• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Keterkaitan antara Jumlah Abalon Tropis ( Haliotis sp.) dengan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Analisis Keterkaitan antara Jumlah Abalon Tropis ( Haliotis sp.) dengan

Data yang digunakan dalam metode Principal Component Analysis

(Analisis Komponen Utama) adalah parameter fisik-kimia perairan di stasiun Teluk Jor dan Kayangan, Lombok Timur. Hasil PCA (Gambar 18)

memperlihatkan bahwa informasi penting terdapat pada dua sumbu utama yaitu FI dan F2 dengan kontribusi masing-masing sumbu sebesar 58,90% dan 22,44% dari kontribusi total sebesar 81,34%, yang berarti analisis dengan PCA ini dapat menjelaskan data tersebut sampai dengan 81,34%. Parameter yang memberikan kontribusi pada sumbu 1 (F1) meliputi : suhu, kecerahan, dan kedalaman. Sumbu 2 (F2) dicirikan oleh parameter salinitas, pH, DO, dan jumlah abalon. Masing- masing parameter dianalisis hubungannya dengan matriks korelasi. Pada matriks korelasi nilai positif yang mendekati satu menjelaskan hubungan yang berbanding lurus antar variabel. Nilai negatif mendekati minus satu menjelaskan hubungan

yang berbanding terbalik antar variabel. Nilai yang mendekati nol menjelaskan bahwa antar variabel tidak dapat berpengaruh nyata.

Pada gambar biplot (Gambar 18) variabel jumlah abalon di Teluk Jor dan Kayangan memiliki nilai keragaman yang kecil, hal ini digambarkan dengan vektor yang pendek (Mattjik dan Sumertajaya 2011). Keragaman yang kecil ini diduga disebabkan oleh penemuan jumlah abalon di lapangan tidak terlalu banyak. Berdasarkan matriks korelasi (Lampiran 8a), jumlah abalon memiliki hubungan positif dengan parameter suhu, pH, DO, kecerahan, dan kedalaman. Masing- masing nilai korelasinya yaitu, 0,265; 0,454; 0,086; 0,235; dan 0,194. Hal ini menunjukkan bahwa pada Perairan Teluk Jor dan Kayangan parameter suhu, DO, kecerahan, dan kedalaman tidak terlalu berpengaruh terhadap keberadaan abalon karena nilai korelasinya sangat kecil. Variabel pH berkorelasi sedang dengan jumlah abalon, sehingga kenaikan kosentrasi pH di perairan juga akan meningkatkan jumlah abalon, begitu sebaliknya. Menurut Effendi (2003), sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH, karena nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan.

Korelasi negatif terjadi pada variabel jumlah abalon dengan parameter salinitas. Namun korelasi negatif tersebut nilainya rendah, sebesar -0,073

sehingga tidak terlalu berpengaruh nyata, maksudnya perubahan yang terjadi pada salinitas tidak terlalu mempengaruhi banyak atau sedikitnya jumlah abalon di perairan tersebut. Meskipun demikian abalon umumnya menyukai perairan yang bersalinitas tinggi dan menghindari perairan yang lebih tawar (Fallu 1991).

58

Gambar 18. Hasil analisis PCA Parameter Fisik-Kimia Perairan

Teluk Jor - Kayangan dengan Jumlah Abalon pada Sumbu 1 (F1), Sumbu 2 (F2)

Hasil PCA di Perairan Gerupuk Kuta (Gambar 19) diperoleh 3 sumbu utama yang masing-masing memberikan kontribusi terhadap hubungan jumlah abalon dengan parameter fisik-kimia perairan. Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2011) biplot yang mampu memberikan informasi sebesar 70% dari seluruh informasi dianggap cukup. Sumbu 1 (F1) dan sumbu 2 (F2) memberikan

informasi hanya sebesar 60,12% sehingga perlu didukung adanya sumbu 3 (F3) untuk membantu menjelaskan hubungan antar parameter. Sumbu 1 (F1)

memberikan kontribusi sebesar 36,03%, sumbu 2 (F2) sebesar 24,09%, dan sumbu 3 (F3) sebesar 16,35%. Parameter yang termasuk sumbu 1 (F1) meliputi pH, kecerahan, kedalaman, dan jumlah abalon. Sumbu 2 (F2) dicirikan oleh parameter, DO, salinitas, dan suhu. Berdasarkan matrik korelasi antar parameter (Lampiran 8b) dapat dilihat adanya korelasi positif antara jumlah abalon dengan salinitas, DO, dan kedalaman, nilai korelasi masing-masing parameter adalah 0,182; 0,418; dan 0,216. Salinitas dan kedalaman memberikan korelasi yang lemah sedangkan DO memberikan korelasi yang sedang pada jumlah abalon. DO

Suhu Salinit as pH DO(mg/ l) Kecerahan (m) Kedalaman (m) Jumlah Abalon -1 -0.75 -0.5 -0.25 0 0.25 0.5 0.75 1 -1 -0.75 -0.5 -0.25 0 0.25 0.5 0.75 1 F 2 ( 2 2 ,4 4 % ) F1 (58,90 %)

atau oksigen terlarut sangat dibutuhkan oleh organisme akuatik, bila kandungan DO di perairan meningkat maka jumlah abalon pun akan meningkat. Hal tersebut sesuai dengan Fallu (1991) bahwa semua jenis abalon menyukai perairan dengan kandungan oksigen terlarut yang tinggi.

