• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK TEBU PADA SKALA SEMI DETIL DI KABUPATEN SERAM BAGIAN

TIMUR

Pendahuluan

Tebu (saccharum officinarum) adalah tanaman spesies rumput abadi yang berasal dari genus Saccharum. Tanaman ini sesuai tumbuh pada suhu daerah tropis, memiliki batang yang kekar, bersendi, batang berserat yang kaya akan gula, dan memiliki tinggi dua sampai enam meter. Tebu adalah tanaman industri penting bagi daerah subtropis dan tropis (Mnisi dan Dlamini, 2012). Tebu tumbuh di 107 negara dan produsen terbesar dunia adalah Brazil, India, dan Cina yang menyuplai 50% dari kebutuhan dunia. Beberapa negara penghasil gula termasuj Amerika Serikat telah memberlakukan peraturan untuk melindungi industri domestik milik negara tersebut (Abdel-Rahman dan Ahmed, 2008).

Keberhasilan budidaya suatu jenis komoditas tanaman sangat tergantung kepada kultivar tanaman yang ditanam, agroekologis/lingkungan tempat tumbuh tempat melakukan budidaya tanaman dan pengelolaan yang dilakukan oleh petani/pengusaha tani. Khusus mengenai lingkungan tempat tumbuh (agroekologis), walaupun pada dasarnya untuk memenuhi persyaratan tumbuh suatu tanaman dapat direkayasa oleh manusia, namun hal itu memerlukan biaya yang tidak sedikit. Dalam rangka pengembangan suatu komoditas tanaman, pertama kali yang harus dilakukan adalah mengetahui persyaratan tumbuh dari komoditas yang akan dikembangkan kemudian mencari wilayah yang mempunyai kondisi agroekologis/faktor yang relatif sesuai dengan persyaratan tumbuh tersebut. Upaya memanfaatkan lahan bagi pengembangan pertanian membutuhkan informasi mengenai potensi sumber daya tanah. Informasi tersebut penting untuk mengetahui kendala dan alternatif pemecahannya. Evaluasi kesesuaian lahan ditujukan untuk menilai sifat dan menentukan kendala utama serta alternatif pemecahannya dalam upaya meningkatkan produktivitas tanah. Kecenderungan di atas mendorong pemikiran-pemikiran untuk memecahkan permasalahan tersebut. Salah satu pendekatan untuk memecahkan masalah tersebut yaitu melalui kegiatan evaluasi kesesuaian lahan.

Tanaman Tebu merupakan tanaman perkebunan agroindustri yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan hasilnya dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. Meningkatnya konsumsi gula dari tahun ke tahun disebabkan oleh bertambahnya penduduk dan peningkatan pendapatannya. Sampai saat ini, Indonesia masih mengimpor gula dari negara lain. Salah satu usaha untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan intensifikasi dan ekstensifikasi tanaman tebu di lahan- lahan baru di luar Pulau Jawa dengan memilih kondisi lahan yang sesuai untuk tanaman tebu dengan faktor pembatas seminimal mungkin.

Evaluasi kesesuaian lahan adalah pembandingan persyaratan yang diminta oleh suatu tipe penggunaan lahan yang akan diterapkan, dengan sifat-sifat atau kualitas lahan yang dimiliki oleh lahan yang akan digunakan tersebut (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007). Evaluasi lahan adalah usaha untuk mengelompokkan tanah-tanah yang sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan tanaman. Kelas kesesuaian lahan untuk suatu areal dapat berbeda tergantung dari

