• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBINGKAIAN KASUS GAYUS TAMBUNAN PERGI KE BALI PADA SURAT KABAR HARIAN JAWA POS DAN KOMPAS.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMBINGKAIAN KASUS GAYUS TAMBUNAN PERGI KE BALI PADA SURAT KABAR HARIAN JAWA POS DAN KOMPAS."

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBINGKAIAN KASUS GAYUS TAMBUNAN PERGI KE BALI

PADA SURAT KABAR HARIAN JAWA POS

DAN KOMPAS

SKRIPSI

OLEH :

ANDI PRAYOKO 0643010330

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN” JATIM

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

(2)

Judul Penelitian : PEMBINGKAIAN KASUS GAYUS TAMBUNAN PERGI KE BALI PADA SURAT KABAR HARIAN JAWA POS DAN KOMPAS

Nama Mahasiswa : ANDI PRAYOKO

NPM : 0643010330

Progdi : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi

Menyetujui Pembimbing Utama

Dr. Catur Suratnoaji, MSi NPT. 3 6804 94 0028 1

Mengetahui, Dekan

(3)

Judul Penelitian : PEMBINGKAIAN KASUS GAYUS TAMBUNAN PERGI KE BALI PADA SURAT KABAR HARIAN JAWA POS DAN KOMPAS

Nama Mahasiswa : ANDI PRAYOKO

NPM : 0643010330

Progdi : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

(4)

Judul Penelitian : PEMBINGKAIAN KASUS GAYUS TAMBUNAN PERGI KE BALI PADA SURAT KABAR HARIAN JAWA POS DAN KOMPAS

Nama Mahasiswa : ANDI PRAYOKO

NPM : 0643010330

Progdi : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Menyetujui,

(5)

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul PEMBINGKAIAN KASUS GAYUS TAMBUNAN PERGI KE BALI PADA SURAT KABAR HARIAN JAWA POS DAN KOMPAS

Penulis menyadari bahwa di dalam penyusunan skripsi ini banyak terdapat kekurangan, hal ini disebabkan sangat terbatasnya ilmu dan kurangnya pengalaman Penulis dalam penyusunan skripsi. Meskipun demikian, dalam penyusunan skripsiini Penulis telah mendapatkan bimbingan Bapak Dr. Catur Suratnoaji, MSi,. Oleh karena itu pada kesempatan ini pula, Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, diantaranya:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP, selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

2. Dra. Hj. Suparwati, MSi, selapku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3. Bapak Juwito, S.Sos, MSi, Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

(6)

5. Untuk semua pihak yang mendukung baik semangat maupun doa-nya yang Peneliti tidak dapat sebutkan satu per satu.

Demikian atas segala bantuan, baik moril maupun materiil yang telah diberikan, semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya. Penulis menyadari bahwa ini semua masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun

(7)

DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

ABSTRAKSI ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 12

1.3 Tujuan Penelitian ... 12

1.4 Kegunaan Penelitin ... 13

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 14

2.1 Landasan Teori ... 14

2.1.1 Media dan Konstruksi Realitas ... 14

2.1.2 Ideologi Media ... 16

2.1.3 Model Hierarchi Of Influence ... 17

2.1.4 Berita Sebagai Hasil Konstruksi Realitas ... 19

2.1.5 Analisis Framing ... 21

2.1.6 Perangkat Framing zhondang Pan dan Gerald M. Kosicki ... 25

2.2 Kerangka Berpikir ... 31

BAB III METODE PENELITIAN ... 33

3.1 Metode Penelitian ... 33

(8)

3.3 Unit Analisa ... 35

3.4 Corpus ... 35

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 37

3.6 Teknik Analisa Data ... 37

3.7 Langkah-langkah Analisis Framing ... 38

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian ... 44

4.1.1 Gambaran Umum Surat Kabar Harian Jawa Pos ... 44

4.1.2 Gambaran Umum Surat Kabar Harian Kompas... 47

4.1.2.1 Sejarah Perkembangan Surat Kabar Harian Kompas... 47

4.1.2.2 Kebijakan Redaksional Kompas ... 51

4.2 Hasil Dan Pembahasan ... 52

4.2.1 Analisis Framing Surat Kabar Harian Jawa Pos ... 53

4.2.2 Analisis Framing Surat Kabar Harian Kompas ... 66

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 76

5.2 Saran ... 77

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Analisis framing Jawa Pos Tanggal 14 November 2010 ... 58

Tabel 4.2 Analisis framing Jawa Pos Tanggal 15 November 2010 ... 64

Tabel 4.3 Analisis Framing Kompas Tanggal 8 November 2010 ... 68

Tabel 4.3 Analisis Framing Kompas Tanggal 14 November 2010 ... 71

(10)

ABSTRAKSI

ANDI PRAYOKO , PEMBINGKAIAN KASUS GAYUS TAMBUNAN PERGI KE BALI PADA SURAT KABAR HARIAN JAWA POS DAN KOMPAS

Penelitian ini dilatar belakangi oleh munculnya pemberitaan Gayus Tambunan sedang menonton turnamen tenis Commonwealth Bank Tournament of Champions 2010 di Nusa Dua, Bali. Pria berjaket itu mengenakan kaca mata dan berambut tebal yang diduga rambut palsu alias wig. Dia terjepret oleh kamera dua fotografer sebuah harian ibu kota saat peliputan pertandingan antara petenis Daniela Hantuchova dan Yanina Wickmayer.

Sebuah realitas yang disajikan oleh media massa bukanlah realitas yang sebenarnya namun merupakan konstruksi bentukan. Hal ini sesuai dengan pandangan konstruksionis yang menyatakan media bukanlah saluran yang bebas namun juga sebagai subjek yang mengkonstruksi realitas. Secara tidak langsung hal ini menyatakan bahwa berita yang disajikan oleh media merupakan hasil dari konstruksi realitas. Sehingga landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah media dan konstruksi realitas, ideology media, model hierarchi of influence, berita sebagai hasil konstruksi realitas, analisis framing, proses framing, perangkat framing Zhondang Pan dan Gerald M. Kosicki, serta kerangka berpikir.

Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan analisis framing. Analisis framing sangat tepat digunakan untuk menangkap kecenderungan sikap dan prespektif suatu media dalam cara pemberitaannya. Salah satu konsep framing adalah dari Zhondang Pan dan Gerald M Kosicki. Perangkat analisis Pan dan Kosicki ada empat unsur, yaitu sintaksis, skrip, tematik dan retoris. Corpus dalam penelitian ini adalah berita – berita Kasus Gayus Tambunan di surat kabar Harian Jawa Pos dan surat kabar Harian Kompas.

(11)
(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Berita muncul dalam benak manusia. Berita yang muncul dalam benak

manusia itu bukan suatu peristiwa, ia adalah sesuatu yang diserap setelah

peristiwa. Ia tidak identik dengan peristiwa, melainkan sebuah upaya untuk

merekonstruksi kerangka inti peristiwa tersebut – inti yang disesuaikan dengan

kerangka acuan yang dipertimbangkan agar peristiwa itu memiliki arti bagi

pembaca. Berita adalah sebuah aspek komunikasi dan memiliki karakteristik –

karakteristik yang lazim dari proses itu.

Media telah menjadikan dunia ini sebagai global village, media

menyajikan peristiwa – peristiwa dari berbagai belahan dunia kepada belahan

dunia lainnya seolah – olah dunia ini hanya sebesar sebuah desa. Pandangan

dunia, adalah bingkai yang dibuat untuk gambaran tentang dunia. Berbagai

peristiwa di dunia diberi makna dalam bingkai tersebut. Tanpa bingkai tersebut,

kejadian – kejadian akan tampak kacau balau dan membingungkan. Bingkai

adalah “skenario” yang ditulis wartawan untuk meletakkan setiap peristiwa dalam

alur cerita yang runtut. Namun skenario yang dibuat oleh wartawan pun sarat

dengan kepentingan pribadi, dan kepentingan – kepentingan tersebut

(13)

2

Antara media cetak satu dengan media yang cetak lainnya terdapat

perbedaan dalam membingkai atau mengkonstruksi suatu realita. Para jurnalis

selalu menyatakan dirinya telah bertindak secara obyektif, seimbang dan tidak

berpihak pada kepentingan apapun kecuali rasa solidaritas atas hak khalayak

(masyarakat) untuk mengetahui kebenaran. Meskipun sikap independen dan

obyektif dijadikan patokan setiap jurnalis, namun pada kenyataannya masih sering

dijumpai suguhan berita yang berbeda atas suatu peristiwa. Ada media yang

menonjolkan aspek tertentu, di lain pihak ada media yang memilintir atau

menutupi aspek tertentu. Hal tersebut menunjukkan bahwa dibalik jubah

kebesaran indepedensi dan obyektifitas, seorang jurnalis menyimpan paradoks,

tragedi bahkan ironi Ini berarti disatu sisi media dapat menjadi sarana penyebaran

ideologi penguasa, alat legitimasi dan kontrol atas wacana publik. namun disisi

lain, media juga dapat menjadi alat untuk membangun kultur dan ideologi

tandingan.

Berita yang dibangun berdasarkan realitas, tidak langsung ditampilkan apa

adanya, melainkan sebuah rekonstruksi fakta sosial. Kontruksi sebuah realitas

berisi kesepakatan pemahaman, komunikasi intersubjektif, andil sejumlah pihak,

serta pengalaman bersama terhadap makna, norma, pesan, dan aturan.

