PEMBINGKAIAN KASUS GAYUS TAMBUNAN PERGI KE BALI
PADA SURAT KABAR HARIAN JAWA POS
DAN KOMPAS
SKRIPSI
OLEH :
ANDI PRAYOKO 0643010330
YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN” JATIM
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
Judul Penelitian : PEMBINGKAIAN KASUS GAYUS TAMBUNAN PERGI KE BALI PADA SURAT KABAR HARIAN JAWA POS DAN KOMPAS
Nama Mahasiswa : ANDI PRAYOKO
NPM : 0643010330
Progdi : Ilmu Komunikasi
Fakultas : Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi
Menyetujui Pembimbing Utama
Dr. Catur Suratnoaji, MSi NPT. 3 6804 94 0028 1
Mengetahui, Dekan
Judul Penelitian : PEMBINGKAIAN KASUS GAYUS TAMBUNAN PERGI KE BALI PADA SURAT KABAR HARIAN JAWA POS DAN KOMPAS
Nama Mahasiswa : ANDI PRAYOKO
NPM : 0643010330
Progdi : Ilmu Komunikasi
Fakultas : Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Judul Penelitian : PEMBINGKAIAN KASUS GAYUS TAMBUNAN PERGI KE BALI PADA SURAT KABAR HARIAN JAWA POS DAN KOMPAS
Nama Mahasiswa : ANDI PRAYOKO
NPM : 0643010330
Progdi : Ilmu Komunikasi
Fakultas : Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Menyetujui,
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul PEMBINGKAIAN KASUS GAYUS TAMBUNAN PERGI KE BALI PADA SURAT KABAR HARIAN JAWA POS DAN KOMPAS
Penulis menyadari bahwa di dalam penyusunan skripsi ini banyak terdapat kekurangan, hal ini disebabkan sangat terbatasnya ilmu dan kurangnya pengalaman Penulis dalam penyusunan skripsi. Meskipun demikian, dalam penyusunan skripsiini Penulis telah mendapatkan bimbingan Bapak Dr. Catur Suratnoaji, MSi,. Oleh karena itu pada kesempatan ini pula, Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, diantaranya:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP, selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
2. Dra. Hj. Suparwati, MSi, selapku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Juwito, S.Sos, MSi, Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
5. Untuk semua pihak yang mendukung baik semangat maupun doa-nya yang Peneliti tidak dapat sebutkan satu per satu.
Demikian atas segala bantuan, baik moril maupun materiil yang telah diberikan, semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya. Penulis menyadari bahwa ini semua masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun
DAFTAR ISI
Hal
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... v
ABSTRAKSI ... vi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 12
1.3 Tujuan Penelitian ... 12
1.4 Kegunaan Penelitin ... 13
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 14
2.1 Landasan Teori ... 14
2.1.1 Media dan Konstruksi Realitas ... 14
2.1.2 Ideologi Media ... 16
2.1.3 Model Hierarchi Of Influence ... 17
2.1.4 Berita Sebagai Hasil Konstruksi Realitas ... 19
2.1.5 Analisis Framing ... 21
2.1.6 Perangkat Framing zhondang Pan dan Gerald M. Kosicki ... 25
2.2 Kerangka Berpikir ... 31
BAB III METODE PENELITIAN ... 33
3.1 Metode Penelitian ... 33
3.3 Unit Analisa ... 35
3.4 Corpus ... 35
3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 37
3.6 Teknik Analisa Data ... 37
3.7 Langkah-langkah Analisis Framing ... 38
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian ... 44
4.1.1 Gambaran Umum Surat Kabar Harian Jawa Pos ... 44
4.1.2 Gambaran Umum Surat Kabar Harian Kompas... 47
4.1.2.1 Sejarah Perkembangan Surat Kabar Harian Kompas... 47
4.1.2.2 Kebijakan Redaksional Kompas ... 51
4.2 Hasil Dan Pembahasan ... 52
4.2.1 Analisis Framing Surat Kabar Harian Jawa Pos ... 53
4.2.2 Analisis Framing Surat Kabar Harian Kompas ... 66
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 76
5.2 Saran ... 77
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Analisis framing Jawa Pos Tanggal 14 November 2010 ... 58
Tabel 4.2 Analisis framing Jawa Pos Tanggal 15 November 2010 ... 64
Tabel 4.3 Analisis Framing Kompas Tanggal 8 November 2010 ... 68
Tabel 4.3 Analisis Framing Kompas Tanggal 14 November 2010 ... 71
ABSTRAKSI
ANDI PRAYOKO , PEMBINGKAIAN KASUS GAYUS TAMBUNAN PERGI KE BALI PADA SURAT KABAR HARIAN JAWA POS DAN KOMPAS
Penelitian ini dilatar belakangi oleh munculnya pemberitaan Gayus Tambunan sedang menonton turnamen tenis Commonwealth Bank Tournament of Champions 2010 di Nusa Dua, Bali. Pria berjaket itu mengenakan kaca mata dan berambut tebal yang diduga rambut palsu alias wig. Dia terjepret oleh kamera dua fotografer sebuah harian ibu kota saat peliputan pertandingan antara petenis Daniela Hantuchova dan Yanina Wickmayer.
Sebuah realitas yang disajikan oleh media massa bukanlah realitas yang sebenarnya namun merupakan konstruksi bentukan. Hal ini sesuai dengan pandangan konstruksionis yang menyatakan media bukanlah saluran yang bebas namun juga sebagai subjek yang mengkonstruksi realitas. Secara tidak langsung hal ini menyatakan bahwa berita yang disajikan oleh media merupakan hasil dari konstruksi realitas. Sehingga landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah media dan konstruksi realitas, ideology media, model hierarchi of influence, berita sebagai hasil konstruksi realitas, analisis framing, proses framing, perangkat framing Zhondang Pan dan Gerald M. Kosicki, serta kerangka berpikir.
Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan analisis framing. Analisis framing sangat tepat digunakan untuk menangkap kecenderungan sikap dan prespektif suatu media dalam cara pemberitaannya. Salah satu konsep framing adalah dari Zhondang Pan dan Gerald M Kosicki. Perangkat analisis Pan dan Kosicki ada empat unsur, yaitu sintaksis, skrip, tematik dan retoris. Corpus dalam penelitian ini adalah berita – berita Kasus Gayus Tambunan di surat kabar Harian Jawa Pos dan surat kabar Harian Kompas.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Berita muncul dalam benak manusia. Berita yang muncul dalam benak
manusia itu bukan suatu peristiwa, ia adalah sesuatu yang diserap setelah
peristiwa. Ia tidak identik dengan peristiwa, melainkan sebuah upaya untuk
merekonstruksi kerangka inti peristiwa tersebut – inti yang disesuaikan dengan
kerangka acuan yang dipertimbangkan agar peristiwa itu memiliki arti bagi
pembaca. Berita adalah sebuah aspek komunikasi dan memiliki karakteristik –
karakteristik yang lazim dari proses itu.
Media telah menjadikan dunia ini sebagai global village, media
menyajikan peristiwa – peristiwa dari berbagai belahan dunia kepada belahan
dunia lainnya seolah – olah dunia ini hanya sebesar sebuah desa. Pandangan
dunia, adalah bingkai yang dibuat untuk gambaran tentang dunia. Berbagai
peristiwa di dunia diberi makna dalam bingkai tersebut. Tanpa bingkai tersebut,
kejadian – kejadian akan tampak kacau balau dan membingungkan. Bingkai
adalah “skenario” yang ditulis wartawan untuk meletakkan setiap peristiwa dalam
alur cerita yang runtut. Namun skenario yang dibuat oleh wartawan pun sarat
dengan kepentingan pribadi, dan kepentingan – kepentingan tersebut
2
Antara media cetak satu dengan media yang cetak lainnya terdapat
perbedaan dalam membingkai atau mengkonstruksi suatu realita. Para jurnalis
selalu menyatakan dirinya telah bertindak secara obyektif, seimbang dan tidak
berpihak pada kepentingan apapun kecuali rasa solidaritas atas hak khalayak
(masyarakat) untuk mengetahui kebenaran. Meskipun sikap independen dan
obyektif dijadikan patokan setiap jurnalis, namun pada kenyataannya masih sering
dijumpai suguhan berita yang berbeda atas suatu peristiwa. Ada media yang
menonjolkan aspek tertentu, di lain pihak ada media yang memilintir atau
menutupi aspek tertentu. Hal tersebut menunjukkan bahwa dibalik jubah
kebesaran indepedensi dan obyektifitas, seorang jurnalis menyimpan paradoks,
tragedi bahkan ironi Ini berarti disatu sisi media dapat menjadi sarana penyebaran
ideologi penguasa, alat legitimasi dan kontrol atas wacana publik. namun disisi
lain, media juga dapat menjadi alat untuk membangun kultur dan ideologi
tandingan.
Berita yang dibangun berdasarkan realitas, tidak langsung ditampilkan apa
adanya, melainkan sebuah rekonstruksi fakta sosial. Kontruksi sebuah realitas
berisi kesepakatan pemahaman, komunikasi intersubjektif, andil sejumlah pihak,
serta pengalaman bersama terhadap makna, norma, pesan, dan aturan.