penggunaan lahan yang sedang dipertimbangkan. Evaluasi kesesuaian lahan melibatkan karakteristik tanah di daerah tertentu untuk jenis penggunaan lahan tertentu. Informasi yang dikumpulkan dalam survei tanah membantu dalam pengembangan rencana penggunaan lahan melalui evaluasi dan prediksi efek dari penggunaan lahan pada lingkungan (Isitekhale et al., 2014). Informasi ilmiah yang tepat tentang karakteristik tanah, potensi, keterbatasan, dan kebutuhan pengelolaan tanah yang berbeda sangat diperlukan untuk pengembangan sumber daya lahan yang direncanakan untuk mempertahankan produktivitas tanah dan untuk memenuhi tuntutan masa depan. Ketersediaan data sumber daya tanah dapat memberikan wawasan potensi dan keterbatasan tanah untuk pemanfaatan optimal. Data tersebut juga memberikan informasi yang memadai dalam hal bentuk lahan, medan, vegetasi serta karakteristik tanah yang dapat dimanfaatkan untuk pengelolaan dan pengembangan sumberdaya lahan (Manchanda et al., 2002). Pemanfaatan sumber daya lahan yang rasional dapat dicapai dengan mengoptimalkan penggunaannya dan memastikan pemanfaatan berkelanjutan (Arunkumar dan Ragunath, 2013).

Evaluasi karakteristik sumber daya lahan dan iklim pada skala 1 : 1 000 000 menghasilkan luas daratan Indonesia 188,2 juta ha. Dari luas tersebut, lahan yang cocok untuk pengembangan pertanian mencapai 100,8 juta ha (Puslitanak, 1997; Mulyani dan Las, 2008). Sementara itu, berdasarkan nilai potensi sumberdaya lahan untuk memproduksi bioenergi beberapa komoditas, terdapat 76 475 451 ha lahan cocok untuk kelapa sawit, kelapa, tebu, jarak, kapas, ubi kayu, dan sagu (Hakim, 2010). Evaluasi lahan dengan menggunakan data sumberdaya tanah dan iklim pada skala eksplorasi juga telah dilakukan untuk tebu.

Tujuan yang ingin dicapai dalam analisis kesesuaian lahan untuk tebu di Kabupaten SBT ini adalah untuk mengidentifikasi kesesuaian lahan untuk tanaman tebu melalui analisis data spasial menggunakan hasil observasi lapangan dan analisis laboratorium sehingga dapat disajikan data dan informasi yang akurat, objektif dan lengkap sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Keputusan penggunaan lahan yang tepat sangat penting untuk mencapai produktivitas optimal tanah dan memastikan kelestarian lingkungan. Hal ini memerlukan manajemen yang efektif dari informasi spasial lahan yang akan menjadi dasar dalam pengambilan keputusan (Osly et al., 2014).

Bahan dan Metode Bahan dan Alat

Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Citra satelit, peta-peta, dan data sekunder yang digunakan, yang meliputi:

1. Citra satelit Landsat ETM +7 Band 543 Path/Row 107/62 akuisisi tahun 2008, 2009, dan 2010 (USGS, 2010), interpretasi dilakukan dengan berpedoman pada Peta Rupa Bumi skala 1:50.000 lembar 2713-13, 2713-32, 2712-61 sampai dengan 2712-64, 2812-41 sampai dengan 2812-43, 2712-33 sampai dengan 2712-34 dan 2812-11 sampai dengan 2812-14 (dikumpulkan dari Badan Informasi Geospasial).

2. Peta Satuan Lahan skala 1:250.000 lembar Bula dan Watubela (RePPProt, 1989).

3. Peta Kontur dengan interval 5 m dan 12,5 m dari Digital Elevation Model (hasil interpretasi data SRTM yang dikumpulkan dari CGIAR-CSI, 2009) 4. Peta Geologi Pulau Seram skala 1:250.000 (Gafoer et al., 1993).

5. Peta zona agroklimat Maluku dan Papua (Oldeman et al., 1980).

6. Data iklim (data dikumpulkan dari stasiun cuaca Geser, Badan Metereologi, Klimatologi dan Geofisika).

b. Perangkat lunak ArcGIS versi 10.2 dari ESRI dan Global Mapper versi 11.20 untuk analisis spasial.

c. Peralatan survei tanah yang terdiri dari: Global Positioning System (GPS), kamera digital, bor tanah tipe Edelman, buku warna tanah (Munsell Soil Color

Chart), sekop, cangkul, belati/pisau, kompas, abney level, clinometer,

altimeter, botol semprot untuk penetapan tekstur, cairan HCl 10%, alpha-alpha dipyridil, pH stick, form standard pengamatan tanah, kantong plastik, kertas label, pulpen, spidol, kantong plastik, karet gelang, karung goni, dan lain-lain.