(Siahaan,2001:74)

Pekerjaan media pada hakikatnya adalah mengkonstruksikan realitas. Isi

media adalah hasil dari para pekerja media mengkonstruksikan berbagai realitas

yang dipilihnya, diantaranya realitas politik.(Sobur;2001:88) Media sesungguhnya

(14)

3

dan fakta yang kompleks dan beragam. Louis Althusser dalam Sobur (1971)

menulis bahwa media dalam hubungannya dengan kekuasaan, menempati posisi

strategis, terutama karena anggapan akan kemampuannya sebagai sarana

legitimasi.(Sobur, 2001:30)

Media tidak hanya menentukan realitas macam apa yang akan

mengemuka, namun juga siapa yang layak dan tidak layak masuk dalam realitas

itu. Dalam hal ini, media menjadi sebuah kontrol yang bukan lagi semata-mata

sebagaimana dicita-citakan, yaitu “ …kontrol, kritik dalam koreksi pada setiap

bentuk kekuasaan agar kekuasaan selalu bermanfaat… “ (Leksono, 1998 : 24).

Tetapi kontrol yang mampu mempengaruhi bahkan mengatur isi pikiran dan

keyakinan-keyakinan masyarakat itu sendiri (Sobur, 2003 : 114 ).

Ketika kebebasan pers marak belakangan ini sejak era reformasi, banyak

media cetak lebih mengutamakan berita yang cenderung berbau sensasional.

Masalah obyektivitas pemberitaan pun menjadi perdebatan klasik dalam studi

media. Salah satu perdebatan yang mewakili dua pandangan pro dan kontra

obyektif adalah John C. Merril dan Everette E. Dennis (Siahaan, 2001 : 60-61).

Media sesungguhnya berada di tengah realitas sosial yang sarat dengan

kepentingan, konflik dan fakta yang kompleks dan beragam. Menurut Antonio

Gramsci (Eriyanto, 2003 : 47), media adalah sebuah ruang dimana berbagai

ideologi dipresentasikan. Ini berarti di satu sisi media dapat menjadi sarana

penyebaran ideologi penguasa, alat legitimasi dan kontrol atas wacana publik.

(15)

4

dan ideologi tandingan. Hal ini berkaitan dengan cara pandang atau perspektif

yang digunakan oleh masing-masing pihak.

Masing-masing institusi media tentunya memiliki ideologi serta visi dan

misi tersendiri. Ideologi tersebut akan mempengaruhi kebijakan redaksional

media. Seorang wartawan yang bekerja di suatu media dengan kebijakan

redaksional tertentu, tentunya akan mencari, meliput, menulis, dan melaporkan

peristiwa/ realitas berdasarkan kebijakan redaksional media. Kebijakan

redaksional tersebut akan membatasi kebebasan wartawan tersebut dalam

memahami dan mempersepsikan sebuah realitas. Intinya, bahwa seorang

wartawan, bagaimana cara dia menuliskan sebuah berita, akan mencerminkan

ideologi institusi media dimana dia bernaung. Sikap atau tendensi sang wartawan

dalam meliput atau melaporkan sebuah berita akan sekaligus menunjukkan sikap

dan tendensi institusi media tempat mereka bernaung.

Media bukanlah saluran yang bebas, media tidak sepenuhnya sama persis

seperti apa yang digambarkan, memberitakan apa adanya, cerminan dari realitas

yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Media yang kita lihat, justru

mengkonstruksi sedemikian rupa terhadap realitas yang ada. Ini semua terkait

dengan bagaimana cara pandang media untuk membingkai atau menkonstruksi

suatu realitas tertentu.

Berita yang dibaca dan dilihat di media bukanlah cerminan dari peristiwa

atau realitas itu sendiri, melainkan sebuah hasil rekonstruksi dari realitas. Dan

(16)

5

atau informasi yang kita konsumsi adalah hasil rekonstruksi atas peristiwa

menurut perspektif wartawan.

Untuk membuat informasi menjadi lebih bermakna biasanya sebuah media

cetak melakukan penonjolan-penonjolan terhadap suatu berita. Dalam

pengambilan keputusan mengenai sisi mana yang ditonjolkan tentu melibatkan

nilai dan ideologi para wartawan yang terlibat dalam proses produksi sebuah

berita (Sobur, 2001 : 163)

Dalam mengkonstruksi suatu realitas, antara media cetak satu dengan yang

lain terdapat perbedaan. Seperti halnya pemberitaan mengenai Gayus Tambunan.

yang ditulis oleh surat kabar Harian Jawa Pos dan surat kabar harian Kompas

terdapat perbedaan dalam menyajikan berita kepada khalayak, berita – berita yang

disampaikan kepada khalayak tentunya ada kebijakan redaksional yang dapat

berbeda – beda kelengkapan isi, susunan dan bentuknya. Perbedaan ini juga

disebabkan oleh yang disebut suatu permasalahan, visi atau pandangan itu

dijabarkan menjadi kebijakan editorial sekaligus menjadi kerangka acuan surat

kabar yang bersangkutan.(Oetama;2004:145)

Kedua harian ini memiliki cara pandang yang berbeda dalam menyeleksi

suatu isu dan menulis berita – berita mengenai Gayus Tambunan, hal ini

dikarenakan cara pandang wartawan masing – masing harian berbeda baik surat

kabar Harian Jawa Pos maupun surat kabar Harian Kompas. Dalam

mempersepsikan kasus tersebut yang kemudian membingkainya kedalam bentuk

(17)

6

dalam mengemas berita dapat disebabkan adanya perbedaan kebijakan redaksi dan

perbedaan visi dan misi dari masing – masing media.

Kepercayaan publik terhadap keseriusan penegakan hukum seolah runtuh

dengan pemberitaan Gayus Tambunan sedang menonton turnamen tenis

Commonwealth Bank Tournament of Champions 2010 di Nusa Dua, Bali. Pria

berjaket itu mengenakan kaca mata dan berambut tebal yang diduga rambut palsu

alias wig. Dia terjepret oleh kamera dua fotografer sebuah harian ibu kota pada

Jumat (5/11) sekitar pukul 21.10 Wita saat peliputan pertandingan antara petenis

Daniela Hantuchova dan Yanina Wickmayer.

Sementara itu Kapolda Bali Irjen Pol Hadiatmoko memastikan bahwa

Gayus menginap di Hotel The Westin, Nusa Dua. “Iya memang benar, ada

fotonya (Gayus) menginap di Hotel Westin,” kata Hadiatmoko saat menghadiri

HUT Brimob ke 65 tahun di Mako Brimob Polda Bali, Jl Tohpati, Denpasar

kemarin. Namun dia enggan menerangkan apakah Gayus selama berada di hotel

bintang lima itu Gayus dikawal beberapa petugas rutan dan didampingi istrinya.

Mantan Wakabareskrim Mabes Polri ini menegaskan bahwa tim penyidik Mabes

Polri telah tiba di Bali sejak Jumat (12/11). “Saya kurang tahu jumlahnya

(personel),” imbuhnya.

Jenderal bintang dua itu lalu memastikan bahwa tim tersebut telah

meminta daftar tamu, rekaman CCTV, serta manifest penerbangan di PT Angkasa

Pura I Ngurah Rai. Salah satu yang dibeberkan oleh Hadiatmoko adalah saat

menginap Gayus menggunakan nama samaran. Tetapi dia enggan

(18)

7

sama tim dari Mabes Polri,” ujar Kapolda. Selain itu Hadiatmoko juga enggan

mengatakan di kamar nomor berapa Gayus bermalam selama berada di Bali.

Sementara itu sumber Radar Bali (Sumut Pos Grup) di kepolisian Polda

Bali membenarkan bahwa, Gayus menggunakan nama samaran selama berada

menginap di Hotel The Westin. Tentu saja ini adalah upaya Gayus agar

plesirannya tidak tercium. Sebab, setelah tim meminta seluruh daftar tamu hotel

tidak ada yang menggunakan nama Gayus. Namun polisi berhasil mengendus

kehadiran Gayus setelah menyusuri hasil CCTV hingga mengarah ke salah satu

kamar. “Setelah di-cek, dia memakai nama samaran,” ucapnya.

Selain itu, sumber tersebut juga membenarkan bahwa selama berada di

Bali Gayus dikawal oleh beberapa orang yang jumlahnya mencapai lima orang.

Dugaannya, mereka adalah petugas Rutan Mako Brimob Mabes Polri yang

diminta Gayus untuk mengawalnya selama plesiran. Seperti yang diberitakan

sebelumnya, seorang penyidik di Mabes Polri mengatakan, rencananya hari ini

(16/11) lima dari sembilan petugas Rutan Mako Brimob yang sudah ditetapkan

sebagai tersangka akan dikeler ke Bali untuk mengikuti olah TKP.

Apa yang dipertontonkan oleh aparat tersebut kembali menjadi catatan

kelam dalam penegakan hukum. Betapa bobroknya pengawasan rutan di tanah air.

Aparat penjaga rutan begitu mudahnya disogok. Ini sekaligus gambaran yang bisa

jadi tak hanya terjadi di Rutan Mako Brimob, tetapi juga seluruh tahanan dan

lembaga pemasyarakatan (lapas) di tanah air. Tak salah bila publik berasumsi ada

yang salah dalam proses penegakan hukum yang terjadi di semua level (dimulai di

(19)

8

ujungujungnya dikendalikan oleh uang. Siapa yang berduit dialah yang

memenangkan proses hukum. Praktik ini terjadi secara kronis yang melibatkan

semua level, baik di tingkat pejabat berbintang hingga aparat penjaga tahanan

alias sipir.

