsi Rumahtangga terhadap Kondisi Kelayakan Lingkungan Tempat Tinggal di Dekat Jalur

KRL ... 88

2. Hasil Logit Persepsi Rumahtangga terhadap Kondisi Kelayakan Lingkungan Tempat Tinggal di Dekat Jalur

KRL Berdasarkan Strata Jarak ke Sumber Bising (Dekat) .... 89

3. Hasil Logit Persepsi Rumahtangga terhadap Kondisi

Kelayakan Lingkungan Tempat Tinggal di Dekat Jalur KRL

Berdasarkan Strata Jarak ke Sumber Bising (Jauh) ... 90

4. Hasil Logit Kesediaan Rumahtangga Menerima Ganti Rugi

Pemukiman ... 91

5. Hasil Logit Kesediaan Rumahtangga Menerima Ganti Rugi Pemukiman Berdasarkan Strata Status Kepemilikan Rumah

(Milik) ... 92

6. Hasil Logit Kesediaan Rumahtangga Menerima Ganti Rugi Pemukiman Berdasarkan Strata Status Kepemilikan Rumah

(Sewa) ... 93

7. Hasil Estimasi Model WTA Rumahtangga Kelurahan Kebon

Baru ... 94

8. Hasil Estimasi Model WTA Rumahtangga Kelurahan Kebon

Baru Berdasarkan Strata Jarak ke Sumber Bising (Dekat) .... 96

9. Hasil Estimasi Model WTA Rumahtangga Kelurahan Kebon Baru Berdasarkan Strata Jarak ke Sumber Bising (Jauh) .... 98

10. Hasil Estimasi Model WTA Rumahtangga Kelurahan Kebon

Baru Berdasarkan Strata Status Kepemilikan Rumah (Milik) 100

11. Hasil Estimasi Model WTA Rumahtangga Kelurahan Kebon

Baru Berdasarkan Status Kepemilikan Rumah (Sewa) ... 102

12. Dokumentasi Kondisi Pemukiman Penduduk di Dekat Jalur

(16)

I. PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang

Pemukiman sering menjadi masalah bagi setiap individu karena individu

membutuhkan rumah sebagai tempat tinggal, tempat pendidikan keluarga dan

pemberi ketentraman hidup. Indonesia sebagai negara yang memiliki tingkat

pembangunan yang tidak merata karena semua pusat kegiatan ekonomi,

pemerintahan, pendidikan, sosial dan politik berpusat di DKI Jakarta. Selain itu,

DKI Jakarta memiliki masalah pemukiman yang cukup besar. Permasalahan

pemukiman ini terjadi khususnya di daerah tujuan urbanisasi seperti Kota DKI

Jakarta. Permasalahan tersebut adalah semakin meningkatnya permintaan

terhadap lahan. Hal ini disebabkan kecepatan laju urbanisasi yang tidak disertai

dengan ketersediaan ruang, prasarana dan sarana. Akibatnya suatu kawasan

pemukiman menerima beban yang melebihi kemampuan daya dukung lingkungan

(over capacity) dan cenderung menjadi padat dan tidak tertata dengan baik.

Menurut Badan Pusat Statistik (2010), jumlah penduduk DKI Jakarta adalah

9 588 198 jiwa, sedangkan kepadatan penduduk DKI Jakarta adalah 14 476

jiwa/km2 pada tahun 2010.

Selain meningkatnya permintaan terhadap lahan pemukiman, peningkatan

jumlah penduduk juga menyebabkan peningkatan permintaan terhadap kemajuan

teknologi, salah satunya adalah di bidang transportasi. Kemajuan transpotasi

sangat membantu manusia untuk lebih cepat melakukan aktivitasnya. Pelayanan

transportasi, baik transportasi laut, udara dan darat diarahkan kepada terciptanya

integrasi dan tersedianya fasilitas terminal, stasiun kereta api,darmaga dan

(17)

Adanya peningkatan kebutuhan terhadap lahan pemukiman dan lahan

untuk pembangunan transportasi dapat mengakibatkan adanya kompetisi dalam

penguasaan atau pemanfaatan lahan. Hal ini dikarenakan jumlah lahan yang tetap

dan terbatas. Namun, kemiskinan membuat membuat masyarakat tidak mampu

untuk tinggal di pemukiman yang layak. Keterbatasan kemampuan ekonomi

membuat mereka mengabaikan faktor lingkungan dalam menentukan tempat

tinggal. Hal ini mengakibatkan adanya pemukiman yang tidak nyaman dan tidak

aman bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat.

Fasilitas hunian sesungguhnya merupakan kebutuhan yang sangat

mendasar bagi kesejahteraan fisik, psikologi, sosial dan ekonomi penduduk di

berbagai tempat. Perumahan merupakan indikator dari kemampuan suatu negara

dalam memenuhi salah satu kebutuhan pokok penduduknya. Kondisi perumahan

yang tidak memadai atau tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok yang sangat

diperlukan penduduk untuk menopang hidupnya, biasanya merupakan pertanda

dari terjadinya kekacauan ekonomi maupun politik. Demikian juga perumahan

yang tidak mencukupi dan tidak memberikan jaminan keamanan, akan mengarah

pada ketidakstabilan ekonomi dan politik yang akan menghambat pembangunan

ekonomi. Oleh sebab itu, hampir semua negara berusaha untuk memenuhi

kebutuhan perumahan bagi penduduknya melalui berbagai konsep, sumber, dan

cara pendekatan (Panudju, 1999 dalam Nasution, 2002).

Wilayah Kelurahan Kebon Baru adalah salah satu dari pemukiman yang

tidak aman dan tidak layak. Hal ini dikarenakan adanya faktor kebisingan yang

berasal dari suara Kereta Rel Listrik (KRL). Sebagian di wilayah pemukiman ini

memang berdekatan dengan jalur KRL dan terletak diantara dua stasiun yaitu

(18)

melewati wilayah ini. Selain itu, kecelakaan dan kriminalitas menjadi risiko yang

harus dihadapi oleh penduduk. Risiko kecelakaan terjadi saat banyak pagar

pembatas yang rusak sehingga penduduk menyeberang di sembarang tempat dan

penduduk tidak mengetahui jika akan ada KRL yang akan melintas. Sedangkan

risiko kriminalitas adalah lemparan batu yang terkadang dilempar oleh orang yang

tidak bertanggung jawab dari dalam KRL.

Studi ini dilakukan untuk mengkaji persepsi rumahtangga terhadap kondisi

kelayakan lingkungan tempat tinggal di dekat jalur KRL, kesediaan rumahtangga

menerima ganti rugi pemukiman dan besarnya ganti rugi yang bersedia diterima

rumahtangga (Willingness to Accept). Info mengenai adanya kebijakan ganti rugi

ini diperoleh dari penduduk setempat. Studi ini dilakukan menggunakan

pendekatan Contingent Valuation Method (CVM), yang merupakan salah satu

metode ekonomi yang digunakan untuk menentukan nilai/besar atau harga dari

suatu barang lingkungan. Adanya nilai Willingness to Accept (WTA) penduduk,

diharapkan kebijakan ganti rugi pemukiman ini dapat terlaksana dengan tepat.

1.2. Perumusan Masalah

DKI Jakarta adalah provinsi terpadat di Indonesia dengan tingkat

kepadatan penduduk adalah 14 476 jiwa per km2 (BPS, 2010). Oleh karena itu,

pemukiman menjadi hal yang perlu diperhatikan. Permintaan pemukiman yang

selalu bertambah, tetapi jumlah lahan yang sifatnya tetap. Hal ini akan

menimbulkan masalah khususnya mengenai tata kota.