(Siahaan,2001:74)
Pekerjaan media pada hakikatnya adalah mengkonstruksikan realitas. Isi
media adalah hasil dari para pekerja media mengkonstruksikan berbagai realitas
yang dipilihnya, diantaranya realitas politik.(Sobur;2001:88) Media sesungguhnya
3
dan fakta yang kompleks dan beragam. Louis Althusser dalam Sobur (1971)
menulis bahwa media dalam hubungannya dengan kekuasaan, menempati posisi
strategis, terutama karena anggapan akan kemampuannya sebagai sarana
legitimasi.(Sobur, 2001:30)
Media tidak hanya menentukan realitas macam apa yang akan
mengemuka, namun juga siapa yang layak dan tidak layak masuk dalam realitas
itu. Dalam hal ini, media menjadi sebuah kontrol yang bukan lagi semata-mata
sebagaimana dicita-citakan, yaitu “ …kontrol, kritik dalam koreksi pada setiap
bentuk kekuasaan agar kekuasaan selalu bermanfaat… “ (Leksono, 1998 : 24).
Tetapi kontrol yang mampu mempengaruhi bahkan mengatur isi pikiran dan
keyakinan-keyakinan masyarakat itu sendiri (Sobur, 2003 : 114 ).
Ketika kebebasan pers marak belakangan ini sejak era reformasi, banyak
media cetak lebih mengutamakan berita yang cenderung berbau sensasional.
Masalah obyektivitas pemberitaan pun menjadi perdebatan klasik dalam studi
media. Salah satu perdebatan yang mewakili dua pandangan pro dan kontra
obyektif adalah John C. Merril dan Everette E. Dennis (Siahaan, 2001 : 60-61).
Media sesungguhnya berada di tengah realitas sosial yang sarat dengan
kepentingan, konflik dan fakta yang kompleks dan beragam. Menurut Antonio
Gramsci (Eriyanto, 2003 : 47), media adalah sebuah ruang dimana berbagai
ideologi dipresentasikan. Ini berarti di satu sisi media dapat menjadi sarana
penyebaran ideologi penguasa, alat legitimasi dan kontrol atas wacana publik.
4
dan ideologi tandingan. Hal ini berkaitan dengan cara pandang atau perspektif
yang digunakan oleh masing-masing pihak.
Masing-masing institusi media tentunya memiliki ideologi serta visi dan
misi tersendiri. Ideologi tersebut akan mempengaruhi kebijakan redaksional
media. Seorang wartawan yang bekerja di suatu media dengan kebijakan
redaksional tertentu, tentunya akan mencari, meliput, menulis, dan melaporkan
peristiwa/ realitas berdasarkan kebijakan redaksional media. Kebijakan
redaksional tersebut akan membatasi kebebasan wartawan tersebut dalam
memahami dan mempersepsikan sebuah realitas. Intinya, bahwa seorang
wartawan, bagaimana cara dia menuliskan sebuah berita, akan mencerminkan
ideologi institusi media dimana dia bernaung. Sikap atau tendensi sang wartawan
dalam meliput atau melaporkan sebuah berita akan sekaligus menunjukkan sikap
dan tendensi institusi media tempat mereka bernaung.
Media bukanlah saluran yang bebas, media tidak sepenuhnya sama persis
seperti apa yang digambarkan, memberitakan apa adanya, cerminan dari realitas
yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Media yang kita lihat, justru
mengkonstruksi sedemikian rupa terhadap realitas yang ada. Ini semua terkait
dengan bagaimana cara pandang media untuk membingkai atau menkonstruksi
suatu realitas tertentu.
Berita yang dibaca dan dilihat di media bukanlah cerminan dari peristiwa
atau realitas itu sendiri, melainkan sebuah hasil rekonstruksi dari realitas. Dan
5
atau informasi yang kita konsumsi adalah hasil rekonstruksi atas peristiwa
menurut perspektif wartawan.
Untuk membuat informasi menjadi lebih bermakna biasanya sebuah media
cetak melakukan penonjolan-penonjolan terhadap suatu berita. Dalam
pengambilan keputusan mengenai sisi mana yang ditonjolkan tentu melibatkan
nilai dan ideologi para wartawan yang terlibat dalam proses produksi sebuah
berita (Sobur, 2001 : 163)
Dalam mengkonstruksi suatu realitas, antara media cetak satu dengan yang
lain terdapat perbedaan. Seperti halnya pemberitaan mengenai Gayus Tambunan.
yang ditulis oleh surat kabar Harian Jawa Pos dan surat kabar harian Kompas
terdapat perbedaan dalam menyajikan berita kepada khalayak, berita – berita yang
disampaikan kepada khalayak tentunya ada kebijakan redaksional yang dapat
berbeda – beda kelengkapan isi, susunan dan bentuknya. Perbedaan ini juga
disebabkan oleh yang disebut suatu permasalahan, visi atau pandangan itu
dijabarkan menjadi kebijakan editorial sekaligus menjadi kerangka acuan surat
kabar yang bersangkutan.(Oetama;2004:145)
Kedua harian ini memiliki cara pandang yang berbeda dalam menyeleksi
suatu isu dan menulis berita – berita mengenai Gayus Tambunan, hal ini
dikarenakan cara pandang wartawan masing – masing harian berbeda baik surat
kabar Harian Jawa Pos maupun surat kabar Harian Kompas. Dalam
mempersepsikan kasus tersebut yang kemudian membingkainya kedalam bentuk
6
dalam mengemas berita dapat disebabkan adanya perbedaan kebijakan redaksi dan
perbedaan visi dan misi dari masing – masing media.
Kepercayaan publik terhadap keseriusan penegakan hukum seolah runtuh
dengan pemberitaan Gayus Tambunan sedang menonton turnamen tenis
Commonwealth Bank Tournament of Champions 2010 di Nusa Dua, Bali. Pria
berjaket itu mengenakan kaca mata dan berambut tebal yang diduga rambut palsu
alias wig. Dia terjepret oleh kamera dua fotografer sebuah harian ibu kota pada
Jumat (5/11) sekitar pukul 21.10 Wita saat peliputan pertandingan antara petenis
Daniela Hantuchova dan Yanina Wickmayer.
Sementara itu Kapolda Bali Irjen Pol Hadiatmoko memastikan bahwa
Gayus menginap di Hotel The Westin, Nusa Dua. “Iya memang benar, ada
fotonya (Gayus) menginap di Hotel Westin,” kata Hadiatmoko saat menghadiri
HUT Brimob ke 65 tahun di Mako Brimob Polda Bali, Jl Tohpati, Denpasar
kemarin. Namun dia enggan menerangkan apakah Gayus selama berada di hotel
bintang lima itu Gayus dikawal beberapa petugas rutan dan didampingi istrinya.
Mantan Wakabareskrim Mabes Polri ini menegaskan bahwa tim penyidik Mabes
Polri telah tiba di Bali sejak Jumat (12/11). “Saya kurang tahu jumlahnya
(personel),” imbuhnya.
Jenderal bintang dua itu lalu memastikan bahwa tim tersebut telah
meminta daftar tamu, rekaman CCTV, serta manifest penerbangan di PT Angkasa
Pura I Ngurah Rai. Salah satu yang dibeberkan oleh Hadiatmoko adalah saat
menginap Gayus menggunakan nama samaran. Tetapi dia enggan
7
sama tim dari Mabes Polri,” ujar Kapolda. Selain itu Hadiatmoko juga enggan
mengatakan di kamar nomor berapa Gayus bermalam selama berada di Bali.
Sementara itu sumber Radar Bali (Sumut Pos Grup) di kepolisian Polda
Bali membenarkan bahwa, Gayus menggunakan nama samaran selama berada
menginap di Hotel The Westin. Tentu saja ini adalah upaya Gayus agar
plesirannya tidak tercium. Sebab, setelah tim meminta seluruh daftar tamu hotel
tidak ada yang menggunakan nama Gayus. Namun polisi berhasil mengendus
kehadiran Gayus setelah menyusuri hasil CCTV hingga mengarah ke salah satu
kamar. “Setelah di-cek, dia memakai nama samaran,” ucapnya.
Selain itu, sumber tersebut juga membenarkan bahwa selama berada di
Bali Gayus dikawal oleh beberapa orang yang jumlahnya mencapai lima orang.
Dugaannya, mereka adalah petugas Rutan Mako Brimob Mabes Polri yang
diminta Gayus untuk mengawalnya selama plesiran. Seperti yang diberitakan
sebelumnya, seorang penyidik di Mabes Polri mengatakan, rencananya hari ini
(16/11) lima dari sembilan petugas Rutan Mako Brimob yang sudah ditetapkan
sebagai tersangka akan dikeler ke Bali untuk mengikuti olah TKP.
Apa yang dipertontonkan oleh aparat tersebut kembali menjadi catatan
kelam dalam penegakan hukum. Betapa bobroknya pengawasan rutan di tanah air.