Siapa pun pasti tahu siapa Gayus yang beberapa bulan lalu menggegerkan

dunia hukum di tanah air. Sepak terjang Gayus yang piawai mengutakutik setoran

pajak hingga mafia hukum dalam proses pengadilan, sudah tidak diragukan lagi.

Pendek kata, Gayus bisa dibilang sebagai musuh bersama dalam penegakan

hukum. Namun, aparat tidak belajar dari kasus Gayus. Citra polisi pun kembali

tercoreng dengan pemuatan foto Gayus tersebut.

Perspektif media juga menentukan fakta yang dipilih dan ditonjolkan.

Penonjolan merupakan proses membuat informasi menjadi lebih bermakna.

Realitas yang disajikan secara menonjol memiliki potensial untuk dipertahankan

dalam mempengaruhi pembaca dalam memahami realitas.

Dalam pemberitaan tentang Gayus Tambunan, surat kabar Jawa Pos

menganggap berita kasus ini memiliki nilai berita (news value) yang tinggi. Hal

ini bisa dilihat dari tingginya frekuensi dimuatnya berita mengenai Gayus

Tambunan terhadap hukum di Indonesia pada harian tersebut.

Bahkan besarnya porsi pemberitaan juga ditunjukkan dengan menjadikan

berita tentang Gayus Tambunan sebagai headline (berita utama) lengkap dengan

penulisan judul memakai huruf tebal. Tidak hanya itu, untuk membuat berita itu

lebih menarik, harian Jawa Pos juga mendukungnya dengan memuat grafik atau

(20)

9

Jawa Pos, merupakan surat kabar yang mampu mengadakan kebebasan

pers dan tidak hanya mengungkapkan berita – berita yang berifat umum

melainkan juga berita – berita politik dan kriminal. Serta gaya penulisan Jawa Pos

sering menggunakan bahasa kiasan. Visi dan misi Jawa Pos adalah menjadikan

surat kabar yang menginformasikan berita kepada khalayak yang baru. Harian

Jawa Pos ini memiliki misi idiil dan misi bisnis sebagai pilar utama untuk

kelangsungan hidup perusahaan. Jawa Pos merupakan koran yang menyatakan

ideologi pasar adalah ideologi oplah. (Suwardi dalam Arini;2007:11) Pasar, dalam

hal ini pembaca, berasal dari latar belakang yang berbeda – beda. Pluralitas itulah

yang sepertinya coba ditonjolkan Jawa Pos. Oleh karena itu dalam penyampaian

berita menghendaki dan diarahkan pada sesuatu yang lain daripada yang lain

dengan menampilkan rubrik tertentu sebagai nominasi unggulan, berita – berita,

reportasi, gambar kartun, hiburan yang bersifat kreatif juga tidak ketinggalan

berita yang bersifat kesenangan. Jawa pos juga mengobarkan kultur kerja nol

kesalahan (zero defect).(Djamika,2004:15)

Kompas merupakan pers umum yang sifatnya merasional dan memiliki

oplah terbesar secara nasional. Kompas memiliki reputasi kedalam analisis dan

gaya penulisan yang rapi, Kompas juga memiliki kerajaan bisnis yang terdiri dari

38 perusahaan yang terkenal sebagai Kompas Gramedia Group. Kompas juga

merupakan surat kabar tertua di Indonesia dan memiliki karakter sendiri di dalam

penyajian beritanya, yaitu selalu menggunakan sistem both side cover dan bersifat

(21)

10

kini saja melainkan juga menyertakan fakta sejarah masa

lampau.(Sularto;2001:22)

Kompas, merupakan pers nasional yang mempunyai visi dalam

keredaksionalnya yaitu manusia dan kemanusiaan, sehingga harian ini berusaha

senantiasa peka terhadap nasib manusia.(Oetama;2001:147) Kompas dinilai

merupakan surat kabar yang terkenal netral, independen dan objektif dalam

menuliskan beritanya.(Flourney dalam Sugiharti;2002:17) Disamping itu objek

kritiknya adalah semua lapisan masyarakat tanpa terkecuali, termasuk pemerintah

dan elite politik. Hal tersebut dapat dibuktikan saat Kompas sempat mengalami

pembrendelan atas artikel yang berjudul “Perang Jurnalistik Terhadap

Pemerintah”, karena dianggap terlalu tajam dan berani dalam mengkritik

pemerintah dan para penguasa pada saat itu.(Sularto,2001:39)

Untuk melihat perbedaan kedua media (Kompas dan Jawa Pos) dalam

mengungkap suatu peristiwa atau realitas peneliti memilih analisis framing

sebagai metode penelitian. Alasannya adalah analisis framing merupakan metode

analisis isi media yang tergolong baru.(Sobur,2002:161) Analisis ini mencermati

strategi seleksi, penonjolan, dan pertautan fakta ke dalam berita agar lebih

bermakna, lebih menarik, lebih berarti atau lebih diingat, untuk menggiring

interpretasi khalayak sesuai dengan perspektifnya. Dengan kata lain, framing

adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang

yang digunakan wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara

pandang atau perspektif itu pada akhirnya yang menentukan fakta apa yang

(22)

11

dibawa kemana berita tersebut. (Nugroho, Eriyanto, Surdiasis dalam

Sorbur;2002:162)

Sebagai satu bentuk analisis teks media, prinsip analisis framing

menyatakan bahwa terjadi proses seleksi isu dan fakta tidak ditampilkan apa

adanya, namun diberi bingkai (frame) sehingga menghasilkan konstruksi makna

yang spesifik. Dalam hal ini biasanya media menyeleksi sumber berita,

memanipulasi pernyataan dan mengedepankan perspektif tertentu sehingga suatu

interpretasi menjadi lebih menyolok (noticeable) daripada interpretasi yang

lain.(Sobur,2002:165) Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisis

framing untuk melihat bagaimana berita Gayus Tambunan. Analisis framing dapat

digunakan untuk mengetahui bagaimana sebuah realitas dikonstruksi oleh media

(Eriyanto, 2002:3).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan salah satu model framing, yaitu

Pan dan Kosicki. Dalam model Pan dan Kosicki ini terdapat empat perangkat

framing yakni struktur sintaksis, struktur skrip, struktur tematik, dan struktur

retoris. Peneliti menggunakan model ini karena model Pan dan Kosicki dengan

keempat strukur yang ada dalam model framingnya dapat menunjukkan framing

dari suatu media. Kecondongan wartawan dalam memahami suatu peristiwa dapat

diamati melalui keempat perangkat tadi.

Model Pan dan Kosicki ini berasumsi bahwa setiap berita mempunyai frame

yang berfungsi sebagai pusat organisasi ide. Frame merupakan suatu ide yang

dihubungkan dengan elemen yang berbeda dalam teks berita, kutipan sumber,

(23)

12

keseluruhan. Frame berhubungan dengan makna, bagaimana seseorang memaknai

suatu peristiwa, dapat dilihat dari perangkat tanda yang dimunculkan dalam

teks.(Sobur, 2001:175)

Adapun media yang dipilih dalam penelitian ini adalah surat kabar Harian

Jawa Pos dan Kompas. Karena pada kedua surat kabar ini berita megenai

perseteruan Gayus Tambunan di beritakan secara kontinu dan pada periode terbit

yang sama. Didasari oleh hal – hal tersebut diataslah yang menurut peneliti bahwa

berita Gayus Tambunan Versi Plesir ke Bali dengan konstruksi wacana sangat

layak untuk dilakukan penelitian lebih lanjut.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan dan

diuraikan di atas, maka penelitian ini dirumuskan sebagai berikut “ Bagaimanakah

Kasus Gayus Tambunan Pergi ke Bali dibingkai oleh Surat Kabar Harian Jawa

Pos dan Kompas pada Halaman Utama ?”

1.3Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini

adalah untuk mendeskripsikan bagaimana Kasus Gayus Tambunan Pergi ke Bali

(24)

13

1.4Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah :

1. Kegunaan Secara Teoritis

Yaitu penelitian ini diharapkan dapat menambah kajian Ilmu Komunikasi

tentang pembingkaian berita dengan mengaplikasikan teori – teori khususnya teori

komunikasi tentang pemahaman pesan yang dikemas oleh media melalui analisis

framing, sehingga hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi landasan

pemikiran untuk penelitian berikutnya.

2. Kegunaan Secara Praktis

Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan acuan dua pihak :

a. Pengelolaan surat kabar Harian Jawa Pos dan Kompas

1. Pengelohan dalam melakukan introspeksi mengenai kebijakan

seleksi isu dan penekanan aspek – aspek realitas.