Keberadaan pemukiman yang memiliki karakteristik yang berbeda-beda

menyebabkan adanya preferensi/pilihan seseorang di dalam memilih tempat

tinggal. Sebuah tempat tinggal dipilih berdasarkan kriteria tertentu. Kriteria

(19)

Beberapa kriteria yang menjadi pertimbangan untuk memilih tempat tinggal

adalah harga tempat tinggal, fasilitas yang disediakan, aksesbilitas dan kesesuaian

tata ruangnya. Harga tempat tinggal tidak menjadi persoalan utama, karena harga

juga ditentukan dengan fasilitas yang ada, aksesibilitas dan kesesuaian tata

ruangnya (Warningsih, 2006). Semakin lengkap fasilitas yang ditawarkan, maka

seseorang cenderung untuk memilihnya, demikian juga jika aksesbilitas dan

kesesuaian tata ruangnya tinggi maka seseorang akan cenderung memilihnya

(Hanum, 2007).

Pemilihan tempat tinggal seseorang tentu akan melihat kondisi

lingkungannya, baik mengenai kondisi air, tanah, udara dan kenyamanan. Namun,

keterbatasan lahan dan materi menyebabkan seseorang tidak leluasa dalam

memilih lokasi tempat tinggal. Akibatnya sebagian dari masyarakat bermukim di

wilayah yang kurang layak baik dari kondisi kebersihan, lingkungan maupun

keamanan.

Kebon Baru merupakan salah satu daerah yang terletak di dekat jalur KRL

Jakarta-Bogor. Oleh karena itu, daerah tersebut setiap hari dilewati oleh KRL

sehingga terjadi kebisingan pada waktu-waktu tertentu. Selain kebisingan, risiko

tinggal di dekat jalur KRL adalah adanya risiko kecelakaan. Namun, adanya

kebisingan dan risiko kecelakaan tidak mengurangi keinginan masyarakat untuk

bermukim di daerah dekat jalur KRL tersebut. Hal ini dapat dilihat dari padatnya

pemukiman di daerah dekat jalur KRL, Kebon Baru.

Beberapa waktu belakangan ini terdapat info dari responden mengenai

penggusuran di wilayah dekat jalur KRL. Penggusuran ini dilakukan untuk

mengurangi risiko adanya pemukiman di dekat KRL dan akan dibangunnya jalan

(20)

jalur KRL. Namun, hal ini masih menjadi isu dan belum diketahui kapan program

ini akan dilaksanakan. Kebijakan ganti rugi merupakan salah satu alternatif untuk

mengatasi masalah-masalah yang timbul akibat adanya pemukiman di dekat jalur

KRL. Masalah-masalah tersebut adalah kondisi kelayakan tempat tinggal, dimana

wilayah tersebut memiliki kondisi yang sangat padat dan adanya berbagai risiko.

Ganti rugi yang akan dilaksanakan diharapkan dapat menyelesaikan

masalah-masalah tersebut sehingga akan memberikan dampak positif bagi penduduk dan

pemerintah.

Permasalahan yang timbul akibat adanya ganti rugi yang dibahas dalam

penelitian ini, meliputi :

1. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi persepsi rumahtangga terhadap kondisi

kelayakan lingkungan tempat tinggal di dekat jalur KRL?

2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi kesediaan rumahtangga menerima

ganti rugi pemukiman?

3. Berapa nilai ganti rugi yang bersedia diterima rumahtangga (Willingness to

Accept) dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi besarnya ganti rugi?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, tujuan dari penelitian

ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi rumahtangga

terhadap kondisi kelayakan lingkungan tempat tinggal di dekat jalur KRL.

2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan rumahtangga

(21)

3. Mengestimasi nilai ganti rugi yang bersedia diterima rumahtangga

(Willingness to Accept) dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi

besarnya ganti rugi.

1.4. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah:

1. Wilayah penelitian di pemukiman dekat jalur KRL di Kelurahan Kebon Baru.

2. Populasi penelitian adalah rumahtangga yang tinggal di pemukiman dekat

jalur KRL di Kelurahan Kebon Baru.

3. Sampel penelitian adalah rumahtangga yang tinggal di wilayah tersebut dan

rumahtangga berdasarkan strata status kepemilikan rumah dan jarak ke

sumber bising.

4. Responden penelitian adalah kepala dan anggota rumahtangga.

5. Aspek yang diteliti adalah persepsi rumahtangga terhadap kondisi kelayakan

lingkungan tempat tinggal, kesediaan rumahtangga menerima ganti rugi,

estimasi nilai ganti rugi yang bersedia diterima rumahtangga (Willingness to

Accept) dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

1.5. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini terdapat keterbatasan yaitu munculnya bias pada nilai WTA

yang diberikan rumahtangga. Bias ini terjadi pada rumahtangga yang mengetahui

besarnya Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sehingga nilai WTA yang diberikan

rumahtangga adalah nilai yang mendekati nilai NJOP. Namun, agar rumahtangga

mau menerima ganti rugi, maka nilai WTA yang diberikan oleh rumahtangga

lebih dari NJOP wilayah tersebut.

Bias kedua terjadi karena saat mempertanyakan WTA pada rumahtangga,

(22)

sebenarnya bias menyulitkan rumahtangga dalam menentukan nilai WTA. Selain

tidak adanya nilai patokan, kurangnya pengetahuan rumahtangga mengenai ganti

rugi dan besarnya NJOP di wilayah mereka mengakibatkan rumahtangga bingung

menentukan berapa ganti rugi yang ingin mereka terima. Wilayah yang diteliti

cukup luas sehingga data yang dihasilkan mungkin tidak representatif dengan

(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kota dan Pembangunan

Kota adalah suatu pusat pemukiman penduduk yang besar dan luas. Dalam

kota terdapat ragam kegiatan ekonomi dan budaya. Adakalanya kota didirikan

sebagai tempat kedudukan resmi pusat pemerintahan setempat. Pada

kenyataannya kota merupakan tempat kegiatan sosial dari banyak dimensi.

Manusia dapat mencatat dan menganalisisnya dari berbagai perspektif seperti

moral, sejarah manusia, hubungan timbal balik antara manusia dengan habitatnya,

pusat kegiatan ekonomi, pusat kegiatan politik dan berbagai kenyataan dari

kehidupan manusia. Kota merupakan sebuah sistem yaitu sistem terbuka, baik

secara fisik maupun sosial ekonomi, bersifat tidak statis dan dinamis atau bersifat

sementara. Dalam perkembangannya, kota sukar untuk dikontrol dan

sewaktu-waktu dapat menjadi tidak beraturan. Kota merupakan suatu wilayah

berkembangnya kegiatan sosial, budaya, dan ekonomi perkotaan yang tidak

berstatus sebagai kota administratif atau kotamadya. Aktivitas dan perkembangan

kota mempunyai pengaruh terhadap lingkungan fisik seperti iklim (Irwan, 2005).

Menurut, Watt (1973), Stearns dan Montag (1974) dalam Irwan (2005)

mengemukakan pengertian sebuah kota sebagai berikut.

1. Suatu areal dimana terdapat atau terjadi pemusatan penduduk dengan

kegiatannya dan merupakan tempat konsentrasi penduduk dan pusat aktivitas

perekonomian (seperti industri, perdagangan dan jasa).

2. Kota merupakan sebuah sistem, baik secara fisik maupun sosial ekonomi,

bersifat statis yang sewaktu-waktu dapat menjadi tidak beraturan dan susah

(24)

3. Mempunyai pengaruh terhadap lingkungan fisik seperti iklim dan sejauh mana

pengaruh itu sangat tergantung kepada perencanaanya.