Aparat penjaga rutan begitu mudahnya disogok. Ini sekaligus gambaran yang bisa
jadi tak hanya terjadi di Rutan Mako Brimob, tetapi juga seluruh tahanan dan
lembaga pemasyarakatan (lapas) di tanah air. Tak salah bila publik berasumsi ada
yang salah dalam proses penegakan hukum yang terjadi di semua level (dimulai di
8
ujungujungnya dikendalikan oleh uang. Siapa yang berduit dialah yang
memenangkan proses hukum. Praktik ini terjadi secara kronis yang melibatkan
semua level, baik di tingkat pejabat berbintang hingga aparat penjaga tahanan
alias sipir.
Siapa pun pasti tahu siapa Gayus yang beberapa bulan lalu menggegerkan
dunia hukum di tanah air. Sepak terjang Gayus yang piawai mengutakutik setoran
pajak hingga mafia hukum dalam proses pengadilan, sudah tidak diragukan lagi.
Pendek kata, Gayus bisa dibilang sebagai musuh bersama dalam penegakan
hukum. Namun, aparat tidak belajar dari kasus Gayus. Citra polisi pun kembali
tercoreng dengan pemuatan foto Gayus tersebut.
Perspektif media juga menentukan fakta yang dipilih dan ditonjolkan.
Penonjolan merupakan proses membuat informasi menjadi lebih bermakna.
Realitas yang disajikan secara menonjol memiliki potensial untuk dipertahankan
dalam mempengaruhi pembaca dalam memahami realitas.
Dalam pemberitaan tentang Gayus Tambunan, surat kabar Jawa Pos
menganggap berita kasus ini memiliki nilai berita (news value) yang tinggi. Hal
ini bisa dilihat dari tingginya frekuensi dimuatnya berita mengenai Gayus
Tambunan terhadap hukum di Indonesia pada harian tersebut.
Bahkan besarnya porsi pemberitaan juga ditunjukkan dengan menjadikan
berita tentang Gayus Tambunan sebagai headline (berita utama) lengkap dengan
penulisan judul memakai huruf tebal. Tidak hanya itu, untuk membuat berita itu
lebih menarik, harian Jawa Pos juga mendukungnya dengan memuat grafik atau
9
Jawa Pos, merupakan surat kabar yang mampu mengadakan kebebasan
pers dan tidak hanya mengungkapkan berita – berita yang berifat umum
melainkan juga berita – berita politik dan kriminal. Serta gaya penulisan Jawa Pos
sering menggunakan bahasa kiasan. Visi dan misi Jawa Pos adalah menjadikan
surat kabar yang menginformasikan berita kepada khalayak yang baru. Harian
Jawa Pos ini memiliki misi idiil dan misi bisnis sebagai pilar utama untuk
kelangsungan hidup perusahaan. Jawa Pos merupakan koran yang menyatakan
ideologi pasar adalah ideologi oplah. (Suwardi dalam Arini;2007:11) Pasar, dalam
hal ini pembaca, berasal dari latar belakang yang berbeda – beda. Pluralitas itulah
yang sepertinya coba ditonjolkan Jawa Pos. Oleh karena itu dalam penyampaian
berita menghendaki dan diarahkan pada sesuatu yang lain daripada yang lain
dengan menampilkan rubrik tertentu sebagai nominasi unggulan, berita – berita,
reportasi, gambar kartun, hiburan yang bersifat kreatif juga tidak ketinggalan
berita yang bersifat kesenangan. Jawa pos juga mengobarkan kultur kerja nol
kesalahan (zero defect).(Djamika,2004:15)
Kompas merupakan pers umum yang sifatnya merasional dan memiliki
oplah terbesar secara nasional. Kompas memiliki reputasi kedalam analisis dan
gaya penulisan yang rapi, Kompas juga memiliki kerajaan bisnis yang terdiri dari
38 perusahaan yang terkenal sebagai Kompas Gramedia Group. Kompas juga
merupakan surat kabar tertua di Indonesia dan memiliki karakter sendiri di dalam
penyajian beritanya, yaitu selalu menggunakan sistem both side cover dan bersifat
10
kini saja melainkan juga menyertakan fakta sejarah masa
lampau.(Sularto;2001:22)
Kompas, merupakan pers nasional yang mempunyai visi dalam
keredaksionalnya yaitu manusia dan kemanusiaan, sehingga harian ini berusaha
senantiasa peka terhadap nasib manusia.(Oetama;2001:147) Kompas dinilai
merupakan surat kabar yang terkenal netral, independen dan objektif dalam
menuliskan beritanya.(Flourney dalam Sugiharti;2002:17) Disamping itu objek
kritiknya adalah semua lapisan masyarakat tanpa terkecuali, termasuk pemerintah
dan elite politik. Hal tersebut dapat dibuktikan saat Kompas sempat mengalami
pembrendelan atas artikel yang berjudul “Perang Jurnalistik Terhadap
Pemerintah”, karena dianggap terlalu tajam dan berani dalam mengkritik
pemerintah dan para penguasa pada saat itu.(Sularto,2001:39)
Untuk melihat perbedaan kedua media (Kompas dan Jawa Pos) dalam
mengungkap suatu peristiwa atau realitas peneliti memilih analisis framing
sebagai metode penelitian. Alasannya adalah analisis framing merupakan metode
analisis isi media yang tergolong baru.(Sobur,2002:161) Analisis ini mencermati
strategi seleksi, penonjolan, dan pertautan fakta ke dalam berita agar lebih
bermakna, lebih menarik, lebih berarti atau lebih diingat, untuk menggiring
interpretasi khalayak sesuai dengan perspektifnya. Dengan kata lain, framing
adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang
yang digunakan wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara
pandang atau perspektif itu pada akhirnya yang menentukan fakta apa yang
11
dibawa kemana berita tersebut. (Nugroho, Eriyanto, Surdiasis dalam
Sorbur;2002:162)
Sebagai satu bentuk analisis teks media, prinsip analisis framing
menyatakan bahwa terjadi proses seleksi isu dan fakta tidak ditampilkan apa
adanya, namun diberi bingkai (frame) sehingga menghasilkan konstruksi makna
yang spesifik. Dalam hal ini biasanya media menyeleksi sumber berita,
memanipulasi pernyataan dan mengedepankan perspektif tertentu sehingga suatu
interpretasi menjadi lebih menyolok (noticeable) daripada interpretasi yang
lain.(Sobur,2002:165) Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisis
framing untuk melihat bagaimana berita Gayus Tambunan. Analisis framing dapat
digunakan untuk mengetahui bagaimana sebuah realitas dikonstruksi oleh media
(Eriyanto, 2002:3).
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan salah satu model framing, yaitu
Pan dan Kosicki. Dalam model Pan dan Kosicki ini terdapat empat perangkat
framing yakni struktur sintaksis, struktur skrip, struktur tematik, dan struktur
retoris. Peneliti menggunakan model ini karena model Pan dan Kosicki dengan
keempat strukur yang ada dalam model framingnya dapat menunjukkan framing
dari suatu media. Kecondongan wartawan dalam memahami suatu peristiwa dapat
diamati melalui keempat perangkat tadi.
Model Pan dan Kosicki ini berasumsi bahwa setiap berita mempunyai frame
yang berfungsi sebagai pusat organisasi ide. Frame merupakan suatu ide yang
dihubungkan dengan elemen yang berbeda dalam teks berita, kutipan sumber,
12
keseluruhan. Frame berhubungan dengan makna, bagaimana seseorang memaknai
suatu peristiwa, dapat dilihat dari perangkat tanda yang dimunculkan dalam
teks.(Sobur, 2001:175)
Adapun media yang dipilih dalam penelitian ini adalah surat kabar Harian
Jawa Pos dan Kompas. Karena pada kedua surat kabar ini berita megenai
perseteruan Gayus Tambunan di beritakan secara kontinu dan pada periode terbit
yang sama. Didasari oleh hal – hal tersebut diataslah yang menurut peneliti bahwa
berita Gayus Tambunan Versi Plesir ke Bali dengan konstruksi wacana sangat
layak untuk dilakukan penelitian lebih lanjut.
1.2Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan dan
diuraikan di atas, maka penelitian ini dirumuskan sebagai berikut “ Bagaimanakah
Kasus Gayus Tambunan Pergi ke Bali dibingkai oleh Surat Kabar Harian Jawa
Pos dan Kompas pada Halaman Utama ?”
1.3Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini
adalah untuk mendeskripsikan bagaimana Kasus Gayus Tambunan Pergi ke Bali
13
1.4Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah :
1. Kegunaan Secara Teoritis
Yaitu penelitian ini diharapkan dapat menambah kajian Ilmu Komunikasi
tentang pembingkaian berita dengan mengaplikasikan teori – teori khususnya teori
komunikasi tentang pemahaman pesan yang dikemas oleh media melalui analisis
framing, sehingga hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi landasan
pemikiran untuk penelitian berikutnya.
2. Kegunaan Secara Praktis
Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan acuan dua pihak :
a. Pengelolaan surat kabar Harian Jawa Pos dan Kompas
1. Pengelohan dalam melakukan introspeksi mengenai kebijakan
seleksi isu dan penekanan aspek – aspek realitas.