Metode

1. Pembentukan Satuan Peta Lahan

Pada tahap pertama, dilakukan pembuatan Satuan Peta Lahan (SPL). Satuan Peta Lahan (SPL) dibentuk dari unsur SPL yang terdiri dari jenis tanah sampai kategori sub-group (Soil Survey Staff, 2010), bentuk wilayah, bahan induk dan kemiringan lereng (Widiatmaka et al., 2015). Pembuatan SPL dilakukan dengan bantuan Peta Satuan Tanah dan Lahan skala 1 : 250 000 (RePPProT, 1989; Marsoedi et al., 1997; Balsem dan Buurman, 1990), didetilkan dengan satuan lereng dari data kontur dengan interval 5 meter, sampling tanah dan survai lapangan. Dengan demikian, Satuan Peta Lahan, terdiri atas 4 komponen, yaitu : jenis tanah, bentuk wilayah, bahan induk dan kemiringan lereng. Pengelompokan satuan lahan tersebut akan mempermudah tahap kegiatan evaluasi kesesuaian lahan, yaitu dengan cara membandingkan kualitas/karakteristik lahan pada masing-masing SPL tersebut dengan persyaratan tumbuh tanaman tebu yang telah ditetapkan. Satuan Peta Lahan detil disajikan pada Tabel Lampiran 1. Seluruh wilayah penelitian tercakup dalam 43 SPL.

2. Survei tanah dan penelitian lapang

Survei tanah dilakukan untuk pengambilan sampel tanah pada setiap satuan peta lahan sementara untuk identifikasi klasifikasi tanah dan pengambilan sampel tanah untuk analisis kesesuaian lahan. Metode yang digunakan pada survei tanah adalah penjelajahan di lapangan yang meliputi pengecekan setiap satuan lahan. Pengecekan yang dilakukan meliputi pengecekan bahan induk tanah, penggunaan lahan, keadaan permukaan lahan dan pengamatan morfologi tanah. Pengamatan tanah berpedoman pada buku Key to Soil Taxonomi (Soil Survey Staff, 2010) dan

Guidelines for Soil Profile Description (FAO, 1990). Pengamatan sifat morfologi

tanah dilakukan dengan sampling pada beberapa titik pengambilan sampel tanah dengan cara pemboran dan pembuatan minipit. Kegiatan survei tanah ini dilakukan pada bulan Juli 2010 sampai dengan Agutus 2010. Lokasi pengambilan sampel tanah disajikan pada Gambar 4. Sifat-sifat morfologi tanah yang diamati di lapangan adalah: ketebalan lapisan horison, warna, tekstur, struktur, konsistensi, keadaan perakaran, keadaan drainase, bahan kasar, kedalaman air tanah, dan pH tanah. Pengambilan contoh tanah dilakukan pada beberapa lapisan pada profil-

profil pewakil yang diperlukan untuk analisis laboratorium. Contoh tanah diambil di lokasi pengamatan tanah yang mewakili setiap satuan lahan. Jumlah contoh tanah yang diambil, tergantung pada variasi sifat-sifat tanah dan penyebarannya dalam satuan lahan. Sifat fisik tanah dan aplikasi teknologi konservasi tanah dan air yang diamati meliputi tekstur, kondisi drainase, struktur, lapisan padas, dan kemiringan lereng. Pengamatan ini lebih diutamakan pada sifat-sifat yang dikaitkan dengan kendala lahan untuk pengembangan komoditas tebu. Pengamatan sumberdaya air, salah satunya ditujukan untuk mengetahui potensi sumberdaya air tanah, dengan cara mengidentifikasi sumber-sumber air di sekitar lokasi penelitian. Untuk menunjang data sumberdaya air, diperlukan data iklim (curah hujan). Data tersebut dianalisis untuk mendapatkan potensi masa tanam yang optimal untuk menghindari kehilangan hasil akibat cekaman air.