2. Membantu memahami bagaimana melakukan strategi wacana,

yaitu upaya menyuguhkan berita tentang pandangan tertentu agar

lebih diterima khalayak misalnya : berita, pemakaian ruang

(space), pemakaian grafik, pemakaian tabel ketika menggambarkan

orang / peristiwa yang dibicarakan.

b. Khalayak Konsumen Media

1. Memberikan wawasan / cara pandang khalayak media dalam

melihat media mengkonstruksi realitas sebagai sebuah berita

sehingga khalayak lebih kreatif dan kritis dalam menanggapi isi

(25)

14

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Media dan Konstruksi Realitas

Dalam pandangan Konstruksionis, media dilihat bukanlah sekedar saluran

yang bebas, ia juga subyek yang mengkontruksi realitas, lengkap dengan

pandangan, bias, dan pemihakkan. Media bukan hanya memilih peristiwa dan

menentukan sumber berita, melainkan juga berperan dalam mendefinisikan aktor

dan peristiwa, lewat bahasa maupun lewat pemberitaan, media dapat membingkai

dengan bingkai tertentu yang pada akhirnya menentukan bagaimana khlayak

harus melihat dan memahami peristiwa dari kaca mata tertentu.

(Eriyanto;2004:24)

Isi media merupakan hasil para pekerja dalam mengkonstruksi berbagai

realitas yang dipilihnya untuk dijadikan sebagai sebuah berita, diantaranya realitas

politik. Disebabkan sifat dan faktanya bahwa pekerjaan media massa adalah

menceritakan peristiwa – peristiwa, maka dapat dikatakan bahwa seluruh isi

media adalah realitas yang dikonstruksi (constructed reality). Pembuatan berita di

media pada dasarnya tak lebih dari penyusunan realitas – realitas sehingga

membentuk sebuah berita.(Tuchman dalam Sobur;2001:88)

Isi media pada hakekatnya adalah hasil konstruksi realitas dengan

menggunakan bahasa sebagai perangkat dasarnya. Sedangkan bahasa bukan hanya

(26)

15

diciptakan oleh bahasa tentang realitas. Akibatnya media massa memiliki peluang

yang sangat besar untuk mempengaruhi gambar yang dihasilkan dari realitas yang

dikonstruksikan.(Sobur;2001:88)

Setiap upaya “menceritakan” sebuah peristiwa, keadaan, benda atau

apapun, pada hakekatnya adalah usaha mengkonstruksikan realitas. Begitu pula

dengan profesi wartawan. Pekerjaan utama wartawan adalah mengisahkan hasil

reportasinya kepada khalayak. Dengan demikian mereka selalu terlibat dengan

usaha – usaha mengkonstruksikan realitas, yakni menyusun fakta yang

dikumpulkan ke dalam suatu bentuk laporan jurnalistik berupa berita (news),

karangan khas (feature), atau gabungan keduanya (news feature). Dengan

demikian berita pada dasarnya adalah realitas yang telah

dikonstruksikan.(Sobur;2001:88)

Penggunaan bahasa tertentu jelas berimplikasi terhadap kemunculan

makna tertentu. Pilihan kata dan cara penyajian suatu realitas turut menentukan

bentuk konstruksi realitas yang sekaligus menentukan makna yang muncul

darinya. Bahkan menurut Hamad dalam Sobur (2001;90) bahasa bukan cuma

mampu mencerminkan realitas, tetapi sekaligus menciptakan realitas.

Dalam konstruksi realitas, bahasa dapat dikatakan sebagai unsur utama. Ia

merupakan instrumen pokok untuk menceritakan realitas. Sehingga dapat

dikatakan bahwa bahasa adalah alat konseptualisasi dan alat narasi

media.(Sobur;2001:91)

(27)

16

2.1.2 Ideologi Media

Konsep ideologi dalam sebuah institusi media massa ikut berpengaruh

dalam menentukan arah pemberitaan yang akan disampaikan kepada khalayak.

Hal ini disebabkan karena teks, percakapan dan lainnya adalah bentuk dari

praktek ideologi atau pencerminan dari ideologi tertentu.(Eriyanto;2004:13)

Pekerjaan media sebagai agen konstruksi realitas, berlatar belakang pada

ideologi yang dimiliki oleh masing – masing media. Bagaimana peristiwa

dibingkai bukan semata – mata disebabkan oleh struktur skema wartawan,

melainkan juga rutinitas kerja dan institusi media yang secara langsung

mempengaruhi pemaknaan peristiwa. Wartawan hidup dalam institusi media

dengan seperangkat aturan, pola kerja, dan aktivitas masing – masing, bisa terjadi

institusi media itu yang mengontrol dalam pola kerja tertentu yang mengharuskan

wartawan melihat peristiwa dalam kemasan tertentu, atau bisa juga terjadi

wartawan sebagai bagian dari anggota komunitas menyerap nilai – nilai yang ada

dalam komunitasnya.(Eriyanto;2005:99) Nilai – nilai yang dianut media sebagai

ideologi yang menjadi dasar dalam setiap pemberitaan yang disampaikan kepada

khalayak.

Pada kenyataannya berita di media massa tidak pernah netral dan obyektif.

Jika kita lihat bahasa jurnalistik yang digunakan media pun selalu dapat

ditemukan adanya pemilihan fakta tertentu dan membuang aspek fakta yang lain

yang mencerminkan pemihakkan media pada salah satu kelompok atau ideologi

tertentu. Bahasa ternyata tidak pernah lepas dari subyektifitas dari sang wartawan

(28)

17

berita, pada saat itu juga kita menemukan ideologi yang dianut oleh wartawan dan

media yang bersangkutan.

Konsep ideologi bisa membantu menjelaskan mengapa wartawan memilih

fakta tertentu untuk ditonjolkan daripada fakta yang lain, walaupun hal itu

merugikan pihak lain, menempatkan sumber berita yang satu lebih menonjol

daripada sumber yang lain, ataupun secara nyata atau tidak melakukan

pemihakkan kepada pihak tertentu. Artinya ideologi wartawan dan media yang

bersangkutanlah yang secara srategis menghasilkan berita – berita yang seperti

itu. Disini dapat dikatakan media merupakan inti instrumen ideologi yang tidak di

pandang sebagai zona netral dimana sebagai kelompok dan kepentingan

ditampung, tetapi media lebih sebagai obyek yang mengkonsumsi realitas atas

penafsiran wartawan atau media sendiri untuk disebarkan kepada

khalayak.(Eriyanto;2004:92)

2.1.3 Model Hierarchi of Influence

Kecenderungan atau perbedaan setiap media dalam memproduksi

informasi kepada khalayak dapat diketahui dari pelapisan – pelapisan yang

melingkupi institusi media. Pamela Shoemaker dan Stephen D. Reese membuat

(29)

18

Gambar 1

Hierarchi of Influence” Shoemaker dan Reese

Shoemaker dan Reese, 1993, dalam Sobur, 2002: 138

1. Pengaruh individu – individu pekerja media. Dia antaranya adalah pekerja

komunikasi, latar belakang personal dan Profesional.

2. Pengaruh rutinitas media. Apa yang dihasilkan oleh media massa dipengaruhi

oleh kegiatan seleksi – seleksi yang di lakukan oleh komunikator, termasuk

tenggat (deadline) dan rintangan waktu yang lain, keterbatasan tempat

(space), struktur piramida terbalik dalam penulisan berita dan kepercayaan

reporter pada sumber – sumber resmi dalam berita yang dihasilkan.

3. Pengaruh organisasional. Salah satu tujuan yang penting dari media adalah

mencari keuntungan materiil. Tujuan – tujuan dari media akan berpengaruh

pada isi yang dihasilkan.

4. Perngaruh dari luar organisasi media, pengaruh ini meliputi lobi dari kelompok

kepentingan terhadap isi media, psedoevent dari praktisi public relations dan 1. Tingkat Individual

2. Tingkat Rutinitas Media

3. Tingkat Organisasi

4. Tingkat ekstramedia

(30)

19

5. Pengaruh ideologi. Ideologi merupakan sebuah pengaruh yang paling

menyeluruh dari semua pengaruh. Ideologi di sini diartikan sebagai

mekanisme simbolik yang menyediakan kekuatan kohesif yang

mempersatukan di dalam masyarakat (Shoemaker, Reese, dalam Sobur, 2002:

138 - 139).

Pokok perhatian dalam studi mengenai teks atau isi media dan merupakan

tingkatan yang paling menyeluruh adalah ideologi. Begitu pula para pekerja

media, praktisi dan hubungan – hubungannya dapat berfungsi secara ideologis

(Sobur, 2002: 139)

2.1.4 Berita sebagai Hasil Konstruksi Realitas

Pada dasarnya berita merupakan laporan dari peristiwa. Peristiwa disini

adalah realitas atau fakta yang diliput oleh wartawan dan pada gilirannya akan

dilaporkan secara terbuka melalui media massa.(Birowo;2004:168)

Peristiwa – peristiwa yang dijadikan berita oleh media massa tentunya

melalui proses penyeleksian terlebih dahulu, hanya peristiwa yang memenuhi

kriteria kelayakan informasi yang akan menjadi berita. Peristiwa yang layak untuk

dijadikan berita akan diangkat oleh media massa kemudian ditampilkan kepada

khalayak.(Eriyanto;2004:26)

Setelah proses penyeleksian tersebut, maka peristiwa itu akan dibingkai

sedemikian rupa oleh wartawan. Pembingkaian yang dilakukan oleh wartawan

tentunya melalui proses konstruksi. Proses konstruksi atas suatu realitas ini dapat

(31)

20

tersebut ada bagian yang dihilangkan, luput, atau bahkan disembunyikan dalam

pemberitaan.(Eriyanto;2004:3)