2. Membantu memahami bagaimana melakukan strategi wacana,
yaitu upaya menyuguhkan berita tentang pandangan tertentu agar
lebih diterima khalayak misalnya : berita, pemakaian ruang
(space), pemakaian grafik, pemakaian tabel ketika menggambarkan
orang / peristiwa yang dibicarakan.
b. Khalayak Konsumen Media
1. Memberikan wawasan / cara pandang khalayak media dalam
melihat media mengkonstruksi realitas sebagai sebuah berita
sehingga khalayak lebih kreatif dan kritis dalam menanggapi isi
14
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Media dan Konstruksi Realitas
Dalam pandangan Konstruksionis, media dilihat bukanlah sekedar saluran
yang bebas, ia juga subyek yang mengkontruksi realitas, lengkap dengan
pandangan, bias, dan pemihakkan. Media bukan hanya memilih peristiwa dan
menentukan sumber berita, melainkan juga berperan dalam mendefinisikan aktor
dan peristiwa, lewat bahasa maupun lewat pemberitaan, media dapat membingkai
dengan bingkai tertentu yang pada akhirnya menentukan bagaimana khlayak
harus melihat dan memahami peristiwa dari kaca mata tertentu.
(Eriyanto;2004:24)
Isi media merupakan hasil para pekerja dalam mengkonstruksi berbagai
realitas yang dipilihnya untuk dijadikan sebagai sebuah berita, diantaranya realitas
politik. Disebabkan sifat dan faktanya bahwa pekerjaan media massa adalah
menceritakan peristiwa – peristiwa, maka dapat dikatakan bahwa seluruh isi
media adalah realitas yang dikonstruksi (constructed reality). Pembuatan berita di
media pada dasarnya tak lebih dari penyusunan realitas – realitas sehingga
membentuk sebuah berita.(Tuchman dalam Sobur;2001:88)
Isi media pada hakekatnya adalah hasil konstruksi realitas dengan
menggunakan bahasa sebagai perangkat dasarnya. Sedangkan bahasa bukan hanya
15
diciptakan oleh bahasa tentang realitas. Akibatnya media massa memiliki peluang
yang sangat besar untuk mempengaruhi gambar yang dihasilkan dari realitas yang
dikonstruksikan.(Sobur;2001:88)
Setiap upaya “menceritakan” sebuah peristiwa, keadaan, benda atau
apapun, pada hakekatnya adalah usaha mengkonstruksikan realitas. Begitu pula
dengan profesi wartawan. Pekerjaan utama wartawan adalah mengisahkan hasil
reportasinya kepada khalayak. Dengan demikian mereka selalu terlibat dengan
usaha – usaha mengkonstruksikan realitas, yakni menyusun fakta yang
dikumpulkan ke dalam suatu bentuk laporan jurnalistik berupa berita (news),
karangan khas (feature), atau gabungan keduanya (news feature). Dengan
demikian berita pada dasarnya adalah realitas yang telah
dikonstruksikan.(Sobur;2001:88)
Penggunaan bahasa tertentu jelas berimplikasi terhadap kemunculan
makna tertentu. Pilihan kata dan cara penyajian suatu realitas turut menentukan
bentuk konstruksi realitas yang sekaligus menentukan makna yang muncul
darinya. Bahkan menurut Hamad dalam Sobur (2001;90) bahasa bukan cuma
mampu mencerminkan realitas, tetapi sekaligus menciptakan realitas.
Dalam konstruksi realitas, bahasa dapat dikatakan sebagai unsur utama. Ia
merupakan instrumen pokok untuk menceritakan realitas. Sehingga dapat
dikatakan bahwa bahasa adalah alat konseptualisasi dan alat narasi
media.(Sobur;2001:91)
16
2.1.2 Ideologi Media
Konsep ideologi dalam sebuah institusi media massa ikut berpengaruh
dalam menentukan arah pemberitaan yang akan disampaikan kepada khalayak.
Hal ini disebabkan karena teks, percakapan dan lainnya adalah bentuk dari
praktek ideologi atau pencerminan dari ideologi tertentu.(Eriyanto;2004:13)
Pekerjaan media sebagai agen konstruksi realitas, berlatar belakang pada
ideologi yang dimiliki oleh masing – masing media. Bagaimana peristiwa
dibingkai bukan semata – mata disebabkan oleh struktur skema wartawan,
melainkan juga rutinitas kerja dan institusi media yang secara langsung
mempengaruhi pemaknaan peristiwa. Wartawan hidup dalam institusi media
dengan seperangkat aturan, pola kerja, dan aktivitas masing – masing, bisa terjadi
institusi media itu yang mengontrol dalam pola kerja tertentu yang mengharuskan
wartawan melihat peristiwa dalam kemasan tertentu, atau bisa juga terjadi
wartawan sebagai bagian dari anggota komunitas menyerap nilai – nilai yang ada
dalam komunitasnya.(Eriyanto;2005:99) Nilai – nilai yang dianut media sebagai
ideologi yang menjadi dasar dalam setiap pemberitaan yang disampaikan kepada
khalayak.
Pada kenyataannya berita di media massa tidak pernah netral dan obyektif.
Jika kita lihat bahasa jurnalistik yang digunakan media pun selalu dapat
ditemukan adanya pemilihan fakta tertentu dan membuang aspek fakta yang lain
yang mencerminkan pemihakkan media pada salah satu kelompok atau ideologi
tertentu. Bahasa ternyata tidak pernah lepas dari subyektifitas dari sang wartawan
17
berita, pada saat itu juga kita menemukan ideologi yang dianut oleh wartawan dan
media yang bersangkutan.
Konsep ideologi bisa membantu menjelaskan mengapa wartawan memilih
fakta tertentu untuk ditonjolkan daripada fakta yang lain, walaupun hal itu
merugikan pihak lain, menempatkan sumber berita yang satu lebih menonjol
daripada sumber yang lain, ataupun secara nyata atau tidak melakukan
pemihakkan kepada pihak tertentu. Artinya ideologi wartawan dan media yang
bersangkutanlah yang secara srategis menghasilkan berita – berita yang seperti
itu. Disini dapat dikatakan media merupakan inti instrumen ideologi yang tidak di
pandang sebagai zona netral dimana sebagai kelompok dan kepentingan
ditampung, tetapi media lebih sebagai obyek yang mengkonsumsi realitas atas
penafsiran wartawan atau media sendiri untuk disebarkan kepada
khalayak.(Eriyanto;2004:92)
2.1.3 Model Hierarchi of Influence
Kecenderungan atau perbedaan setiap media dalam memproduksi
informasi kepada khalayak dapat diketahui dari pelapisan – pelapisan yang
melingkupi institusi media. Pamela Shoemaker dan Stephen D. Reese membuat
18
Gambar 1
“Hierarchi of Influence” Shoemaker dan Reese
Shoemaker dan Reese, 1993, dalam Sobur, 2002: 138
1. Pengaruh individu – individu pekerja media. Dia antaranya adalah pekerja
komunikasi, latar belakang personal dan Profesional.
2. Pengaruh rutinitas media. Apa yang dihasilkan oleh media massa dipengaruhi
oleh kegiatan seleksi – seleksi yang di lakukan oleh komunikator, termasuk
tenggat (deadline) dan rintangan waktu yang lain, keterbatasan tempat
(space), struktur piramida terbalik dalam penulisan berita dan kepercayaan
reporter pada sumber – sumber resmi dalam berita yang dihasilkan.
3. Pengaruh organisasional. Salah satu tujuan yang penting dari media adalah
mencari keuntungan materiil. Tujuan – tujuan dari media akan berpengaruh
pada isi yang dihasilkan.
4. Perngaruh dari luar organisasi media, pengaruh ini meliputi lobi dari kelompok
kepentingan terhadap isi media, psedoevent dari praktisi public relations dan 1. Tingkat Individual
2. Tingkat Rutinitas Media
3. Tingkat Organisasi
4. Tingkat ekstramedia
19
5. Pengaruh ideologi. Ideologi merupakan sebuah pengaruh yang paling
menyeluruh dari semua pengaruh. Ideologi di sini diartikan sebagai
mekanisme simbolik yang menyediakan kekuatan kohesif yang
mempersatukan di dalam masyarakat (Shoemaker, Reese, dalam Sobur, 2002:
138 - 139).