Gambar 4 Peta lokasi pengambilan sampel tanah 3. Analisis laboratorium

Sampel tanah yang diambil melalui survei lapang (dengan pengeboran) dianalisis untuk mengetahui sifat fisik tanah, kelas tekstur, dan informasi tingkat kesuburan tanah yang diminta oleh persyaratan tumbuh tanaman tebu. Sejumlah 228 sampel tanah diambil pada kedalaman (0 – 30) cm dan (30 – 60) cm kemudian dianalisis di Laboratorium Balai Penelitian Tanah Bogor yang berlokasi di Jl. H. Ir Juanda No. 98 pada Agustus 2010 sampai dengan November 2010. Analisis laboratorium yang dilakukan meliputi analisis sifat kimia tanah (pH H2O, pH KCl, bahan organik, C-organik, N-Total, P-tersedia, C/N rasio, KTK, KB, dan lain-lain) sedangkan sifat fisik tanah yang dianalisis meliputi tekstur tanah (persentase liat, debu, dan pasir).

4. Pengolahan data

Pengolahan data meliputi data primer dan data sekunder yang didapat dari lapangan. Hasil dari kegiatan survei lapangan dan analisis laboratorium sampel

tanah tersebut kemudian diinterpretasikan dan dilakukan pengklasifikasian tanah mengikuti sistem Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, 2010) sampai kategori subgrup. Pada tahap ini dilakukan pula penyempurnaan delineasi batas-batas SPL.

5. Analisis kesesuaian lahan

Kegiatan evaluasi lahan dilakukan dengan metode “matching”, yaitu dengan

cara membandingkan antara sifat dan karakteristik tanah dengan persyaratan tumbuh tanaman tebu. Pembandingan dilakukan pada setiap SPL. Metode penilaian kesesuaian lahan menggunakan kerangka FAO (1976) dan kriteria kesesuaian lahan untuk tebu (BPT, 2003; Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007). Kualitas dan karakteristik lahan yang dipertimbangkan dalam evaluasi lahan disajikan pada Tabel 1.

Sistem klasifikasi kesesuaian lahan pada tingkat ordo dibagi dua, yaitu ordo sesuai (S) dan ordo tidak sesuai (N). Ordo sesuai (S) merupakan lahan-lahan yang dapat digunakan untuk penggunaan tertentu secara berkelanjutan, tanpa atau sedikit resiko kerusakan terhadap sumberdaya lahan. Keuntungan yang diharapkan dari hasil pemanfaatan lahan ini akan melebihi masukan yang diberikan. Ordo tidak sesuai (N) merupakan lahan-lahan yang mempunyai pembatas sedemikian rupa sehingga mencegah suatu penggunaan secara berkelanjutan. Kesesuaian lahan pada tingkat kelas merupakan pembagian lebih lanjut dari ordo dan menggambarkan tingkat-tingkat kesesuaian dari ordo. Tingkatan kelas tersebut dijelaskan sebagai berikut :

1. Kelas S1 (sangat sesuai) : Lahan tidak mempunyai pembatas yang berat

untuk suatu penggunaan berkelanjutan,

2. Kelas S2 (cukup sesuai) : Lahan yang mempunyai pembatas-pembatas

agak berat untuk suatu penggunaan berkelanjutan,

3. Kelas S3 (sesuai marjinal) : Lahan yang mempunyai pembatas-

pembatas yang sangat berat untuk suatu penggunaan berkelanjutan,

4. Kelas N1 (tidak sesuai pada saat ini) : Lahan mempunyai pembatas

diperbaiki dengan tingkat pengelolaan dengan modal normal/lahan dapat diperbaiki menjadi S3 atau potensial S3,

5. Kelas N2 (tidak sesuai permanen) : Lahan mempunyai pembatas

permanen yang mencegah segala kemungkinan penggunaan lahan yang lestari dalam jangka panjang.