2.2. Lingkungan Pemukiman

Lingkungan pemukiman dapat diartikan sebagai kesatuan dari beberapa

tempat tinggal/rumah yang didukung dengan sarana dan prasarana didalamnya,

misalnya sarana jalan, taman, tempat ibadah, pendidikan, kesehatan, perkantoran

dan perniagaan. Selain itu, lingkungan pemukiman dapat meliputi aspek fisik dan

nonfisik. Aspek fisik merupakan sarana dan prasarana yang ada, sedangkan aspek

nonfisik merupakan kualitas lingkungan pemukiman tersebut, misalnya

kenyamanan dan tingkat kesehatan (Avianto, 2005).

2.3. Nilai Jual Obyek Pajak

Nilai Jual Obyek Pajakadalah harga rata‐rata yang diperoleh dari transaksi

jual beli yang terjadi secara wajar dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli,

Nilai Jual Obyek Pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan obyek lain

yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Obyek Pajak.

2.4. Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian yang dapat dijadikan referansi antara lain penelitian

Hanum (2007), Zulwahyuni (2007), Triani (2009), Amanda (2009), Casey et

al.,(2006) dan Horowitz and McConnell (2002). Hasil penelitian ini dapat dilihat

pada Tabel 1.

2.4.1. Konsep Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi

Studi yang dilakukan Hanum (2007) dan Zulwahyuni (2007),

penelitian-penelitian tersebut didasarkan pada adanya perkembangan dan pertumbuhan

ekonomi yang tidak merata sehingga terjadi urbanisasi besar-besaran yang diikuti

(25)

Tabel 1. Penelitian Terdahulu

No. Peneliti/Judul Tujuan Hasil

1.

2.

Hamna Zulwahyuni (2007)/ Analisis Ganti rugi Pemukiman Penduduk di Sempadan Sungai Ciliwung dengan Pendekatan WTA (Kasus Kelurahan Kedunghalang Kecamatan Bogor Utara Kota Bogor).

Latifa Hanum (2007)/ Kebisingan Pemukiman Pinggir Rel Kereta Api : Analisis Perefrensi, Persepsi, dan Willingness To Accept (Kasus Desa Cilebut Timur Kabupaten Bogor Jawa Barat).

1. Mengkaji persepsi penduduk

sempadan Sungai Ciliwung di Kelurahan Kedunghalang terhadap lingkungan tempat tinggal mereka.

2. Menganalisis fakor-faktor yang

mempengaruhi kesediaan penduduk dalam menerima ganti rugi seperti yang diusulkan dalam pasar hipotesis.

3. Menganalisis besarnya ganti rugi yang bersedia diterima penduduk serta mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi besarnya ganti rugi tersebut.

1. Mengkaji faktor-faktor yang

mempengaruhi preferensi masyarakat Cilebut Timur untuk

menyukai tempat tinggal tersebut.

2. Mengkaji faktor-faktor yang

mempengaruhi persepsi masyarakat Cilebut Timur terhadap kebisingan kerata api Bogor-Jakarta.

3. Mengkaji kesediaan masyarakat

Cilebut Timur dalam menerima ganti rugi akibat aktivitas perkereta-apian dan besar nilainya.

1. Sebagian besar penduduk menyatakan lingkungan

tempat tinggalnya kotor, tidak mengetahui fungsi sungai dan sempadan sungai, mengetahui dampak kerusakan lingkungan berupa gangguan kesehatan, dan menyatakan penataan lingkungan tempat tinggalnya buruk.

2. Sebesar 62,82% reponden bersedia menerima ganti rugi yang diajukan yang dipengaruhi oleh persepsi mengenai penataan lingkungan di sempadan sungai dan jumlah tanggungan.

3. WTA reponden Rp 263.061,22 per m2 dan total WTA Rp 47.759.281.429,00.

1. Kesukaan rumahtangga terhadap tempat tinggalnya dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: kondisi tempat tinggal, faktor tetangga, harga tanah, lingkungan sekitar, dekat dengan tempat kerja dan faktor keturunan/tanah warisan.

2. Variabel yang nyata mempengaruhi peluang

rumahtangga/persepsi masyarakat terhadap kebisingan kereta api adalah lama tinggal dan jarak ke sumber bising.

3. Varibel yang nyata mempengaruhi peluang

(26)

Tabel 1. Lanjutan

No. Peneliti/Judul Tujuan Hasil

3. Sylvia Amanda

(2009)/Analisis Willingness

to Pay Pengunjung Objek

Wisata Danau Situgede dalam

Upaya Pelestarian

3. Menganalisis faktor0faktor yang mempengaruhi kesediaan responden untuk membayar

(Willingness to Pay) dalam

upaya pelestarian danau Situgede.

4. Menilai besarnya nilai

Willingness to Payt (WTP) dari pengunjung Danau Situgede terhadap upaya pelestarian lingkungan danau Situgede.

5. Menganalisis faktot-faktor yang

mempengaruhi WTP pengunjung Situgede

4.dan jarak ke sumber bising. Nilai WTA masyarakat adalah Rp 264.719,25 samapai dengan Rp 314.719,25 per m2. Setiap daerah memiliki besar batasan yang berbeda-beda dalam menentukan garis sempadan jalan rel kerata api. Pengelolaan pemukiman masyarakat dapat dilakukan dengan pengaturan tata ruang berupa pemindahan masyarakat atau antisipasi/reduksi kebisingan dengan penanaman pagar tanaman atau memperluas tembok pembatas.

1. Pengunjung objek wisata sebagian besar berjenis kelamin laki-laki berusia 17-23 tahun dan memiliki status belum menikah. Mayoritas tingkat pendidikan formal selama 12 tahun dan tingkat pendapatan antara rp 150 000 - Rp 1 312 500 dengan domisili dekat dengan danau Situgede.

2. Persepsi pengunjung terhadap kualitas lingkungan, sebagian besar menyatakan baik. Persepsi responden mengenai pelayanan dan atribut-atribut wisata dana Situgede, sebagian besar menyatakan kurang memadai.

3. Sebanyak 81 reponden menyatakan kesediaannya membayar dalam upaya pelestarian lingkungan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan responden adalah usia, tingkat pendidikan dan pemahaman serta pengetahuan responden mengenai manfaat serta kerusakan danau.

4. Nilai rata-rata WTP danau Situgede Rp 3 588.24. sedangkan nilai total WTP pengunjung danau Situgede Rp 2 342 000

(27)

Tabel 1. Lanjutan

No. Peneliti/Judul Tujuan Hasil

4.

5.

Ani Triani (2009)/ Analisis Willingness to Accept Masyarakat Terhadap Pembayaran Jasa Lingkungan DAS Cidanau.

James F. Casey, James R. Kahn, Alexandre A.F. Rivas. 2006. Willingness to Accept Compensation for the Environmental Risks of Oil Transport on the Amazon: A Choice Modeling Experiment. yang tealah berlangsung di DAS Cidanau.

3. Mengkaji kesediaan atau

ketidaksediaan masayrakat menerima kompensasi sesuai scenario yang ditawarkan di pasar hipotesis.

4. Mengkaji besarnya dana

kompensasi yang bersedia diterima masyarakat (WTA) serta faktor yang mempengaruhi nilai WTA.

1. Mekanisme pembayaran jasa lingkungan DAS Cidanau melibatkan

Forum Komunikasi DAS Cidanau, Desa Citaman, Desa Cikumbueun dan Desa Kadu Agung serta PT. KTI.