Pokok perhatian dalam studi mengenai teks atau isi media dan merupakan
tingkatan yang paling menyeluruh adalah ideologi. Begitu pula para pekerja
media, praktisi dan hubungan – hubungannya dapat berfungsi secara ideologis
(Sobur, 2002: 139)
2.1.4 Berita sebagai Hasil Konstruksi Realitas
Pada dasarnya berita merupakan laporan dari peristiwa. Peristiwa disini
adalah realitas atau fakta yang diliput oleh wartawan dan pada gilirannya akan
dilaporkan secara terbuka melalui media massa.(Birowo;2004:168)
Peristiwa – peristiwa yang dijadikan berita oleh media massa tentunya
melalui proses penyeleksian terlebih dahulu, hanya peristiwa yang memenuhi
kriteria kelayakan informasi yang akan menjadi berita. Peristiwa yang layak untuk
dijadikan berita akan diangkat oleh media massa kemudian ditampilkan kepada
khalayak.(Eriyanto;2004:26)
Setelah proses penyeleksian tersebut, maka peristiwa itu akan dibingkai
sedemikian rupa oleh wartawan. Pembingkaian yang dilakukan oleh wartawan
tentunya melalui proses konstruksi. Proses konstruksi atas suatu realitas ini dapat
20
tersebut ada bagian yang dihilangkan, luput, atau bahkan disembunyikan dalam
pemberitaan.(Eriyanto;2004:3)
Karena media bergerak dalam masyarakat yang ditandai oleh adanya
penyebaran kekuasaan, yang diberikan kepada individu, kelompok dan kelas
sosial secara tidak merata dan dalam beberapa hal media berkaitan dengan
struktur politik dan ekonomi yang berlaku, sehingga media memiliki konsekuensi
dan nilai ekonomi, serta merupakan objek persaingan untuk memperebutkan
kontrol dan akses.(McQuail;1991:81-82) Media massa sering kali dipandang
sebagai alat kekuasaan yang efektif dalam mengorganisasi media, kelompok
khalayak, konsumen, pasar, dan pemilih. Media massa biasanya merupakan
corong penguasa, pemberi pendapat dan instruksi, serta kepuasan
jiwani.(McQuail;1991:82)
Peristiwa atau realitas yang sama dapat dibingkai secara berbeda oleh
masing – masing media(Sobur;2001;vi), hal ini terkait dengan visi, misi, dan
ideologi yang dipakai oleh masing – masing media. Sehingga kadang kala dari
hasil pembingkaian tersebut dapat diketahui bahwa media lebih berpihak kepada
siapa (jika yang diberitakan adalah seorang tokoh, golongan atau kelompok
tertentu). Keberpihakkan pemberitaan media terhadap salah satu kelompok atau
golongan dalam masyarakat, dalam banyak hal tergantung pada etika, moral dan
nilai – nilai tertentu tidak mungkin dihilangkan dalam pemberitaan media. Hal ini
merupakan bagian integral dan tidak terpisahkan dalam membentuk dan
mengkonstruksi suatu realitas. Media menjadi tempat pertarungan ideologi antara
21
2.1.5 Analisis Framing
Gagasan ide mengenai framing, pertama kali dilontarkan oleh Beterson
tahun 1955.(Sudibyo dalam Sobur;2001:161) Frame pada awalnya dimaknai
sebagai struktur konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir
pandangan politik, kebijakan dan wacana, dan yang menyediakan kategori –
kategori standar untuk mengapresiasi realitas, konsep ini kemudian dikembangkan
lebih jauh oleh Goffman (1974) yang mengendalikan frame sebagai kepingan –
kepingan prilaku (stripe of behaviour) yang membimbing individu dalam
membaca realitas.(Sobur;2001:162) Realitas itu sendiri tercipta dalam konsepsi
wartawan, sehingga berbagai hal yang terjadi seperti faktor dan orang,
didistribusikan menjadi peristiwa yang kemudian disajikan kepada khalayak.
G. J. Aditjobro mendefinisikan framing sebagai metose penyajian realitas
dimana kebenaran tentang suatu kejadian tidak diingkari secara total, melainkan
dibelokkan secara halus, dengan memberikan sorotan terhadap aspek – aspek
tertentu saja, dengan menggunakan istilah yang punya konotasi tertentu, dan
dengan bantuan foto, karikatur, dan alat ilustrasi.(Sudibyo dalam Sobur;2001:165)
Pada analisis framing yang kita lihat adalah bagaimana cara media
memaknai, memahami dan membingkai sebuah kasus atau peristiwa yang ada
dalam berita. Maka jelas adanya framing secara sederhana dapat digambarkan
sebagai suatu analisis untuk mengetahui bagaimana realitas (peristiwa, aktor,
kelompok atau apa sajalah) dibingkai oleh media.(Eriyanto;2004:3)
Dalam ranah studi komunikasi analisisi framing mewakili tradisi yang
22
aktifitas komunikasi yang ada. Perspektif komunikasi dipakai untuk membedakan
cara – cara atau ideologi media saat mengkonstruksikan fakta. Karena itu konsep
framing selalu berkaitan erat dengan proses seleksi isu dan bagaimana
menonjolkan aspek dari isu atau realitas tersebut dalam berita. Disini framing
dipandang sebagai penempatan informasi dalam konteks yang khas sehingga isu
tertentu tersebut mendapatkan alokasi yang besar daripada isu – isu yang lain.
Sehingga jelas berdasarkan Gitlin dalam Eriyanto, dengan framing jurnalis
memproses berbagai informasi yang tersedia dengan jalan mengemasnya
sedemikian rupa dalam kategori kognitif tertentu disampaikan pada
khalayak.(Eriyanto;2004:69)
Analisis framing dipakai untuk mengetahui bagaimana realitas dibingkai
oleh media. Dengan demikian realisasi sosial dipahami, dimaknai dan
dikonstruksi dengan bentukan dan makna tertentu. Elemen tersebut menandakan
bagaimana peristiwa ditampilkan. Inilah sesungguhnya sebuah realitas, bagaimana
media membangun, menyuguhkan, mempertahankan suatu peristiwa kepada
pembacanya.(Eriyanto;2004:vi)
2.1.5 Proses Framing
Proses framing sangat berkaitan erat dengan persoalan bagaimana sebuah
realitas dikemas dan disajikan dalam perspektif sebuah media. Kemasan
(package) disini adalah semacam skema atau struktur pemahaman yang
digunakan individu untuk mengkonstruksi makna pesan – pesan yang
23
diterima khalayak. Kemasan ini diibaratkan sebagai wadah atau sruktur data yang
mengorganisir sejumlah informasi yang dapat menunjukkan posisi atau
kecenderungan politik seorang wartawan dalam penyusunan berita, selain itu
proses framing juga dapat membantu untuk menjelaskan makna dibalik suatu isu
atau peristiwa yang dibingkai oleh suatu berita. Proses framing juga berkaitan
dengan srategi pengolahan dan penyajian informasi dalam hubungannya dengan
rutinitas dan konvensi profesional jurnalistik. Dominasi sebuah frame dalam suatu
wawancara berita bagaimanapun dipengaruhi proses produksi berita dimana
terlibat unsur – unsur redaksional, reporter, redaktur dan lainnya. Dengan kata lain
proses framing merupakan bagian yang integral dari proses redaksional media
massa dan menempatkan awak media (wartawan) pada posisi
strategis.(Sudibyo;2001:187)
Untuk menekankan pengaruh wartawan dalam proses – proses framing
realitas media, Dorothy Nelkin dalam buku Sudibyo (2001:188) menyatakan :
(1) By their selection of newsworthy event, journalist identity pressing issues,
(2) By their focus controal issues, they stimulate demands for accountability,
(3) By their use images (“frontiers”, “struggles”), they help to create the
judgemental biases that underlie public policy.
Seperti yang dikemukakan oleh Zhondang Pan dan Gerald M. Kosicki
bahwa analisis framing dilihat sebagaimana wacana publik tentang suatu isu atau
24
Pan dan Kosicki berpendapat ada dua konsepsi dari framing yang saling
berkaitan. Pertama, dalam konsep psikologi. Framing dalam konsep ini lebih
menekankan pada bagaimana seseorang memproses informasi dalam dirinya.
Framing berkaitan dengan struktur dan proses kognitif, bagaimana seseorang
mengolah sejumlah informasi dan ditunjukkan dalam skema tertentu. Elemen –
elemen yang diseleksi dari suatu isu / peristiwa yang kemudian menempatkannya
lebih menonjol dalam kognisi seseorang, yang pada akhirnya mempengaruhi
pertimbangan dalam membuat keputusan tentang realitas. Kedua, konsepsi
sosiologis. Yaitu pandangan yang melihat pada bagaimana konstruksi sosial atas
realitas. Frame disini dipahami sebagai proses bagaimana seseorang
mengklasifikasikan, mengorganisasikan, dan menafsirkan pengalaman sosialnya
untuk mengerti dirinya dan realitas di luar dirinya. Frame disini berfungsi
membuat suatu realitas menjadi teridentifikasi, dipahami, dan dapat dimengerti
karena sudah dilabeli dengan label tertentu.
Disini tampak ada dua konsepsi yang agak berlainan mengenai framing.