Pada tingkat subkelas kesesuaian lahan mencerminkan jenis pembatas, sedangkan pada tingkat unit merupakan pembagian lebih lanjut dari subkelas berdasarkan atas besarnya faktor pembatas. Pada tingkat sub kelas kesesuaian lahan dibedakan berdasarkan karasteristik lahan yang merupakan faktor pembatas terberat. Bergantung peranan faktor pembatas pada masing-masing sub kelas, kemungkinan kelas kesesuaian lahan yang dihasilkan ini bisa diperbaiki dan ditingkatkan kelasnya sesuai dengan masukan yang diperlukan. Dalam penelitian ini, klasifikasi hanya dilakukan sampai tingkat sub-kelas.

Tabel 1 Kriteria kelas kesesuaian lahan untuk tanaman tebu Kualitas lahan

dan/karakteristik lahan

Kelas Kesesuaian Lahan

S1 S2 S3 N1 N2 Temperatur (tc) Temperatur rerata (oC) harian 24-30 30-32 32-34 Td >34 - 22-24 21-22 <21

Ketersediaan air (wa) Curah hujan tahunan (mm) 1.500- 2.500 2.500- 3.000 - - >3000 <1000

Bulan kering 3-4 2-3 atau

4-6 <2 >5 <2 Media perakaran (rc) Tekstur SL, L, SCL, SiL,Si, CL, SiCL LS, SC, SiC, C S tr C - kerikil, pasir Retensi hara (nr) KTK liat (cmol) >16 <16 - - - pH H2O 5,5-7,0 4,6-5,4 4,0-4,5 - <4,0 7,0-8,0 - >8,5 Ketersediaan hara (nr) N-total (%) >1,5 <1,5 - - - P-tersedia (ppm) >75 <75 - - - K-dapat dipertukarkan (cmol(+)/kg) >0,8 <0,8 - - - C-Organik (%) >3 1-3 <1 - - Kejenuhan basa (%) >50 35-50 <35 - - C-organik (%) >0,4 <0,4 - - -

Bahaya erosi (eh)

Lereng <3 3-8 8-15 >20 >30

Sumber: Balai Penelitian Tanah (2003), Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007), dimodifikasi

Keterangan:

Td : Tidak Berlaku S tr C : Liar Berstruktur S : Pasir Si : Debu L : Lempung

6. Kesesuaian lahan aktual dan potensial

Kesesuaian lahan aktual atau disebut juga kesesuaian saat ini (current

suitability) atau kesesuaian alami adalah kesesuaian pada kondisi saat dilakukan

evaluasi lahan tanpa ada perbaikan berarti dan tingkat pengelolaan yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala atau faktor pembatas yang ada dalam suatu lahan/satuan peta lahan. Faktor pembatas dalam evaluasi lahan dibedakan atas faktor pembatas yang bersifat permanen yaitu faktor pembatas yang tidak memungkinkan untuk diperbaiki ataupun apabila diperbaikitidak memungkinkan secara ekonomis. Faktor pembatas yang dapat diperbaiki merupakan pembatas

yang mudah diperbaiki dan secara ekonomis masih dapat memberikan keuntungan dengan memasukkan teknologi yang tepat (Rayes, 2006; Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007). Kesesuaian lahan potensial menunjukkan kesesuaian terhadap penggunaan lahan yang ditentukan dari satuan lahan dalam keadaan yang akan dicapai, setelah dilakukan usaha-usaha perbaikan tertentu yang diperlukan terhadap faktor-faktor pembatasnya sehingga dapat diduga tingkat produktivitas dari suatu lahan serta hasil produksinya per satuan luasnya. Dalam hal ini hendaklah diperinci faktor-faktor ekonomis yang disertakan dalam menduga biaya yang diperlukan untuk perbaikan-perbaikan tersebut. Jenis usaha perbaikan karakteristik kualitas lahan yang akan dilakukan disesuaikan dengan tingkat pengelolaan yang akan diterapkan (Rayes, 2006; Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007). Dalam penelitian ini analisis hanya dilakukan untuk kesesuaian lahan aktual karena pengambilan keputusan didasarkan pada kesesuaian lahan aktual.