2. Responden menilai kualitas lingkungan semakin baik setelah adanya uoaya konservasi.

3. Hanya dua responden dari 43 responden yang menyatakan tidak bersedia menerima pemayaran sesuai skenario.

4. Nilai dugaan rataan WTA responden adalah Rp 5 056.98. Jika jumlah pohon 500 per ha maka nilai pembayaran Rp 2 528 490.00 per ha per tahun. Nilai total WTA responden Rp 2 718 125 000.00 dan dipengaruhi oleh faktor nilai pendapatan dari pembayaran jasa lingkungan yang selama ini diterima, kepuasan terhadap nilai jasa lingkungan yang selama ini diterima, jumlah pohon, tingkat pendapatan rumahtangga, lama tinggal dan penilaian terhdap cara penetapan nilai pembayaran.

1. Negara-negara berkembang tidak bisa membayar untuk mendapatkan kualitas lingkungan yang baik. Hal ini dikarenakan pendapatan yang rendah. Namun, para ekonom menolak hal tersebut karena yang terpenting dari nilai guna langsung adalah aktivitas pertanian atau tingkat kesehatan manusia.

(28)

Tabel 1. Lanjutan

No. Peneliti/Judul Tujuan Hasil

6. John K. Horowitz, K.E. McConnell. 2002. Willingness to Accept, Willingness to Pay and the Income Effect.

3. Pemberian kompensasi atas kerugian langsung dengan akses air minum atau pengurangan produktivitas pertanian ternyata masih kurang sehingga membutuhkan kompensasi lebih untuk menerima risiko lingkungan.

4. Banyak masyarakat miskin yang peduli terhadap lingkungan. Mereka percaya ekosistem yang sehat akan memberikan manfaat lansung yang baik bagi proses produktivitas lingkungan.

5. Meningkatkan kualitas hidup rakyat kecil di Negara-negara

berkembang tidak hanya dengan meningkatkan pendapatan, tetapi juga peningkatan kualitas ekosistem dan lingkungan.

1. Pengaruh pendapatan rata-rata adalah sekitar 0,8, yang menyiratkan bahwa responden akan bersedia menghabiskan sekitar 80 persen pendapatan tambahan.

2. Elastisitas pendapatan dapat dihitung dari / WTA rasio WTP sangat tinggi bila dibandingkan dengan elastisitas ditemukan dalam literatur yang diperkirakan terhadap pendapatan.

(29)

ketersediaan lahan. Keterbatasan lahan tersebut mengakibatkan adanya

pemukiman yang tidak layak dan aman. Hal ini selain disebabkan oleh terbatasnya

lahan, juga disebabkan harga lahan yang semakin tinggi sehingga bagi masyarakat

berpendapatan rendah tidak dapat memilih dengan leluasa pemukiman yang akan

mereka tempati dan faktor lingkungan dihiraukan oleh mereka.

Pada penelitian kali ini, yang membedakan dengan penelitian terdahulu

yaitu lokasi yang akan penulis teliti memang telah diisukan akan terjadi ganti rugi.

Meskipun pihak pemerintah setempat masih menutupi hal tersebut, tetapi

masyarakat telah mengetahui hal tersebut.

2.4.2. Metode

Studi yang dilakukan Hanum (2007), Zulwahyuni (2007), Amanda (2009)

Triani (2009), Casey et al,.(2006) dan Horowitz and McConnell (2002),

penelitian-penelitian tersebut menganalisis nilai ekonomi suatu lingkungan

dengan teknik CVM. Penelitian-penelitian tersebut mengkaji aspek WTP untuk

penggunaan barang lingkungan dan mengkaji aspek WTA dari adanya kehilangan

dari manfaat barang lingkungan tersebut. Penelitian yang penulis lakukan ini

tidak ada perbedaan metode analisis dengan penelitian terdahulu yaitu

(30)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Teoritis

3.1.1 Preferensi dan Persepsi

Preferensi berasal dari kata preference (Inggris) yang berarti lebih suka.

Preferensi adalah suatu sikap yang lebih menyukai suatu barang/jasa daripada

barang/jasa lainnya. Penilaian preferensi adalah teknik penelitian dengan

menyajikan dua atau lebih perangsang yang harus dipilih subjek yang diukur

lewat tes verbal atau lisan (Chaplin, 2002).

Persepsi dalam arti sempit merupakan penglihatan, bagaimana cara

seseorang melihat sesuatu, sedangkan dalam arti luas, persepsi merupakan

pandangan atau pengertian, yaitu bagaimana seseorang memandang atau

mengartikan sesuatu (Leavitt, 1978). Menurut Baron dan Byrne (2000) dalam

Hanum (2007), persepsi adalah suatu proses memilih, mengorganisir dan

menginterpretasikan informasi yang dikumpulkan oleh sesorang agar dapat

memahami dunia sekitar.

3.1.2. Metode Estimasi Penilaian Lingkungan

Terdapat metode untuk mengukur nilai dari suatu lingkungan, diantaranya

adalah Contingent Valuation Method (CVM), Hedonic Pricing Method (HPM),

Travel Cost Method (TCM) dan Production Function Approach (Hanley dan

Spash, 1993). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah CVM dan

dijelaskan pada bagian ini :

3.1.2.1. Contingent Valuation Method (CVM)

CVM pada hakikatnya bertujuan untuk mengetahui : pertama, keinginan

(31)

perbaikan kualitas lingkungan (air, udara, dan sebagainya) : dan kedua, keinginan

menerima (willingness to accept atau WTA) kerusakan suatu lingkungan perairan.

Karena teknik CVM didasarkan pada asumsi mendasar mengenai hak

kepemilikan, jika individu yang ditanya tidak memilki hak atas barang dan jasa

yang dihasilkan sumber daya alam, pengukuran yang relevan adalah keinginan

membayar maksimum (maximum willingness to pay) untuk memperoleh barang

tersebut. Sebaliknya, jika individu yang kita tanya memiliki hak atas sumber daya,

pengukuran yang relevan adalah keinginan untuk menerima (willingness to

accept) ganti rugi paling minimum atas hilang atau rusaknya sumber daya alam

yang dia miliki (Fauzi, 2004).

Sesuatu yang merugikan, memiliki nilai ekonomi yang negatif yang akan

mengurangi kesejahteraan manusia. Nilai ekonomi akan muncul sebagai

kesediaan untuk membayar kerugian (WTP) atau sebagai kesediaan untuk

menerima (WTA) kompensasi untuk mentolerir. Alasan untuk menggunakan

WTP dan WTA adalah manfaat kebijakan dapat dibandingkan langsung dengan

biaya kebijakan. Tingkat diskonto dalam hal ini suatu nilai ekonomi. Masalah

dengan menggunakan WTP dan WTA sebagai beban dalam preferensi

menyatakan dengan bentuk lain dari survei adalah bahwa individu mungkin

kurang informasi tentang konsekuensi dari pilihan dan mungkin membuat pilihan

yang salah dan alternatif mungkin sulit bagi individu untuk melihat dan

memahami. Memunculkan penilaian pertanyaan elisitasi nilai ini dirancang untuk

menarik keluar kesediaan masyarakat untuk perdagangan barang (atau dampak)

untuk uang. Dalam proses ini sangat penting untuk memperoleh baik WTP

maksimum atau WTA minimum untuk konsisten dengan teori dasar ekonomi

(32)

3.1.2.2. Tahapan-Tahapan dalam Penerapan Analisis CVM

Tahapan dalam penerapan analisis CVM (Hanley dan Spash, 1993) :

1. Membuat Pasar Hipotetik

Pasar hipotetik (hypothetical market) membangun suatu alasan mengapa

masyarakat seharusnya membayar terhadap suatu barang/jasa lingkungan atau

menerima ganti rugi dari dipergunakannya barang/jasa lingkungan oleh pihak

lain dimana tidak terdapat nilai dalam mata uang berapa harga barang/jasa

lingkungan tersebut. Dalam pasar hipotetik harus terdapat penjelasan secara

mendetail, nyata, dan informatif mengenai barang dan jasa lingkungan.