Di satu sisi framing dipahami sebagai struktur internal dalam alam pikiran
manusia, di sisi lain framing dipahami sebagai perangkat yang melekat dalam
wacana sosial / politik. Bagi Pan dan Kosicki, framing pada dasarnya melibatkan
kedua konsepsi tersebut. Dalam media, framing karenanya dipahami sebagai
perangkat kognisi yang digunakan dalam informasi untuk membuat kode,
menafsirkan, dan menyimpannya untuk dikomunikasikan dengan khalayak, yang
kesemuanya dihubungkan dengan konvensi, rutinitas, dan praktek kerja
25
pandang wartawan dalam mengkonstruksi dan memproses peristiwa untuk
disajikan kepada khalayak.(Eriyanto;2002:253)
2.1.6 Perangkat Framing Zhondang Pan dan Gerald M. Kosicki
Analisis dalam penelitian ini menggunakan model Zhondang Pan dan
Gerald M. Kosicki. Dimana Pan dan Kosicki melihat bagaimana wartawan
memakai secara strategis kata, kalimat, lead, hubungan antarkalimat, foto, grafik,
dan perangkat lainnya untuk membantu dirinya mengungkapkan pemaknaan
mereka sehingga dapat dipahami oleh pembaca. Model ini berasumsi bahwa
setiap berita mempunyai frame yang berfungsi sebagai pusat dari organisasi ide.
Frame ini adalah suatu ide yang dihubungkan dengan elemen yang berbeda dalam
teks berita (seperti kutipan sumber, latar informasi, pemakaian kata atau kalimat
tertentu) ke dalam teks secara keseluruhan.
Menurut Pan dan Kosicki, elemen yang menandakan pemahaman
seseorang mempenuyai bentuk yang terstruktur dalam bentuk aturan atau
konvensi penulisan sehingga ia dapat menjadi “jendela” melalui makna yang
tersirat dari berita menjadi terlihat. Ia secara struktural dapat diamati dari
pemilihan kata atau simbol yang dibentuk melalui aturan atau konvensi tertentu.
Dalam pendekatan ini, menurut Pan dan Kosicki, perangkat framing dapat
dibagi kedalam empat struktur besar. Pertama, struktur sintaksis yaitu
berhubungan dengan bagaimana wartawan menyusun peristiwa – pernyataan,
opini, kutipan, pengamatan atas peristiwa ke dalam bentuk susunan umum berita.
26
mengisahkan atau menceritakan peristiwa ke dalam bentuk berita. Struktur ini
melihat bagaimana strategi cara bercerita atau bertutur yang dipakai oleh
wartawan dalam mengemas peristiwa ke dalam bentuk berita. Ketiga, struktur
tematik. Tematik berhubungan dengan bagaimana wartawan mengungkapkan
pandangannya atas peristiwa ke dalam proporsisi, kalimat atau hubungan
antarkalimat yang membentuk teks secara keseluruhan. Dan keempat, struktur
retoris. Struktur ini berhubungan dengan bagaimana wartawan menekankan arti
tertentu ke dalam berita. Struktur ini akan melihat bagaimana wartawan memakai
pilihan kata, idiom, grafik dan gambar yang dipakai bukan hanya mendukung
tulisan, melainkan juga menekankan arti tertentu kepada pembaca.
Framing menurut Pan dan Kosicki dapat digunakan untuk melihat
kecenderungan atau kecondongan wartawan dalam memahami suatu peristiwa
dapat dipahami dari keempat struktur tersebut, yaitu bagaimana wartawan
menyusun peristiwa ke dalam bentuk umum berita, cara wartawan mengisahkan
peristiwa, kalimat yang dipakai, dan pilihan kata atau idiom yang dipilih. Ketika
menulis berita dan menekankan makna atas peristiwa, wartawan akan memakai
semua strategi wacana tersebut untuk menyakinkan khalayak pembaca bahwa
berita yang ia tulis adalah benar. Strategi wacana tersebut adalah :
1. Sintaksis
Sintaksis adalah susunan kata atau frase dalam kalimat. Dalam wacana berita,
sintaksis menunjuk pada pengertian susunan dari bagian berita, yang lebih populer
27
informasi, kutipan sumber dan penutup. Dalam bentuk piramida terbalik ini,
bagian yang di atas ditampilkan lebih penting dibandingkan dengan bagian
dibawahnya. Elemen sintaksis memberi petunjuk yang berguna tentang
bagaimana wartawan memaknai peristiwa dan hendak kemana berita tersebut di
bawa.
Headline/ judul, merupakan aspek sintaksis dari wacana berita dengan tingkat
kemenonjolan yang tinggi yang menunjukkan kecenderungan berita. Headline
mempengaruhi bagaimana kisah untuk dimengerti untuk kemudian digunakan
dalam membuat pengertian isu dan peristiwa sebagaimana mereka beberkan.
Lead, adalah perangkat sintaksis yang umumnya memberikan sudut pandang dari
berita, menunujukkan perspektif tertentu dari peristiwa yang diberitakan. Latar,
merupakan bagian berita yang dapat mempengaruhi makna yang ingin
ditampilkan wartawan. Latar yang dipilih menentukan ke arah mana pandangan
khalayak akan dibawa. Latar umumnya diletakkan di awal sebelum pendapat
wartawan yang sebenarnya muncul dengan maksud mempengaruhi dan memberi
kesan bahwa pendapat wartawan sangat beralasan. Karena itu, latar membantu
menyelidiki bagaimana seseorang memberi pemaknaan atas suatu peristiwa.
Bagian berita lainnya yang tidak kalah pentingnya adalah pengutipan sumber
berita. Bagian ini dimaksudkan untuk membangun objektifitas, prinsip
keseimbangan dan ketidakberpihakkan. Pengutipan sumber berita ini menjadi
perangkat framing atas tiga hal. Yaitu pertama, mengklaim validitas atau
kebenaran dari pernyataan yang dibuat dengan mendasarkan diri pada klaim dari
28
peristiwa, tapi juga didukung oleh pernyataan orang lain. Kedua, menghubungkan
poin tertentu dari pandangannya kepada pejabat yang berwenang. Ketiga,
mengucilkan pendapat atau pandangan tertentu yang dihubungkan dengan kutipan
atau pandangan mayoritas sehingga pandangan tersebut tampak sebagai
penyimpang (isu atau peristiwa yang menciptakan pro dan kontra).
2. Skrip
Laporan berita sering kali disusun sebagai sebuah cerita. Hal ini dikarenakan,
pertama banyaknya laporan berita yang berusaha menunjukkan hubungan,
peristiwa yang ditulis merupakan kelanjutan dari peristiwa sebelumnya. Kedua,
karena berita umumnya mempunyai orientasi menghubungkan teks ditulis dengan
lingkungan komunal pembaca. Bentuk umum dari struktur skrip adalah pola 5W +
1H, who, what, when, where, why, dan how. Unsur kelengkapan berita dapat
menjadi penanda framing yang penting. Skrip adalah salah satu strategi wartawan
dalam mengkonstruksi berita : bagaimana suatu peristiwa dipahami melalui cara
tertentu dengan menyusun bagian – bagian dengan urutan tertentu. Skrip
memberikan tekanan mana yang didahulukan, dan bagian mana yang bisa
dijadikan strategi untuk menyembunyikan informasi penting.
3. Tematik
Menurut Pan dan Kosicki, berita mirip dengan sebuah pengujian hipotesis.
Peristiwa yang diliput, sumber yang dikutip, dan pernyataan yang diungkapkan,
29
hipotesis yang kuat. Pengujian hipotesis ini digunakan untuk menyebut struktur
tematik dari berita. Struktur tematik dapat diamati dari bagaimana peristiwa itu
diungkapkan atau dibuat oleh wartawan. Kalau struktur sintaksis berhubungan
dengan pernyataan bagaimana fakta yang diambil oleh wartawan akan
ditempatkan pada skema atau bagan berita, struktur tematik berhubungan dengan
bagaimana fakta tersebut ditulis.
4. Retoris
Frame timbul dalam dua level. Pertama, konsepsi mental yang digunakan
untuk memproses informasi sebagai kharakteristik dan teks media. Kedua,
perangkat spesifik dan narasi berita yang dipakai untuk membangun pengertian
peristiwa. Frame berita dibentuk dari kata kunci, metafora, konsep, simbol, dan
citra yang ada dalam narasi berita. Karenanya, frame dapat dideteksi dan diselidiki
dari kata, citra dan gambar tertentu yang memberi makna tertentu dari teks berita.
Kosakata dan gambar itu ditekankan dalam teks sehingga lebih menonjol
dibandingkan dari bagian lain dari teks. Itu dilakukan lewat pengulangan,
penempatan yang lebih menonjol, atau menghubungkan bagian lain dalam teks
berita. Sehingga bagian itu lebih menonjol, lebih mudah dilihat, diingat, dan lebih
30
GAMBAR 2
SKEMA FRAMING PAN DAN KOSICKI
Model framing Pan dan kosicki.(Eriyanto;2002:256)
31
2.2 Kerangka Berpikir
Pekerjaan sebuah media pada dasarnya adalah sebuah pekerjaan yang
berhubungan dengan pembentukan realitas. Pada dasarnya realitas bukan sesuatu
yang telah tersedia, yang tinggal diambil wartawan. Sebaliknya semua pekerja
jurnalis pada dasarnya agen : bagaimana peristiwa yang acak, kompleks disusun
sedemikian rupa sehingga membentuk suatu berita. Wartawanlah yang akan
mengurutkan, membuat teratur, menjadi mudah dipahami, dengan memilih aktor –
aktor yang diwawancarai sehingga ia membentuk suatu kisah yang dibaca
khalayak. Dalam hal ini surat kabar Harian Jawa Pos dan Kompas berusaha
mengemas berita – berita mengenai Kasus Gayus Tambunan Pergi ke Bali.