Karena media bergerak dalam masyarakat yang ditandai oleh adanya

penyebaran kekuasaan, yang diberikan kepada individu, kelompok dan kelas

sosial secara tidak merata dan dalam beberapa hal media berkaitan dengan

struktur politik dan ekonomi yang berlaku, sehingga media memiliki konsekuensi

dan nilai ekonomi, serta merupakan objek persaingan untuk memperebutkan

kontrol dan akses.(McQuail;1991:81-82) Media massa sering kali dipandang

sebagai alat kekuasaan yang efektif dalam mengorganisasi media, kelompok

khalayak, konsumen, pasar, dan pemilih. Media massa biasanya merupakan

corong penguasa, pemberi pendapat dan instruksi, serta kepuasan

jiwani.(McQuail;1991:82)

Peristiwa atau realitas yang sama dapat dibingkai secara berbeda oleh

masing – masing media(Sobur;2001;vi), hal ini terkait dengan visi, misi, dan

ideologi yang dipakai oleh masing – masing media. Sehingga kadang kala dari

hasil pembingkaian tersebut dapat diketahui bahwa media lebih berpihak kepada

siapa (jika yang diberitakan adalah seorang tokoh, golongan atau kelompok

tertentu). Keberpihakkan pemberitaan media terhadap salah satu kelompok atau

golongan dalam masyarakat, dalam banyak hal tergantung pada etika, moral dan

nilai – nilai tertentu tidak mungkin dihilangkan dalam pemberitaan media. Hal ini

merupakan bagian integral dan tidak terpisahkan dalam membentuk dan

mengkonstruksi suatu realitas. Media menjadi tempat pertarungan ideologi antara

(32)

21

2.1.5 Analisis Framing

Gagasan ide mengenai framing, pertama kali dilontarkan oleh Beterson

tahun 1955.(Sudibyo dalam Sobur;2001:161) Frame pada awalnya dimaknai

sebagai struktur konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir

pandangan politik, kebijakan dan wacana, dan yang menyediakan kategori –

kategori standar untuk mengapresiasi realitas, konsep ini kemudian dikembangkan

lebih jauh oleh Goffman (1974) yang mengendalikan frame sebagai kepingan –

kepingan prilaku (stripe of behaviour) yang membimbing individu dalam

membaca realitas.(Sobur;2001:162) Realitas itu sendiri tercipta dalam konsepsi

wartawan, sehingga berbagai hal yang terjadi seperti faktor dan orang,

didistribusikan menjadi peristiwa yang kemudian disajikan kepada khalayak.

G. J. Aditjobro mendefinisikan framing sebagai metose penyajian realitas

dimana kebenaran tentang suatu kejadian tidak diingkari secara total, melainkan

dibelokkan secara halus, dengan memberikan sorotan terhadap aspek – aspek

tertentu saja, dengan menggunakan istilah yang punya konotasi tertentu, dan

dengan bantuan foto, karikatur, dan alat ilustrasi.(Sudibyo dalam Sobur;2001:165)

Pada analisis framing yang kita lihat adalah bagaimana cara media

memaknai, memahami dan membingkai sebuah kasus atau peristiwa yang ada

dalam berita. Maka jelas adanya framing secara sederhana dapat digambarkan

sebagai suatu analisis untuk mengetahui bagaimana realitas (peristiwa, aktor,

kelompok atau apa sajalah) dibingkai oleh media.(Eriyanto;2004:3)

Dalam ranah studi komunikasi analisisi framing mewakili tradisi yang

(33)

22

aktifitas komunikasi yang ada. Perspektif komunikasi dipakai untuk membedakan

cara – cara atau ideologi media saat mengkonstruksikan fakta. Karena itu konsep

framing selalu berkaitan erat dengan proses seleksi isu dan bagaimana

menonjolkan aspek dari isu atau realitas tersebut dalam berita. Disini framing

dipandang sebagai penempatan informasi dalam konteks yang khas sehingga isu

tertentu tersebut mendapatkan alokasi yang besar daripada isu – isu yang lain.

Sehingga jelas berdasarkan Gitlin dalam Eriyanto, dengan framing jurnalis

memproses berbagai informasi yang tersedia dengan jalan mengemasnya

sedemikian rupa dalam kategori kognitif tertentu disampaikan pada

khalayak.(Eriyanto;2004:69)

Analisis framing dipakai untuk mengetahui bagaimana realitas dibingkai

oleh media. Dengan demikian realisasi sosial dipahami, dimaknai dan

dikonstruksi dengan bentukan dan makna tertentu. Elemen tersebut menandakan

bagaimana peristiwa ditampilkan. Inilah sesungguhnya sebuah realitas, bagaimana

media membangun, menyuguhkan, mempertahankan suatu peristiwa kepada

pembacanya.(Eriyanto;2004:vi)

2.1.5 Proses Framing

Proses framing sangat berkaitan erat dengan persoalan bagaimana sebuah

realitas dikemas dan disajikan dalam perspektif sebuah media. Kemasan

(package) disini adalah semacam skema atau struktur pemahaman yang

digunakan individu untuk mengkonstruksi makna pesan – pesan yang

(34)

23

diterima khalayak. Kemasan ini diibaratkan sebagai wadah atau sruktur data yang

mengorganisir sejumlah informasi yang dapat menunjukkan posisi atau

kecenderungan politik seorang wartawan dalam penyusunan berita, selain itu

proses framing juga dapat membantu untuk menjelaskan makna dibalik suatu isu

atau peristiwa yang dibingkai oleh suatu berita. Proses framing juga berkaitan

dengan srategi pengolahan dan penyajian informasi dalam hubungannya dengan

rutinitas dan konvensi profesional jurnalistik. Dominasi sebuah frame dalam suatu

wawancara berita bagaimanapun dipengaruhi proses produksi berita dimana

terlibat unsur – unsur redaksional, reporter, redaktur dan lainnya. Dengan kata lain

proses framing merupakan bagian yang integral dari proses redaksional media

massa dan menempatkan awak media (wartawan) pada posisi

strategis.(Sudibyo;2001:187)

Untuk menekankan pengaruh wartawan dalam proses – proses framing

realitas media, Dorothy Nelkin dalam buku Sudibyo (2001:188) menyatakan :

(1) By their selection of newsworthy event, journalist identity pressing issues,

(2) By their focus controal issues, they stimulate demands for accountability,

(3) By their use images (“frontiers”, “struggles”), they help to create the

judgemental biases that underlie public policy.

Seperti yang dikemukakan oleh Zhondang Pan dan Gerald M. Kosicki

bahwa analisis framing dilihat sebagaimana wacana publik tentang suatu isu atau

(35)

24

Pan dan Kosicki berpendapat ada dua konsepsi dari framing yang saling

berkaitan. Pertama, dalam konsep psikologi. Framing dalam konsep ini lebih

menekankan pada bagaimana seseorang memproses informasi dalam dirinya.

Framing berkaitan dengan struktur dan proses kognitif, bagaimana seseorang

mengolah sejumlah informasi dan ditunjukkan dalam skema tertentu. Elemen –

elemen yang diseleksi dari suatu isu / peristiwa yang kemudian menempatkannya

lebih menonjol dalam kognisi seseorang, yang pada akhirnya mempengaruhi

pertimbangan dalam membuat keputusan tentang realitas. Kedua, konsepsi

sosiologis. Yaitu pandangan yang melihat pada bagaimana konstruksi sosial atas

realitas. Frame disini dipahami sebagai proses bagaimana seseorang

mengklasifikasikan, mengorganisasikan, dan menafsirkan pengalaman sosialnya

untuk mengerti dirinya dan realitas di luar dirinya. Frame disini berfungsi

membuat suatu realitas menjadi teridentifikasi, dipahami, dan dapat dimengerti

karena sudah dilabeli dengan label tertentu.

Disini tampak ada dua konsepsi yang agak berlainan mengenai framing.

Di satu sisi framing dipahami sebagai struktur internal dalam alam pikiran

manusia, di sisi lain framing dipahami sebagai perangkat yang melekat dalam

wacana sosial / politik. Bagi Pan dan Kosicki, framing pada dasarnya melibatkan

kedua konsepsi tersebut. Dalam media, framing karenanya dipahami sebagai

perangkat kognisi yang digunakan dalam informasi untuk membuat kode,

menafsirkan, dan menyimpannya untuk dikomunikasikan dengan khalayak, yang

kesemuanya dihubungkan dengan konvensi, rutinitas, dan praktek kerja

(36)

25

pandang wartawan dalam mengkonstruksi dan memproses peristiwa untuk

disajikan kepada khalayak.(Eriyanto;2002:253)

2.1.6 Perangkat Framing Zhondang Pan dan Gerald M. Kosicki

Analisis dalam penelitian ini menggunakan model Zhondang Pan dan

Gerald M. Kosicki. Dimana Pan dan Kosicki melihat bagaimana wartawan

memakai secara strategis kata, kalimat, lead, hubungan antarkalimat, foto, grafik,

dan perangkat lainnya untuk membantu dirinya mengungkapkan pemaknaan

mereka sehingga dapat dipahami oleh pembaca. Model ini berasumsi bahwa

setiap berita mempunyai frame yang berfungsi sebagai pusat dari organisasi ide.

Frame ini adalah suatu ide yang dihubungkan dengan elemen yang berbeda dalam

teks berita (seperti kutipan sumber, latar informasi, pemakaian kata atau kalimat

tertentu) ke dalam teks secara keseluruhan.