2. Mendapatkan Penawaran Besarnya Nilai WTP/WTA

Tahap mendapatkan penawaran besarmya nilai WTP/WTA (obtaining bids)

dapat dilakukan melalui wawancara tatap muka, dengan perantara telepon,

atau surat. Wawancara dengan surat sering mengalami bias dalam bentuk

tidak mendapat tanggapan atau tanggapan rendah. Wawancara menggunakan

petugas yang terlatih memungkinkan pertanyaan dan jawaban secara lebih

rinci, tetapi tidak menutup kemungkinan bias yang dilakukan oleh petugas

tersebut.

3. Memperkirakan Nilai Rata-Rata WTP dan/atau Nilai Tengah WTA

Setelah data mengenai nilai WTP/WTA terkumpul, tahap selanjutnya adalah

perhitungan nilai tengah (median) dan rata-rata (mean) dari WTP/WTA

(calculating average WTP and/or mean WTA). Nilai tengah digunakan apabila

terjadinya rentang nilai penawaran yang terlalu jauh, misalnya 100

rumahtangga, 99 rumahtangga memiliki nilai penawaran Rp 1 000 000.00

(33)

Dalam perhitungan statistika, nilai ini disebut sebagai outlier dan biasanya

tidak dimasukkan ke dalam perhitungan (Fauzi, 2004).

4. Memperkirakan Kurva Penawaran

Sebuah kurva dapat diperkirakan dengan nilai WTP/WTA (estimating bid

curve) sebagai variabel terikat dan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai

tersebut sebagai variabel bebas. Kurva penawaran ini dapat digunakan untuk

memperkirakan perubahan nilai WTP/WTA karena perubahan sejumlah

variabel bebas yang berhubungan dengan mutu lingkungan.

5. Menjumlahkan Data

Penjumlahan data (agregating data) merupakan proses dimana nilai tengah

penawaran dikonversikan terhadap total populasi yang dimaksudkan.

6. Mengevaluasi Penggunaan CVM

Tahap mengevaluasi penggunaan CVM (evaluating the CVM exercise)

menilai sejauh mana penerapan CVM telah berhasil dilakukan. Penilaian

tersebut dilakukan dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan seperti apakah

rumahtangga benar-benar mengerti pasar hipotetik, berapa banyak

kepemilikan rumahtangga terhadap barang/jasa lingkungan yang terdapat

dalam pasar hipotetik, seberapa baik pasar hipotetik yang dibuat dapat

mencakup semua aspek barang/jasa lingkungan, dan lain-lain pertanyaan

sejenis.

Evaluasi studi CVM juga dapat dilihat dari nilai R2 yang dihasilkan (Mitchell

dan Carson, 1989 dalam Garrord dan Willis, 1999). Nilai R2 ini didapat dari

hasil regresi antara WTA dengan luas lahan, lama tinggal, pengeluaran

rumahtangga, tingkat pendidikan, status kepemilikan rumah dan jarak ke

(34)

dapat dikatakan tidak reliable. Namun nilai R2 yang tinggi dapat menunjukan

tingkat kepercayaan penggunaan CVM.

3.1.2.3. Kelebihan dan Kekurangan CVM

Secara khusus, CVM menyarankan pentingnya mengetahui nilai

keberadaan barang-barang dan jasa lingkungan. Salah satu kelebihan CVM adalah

kemampuan dalam mengestimasi nilai nonpengguna. CVM memungkinkan

seseorang dapat mengukur utilitasnya dari keberadaan barang lingkungan, bahkan

jika mereka sendiri tidak menggunakannya secara langsung (Hanley dan Spash,

1993).

Kelemahan yang terdapat dalam CVM adalah munculnya bias dalam

pengumpulan data. Bias-bias yang mungkin terjadi dalam CVM terdiri atas:

1. Bias Strategi

Bias strategi (strategic bias) terjadi karena latar belakang pemanfaatan benda

lingkungan yang bersifat nonexcludability sehingga mendorong terciptanya

seorang rumahtangga bertindak sebagai free rider. Alternatif untuk

mengurangi bias ini adalah melalui penjelasan bahwa semua orang akan

membayar nilai tawaran rata-rata atau penekanan sifat hipotesis dari

perlakuan.

2. Bias Rancangan

Beberapa hal dalam rancangan survei yang dapat mempengaruhi

rumahtangga:

a. Pemilihan jenis tawaran (choice of bid vehicle). Jenis tawaran yang

diberikan dalam bentuk “karcis masuk kawasan” akan menghasilkan nilai

WTP yang lebih rendah dibandingkan dengan dalam bentuk “trust fund

(35)

terjadi karena individu merasa tidak senang membayar atau mengeluarkan

uang pada saat ia ingin melakukan rekreasi di kawasan tersebut atau

karena kebijakan karcis merupakan kebijakan fiskal yang tidak popular di

masyarakat.

b. Bias titik awal (starting point bias). Pada metode bidding game, titik awal

yang diberikan kepada rumahtangga dapat mempengaruhi nilai tawaran

(bid) yang ditawarkan. Hal ini dapat dikarenakan rumahtangga yang

ditanyai merasa kurang sabar atau karena titik awal yang mengemukakan

besarnya nilai tawaran adalah tepat dengan selera rumahtangga.

c. Sifat informasi yang ditawarkan (nature of information provided). Dalam

pasar hipotesis, rumahtangga mengkombinasikan informasi benda

lingkungan yang diberikan dan bagaimana pasar akan bekerja. Tanggapan

rumahtangga dipengaruhi oleh pasar hipotesis maupun komoditi maupun

komoditi yang diinformasikan saat survei. Informasi yang dapat merubah

preferensi dapat dipandang menyatakan sebuah bias.

3. Bias yang berhubungan dengan kondisi kejiwaan rumahtangga

Bias yang berhubungan dengan kondisi kejiwaan rumahtangga (mental

account bias) terkait dengan langkah proses pembuatan keputusan seorang

individu dalam memutuskan seberapa besar pendapatan, kekayaan, dan

waktunya yang dapat dihabiskan untuk benda lingkungan tertentu.

4. Kesalahan pasar hipotetik

Kesalahan pasar hipotetik (hypothetical market error) terjadi jika fakta yang

ditanyakan kepada rumahtangga dalam pasar hipotetik membuat tanggapan

rumahtangga berbeda dengan konsep yang diinginkan peneliti sehingga nilai

(36)

studi CVM tidak berhadapan dengan perdagangan aktual, melainkan suatu

perdagangan atau pasar yang murni hipotetik yang didepankan dari pertemuan

antara kondisi psikologi dan sosiologi perilaku.

3.1.2.4. OrganisasiPengoperasian CVM

Organisasi pengoperasian valuasi kontingensi, terdapat beberapa hal yang

harus diperhatikan (Hanley dan Spash, 1993) :

1. Pasar hipotesis yang digunakan harus memiliki kredibilitas dan realistik.

2. Alat pembayaran yang digunakan dan atau ukuran kesejahteraan (WTP dan

WTA) sebaiknya tidak kontroversial dengan yang berlaku di masyarakat.