Hasil dan Pembahasan

Hasil analisis laboratorium sampel tanah di Kabupaten Seram Bagian Timur (Lampiran 2), menunjukkan bahwa nilai C-organik berada pada kisaran 0,07 % sampai 13,20 % dengan nilai rata-rata kandungan C-organik tanah tergolong rendah yaitu 1,24 %. Rendahnya kandungan C-organik ini disebabkan karena prevalensi kondisi tropis sehingga degradasi bahan organik terjadi pada tingkat yang lebih cepat ditambah dengan tutupan vegetasi yang rendah, sehingga menyisakan sedikit karbon organik dalam tanah (Nayak et al., 2002). Nilai C- organik tinggi berada kawasan pesisir timur Kab. SBT yang berkisar antara 2,4 % sampai dengan 13,20 %. Hal ini dikarenakan masih lebatnya tutupan vegetasi ada kawasan pesisir timur Kab. SBT. Nilai N tersedia bervariasi, nilai berkisar dari 0,01 % sampai 1,15 %. Rata-rata nilai N tersedia yaitu 0,11 % dan tergolong rendah. Nilai N rendah - sedang berada pada kawasan pesisir utara Kab. SBT yang berkisar antara 0,11 sampai dengan 0,43. Jumlah karbon organik yang rendah bisa menjadi faktor signifikan yang mempengaruhi jumlah nitrogen yang tersedia (Prasuna Rani et al., 1992). Selanjutnya, N tersedia yang rendah mengurangi kesesuaian tanah untuk ditumbuhi banyak tanaman. Fosfor tersedia pada tanah di wilayah Kabupaten SBT ini sangat bervariasi dari yang terendah yaitu 4,69 mg/100g (pesisir utara dan pesisir selatan Kab. SBT) sampai 811,74 mg/100g (pesisir timur Kab. SBT). Rata-rata P tersedia yaitu 40,69 mg/100g, nilai tersebut tergolong sedang. Kandungan fosfor yang tergolong sedang disebabkan karena budidaya tanaman dan suplementasi P melalui sumber eksternal yaitu pemupukan. Kalium dapat dipertukarkan memiliki nilai yang bervariasi, mulai dari nilai terendah yaitu sebesar 2,01 mg/100g sampai 318,60 mg/100g. Rata-rata K dapat dipertukarkan pada tanah yaitu sebesar 30,18 mg/100g saja, nilai tersebut tergolong sedang/cukup. Hal tersebut terkait dengan kandungan mineral yang kaya kalium. pH tanah di wilayah Kabupaten SBT ini memiliki kisaran antara 4,26 – 8,28 (tergolong masam – basa) dan nilai pH rata-rata sebesar 5,87. Nilai pH rata-rata tersebut tergolong agak masam. Kemasaman yang terjadi dikarenakan nilai tukar kation-kation pun berkisar di golongan rendah. Kapasitas tukar kation (KTK) merupakan salah satu sifat kimia tanah yang terkait erat dengan ketersediaan hara bagi tanaman dan menjadi indikator kesuburan tanah. Nilai

KTK tanah di wilayah Kabupaten SBT berkisar antara 2,21 cmol/kg (terendah) sampai dengan 44,44 cmol/kg (tertinggi) dan nilai rata-rata untuk KTK tanah sebesar 11,84 cmol/kg, nilai tersebut tergolong rendah.