Berita yang merupakan hasil konstruksi realitas dari sebuah proses
manajemen redaksional ternyata tidak selalu menghasilkan makna yang sama
seperti yang diharapkan wartawan dalam diri khalayak pembacanya. Berita
tidaklah mencerminkan realitas sosial yang direkamnya. Berita yang ada di media
dapat memberikan realitas yang sama sekali berbeda dengan realitas sosialnya.
Demikian halnya dengan berita Kasus Gayus Tambunan Pergi ke Bali.
Surat kabar Jawa Pos dan Kompas akan memiliki sudut pandang yang berbeda
pula dalam pemberitaannya masing – masing mengenai realitas yang sama.
Khususnya terhadap pemberitaan mengenai Kasus Gayus Tambunan Pergi ke
Bali.
Kecenderungan media dalam memproduksi berita pada khalayak dapat
diketahui dari kebijakan redaksional yang dipengaruhi oleh teori Hierarchy Of
32
atau perbedaan setiap media dalam memproduksi informasi kepada khalayak
dapat diketahui dari pelapisan-pelapisan yang melingkupi institusi media.
Teori Hierarchy Of Influence meyakini bahwa dalam institusi media
terdapat lapisan pengaruh meliputi pengaruh individu-individu pekerja media,
pengaruh rutinitas media, pengaruh operasional, pengaruh dari luar institusi
media, dan pengaruh ideologi yang membuat setiap hasil produksi berita
masing-masing media berbeda.
Berita-berita tentang tersebut dianalisis menggunakan analisis framing Pan
dan Kosicki. Model ini berasumsi bahwa setiap berita mempunyai frame yang
berfungsi sebagai pusat dari organisasi ide. Frame ini adalah suatu ide yang
dihubungkan dengan elemen yang berbeda dalam teks berita seperti kutipan
sumber, latar informasi, pemakaian kata, atau kalimat tertentu ke dalam teks
secara keseluruhan. Perangkat framing Pan dan Kosicki ini dibagi menjadi empat
struktur yakni sintaksis, skrip, tematik, dan retoris.
Keempat dimensi struktural ini membentuk tema yang mempertautkan
elemen-elemen semantik narasi berita dalam satu koherensi global. Dengan
keempat struktur ini merupakan suatu rangkaian yang dapat mewujudkan framing
33
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif
dengan teknik analisis framing. Analisis ini mencoba melihat bagaimana media
mengkonstruksi realitas, bagaimana realitas atau peristiwa itu dikonstruksi oleh
media, dan bagaimana media membingkai peristiwa tertentu.
Pada penelitian ini akan dijelaskan bagaimana cara media membingkai
atau mengkonstruksi berita – berita mengenai isu Kasus Gayus Tambunan Pergi
ke Bali dalam surat kabar Harian Jawa Pos dan Kompas . Penulisan berita ini
terdiri dari bagaimana cara wartawan dalam menyusun fakta dan menekankan
fakta dengan menggunakan pendekatan kualitatif yaitu pendekatan yang tidak
menggunakan statistik atau angka tertentu. Hasil dari penelitian kualitatif ini tidak
dapat digeneralisasikan (membuat kesimpulan yang berlaku umum) atau angka
tertentu atau bersifat universal.(Arkoun dalam Rukmana;2003:29) Penelitian ini
akan menganalisis bagaimana wartawan menyusun peristiwa ke dalam bentuk
umum berita, cara wartawan mengisahkan peristiwa, kalimat yang dipakai, dan
pilihan kata atau idiom yang dipilih yang ada dalam berita isu Kasus Gayus
34
3.1.1 Definisi Operasional
Berita tentang Kasus Gayus Tambunan Pergi ke Bali adalah berita yang
muncul pada saat Gayus Tambunan sedang menonton turnamen tenis
Commonwealth Bank Tournament of Champions 2010 di Nusa Dua, Bali. Pria
berjaket itu mengenakan kaca mata dan berambut tebal yang diduga rambut palsu
alias wig. Dia terjepret oleh kamera dua fotografer sebuah harian ibu kota pada
Jumat (5/11) sekitar pukul 21.10 Wita saat peliputan pertandingan antara petenis
Daniela Hantuchova dan Yanina Wickmayer
Pembingkaian berita dalam kasus ini dianalisis dengan menggunakan
model framing Zhondang Pan dan Gerald M. Kosicki. Perangkat framing dari Pan
dan Kosicki ini dibagi menjadi empat struktur besar, yaitu struktur sintaksis,
struktur skrip, struktur tematik, dan struktur retoris.
3.2 Subyek dan Objek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah surat kabar Harian Jawa Pos dan
Kompas . Sedangkan yang menjadi objek penelitiannya adalah berita – berita
tentang Kasus Gayus Tambunan Pergi ke Bali, tepatnya pada 1 November 2010
35
3.3 Unit Analisis
Pada penelitian ini unit analisis yang digunakan adalah unit analisis
reference, yaitu unit yang digunakan untuk menganalisis kalimat atau kata yang
dimuat dalam teks berita mengenai Kasus Gayus Tambunan Pergi ke Bali pada
surat kabar Harian Jawa Pos dan Kompas .
Analisis teks media dengan melihat hubungan antar kalimat, penulisan
narasumber, penulisan latar, penggunaan gaya bahasa, untuk mengungkapkan
pemaknaan terhadap prespektif yang digunakan oleh media cetak, yaitu Surat
Kabar Harian Jawa Pos dan Kompas dalam melihat suatu peristiwa, yang dalam
hal ini adalah berita mengenai Kasus Gayus Tambunan Pergi ke Bali.
3.4 Corpus
Corpus adalah suatu himpunan terbatas atau juga berbatas dari unsur yang
memiliki sifat bersama atau tunduk pada aturan yang sama.(Arkoun dalam
Achmad;2001:43) Pendapat lain ada yang menyebutkan corpus merupakan
sekumpulan bahan yang terbatas yang ditentukan pada perkembangannya oleh
analisis semacam kesemenaan, bersifat sehomogen mungkin.
(Kurniawan;2001:70) Corpus harus cukup luas untuk memberi harapan yang
beralasan bahwa unsur – unsurnya akan memelihara sebuah sistem kemiripan dan
perbedaan dengan lengkap.
Corpus penelitian ini adalah berita – berita yang membahas berita Kasus
36
Corpus yang terdapat pada surat kabar Harian Jawa Pos adalah sebagai
berikut :
1. Ke Bali, Gayus Dikawal 5 Orang
Minggu, 14 November 2010
2. Di Bali, Gayus Pakai Inisial M
Senin, 15 November 2010
Corpus yang terdapat pada surat kabar Harian Kompas adalah sebagai
berikut :
1. Orang Mirip Gayus Nonton Tenis di Bali
Senin, 8 November 2010
2. "Gayus" Memang Menginap di Westin
Minggu, 14 November 2010
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Data primer adalah data yang diambil langsung oleh peneliti kepada
sumbernya, tanpa ada perantara. Sedangkan data sekunder adalah data yang bukan
diusahakan sendiri pengumpulannya oleh peneliti. (Muhktar;2007:86-88)
Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara mendokumentasikan
berita – berita mengenai Kasus Gayus Tambunan Pergi Ke Bali pada surat kabar
Harian Jawa Pos dan Kompas. Sedangkan data sekunder peneliti dapatkan dari
studi kepustakaan, buku, artikel, surat kabar, jurnal penelitian terdahulu maupun
37
3.6 Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini teknik yang digunakan untuk menganalisis data
adalah analisis framing. Analisis framing digunakan untuk membedah cara-cara
atau ideologi media saat mengkonstruksi fakta. Analisis ini mencermati strategi
seleksi, penonjolan, dan pertautan fakta kedalam berita agar lebih bermakna, lebih
menarik, lebih berarti, atau lebih diingat, untuk menggiring interpretasi khalayak
sesuai perspektifnya (Sobur, 2001:162).. Fakta mana yang akan ditonjolkan atau
dihilangkan, serta hendak dibawa kemana arah berita tersebut. Karenanya berita
menjadi manipulatif dan bertujuan mendominasi keberadaan subjek sebagai suatu
yang legitimasi, objektif, alamiah, wajar atau tidak terelakkan.(Sobur;2001:162)
Metode analisis framing yang digunakan pada penelitian ini adalah model
framing Zhondang Pan dan Gerald M. Kosicki. Berita – berita mengenai Kasus
Gayus Tambunan Pergi Ke Bali pada surat kabar Harian Jawa Pos dan Kompas
sebagai gagasan utama, kemudian dianalisis berdasarkan perangkat framing dari
Pan dan Kosicki dengan melalui langkah – langkah analisis framing. Menurut Pan
dan Kosicki, perangkat framing dibagi menjadi empat struktur besar, yaitu
struktur sintaksis, struktur skrip, struktur tematik, dan struktur retoris.