3. Rumahtangga sebaiknya memiliki informasi cukup mengenai barang

lingkungan yang dimaksud pada kuesioner dan alat pembayaran untuk

penawaran mereka.

4. Jika memungkinkan ukuran WTP/WTA sebaiknya dicari, karena rumahtangga

sering kesulitan menentukan nominal yang ingin mereka berikan atau terima.

5. Ukuran contoh yang cukup besar sebaiknya dipilih untuk mempermudah

memperoleh selang kepercayaan dan reabilitas.

6. Pengujian bias, sebaiknya dilakukan dan mengadopsi strategi untuk

memperkecil strategic bias secara khusus.

7. Penawaran sanggahan sebaiknya diidentifikasi.

8. Diperlukan pengetahuan dengan pasti jika contoh memiliki karakteristik yang

sama dengan populasi dan penyesuaian diperlukan.

9. Tanda parameter sebaiknya dilihat kembali untuk melihat jika mereka setuju

(37)

3.1.3. Asumsi Pendekatan Willingness to Accept (WTA)

Asumsi-asumsi yang diperlukan dalam pelaksanaan pengumpulan nilai

WTA dari masing-masing rumahtangga adalah:

1. Rumahtangga yang bersedia menerima ganti rugi (WTA) mengenal dengan

baik kawasan dekat jalur KRL Kebon Baru, Kecamatan Tebet, Jakarta

Selatan, Kota DKI Jakarta.

2. Pemerintah DKI Jakarta memberikan perhatian terhadap kualitas lingkungan

dan penataan kota termasuk kawasan Kebon Baru.

3. Pemerintah DKI Jakarta bersedia untuk memberikan ganti rugi atas perubahan

kualitas lingkungan akibat adanya ganti rugi pemukiman rumahtangga yang

tinggal di dekat jalur KRL Kebon Baru .

4. Rumahtangga yang dipilih dari penduduk yang relevan, dimana setiap satu

tempat tinggal yang diambil dianggap sebagai satu kepala keluarga.

3.1.4. Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran dan perumusan masalah penelitian,

hipotesis penelitian adalah :

1. Persepsi rumahtangga terhadap kondisi kelayakan lingkungan tempat tinggal

di dekat jalur KRL dipengaruhi secara negatif oleh tingkat pendidikan dan

dipengaruhi secara positif oleh luas lahan, lama tinggal, jarak ke sumber

bising dan status kepemilikan rumah.

2. Kesediaan rumahtangga dalam menerima ganti rugi pemukiman dipengaruhi

secara positif oleh jumlah anggota rumahtangga, luas lahan, jarak ke sumber

bising, dan status kepemilikan rumah dan dipengaruhi secara negatif oleh

(38)

3. Nilai WTA rumahtangga yang status kepemilikan rumah milik lebih tinggi

daripada nilai WTA rumahtangga yang status kepemilikan rumah sewa.

Besarnya WTA dipengaruhi secara negatif oleh lama tinggal dan dipengaruhi

secara positif oleh luas lahan, pengeluaran rumahtangga, tingkat pendidikan,

jarak ke sumber bising dan status kepemilikan rumah.

3.2. Kerangka Operasional

Kerangka operasional mengenai penelitian ini dapat dilihat pada Gambar

1. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pembangunan yang tidak merata di

Indonesia sehingga terjadi urbanisasi besar-besaran ke wilayah pusat

perekonomian dan pusat pemerintahan, yaitu DKI Jakarta. Adanya urbanisasi

tersebut menyebabkan wilayah DKI Jakarta semakin padat dan meningkatnya

permintaan pemukiman. Lahan yang jumlahnya tetap dan terbatas menyebabkan

timbulnya pemukiman yang padat. Beberapa dari wilayah tersebut adalah adalah

wilayah yang kurang layak untuk dijadikan tempat tinggal. Salah satunya adalah

wilayah dekat jalur KRL, Kebon Baru, Jakarta Selatan.

Analisis persepsi rumahtangga terhadap kondisi kelayakan lingkungan

tempat tinggal di dekat jalur KRL dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Analisis yang digunakan adalah regresi logit sehingga diketahui pula faktor-faktor

apa saja yang mempengaruhinya. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi

persepsi rumahtangga terhadap kondisi kelayakan lingkungan tempat tinggal

adalah tingkat pendidikan, luas lahan, lama tinggal, jarak ke sumber bising

dan status kepemilikan rumah. Analisis kesediaan rumahtangga dalam

menerima dana ganti rugi pemukiman dan faktor-faktor apa saja yang

mempengaruhinya. Analisis ini juga menganalisis besarnya ganti rugi

(39)

Keterangan: tidak masuk dalam objek penelitian

Gambar 1. Diagram Alur Kerangka Operasional

Urbanisasi

Permintaan pemukiman meningkat

Pemukiman padat dan kurang layak di wilayah Kebon Baru

Risiko bermukim di dekat jalur KRL

Rekomendasi Kebijakan Ganti Rugi Wilayah Dekat Jalur KRL Faktor-faktor

Pembangunan yang tidak merata

(40)

yaitu dengan menggunakan regresi linier berganda. Faktor-faktor yang diduga

mempengaruhi analisis ini adalah luas lahan, lama tinggal, pengeluaran

rumahtangga, tingkat pendidikan, status kepemilikan rumah dan jarak ke sumber

bising.

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi dan gambaran

tentang kebijakan yang dapat diambil oleh pemerintah. Kebijakan tersebut adalah

kebijakan dalam menentukan ganti rugi pemukiman di dekat jalur KRL sehingga

tercipta tata kota yang lebih baik yang menguntungkan baik untuk masyarakat

(41)

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di pemukiman penduduk di dekat jalur KRL di

Kelurahan Kebon Baru, Jakarta Selatan. Pemilihan dilakukan secara sengaja

(purposive) karena salah satu wilayah di kelurahan tersebut merupakan daerah

yang dekat dengan jalur KRL. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Juli

2010.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Data primer adalah data yang dibutuhkan untuk tujuan penelitian. Data

primer digunakan meliputi: karakteristik rumahtangga, persepsi rumahtangga

terhadap kondisi kelayakan lingkungan tempat tinggal di dekat jalur KRL,

persepsi rumahtangga terhadap kesediaan menerima ganti rugi pemukiman,

estimasi besarnya nilai ganti rugi yang bersedia diterima rumahtangga (WTA) dan

faktor-faktor yang mempengaruhinya. Data sekunder adalah data yang digunakan

tidak untuk tujuan penelitian. Data sekunder merupakan data mengenai gambaran

umum Kelurahan Kebon Baru diantara mengenai wilayah dan kondisi penduduk

secara umum. Data-data tersebut diperoleh dari Kelurahan Kebon Baru, Jakarta

Selatan dan instansi-instansi terkait.

4.3. Penentuan Sampel Rumahtangga

Pengambilan sampel dilakukan dengan metode nonprobabilty sampling.