Struktur tanah yang dirasakan pada saat pengamatan lapangan adalah dominan berstruktur lemah, halus, tidak lekat dan tidak plastis, gumpal agak bersudut yang berkaitan dengan kelas tekstur tanah wilayah tersebut yang sebagian besar berada pada kawasan pesisir. Warna tanah yang dapat diamati langsung di lapang, tergolong karakteristik yang paling mudah dilihat oleh panca indra. Berdasarkan hasil pengamatan di lapang, tanah-tanah yang berbahan induk seperti aluvium marin, recent marin, dan marin memiliki warna kelabu dan kelabu terang kecoklatan. Tanah-tanah yang berbahan induk batuliat, batupasir, dan alluvium memiliki warna tanah coklat, coklat kekelabuan, coklat terang kekuningan, dan coklat gelap. Warna tanah pada setiap lapisan tanah juga berbeda karena kandungan bahan induk dan proses pencucian.

Gambar 5 Peta satuan lahan pada Kabupaten Seram Bagian Timur

Berdasarkan hasil analisis karakteristik lahan tersebut maka areal penelitian dapat digolongkan ke dalam 43 SPL seperti terlihat pada Satuan Peta Lahan pada Gambar 5. Variabilitas masing-masing SPL tergantung dari skala dan intensitas pengamatannya (data SPL tersaji pada Lampiran 1).

Proses penilaian kesesuaian lahan dilakukan dari tingkat kelas sampai subkelas dengan mencocokkan karakteristik lahan dengan persyaratan tumbuh tanaman. Penilaian dilakukan pada skala semi detail (1 : 50 000). Penilaian dilakukan pada setiap satuan lahan. Penilaian kesesuaian lahan dilakukan pada areal yang secara regulasi dapat dimanfaatkan/ditanami seperti pada kawasan Hutan Produksi Konversi (HPK) dan Areal Penggunaan Lain (APL) di wilayah Kabupaten SBT. Hasil penilaian kesesuaian lahan pada 43 SPL disajikan pada Tabel 2. Proses penilaian kesesuaian lahan dilakukan pada tingkat sub kelas

dengan mencocokan karakteristik lahan yang ada pada setiap SPL dengan karakteristik/kriteria lahan yang diperlukan untuk tanaman tebu.

Tabel 2 SPL dan kesesuaian lahan aktual tebu di Kab. SBT

Setiap SPL memiliki karakteristik lahan yang berbeda baik dari jenis tanah,

landform, relief, maupun faktor pembatas untuk penggunaan tanaman tebu.

Wilayah penelitian berada pada lanform yang beragam mulai dari dataran aluvial, lereng koluvial, permukaan karst plateu, dataran tektonik datar, perbukitan, hingga pegunungan. Tentunya setiap SPL juga memiliki relief yang beragam mulai dari datar (lereng 0-3%), agak datar (3-8%), landai (lereng 8-15%), agak curam (15- 25%), curam (25-40%) hingga sangat curam (>40%).

Seluruh SPL memiliki faktor pembatas, baik faktor pembatas yang tidak bisa diperbaiki maupun faktor pembatas yang dapat diperbaiki pada beberapa karakteristik/kualitas lahannya (Tabel 3). Berdasarkan penilaian, lahan yang terdapat di wilayah Kabupaten SBT sebagian besar tergolong kelas Tidak Sesuai (N1 dan N2) dengan berbagai faktor pembatas (Gambar 6). Hanya sedikit yang tergolong kelas sesuai (S1) dan sebagian besar lainnya tergolong kelas cukup sesuai (S2) dan sesuai marjinal (S3).