Menurut Pan dan Kosicki, elemen yang menandakan pemahaman

seseorang mempenuyai bentuk yang terstruktur dalam bentuk aturan atau

konvensi penulisan sehingga ia dapat menjadi “jendela” melalui makna yang

tersirat dari berita menjadi terlihat. Ia secara struktural dapat diamati dari

pemilihan kata atau simbol yang dibentuk melalui aturan atau konvensi tertentu.

Dalam pendekatan ini, menurut Pan dan Kosicki, perangkat framing dapat

dibagi kedalam empat struktur besar. Pertama, struktur sintaksis yaitu

berhubungan dengan bagaimana wartawan menyusun peristiwa – pernyataan,

opini, kutipan, pengamatan atas peristiwa ke dalam bentuk susunan umum berita.

(37)

26

mengisahkan atau menceritakan peristiwa ke dalam bentuk berita. Struktur ini

melihat bagaimana strategi cara bercerita atau bertutur yang dipakai oleh

wartawan dalam mengemas peristiwa ke dalam bentuk berita. Ketiga, struktur

tematik. Tematik berhubungan dengan bagaimana wartawan mengungkapkan

pandangannya atas peristiwa ke dalam proporsisi, kalimat atau hubungan

antarkalimat yang membentuk teks secara keseluruhan. Dan keempat, struktur

retoris. Struktur ini berhubungan dengan bagaimana wartawan menekankan arti

tertentu ke dalam berita. Struktur ini akan melihat bagaimana wartawan memakai

pilihan kata, idiom, grafik dan gambar yang dipakai bukan hanya mendukung

tulisan, melainkan juga menekankan arti tertentu kepada pembaca.

Framing menurut Pan dan Kosicki dapat digunakan untuk melihat

kecenderungan atau kecondongan wartawan dalam memahami suatu peristiwa

dapat dipahami dari keempat struktur tersebut, yaitu bagaimana wartawan

menyusun peristiwa ke dalam bentuk umum berita, cara wartawan mengisahkan

peristiwa, kalimat yang dipakai, dan pilihan kata atau idiom yang dipilih. Ketika

menulis berita dan menekankan makna atas peristiwa, wartawan akan memakai

semua strategi wacana tersebut untuk menyakinkan khalayak pembaca bahwa

berita yang ia tulis adalah benar. Strategi wacana tersebut adalah :

1. Sintaksis

Sintaksis adalah susunan kata atau frase dalam kalimat. Dalam wacana berita,

sintaksis menunjuk pada pengertian susunan dari bagian berita, yang lebih populer

(38)

27

informasi, kutipan sumber dan penutup. Dalam bentuk piramida terbalik ini,

bagian yang di atas ditampilkan lebih penting dibandingkan dengan bagian

dibawahnya. Elemen sintaksis memberi petunjuk yang berguna tentang

bagaimana wartawan memaknai peristiwa dan hendak kemana berita tersebut di

bawa.

Headline/ judul, merupakan aspek sintaksis dari wacana berita dengan tingkat

kemenonjolan yang tinggi yang menunjukkan kecenderungan berita. Headline

mempengaruhi bagaimana kisah untuk dimengerti untuk kemudian digunakan

dalam membuat pengertian isu dan peristiwa sebagaimana mereka beberkan.

Lead, adalah perangkat sintaksis yang umumnya memberikan sudut pandang dari

berita, menunujukkan perspektif tertentu dari peristiwa yang diberitakan. Latar,

merupakan bagian berita yang dapat mempengaruhi makna yang ingin

ditampilkan wartawan. Latar yang dipilih menentukan ke arah mana pandangan

khalayak akan dibawa. Latar umumnya diletakkan di awal sebelum pendapat

wartawan yang sebenarnya muncul dengan maksud mempengaruhi dan memberi

kesan bahwa pendapat wartawan sangat beralasan. Karena itu, latar membantu

menyelidiki bagaimana seseorang memberi pemaknaan atas suatu peristiwa.

Bagian berita lainnya yang tidak kalah pentingnya adalah pengutipan sumber

berita. Bagian ini dimaksudkan untuk membangun objektifitas, prinsip

keseimbangan dan ketidakberpihakkan. Pengutipan sumber berita ini menjadi

perangkat framing atas tiga hal. Yaitu pertama, mengklaim validitas atau

kebenaran dari pernyataan yang dibuat dengan mendasarkan diri pada klaim dari

(39)

28

peristiwa, tapi juga didukung oleh pernyataan orang lain. Kedua, menghubungkan

poin tertentu dari pandangannya kepada pejabat yang berwenang. Ketiga,

mengucilkan pendapat atau pandangan tertentu yang dihubungkan dengan kutipan

atau pandangan mayoritas sehingga pandangan tersebut tampak sebagai

penyimpang (isu atau peristiwa yang menciptakan pro dan kontra).

2. Skrip

Laporan berita sering kali disusun sebagai sebuah cerita. Hal ini dikarenakan,

pertama banyaknya laporan berita yang berusaha menunjukkan hubungan,

peristiwa yang ditulis merupakan kelanjutan dari peristiwa sebelumnya. Kedua,

karena berita umumnya mempunyai orientasi menghubungkan teks ditulis dengan

lingkungan komunal pembaca. Bentuk umum dari struktur skrip adalah pola 5W +

1H, who, what, when, where, why, dan how. Unsur kelengkapan berita dapat

menjadi penanda framing yang penting. Skrip adalah salah satu strategi wartawan

dalam mengkonstruksi berita : bagaimana suatu peristiwa dipahami melalui cara

tertentu dengan menyusun bagian – bagian dengan urutan tertentu. Skrip

memberikan tekanan mana yang didahulukan, dan bagian mana yang bisa

dijadikan strategi untuk menyembunyikan informasi penting.

3. Tematik

Menurut Pan dan Kosicki, berita mirip dengan sebuah pengujian hipotesis.

Peristiwa yang diliput, sumber yang dikutip, dan pernyataan yang diungkapkan,

(40)

29

hipotesis yang kuat. Pengujian hipotesis ini digunakan untuk menyebut struktur

tematik dari berita. Struktur tematik dapat diamati dari bagaimana peristiwa itu

diungkapkan atau dibuat oleh wartawan. Kalau struktur sintaksis berhubungan

dengan pernyataan bagaimana fakta yang diambil oleh wartawan akan

ditempatkan pada skema atau bagan berita, struktur tematik berhubungan dengan

bagaimana fakta tersebut ditulis.

4. Retoris

Frame timbul dalam dua level. Pertama, konsepsi mental yang digunakan

untuk memproses informasi sebagai kharakteristik dan teks media. Kedua,

perangkat spesifik dan narasi berita yang dipakai untuk membangun pengertian

peristiwa. Frame berita dibentuk dari kata kunci, metafora, konsep, simbol, dan

citra yang ada dalam narasi berita. Karenanya, frame dapat dideteksi dan diselidiki

dari kata, citra dan gambar tertentu yang memberi makna tertentu dari teks berita.

Kosakata dan gambar itu ditekankan dalam teks sehingga lebih menonjol

dibandingkan dari bagian lain dari teks. Itu dilakukan lewat pengulangan,

penempatan yang lebih menonjol, atau menghubungkan bagian lain dalam teks

berita. Sehingga bagian itu lebih menonjol, lebih mudah dilihat, diingat, dan lebih

(41)

30

GAMBAR 2

SKEMA FRAMING PAN DAN KOSICKI

Model framing Pan dan kosicki.(Eriyanto;2002:256)

(42)

31

2.2 Kerangka Berpikir

Pekerjaan sebuah media pada dasarnya adalah sebuah pekerjaan yang

berhubungan dengan pembentukan realitas. Pada dasarnya realitas bukan sesuatu

yang telah tersedia, yang tinggal diambil wartawan. Sebaliknya semua pekerja

jurnalis pada dasarnya agen : bagaimana peristiwa yang acak, kompleks disusun

sedemikian rupa sehingga membentuk suatu berita. Wartawanlah yang akan

mengurutkan, membuat teratur, menjadi mudah dipahami, dengan memilih aktor –

aktor yang diwawancarai sehingga ia membentuk suatu kisah yang dibaca

khalayak. Dalam hal ini surat kabar Harian Jawa Pos dan Kompas berusaha

mengemas berita – berita mengenai Kasus Gayus Tambunan Pergi ke Bali.

Berita yang merupakan hasil konstruksi realitas dari sebuah proses

manajemen redaksional ternyata tidak selalu menghasilkan makna yang sama

seperti yang diharapkan wartawan dalam diri khalayak pembacanya. Berita

tidaklah mencerminkan realitas sosial yang direkamnya. Berita yang ada di media

dapat memberikan realitas yang sama sekali berbeda dengan realitas sosialnya.

Demikian halnya dengan berita Kasus Gayus Tambunan Pergi ke Bali.

Surat kabar Jawa Pos dan Kompas akan memiliki sudut pandang yang berbeda

pula dalam pemberitaannya masing – masing mengenai realitas yang sama.

Khususnya terhadap pemberitaan mengenai Kasus Gayus Tambunan Pergi ke

Bali.

Kecenderungan media dalam memproduksi berita pada khalayak dapat

diketahui dari kebijakan redaksional yang dipengaruhi oleh teori Hierarchy Of

(43)

32

atau perbedaan setiap media dalam memproduksi informasi kepada khalayak

dapat diketahui dari pelapisan-pelapisan yang melingkupi institusi media.