3.7 Langkah – Langkah Analisis Framing
Berita mengenai Kasus Gayus Tambunan Pergi Ke Bali pada surat kabar
Harian Jawa Pos dan Kompas yang terdapat dalam surat kabar Harian Jawa Pos
dan Kompas akan dianalisis dengan menggunakan perangkat framing Pan dan
38
Pertama, peneliti mengumpulkan berita – berita tentang Kasus Gayus
Tambunan Pergi Ke Bali pada surat kabar Harian Jawa Pos dan Kompas .
Kedua, peneliti melakukan analisis terhadap berita-berita dan kemudian
membuat interpretasi terhadap berita-berita tersebut dalam kerangka model Pan
dan Kosicki. Berita dibagi menjadi empat bagian struktur besar yaitu sintaksis,
skrip, tematik, dan retoris.
1. Sintaksis
Dalam wacana berita sintaksis berhubungan dengan bagaimana Jawa Pos dan
Kompas dalam menyusun berita Kasus Gayus Tambunan Pergi Ke Bali pada
surat kabar Harian Jawa Pos dan Kompas dalam bentuk susunan umum berita.
Adapun fungsi dari struktur sintaksis adalah menjadi petunjuk berguna dalam
melihat bagaimana wartawan Jawa Pos dan Kompas memaknai peristiwa Kasus
Gayus Tambunan Pergi Ke Bali.
a. Headline
Headline tentang berita Kasus Gayus Tambunan Pergi Ke Bali pada surat
kabar Harian Jawa Pos dan Kompas merupakan inti pemberitaan yang ditulis
dengan huruf besar dan mencolok guna menarik perhatian khalayak untuk
membacanya.
b. Lead
Menunjukkan sudut pandang atau perspektif tertentu sebagai aspek terpenting
pada surat kabar Harian Jawa Pos dan Kompas dalam memberitakan Kasus
39
c. Latar informasi
Latar belakang atas berita Kasus Gayus Tambunan Pergi Ke Bali merupakan
bagian berita yang dapat membantu menyelidiki semantik (arti kata) yang
ingin ditampilkan, cara mempengaruhi, memberi kesan sebagai pembenaran
bahwa pendapat Jawa Pos dan Kompas dalam memaknai berita Kasus Gayus
Tambunan Pergi Ke Bali cukup beralasan.
d. Kutipan sumber
Pengutipan yang dilakukan terhadap orang – orang / tokoh – tokoh yang
berhubungan dengan peristiwa Kasus Gayus Tambunan Pergi Ke Bali.
Dengan tujuan membangun objektivitas, prinsip keseimbangan, dan tidak
memihak pendapat wartawan semata, tetapi juga pendapat orang – orang yang
mempunyai otoritas tertentu.
2. Skrip
Berhubungan dengan bagaimana wartawan Jawa Pos dan Kompas
mengisahkan atau menceritakan peristiwa Kasus Gayus Tambunan Pergi Ke Bali
dengan unsur kelengkapan berita dalam pemberitaannya. Berguna untuk
mengetahui penerapan penulisan peristiwa Kasus Gayus Tambunan Pergi Ke Bali
sebagai susunan cerita dengan strategi cara bercerita tertentu, yang dilakukan oleh
wartawan Jawa Pos dan Kompas untuk menarik perhatian pembaca. Segi bercerita
dan unsur kelengkapan berita dapat menjadi penanda framing yang penting dan
40
yang kemudian sebagai strategi menyembunyikan informasi penting. Struktur
skrip 5W + 1H yaitu :
What : peristiwa apa yang terjadi ?
Who : siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut?
When : kapan peristiwa itu terjadi?
Where : dimana peristiwa itu terjadi?
Why : mengapa peristiwa itu terjadi?
How : bagaimana terjadinya peristiwa itu?
3. Tematik
Berhubungan dengan bagaimana surat kabar Harian Jawa Pos dan Kompas
mengungkapkan pandangannya atas persete Kasus Gayus Tambunan Pergi Ke
Bali ke dalam proposisi, kalimat atau hubungan antar kalimat yang membentuk
teks secara keseluruhan. Yang termasuk struktur tematik antara lain :
a. Detail
Kontrol informasi yang ditampilkan Jawa Pos dan Kompas. Dimana informasi
yang menguntungkan akan diuraikan secara mendetail, lengkap dan panjang
lebar. Bila perlu disertakan pula data – data yang mendukung yang merupakan
upaya secara sengaja untuk menciptakan citra tertentu pada khalayak dan
41
b. Maksud kalimat, hubungan
Informasi berita Kasus Gayus Tambunan Pergi Ke Bali yang menguntungkan
Jawa Pos dan Kompas akan diuraikan secara eksplisit dan jelas, sedangkan
yang merugikan akan diuraikan secara implisit atau samar.
c. Nominalisasi antarkalimat
Prespektif Jawa Pos dan Kompas dalam memandang suatu objek sebagai
sesuatu yang tunggal atau sebagai suatu kelompok.
d. Koherensi
Pertalian atau jalinan antar kalimat, proposisi, atau kalimat dalam pemberitaan
Kasus Gayus Tambunan Pergi Ke Bali oleh Jawa Pos dan Kompas sehingga
fakta yang tidak berhubungan sekalipun dapat terjalin menjadi sebuah kalimat.
e. Bentuk kalimat
Kebenaran tata bahasa yang digunakan Jawa Pos dan Kompas dalam menulis
berita Kasus Gayus Tambunan Pergi Ke Bali. karena bentuk kalimat bukan
hanya menyangkut permasalahan teknis kebenaran tata bahasa, namun
menentukan makna yang dibentuk oleh susunan kalimat.
f. Kata ganti
Alat yang digunakan Jawa Pos dan Kompas untuk menunjukkan dimana posisi
42
4. Retoris
Bagaimana pilihan gaya atau kata yang dipilih oleh Jawa Pos dan Kompas
untuk menekankan arti yang ditonjolkan ke dalam berita Kasus Gayus Tambunan
Pergi Ke Bali. Struktur retoris adalah sebagai berikut :
a. Leksikon
Pilihan kata yang dilakukan oleh Jawa Pos dan Kompas dari berbagai
kemungkinan kata tersedia. Secara ideologis menunjukkan bagaimana
pemaknaan kedua media tersebut terhadap fakta atau realitas mengenai Kasus
Gayus Tambunan Pergi Ke Bali.
b. Grafis
Untuk memeriksa apa yang ditekankan atau ditonjolkan (berarti dianggap
penting) oleh Jawa Pos dan Kompas dalam pemberitaan Kasus Gayus
Tambunan Pergi Ke Bali. Umumnya muncul lewat bagian tulisan yang dibuat
berbeda, dibandingkan dengan tulisan yang lain. Pemakaian huruf tebal, huruf
miring, pemakaian garis tebal, dan huruf yang dibuat dengan ukuran lebih
besar. Termasuk gambar, grafik, tabel, foto, penempatan teks, tipe huruf dan
elemen grafis lain yang secara tidak langsung dapat memanipulasi pendapat
ideologis yang muncul.
c. Metafora
Kiasan, ungkapan yang dimaksudkan sebagai ornamen atau bumbu dari
pemberitaan Jawa Pos dan Kompas . Pemakaian metafora tertentu bisa
43
sebagai landasan berpikir, alasan pembenaran pendapat atau gagasan tertentu
dalam konteks pemberitaan Kasus Gayus Tambunan Pergi Ke Bali.
d. Pengandaian
Upaya wartawan Jawa Pos dan Kompas untuk mendukung makna suatu teks,
apakah menguatkan atau menentang suatu pendapat dengan memberi
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum Surat Kabar Harian Jawa Pos
Mencoba menelusuri sejarah harian ini memang mengasikkan. Kali
pertama diterbitkan 1 Juli 1949. Memang dilihat dari hari lahirnya, Jawa Pos
termasuk salah satu surat kabar tertua di Indonesia. Waktu itu namanya Java Post.
Lalu pernah juga Djawa Post, Djawa Pos, Jawa Pois dan kemudian Jawa Pos
sampai sekarang.
Riwayat pendiriannya pun sederhana saja. Waktu itu, The Chung Sen,
seorang WNI kelahiran Bangka, bekerja dikantor film di Surabaya. Dialah yang
bertugas untuk selalu menghubungi surat kabar agar pemuatan filmnya lancar.
Dari sini pula The Chung Sen mengetahui bahwa memiliki surat kabar ternyata
menguntungkan. Maka didirikanlah Java Post. Saat itu, harian ini tentunya juga
dikenal sebagai harian Melayu – Tionghoa. Sebab pengelola dan modalnya dari
kalangan itu. Harian ini tentunya bukan satu – satunya harian Melayu – Tionghoa
di Surabaya. Yang terbesar saat itu adalah Pewarta Soerabaia Trompet Masyarakat
dan perdamaian. The Chung Sen tentunya melirik keuntungan yang berhasil diraih
oleh harian Pewarta Soerabaia yang sudah berhasil memantapkan diri sebagai
koran dagang di Surabaya. Tapi cita – cita dan impiannya itu rasanya tidak pernah
tercapai. Dalam perjalanan sebagai koran Melayu – Tionghoa yang berhaluan