Kelompok masyarakat yang menjadi pada penelitian ini adalah masyarakat yang

tinggal di dekat jalur KRL. Masyarakat yang dipilih menjadi adalah masyarakat

(42)

penelitian adalah 120 rumahtangga. Rumahtangga tersebut terdiri dari 30

rumahtangga dengan status kepemilikan rumah milik dan dengan jarak ke sumber

bising kurang dari sama dengan 20 meter, 30 rumahtangga dengan status

kepemilikan rumah sewa dan dengan jarak ke sumber bising kurang dari sama

dengan 20 meter, 30 rumahtangga dengan status kepemilikan rumah milik dan

dengan jarak ke sumber bising lebih dari 20 meter dan 30 rumahtangga dengan

status kepemilikan rumah sewa dan dengan jarak ke sumber bising lebih dari 20

meter. Status kepemilikan rumah digunakan dalam penentuan jumlah

rumahtangga karena status kepemilikan rumah diduga mempengaruhi hipotesis

dari penelitian. Sedangkan jarak 20 meter dijadikan batasan karena wilayah yang

kemungkinan besar akan digusur adalah yang memiliki jarak kurang dari sama

dengan 20 meter ke jarak sumber bising. Penjelasan mengenai pengambilan

sampel dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Penentuan Jumlah Sampel Rukun

Warga

Rukun Tetangga

006 002 003

Jumlah

Sampel 15 15

013 001 002 004 006 009 011

Jumlah

Sampel 15 15 15 15 15 15

4.4. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan pada awal bulan April. Data yang

dikumpulkan adalah data primer melalui wawancara survei menggunakan alat

kuisioner kepada rumahtangga dan data sekunder yang berasal dari

(43)

4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh dalam penelitian dianalisis secara kuantitatif.

Pengelolaan dan analisis menggunakan komputer dengan program Microsoft

Office Excel dan Minitab for Windows Release 14. Matriks analisis data yang

digunakan untuk menjawab tujuan-tujuan penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Matriks Analisis Data

No Tujuan Penelitian Sumber Data Analisis Data

1. Kajian tentang faktor-tinggal di dekat jalur KRL.

2. Kajian tentang

faktor-faktor yang

3. Kajian estimasi nilai ganti rugi yang bersedia diterima rumahtangga (Willingness to Accept).

Dari wawancara langsung

4. Kajian tentang

faktor-faktor yang mempengaruhi nilai ganti

rugi yang bersedia diterima rumahtangga (Willingness to Accept).

Dari wawancara langsung

4.5.1. Analisis Persepsi Rumahtangga terhadap Kondisi Kelayakan

Lingkungan Tempat Tinggal di Dekat Jalur Kereta Rel Listrik (KRL)

Penilaian rumahtangga terhadap kelayakan tempat tinggal di dekat jalur

KRL, Kebon Baru dianalisis menggunakan alat analisis regresi logit. Analisis

(44)

yang mempengaruhi persepsi rumahtangga terhadap kondisi kelayakan

lingkungan tempat tinggal di dekat jalur KRL sebagai tempat tinggal. Bentuk

model regresi logit yang digunakan dalam analisis adalah:

Li Layak =

α

0 –

α

1 PDDKNi +

α

2 LUASi +

α

3 LMTGi +

α

4 JRSBi +

α

5 SRMHi + Ui

dimana

Li Layak = Peluang rumahtangga menyatakan layak atau tidak layak

terhadap kondisi kelayakan lingkungan tempat tinggal di

dekat jalur KRL sebagai (bernilai 1 untuk “layak” dan

bernilai 0 untuk “tidak layak”)

α

0 = Konstanta

α

1….

α

5 = Koefisien regresi

PDDKN = Tingkat pendidikan (bernilai 0 untuk “lama pendidikan

kurang dari sama dengan pendidikan tingkat SMP atau 9

tahun” dan nilai 1 untuk “lama pendidikan di atas SMP

atau lebih dari 9 tahun”)

LUAS = Luas lahan (m2)

LMTG = Lama tinggal (tahun)

JRSB = Jarak ke sumber bising (m)

SRMH = Status kepemilikan rumah (bernilai 1 untuk “milik sendiri”

dan bernilai 0 untuk “bukan milik sendiri”)

i = Rumahtangga sampel ke-i (1,2,3,…,120)

(45)

nilai dugaan yang diharapkan (hipotesis) :

α

2,

α

3,

α

4,

α

5 > 0

α

1< 0

Tingkat pendidikan diestimasi berbanding terbalik dengan rumahtangga

yang menilai layak pemukiman di dekat jalur KRL, Kebon Baru sebagai tempat

tinggal. Ini berarti, semakin tinggi pendidikan maka rumahtangga menyadari

bahwa lingkungan tempat tinggalnya di dekat jalur KRL seharusnya memang

bukan menjadi daerah pemukiman. Tingkat pendidikan mempengaruhi pola pikir

seseorang, persepsi, penilaian terhadap lingkungan serta bagaimana cara

menanggapi pertanyaan mengenai lingkungan.

Variabel luas lahan diestimasi memiliki hubungan positif dengan penilaian

rumahtangga mengenai layak dan tidak layaknya menjadikan pemukiman di dekat

jalur KRL sebagai tempat tinggal. Semakin luas lahan, seseorang akan merasa

senang tinggal di rumah, meskipun keadaan lingkungannya kurang baik, sehingga

seseorang akan menilai tempat tinggal sebagai tempat tinggal yang layak

walaupun lokasinya di dekat jalur KRL.

Selanjutnya, variabel lama tinggal di Kebon Baru diestimasi memiliki

hubungan positif. Semakin lama rumahtangga tinggal di Kebon Baru,

rumahtangga semakin terbiasa dengan kondisi lingkungan tempat tinggal mereka.

Variabel jarak ke sumber bising juga diduga berpengaruh positif terhadap peluang

rumahtangga suka tetap tinggal di sekitar jalur KRL, dimana semakin jauh jarak

dari sumber bising maka rumahtangga semakin menyukai tempat tinggalnya.

Variabel status kepemilikan rumah diestimasi memiliki hubungan positif

(46)

tinggal di dekat jalur KRL. Jika rumahtangga tinggal di rumah dengan status

kepemilikan rumah milik sendiri, maka rumahtangga merasa tinggal legal di

daerah tersebut dan menyatakan menjadikan pemukiman dekat KRL, Kebon Baru

sebagai tempat tinggal.

Estimasi parameter model logit menggunakan metode Maximum

Likelihood Estimator (MLE).

4.5.2. Analisis Kesediaan Rumahtangga Menerima Ganti Rugi Pemukiman

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan rumahtangga dalam

menerima ganti rugi dilakukan dengan menggunakan alat regresi logit.

Penggunaan model logit digunakan untuk dapat mengestimasi peluang

rumahtangga untuk menerima atau tidak menerima ganti rugi pemukiman, serta

faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya. Bentuk model regresi logit yang

digunakan untuk mengkaji kesediaan/ketidaksediaan rumahtangga dalam

menerima ganti rugi adalah:

Li Sedia = 0 – 1 JMLANGi – 2 LUASi – 3 JRSBi + 4 PDDKNi

- 5 SRMHi + Ui

dimana

Li Sedia = Peluang kesediaan rumahtangga menerima ganti

rugi pemukiman (bernilai 1 untuk “bersedia” dan

bernilai 0 untuk “tidak bersedia”)

β0 = Konstanta

β1….β5 = Koefisien regresi

JMLANG = Jumlah anggota rumahtangga (orang)

LUAS = Luas lahan (m2)

(47)

PDDKN = Tingkat pendidikan (bernilai 0 untuk “lama

pendidikan kurang dari sama dengan pendidikan

tingkat SMP atau 9 tahun” dan “nilai 1 untuk lama

pendidikan di atas SMP atau lebih dari 9 tahun”)

SRMH = Status kepemilikan rumah (bernilai 1 untuk “milik

sendiri” dan bernilai 0 untuk “bukan milik sendiri”)

i = Rumahtangga sampel ke-i (1,2,3,…,120)

U = Galat

nilai dugaan yang diharapkan (hipotesis):

β4 > 0

β1, β2, β3, β5 < 0

Variabel jumlah anggota rumahtangga diestimasi memberikan pengaruh

negatif pada kesediaan menerima ganti rugi. Semakin banyak jumlah anggota

rumahtangga semakin besar biaya hidup dan kesulitan jika harus berpindah tempat

tinggal. Hal ini kemudian menyebabkan rumahtangga tidak bersedia menerima

ganti rugi yang diajukan dan menolak menerima ganti rugi, begitu pula

sebaliknya.