Teori Hierarchy Of Influence meyakini bahwa dalam institusi media

terdapat lapisan pengaruh meliputi pengaruh individu-individu pekerja media,

pengaruh rutinitas media, pengaruh operasional, pengaruh dari luar institusi

media, dan pengaruh ideologi yang membuat setiap hasil produksi berita

masing-masing media berbeda.

Berita-berita tentang tersebut dianalisis menggunakan analisis framing Pan

dan Kosicki. Model ini berasumsi bahwa setiap berita mempunyai frame yang

berfungsi sebagai pusat dari organisasi ide. Frame ini adalah suatu ide yang

dihubungkan dengan elemen yang berbeda dalam teks berita seperti kutipan

sumber, latar informasi, pemakaian kata, atau kalimat tertentu ke dalam teks

secara keseluruhan. Perangkat framing Pan dan Kosicki ini dibagi menjadi empat

struktur yakni sintaksis, skrip, tematik, dan retoris.

Keempat dimensi struktural ini membentuk tema yang mempertautkan

elemen-elemen semantik narasi berita dalam satu koherensi global. Dengan

keempat struktur ini merupakan suatu rangkaian yang dapat mewujudkan framing

(44)

33

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif

dengan teknik analisis framing. Analisis ini mencoba melihat bagaimana media

mengkonstruksi realitas, bagaimana realitas atau peristiwa itu dikonstruksi oleh

media, dan bagaimana media membingkai peristiwa tertentu.

Pada penelitian ini akan dijelaskan bagaimana cara media membingkai

atau mengkonstruksi berita – berita mengenai isu Kasus Gayus Tambunan Pergi

ke Bali dalam surat kabar Harian Jawa Pos dan Kompas . Penulisan berita ini

terdiri dari bagaimana cara wartawan dalam menyusun fakta dan menekankan

fakta dengan menggunakan pendekatan kualitatif yaitu pendekatan yang tidak

menggunakan statistik atau angka tertentu. Hasil dari penelitian kualitatif ini tidak

dapat digeneralisasikan (membuat kesimpulan yang berlaku umum) atau angka

tertentu atau bersifat universal.(Arkoun dalam Rukmana;2003:29) Penelitian ini

akan menganalisis bagaimana wartawan menyusun peristiwa ke dalam bentuk

umum berita, cara wartawan mengisahkan peristiwa, kalimat yang dipakai, dan

pilihan kata atau idiom yang dipilih yang ada dalam berita isu Kasus Gayus

(45)

34

3.1.1 Definisi Operasional

Berita tentang Kasus Gayus Tambunan Pergi ke Bali adalah berita yang

muncul pada saat Gayus Tambunan sedang menonton turnamen tenis

Commonwealth Bank Tournament of Champions 2010 di Nusa Dua, Bali. Pria

berjaket itu mengenakan kaca mata dan berambut tebal yang diduga rambut palsu

alias wig. Dia terjepret oleh kamera dua fotografer sebuah harian ibu kota pada

Jumat (5/11) sekitar pukul 21.10 Wita saat peliputan pertandingan antara petenis

Daniela Hantuchova dan Yanina Wickmayer

Pembingkaian berita dalam kasus ini dianalisis dengan menggunakan

model framing Zhondang Pan dan Gerald M. Kosicki. Perangkat framing dari Pan

dan Kosicki ini dibagi menjadi empat struktur besar, yaitu struktur sintaksis,

struktur skrip, struktur tematik, dan struktur retoris.

3.2 Subyek dan Objek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah surat kabar Harian Jawa Pos dan

Kompas . Sedangkan yang menjadi objek penelitiannya adalah berita – berita

tentang Kasus Gayus Tambunan Pergi ke Bali, tepatnya pada 1 November 2010

(46)

35

3.3 Unit Analisis

Pada penelitian ini unit analisis yang digunakan adalah unit analisis

reference, yaitu unit yang digunakan untuk menganalisis kalimat atau kata yang

dimuat dalam teks berita mengenai Kasus Gayus Tambunan Pergi ke Bali pada

surat kabar Harian Jawa Pos dan Kompas .

Analisis teks media dengan melihat hubungan antar kalimat, penulisan

narasumber, penulisan latar, penggunaan gaya bahasa, untuk mengungkapkan

pemaknaan terhadap prespektif yang digunakan oleh media cetak, yaitu Surat

Kabar Harian Jawa Pos dan Kompas dalam melihat suatu peristiwa, yang dalam

hal ini adalah berita mengenai Kasus Gayus Tambunan Pergi ke Bali.

3.4 Corpus

Corpus adalah suatu himpunan terbatas atau juga berbatas dari unsur yang

memiliki sifat bersama atau tunduk pada aturan yang sama.(Arkoun dalam

Achmad;2001:43) Pendapat lain ada yang menyebutkan corpus merupakan

sekumpulan bahan yang terbatas yang ditentukan pada perkembangannya oleh

analisis semacam kesemenaan, bersifat sehomogen mungkin.

(Kurniawan;2001:70) Corpus harus cukup luas untuk memberi harapan yang

beralasan bahwa unsur – unsurnya akan memelihara sebuah sistem kemiripan dan

perbedaan dengan lengkap.

Corpus penelitian ini adalah berita – berita yang membahas berita Kasus

(47)

36

Corpus yang terdapat pada surat kabar Harian Jawa Pos adalah sebagai

berikut :

1. Ke Bali, Gayus Dikawal 5 Orang

Minggu, 14 November 2010

2. Di Bali, Gayus Pakai Inisial M

Senin, 15 November 2010

Corpus yang terdapat pada surat kabar Harian Kompas adalah sebagai

berikut :

1. Orang Mirip Gayus Nonton Tenis di Bali

Senin, 8 November 2010

2. "Gayus" Memang Menginap di Westin

Minggu, 14 November 2010

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Data primer adalah data yang diambil langsung oleh peneliti kepada

sumbernya, tanpa ada perantara. Sedangkan data sekunder adalah data yang bukan

diusahakan sendiri pengumpulannya oleh peneliti. (Muhktar;2007:86-88)

Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara mendokumentasikan

berita – berita mengenai Kasus Gayus Tambunan Pergi Ke Bali pada surat kabar

Harian Jawa Pos dan Kompas. Sedangkan data sekunder peneliti dapatkan dari

studi kepustakaan, buku, artikel, surat kabar, jurnal penelitian terdahulu maupun

(48)

37

3.6 Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini teknik yang digunakan untuk menganalisis data

adalah analisis framing. Analisis framing digunakan untuk membedah cara-cara

atau ideologi media saat mengkonstruksi fakta. Analisis ini mencermati strategi

seleksi, penonjolan, dan pertautan fakta kedalam berita agar lebih bermakna, lebih

menarik, lebih berarti, atau lebih diingat, untuk menggiring interpretasi khalayak

sesuai perspektifnya (Sobur, 2001:162).. Fakta mana yang akan ditonjolkan atau

dihilangkan, serta hendak dibawa kemana arah berita tersebut. Karenanya berita

menjadi manipulatif dan bertujuan mendominasi keberadaan subjek sebagai suatu

yang legitimasi, objektif, alamiah, wajar atau tidak terelakkan.(Sobur;2001:162)

Metode analisis framing yang digunakan pada penelitian ini adalah model

framing Zhondang Pan dan Gerald M. Kosicki. Berita – berita mengenai Kasus

Gayus Tambunan Pergi Ke Bali pada surat kabar Harian Jawa Pos dan Kompas

sebagai gagasan utama, kemudian dianalisis berdasarkan perangkat framing dari

Pan dan Kosicki dengan melalui langkah – langkah analisis framing. Menurut Pan

dan Kosicki, perangkat framing dibagi menjadi empat struktur besar, yaitu

struktur sintaksis, struktur skrip, struktur tematik, dan struktur retoris.

3.7 Langkah – Langkah Analisis Framing

Berita mengenai Kasus Gayus Tambunan Pergi Ke Bali pada surat kabar

Harian Jawa Pos dan Kompas yang terdapat dalam surat kabar Harian Jawa Pos

dan Kompas akan dianalisis dengan menggunakan perangkat framing Pan dan

(49)

38

Pertama, peneliti mengumpulkan berita – berita tentang Kasus Gayus

Tambunan Pergi Ke Bali pada surat kabar Harian Jawa Pos dan Kompas .

Kedua, peneliti melakukan analisis terhadap berita-berita dan kemudian

membuat interpretasi terhadap berita-berita tersebut dalam kerangka model Pan

dan Kosicki. Berita dibagi menjadi empat bagian struktur besar yaitu sintaksis,

skrip, tematik, dan retoris.

1. Sintaksis

Dalam wacana berita sintaksis berhubungan dengan bagaimana Jawa Pos dan

Kompas dalam menyusun berita Kasus Gayus Tambunan Pergi Ke Bali pada

surat kabar Harian Jawa Pos dan Kompas dalam bentuk susunan umum berita.