Lahan-lahan yang tergolong sangat sesuai (S1) yaitu lahan pada landform

dataran aluvial, koluvial yang berada pada relief datar-agak datar, luasannya sekitar 30 714 ha. Lahan yang tergolong kelas cukup sesuai (S2) berada di dataran teras sungai, dataran banjir, dataran aluvial dengan topografi berombak, dan di lereng-lereng koluvial. Pada kelas cukup sesuai ini terdapat beberapa faktor pembatas, yaitu bahaya erosi (S2-eh), penyiapan lahan (S2-lp), bahaya banjir (S2- fh), dan retensi hara (S2-nr). Luas lahan yang tergolong kelas cukup sesuai (S2) ini 39 569 ha. Lahan yang tergolong kelas sesuai marginal (S3) berada pada lahan yang bentukannya berupa dataran karst/permukaan karst, dataran tektonik dengan topografi berombak. Untuk kelas sesuai marjinal dibatasi oleh faktor-faktor pembatas seperti bahaya erosi (eh) dan retensi hara (nr). Luas lahan yang termasuk ke dalam kelas sesuai marginal yaitu 21 783 ha.

No SPL Kesesuaian Tebu No SPL Kesesuaian Tebu No SPL Kesesuaian Tebu 1 S2-fh 16 S2-eh 31 N2-rc,xc 2 S2-fh 17 N2-rc,xc 32 N2-xs,xc 3 S2-lp 18 N1-lp,eh 33 N2-xs,xc 4 S2-eh 19 N1-lp,eh 34 N2-xs,xc 5 S1 20 S3-nr,eh 35 N2-rc,xc 6 S1 21 N1-lp,eh 36 N2-rc,xc 7 S2-eh 22 S3-nr,eh 37 S2-nr

8 S2-eh 23 N1-lp,eh 38 S3-eh

9 S1 24 S3-nr,eh 39 N1-eh

10 S2-eh 25 N1-lp,eh 40 N1-eh

11 S2-eh 26 N1-lp,eh 41 N1-lp,eh

12 S1 27 N1-lp,eh 42 N1-lp,eh

13 S2-eh 28 N1-lp,eh 43 N1-lp,eh

14 S2-eh 29 N1-lp,eh

Tabel 3 Kelas kesesuaian aktual lahan tebu berdasarkan faktor pembatas di Kab. SBT

No Simbol Faktor Pembatas Luas (ha) Persentase (%)

1 S1 - 30.714 15,5

2 S2-eh Bahaya Erosi 19.976 10,1

3 S2-fh Bahaya Banjir 9.402 4,7

4 S2-lp Penyiapan Lahan 965 0,5

5 S2-nr Retensi Hara 9.226 4,7

6 S3-eh Bahaya Erosi 17.949 9

7 S3-nr,eh Retensi Hara & Bahaya Erosi 3.834 1,9

8 N1-eh Bahaya Erosi 7.560 3,8

9 N1-lp,eh Penyiapan Lahan & Bahaya Erosi 85.405 43 10 N2-rc,xc Media Perakaran & Toksisitas 5.579 2,8 11 N2-xs,xc Bahaya Sulfidik & Toksisitas 7.794 3,9

Luas keseluruhan (ha) 198.404

Keterangan : Faktor Pembatas

eh = erosi lp =penyiapan lahan rc = media perakaran xs = bahaya sulfidik fh = banjir nr = retensi xc = toksisitas

Lahan-lahan yang tergolong kelas tidak sesuai saat ini (N1) memiliki faktor pembatas bahaya erosi (eh) dan persiapan lahan (lp). Luas lahan yang tergolong kelas tidak sesuai saat ini (N1) sebesar 92 956 ha. Lahan yang tergolong kelas tidak sesuai permanen (N2), merupakan lahan-lahan yang memiliki faktor pembatas permanen dan berada pada bentukan lahan berupa perbukitan dan pegunungan tektonik, muara sungai, dataran pasang surut lumpur, rawa belakang pasang surut, pegunungan karst. Faktor pembatas yang terkait yaitu media perakaran (rc) karena kedalaman tanah yang dangkal, adanya bahan sulfidik (xs), dan toksisitas (xc) (salinitas tinggi). Luas lahan yang tergolong kelas tidak sesuai ini yaitu sebesar 13 373 ha. Berdasarkan pembagian kelas kesesuaian lahan aktual

Dokumen terkait