Variabel luas lahan diestimasi memiliki hubungan negatif dengan

kesediaan rumahtangga menerima ganti rugi pemukiman. Semakin luas lahan

seseorang maka rumahtangga akan merasa nyaman dan tidak terlalu terganggu

dengan perubahan kualitas lingkungan dan sekitarnya. Selain itu, rumahtangga

dengan lahan yang luas sudah mengeluarkan biaya besar untuk membangun

tempat tinggalnya. Faktor tersebut menyebabkan rumahtangga tidak bersedia

menerima ganti rugi. Variabel pengeluaran diestimasi berpengaruh positif

(48)

Variabel jarak ke sumber bising diestimasi berpengaruh negatif terhadap

peluang rumahtangga untuk bersedia menerima ganti rugi, dimana semakin jauh

jarak dari sumber bising maka rumahtangga semakin menyukai tempat tinggalnya

dan tidak merasa terganggu dengan adanya jalur KRL.

Variabel tingkat pendidikan diestimasi berhubungan positif terhadap

kesediaan menerima ganti rugi, dimana semakin tinggi tingkat pendidikan maka

rumahtangga menyadari adanya kebisingan dan bahaya akibat adanya KRL

sehingga bersedia menerima ganti rugi pemukiman. Namun, variabel status

kepemilikan rumah diestimasi berpengaruh negatif. Jika menempati rumah milik

rumahtangga sendiri, maka rumahtangga menolak ganti rugi.

Estimasi parameter model logit menggunakan metode Maximum

Likelihood Estimator (MLE).

4.5.3. Estimasi WTA Rumahtangga dan Analisis Faktor-Faktor yang

Mempengaruhinya

Estimasi nilai WTA rumahtangga dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan pendekatan CVM yang terdiri dari enam tahap, yaitu:

1. Membangun Pasar Hipotesis

2. Memperoleh Nilai Tawaran

3. Menghitung Dugaan Nilai Rataan WTA

4. Menduga Kurva Penawaran WTA

5. Menjumlahkan Data

6. Mengevaluasi Penggunaan CVM

Analisis faktor-faktor mempengaruhi WTA rumahtangga di Kelurahan

(49)

(Willingness to Accept) menggunakan model regresi linier berganda sebagai

berikut:

WTA = 0 + 1 LUASi - 2 LMTGi + 3 PGLRi + 4 PDDKNi +

5 SRMHi + 6 JRSBi + Ui

dimana:

WTA = Nilai WTA rumahtangga

0 = Konstanta

1…. 6 = Koefisien regresi

LUAS = Luas lahan (m2)

LMTG = Lama tinggal (tahun)

PGLR = Pengeluaran rumahtangga (Rp/tahun)

PDDKN = Tingkat pendidikan (bernilai 0 untuk “lama pendidikan

kurang dari sama dengan pendidikan tingkat SMP atau 9

tahun” dan nilai 1 untuk “lama pendidikan di atas SMP

atau lebih dari 9 tahun”)

SRMH = Status kepemilikan rumah (bernilai 1 untuk “milik

sendiri” dan bernilai 0 untuk “bukan milik sendiri”)

JRSB = Jarak ke sumber bising (m)

i = Rumahtangga sampel ke-i (1,2,3,…,68)

U = Galat

nilai estimasi yang diharapkan (hipotesis):

2 < 0

1, 3, 4, 5, 6 > 0

Variabel luas lahan diestimasi memberikan pengaruh positif pada nilai

(50)

diestimasi memberikan nilai ganti rugi yang semakin besar. Luasnya lahan

menunjukan seberapa besar biaya yang dikeluarkan untuk membangun rumah

tersebut, sehingga nilai ganti rugi yang diminta juga semakin besar.

Variabel lama tinggal diestimasi memberikan pengaruh negatif. Hal ini

disebabkan semakin lama rumahtangga tinggal di dekat jalur KRL, maka

rumahtangga kurang mengetahui perkembangan NJOP di wilayah ini karena

mereka telah lama tidak menjual atau membeli tanah yang mereka tempati saat

ini.

Variabel pengeluaran rumahtangga merupakan bayangan dari variabel

pendapatan rumahtangga karena variabel pengeluaran rumahtangga diestimasi

lebih akurat dibandingkan variabel pendapatan rumahtangga. Variabel

pengeluaran rumahtangga diestimasi berpengaruh positif terhadap nilai ganti rugi

yang bersedia diterima oleh rumahtangga (WTA), dimana semakin tinggi

pengeluaran maka nilai kesediaan menerima ganti rugi rumahtangga (WTA)

semakin tinggi. Selain itu, variabel tingkat pendidikan juga berpengaruh positif

terhadap nilai ganti rugi yang bersedia diterima oleh rumahtangga (WTA), dimana

semakin tinggi pendidikan, nilai kesediaan menerima ganti rugi (WTA) semakin

tinggi. Variabel status kepemilikan rumah diestimasi berpengaruh positif. Jika

rumah yang ditempati rumahtangga adalah milik sendiri, maka rumahtangga mau

menerima ganti rugi yang lebih tinggi, dan sebaliknya. Variabel status

kepemilikan rumah digunakan untuk mengetahui apakah implikasi dari perbedaan

status kepemilikan rumah dalam penilaian WTA. Variabel jarak ke sumber bising

diestimasi berpengaruh positif terhadap besarnya ganti rugi karena semakin jauh

Gambar

Gambar 1. Diagram Alur Kerangka Operasional
Tabel 3. Matriks Analisis Data
Tabel 4. Rekapitulasi Jumlah Penduduk Menurut Golongan Umur
Tabel 5. Karakteristik Rumahtangga Kelurahan Kebon Baru
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian Richa dkk, yang membandingkan manfaat larutan madu multiflora dan madu manuka terhadap penurunan indeks plak, menunjukan adanya penurunan indeks plak pada

Akibat gaya-gaya yang bekerja seperti pada gambar dan percepatan gravitasi bumi di tempat ini 10 m/s², besar resultan gaya gaya pada benda tersebut adalah..... Besar

Kelengkapan berarti semua informasi yang dibutuhkan untuk representasi yang terpercaya telah dihasilkan. Kelalaian dapat menyebabkan informasi menjadi salah

penjatuhan pidana penjara 2 (dua) tahun tersebut, karena mengingat latar belakang dan profesi terdakwa dan akibat yang ditimbulkan dari tindak pidana penodaan agama yang

Secara prinsip, kerangka ini dapat dipergunakan untuk berbagai hal, seperti: menentukan tingkat optimalisasi penggunaan aset TIK dengan cara membandingkan antara fitur/kapabilitas

Menurut Sugiyanto (2013, 147) statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisa data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang

Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan rancangan penelitian berdasarkan permasalahan riil yang dialami dan karakteristik penelitian yang

Pada Tabel 7 menunjukan bahwa pengaruh berat badan awal dan lama pemuasaan terhadap konversi pakan ayam pedaging strain Cobb tidak berpengaruh.. Lebih