Adapun fungsi dari struktur sintaksis adalah menjadi petunjuk berguna dalam

melihat bagaimana wartawan Jawa Pos dan Kompas memaknai peristiwa Kasus

Gayus Tambunan Pergi Ke Bali.

a. Headline

Headline tentang berita Kasus Gayus Tambunan Pergi Ke Bali pada surat

kabar Harian Jawa Pos dan Kompas merupakan inti pemberitaan yang ditulis

dengan huruf besar dan mencolok guna menarik perhatian khalayak untuk

membacanya.

b. Lead

Menunjukkan sudut pandang atau perspektif tertentu sebagai aspek terpenting

pada surat kabar Harian Jawa Pos dan Kompas dalam memberitakan Kasus

(50)

39

c. Latar informasi

Latar belakang atas berita Kasus Gayus Tambunan Pergi Ke Bali merupakan

bagian berita yang dapat membantu menyelidiki semantik (arti kata) yang

ingin ditampilkan, cara mempengaruhi, memberi kesan sebagai pembenaran

bahwa pendapat Jawa Pos dan Kompas dalam memaknai berita Kasus Gayus

Tambunan Pergi Ke Bali cukup beralasan.

d. Kutipan sumber

Pengutipan yang dilakukan terhadap orang – orang / tokoh – tokoh yang

berhubungan dengan peristiwa Kasus Gayus Tambunan Pergi Ke Bali.

Dengan tujuan membangun objektivitas, prinsip keseimbangan, dan tidak

memihak pendapat wartawan semata, tetapi juga pendapat orang – orang yang

mempunyai otoritas tertentu.

2. Skrip

Berhubungan dengan bagaimana wartawan Jawa Pos dan Kompas

mengisahkan atau menceritakan peristiwa Kasus Gayus Tambunan Pergi Ke Bali

dengan unsur kelengkapan berita dalam pemberitaannya. Berguna untuk

mengetahui penerapan penulisan peristiwa Kasus Gayus Tambunan Pergi Ke Bali

sebagai susunan cerita dengan strategi cara bercerita tertentu, yang dilakukan oleh

wartawan Jawa Pos dan Kompas untuk menarik perhatian pembaca. Segi bercerita

dan unsur kelengkapan berita dapat menjadi penanda framing yang penting dan

(51)

40

yang kemudian sebagai strategi menyembunyikan informasi penting. Struktur

skrip 5W + 1H yaitu :

What : peristiwa apa yang terjadi ?

Who : siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut?

When : kapan peristiwa itu terjadi?

Where : dimana peristiwa itu terjadi?

Why : mengapa peristiwa itu terjadi?

How : bagaimana terjadinya peristiwa itu?

3. Tematik

Berhubungan dengan bagaimana surat kabar Harian Jawa Pos dan Kompas

mengungkapkan pandangannya atas persete Kasus Gayus Tambunan Pergi Ke

Bali ke dalam proposisi, kalimat atau hubungan antar kalimat yang membentuk

teks secara keseluruhan. Yang termasuk struktur tematik antara lain :

a. Detail

Kontrol informasi yang ditampilkan Jawa Pos dan Kompas. Dimana informasi

yang menguntungkan akan diuraikan secara mendetail, lengkap dan panjang

lebar. Bila perlu disertakan pula data – data yang mendukung yang merupakan

upaya secara sengaja untuk menciptakan citra tertentu pada khalayak dan

(52)

41

b. Maksud kalimat, hubungan

Informasi berita Kasus Gayus Tambunan Pergi Ke Bali yang menguntungkan

Jawa Pos dan Kompas akan diuraikan secara eksplisit dan jelas, sedangkan

yang merugikan akan diuraikan secara implisit atau samar.

c. Nominalisasi antarkalimat

Prespektif Jawa Pos dan Kompas dalam memandang suatu objek sebagai

sesuatu yang tunggal atau sebagai suatu kelompok.

d. Koherensi

Pertalian atau jalinan antar kalimat, proposisi, atau kalimat dalam pemberitaan

Kasus Gayus Tambunan Pergi Ke Bali oleh Jawa Pos dan Kompas sehingga

fakta yang tidak berhubungan sekalipun dapat terjalin menjadi sebuah kalimat.

e. Bentuk kalimat

Kebenaran tata bahasa yang digunakan Jawa Pos dan Kompas dalam menulis

berita Kasus Gayus Tambunan Pergi Ke Bali. karena bentuk kalimat bukan

hanya menyangkut permasalahan teknis kebenaran tata bahasa, namun

menentukan makna yang dibentuk oleh susunan kalimat.

f. Kata ganti

Alat yang digunakan Jawa Pos dan Kompas untuk menunjukkan dimana posisi

(53)

42

4. Retoris

Bagaimana pilihan gaya atau kata yang dipilih oleh Jawa Pos dan Kompas

untuk menekankan arti yang ditonjolkan ke dalam berita Kasus Gayus Tambunan

Pergi Ke Bali. Struktur retoris adalah sebagai berikut :

a. Leksikon

Pilihan kata yang dilakukan oleh Jawa Pos dan Kompas dari berbagai

kemungkinan kata tersedia. Secara ideologis menunjukkan bagaimana

pemaknaan kedua media tersebut terhadap fakta atau realitas mengenai Kasus

Gayus Tambunan Pergi Ke Bali.

b. Grafis

Untuk memeriksa apa yang ditekankan atau ditonjolkan (berarti dianggap

penting) oleh Jawa Pos dan Kompas dalam pemberitaan Kasus Gayus

Tambunan Pergi Ke Bali. Umumnya muncul lewat bagian tulisan yang dibuat

berbeda, dibandingkan dengan tulisan yang lain. Pemakaian huruf tebal, huruf

miring, pemakaian garis tebal, dan huruf yang dibuat dengan ukuran lebih

besar. Termasuk gambar, grafik, tabel, foto, penempatan teks, tipe huruf dan

elemen grafis lain yang secara tidak langsung dapat memanipulasi pendapat

ideologis yang muncul.

c. Metafora

Kiasan, ungkapan yang dimaksudkan sebagai ornamen atau bumbu dari

pemberitaan Jawa Pos dan Kompas . Pemakaian metafora tertentu bisa

(54)

43

sebagai landasan berpikir, alasan pembenaran pendapat atau gagasan tertentu

dalam konteks pemberitaan Kasus Gayus Tambunan Pergi Ke Bali.

d. Pengandaian

Upaya wartawan Jawa Pos dan Kompas untuk mendukung makna suatu teks,

apakah menguatkan atau menentang suatu pendapat dengan memberi

(55)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Surat Kabar Harian Jawa Pos

Mencoba menelusuri sejarah harian ini memang mengasikkan. Kali

pertama diterbitkan 1 Juli 1949. Memang dilihat dari hari lahirnya, Jawa Pos

termasuk salah satu surat kabar tertua di Indonesia. Waktu itu namanya Java Post.

Lalu pernah juga Djawa Post, Djawa Pos, Jawa Pois dan kemudian Jawa Pos

sampai sekarang.

Riwayat pendiriannya pun sederhana saja. Waktu itu, The Chung Sen,

seorang WNI kelahiran Bangka, bekerja dikantor film di Surabaya. Dialah yang

bertugas untuk selalu menghubungi surat kabar agar pemuatan filmnya lancar.

Dari sini pula The Chung Sen mengetahui bahwa memiliki surat kabar ternyata

menguntungkan. Maka didirikanlah Java Post. Saat itu, harian ini tentunya juga

dikenal sebagai harian Melayu – Tionghoa. Sebab pengelola dan modalnya dari

kalangan itu. Harian ini tentunya bukan satu – satunya harian Melayu – Tionghoa

di Surabaya. Yang terbesar saat itu adalah Pewarta Soerabaia Trompet Masyarakat

dan perdamaian. The Chung Sen tentunya melirik keuntungan yang berhasil diraih

oleh harian Pewarta Soerabaia yang sudah berhasil memantapkan diri sebagai

koran dagang di Surabaya. Tapi cita – cita dan impiannya itu rasanya tidak pernah

tercapai. Dalam perjalanan sebagai koran Melayu – Tionghoa yang berhaluan

Gambar

Tabel 4.7 Perbandingan Analisis Framing Pada Surat Kabar
Gambar 1
GAMBAR 2 SKEMA FRAMING PAN DAN KOSICKI
Tabel 4.1
+5

Referensi

Dokumen terkait

Dalam rangka penegakan peraturan daerah, dalam hal ini kewenagan tersebut di emban oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Satuan Polisi Pamong Praja

P SURABAYA 03-05-1977 III/b DOKTER SPESIALIS JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH RSUD Dr.. DEDI SUSILA, Sp.An.KMN L SURABAYA 20-03-1977 III/b ANESTESIOLOGI DAN

Tugas Akhir yang berjudul “Pembuatan Font Jawa Dengan Mengacu Standart UNICODE Disertai Aplikasi Kamus Elektronik Jawa-Indonesia-Inggris” ini dibuat untuk memenuhi

Jika anda pergi ke Indonesia dan sedikit menguasai bahasa Indonesia, di sana anda akan bisa berkomunikasi dengan siapa saja dari berbagai kalangan.. Orang Indonesia biasanya

Dalam rangka mendukung pelaksanaan program dan kegiatan serta pencapaian sasaran strategis BNN, dirumuskan regulasi yang memadai sesuai tantangan global, regional, dan

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

sifat dielektrik berbeda Pati dalam bentuk bubuk diukur pada 2450 MHz, baik dielektrik dan faktor loss meningkat dengan suhu (Ndife et al.

Lembar kuesioner ini merupakan instrumen yang digunakan untuk penelitian “Analisis Strategi Pengembangan Usaha Bunga Potong Krisan (Studi Kasus: Sondi Raya Chrysanth