Parameter jumlah abalon juga memiliki korelasi negatif atau hubungan berbanding terbalik dengan suhu, pH, dan kecerahan, masing-masing nilai korelasinya adalah -0,159; -0,312; dan -0,216 . Ketiga parameter tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah abalon karena korelasinya sangat lemah.

Gambar 19. Hasil analisis PCA Parameter Fisik-Kimia Perairan

Gerupuk - Kuta dengan Jumlah Abalon pada Sumbu 1 (F1), Sumbu 2 (F2), dan Sumbu 3 (F3)

Analisis PCA antara parameter fisik-kimia perairan di Jereweh dan Kertasari diperoleh biplot dengan 3 sumbu penyusun utama (Gambar 20 ), masing-masing sumbu memberikan kontribusi sebesar sumbu 1 (F1) 31,25%, sumbu 2 (F2) 27,07%, dan sumbu 3 (F3) 16,35%. Parameter yang termasuk dalam sumbu 1 meliputi pH, suhu, salinitas, dan kedalaman. Sumbu 2 dicirikan oleh parameter kecerahan, DO, dan jumlah abalon.

Suhu Salinit as pH DO(mg/ l) Kecerahan (m) Kedalama n (m) Jumlah Abalon -1 -0.75 -0.5 -0.25 0 0.25 0.5 0.75 1 -1 -0.75 -0.5 -0.25 0 0.25 0.5 0.75 1 F 2 ( 2 4 ,0 9 % ) F1 (36,03 %)

Variables (axes F1 and F2: 60,12 %)

Suhu Salinit as pH DO(mg/ l) Kecerahan (m) Kedalama n (m) Jumlah Abalon -1 -0.75 -0.5 -0.25 0 0.25 0.5 0.75 1 -1 -0.75 -0.5 -0.25 0 0.25 0.5 0.75 1 F 3 ( 1 6 ,3 5 % ) F1 (36,03 %)

60

Matriks korelasi antar parameter dari data yang dianalisis (Lampiran 8c), menunjukkan bahwa jumlah abalon memiliki korelasi positif dengan parameter kedalaman. Hubungan jumlah abalon dengan kedalaman memiliki nilai korelasi positif yang cukup rendah yaitu 0,173 artinya parameter tersebut tidak

berpengaruh nyata terhadap jumlah abalon di Perairan Jereweh dan Kertasari. Kedalaman lebih berhubungan dengan keberadaan makroalga yang dimakan abalon, sehingga tidak berpengaruh secara langsung dengan jumlah abalon.

Korelasi negatif yang terjadi antara jumlah abalon dengan suhu, salinitas, pH, DO, dan kecerahan, masing-masing nilainya adalah -0,01; -0,261; -0,023; -0,067; dan 0,141. Variabel tersebut memberikan korelasi yang berlawanan dengan jumlah abalon, tetapi tidak berpengaruh nyata karena nilainya sangat rendah, sehingga jika terjadi kenaikan atau penurunan terhadap variabel tersebut tidak terlalu berpengaruh terhadap jumlah abalon.

Gambar 20. Hasil analisis PCA Parameter Fisik-Kimia Perairan

Jereweh - Kertasari dengan Jumlah Abalon pada Sumbu 1 (F1), Sumbu 2 (F2), dan Sumbu 3 (F3)

Hubungan antar parameter perairan di Tatar dijelaskan dengan analisis PCA. Hasil analisis ini ditampilkan dengan biplot yang disusun oleh 3 sumbu

Suhu Salinit as pH DO(mg/ l) Kecerahan (m) Kedalama n (m) Jumlah Abalon -1 -0.75 -0.5 -0.25 0 0.25 0.5 0.75 1 -1 -0.75 -0.5 -0.25 0 0.25 0.5 0.75 1 F 2 ( 2 7 ,0 7 % ) F1 (31,25 %)

Variables (axes F1 and F2: 58,32 %)

Suhu Salinit as pH DO(mg/ l) Kecerahan (m) Kedalama n (m) Jumlah Abalon -1 -0.75 -0.5 -0.25 0 0.25 0.5 0.75 1 -1 -0.75 -0.5 -0.25 0 0.25 0.5 0.75 1 F 3 ( 1 6 ,3 5 % ) F1 (36,03 %)

utama (F1, F2, dan F3), diperlukan 3 sumbu karena 2 sumbu utama tidak cukup menjelaskan data yang ada karena hanya memberikan kontribusi sebesar 62,19% (Gambar 21). Menurut Bengen (2000) salah satu hal penting dalam

menginterpretasikan hasil adalah menentukan jumlah sumbu yang digunakan dengan menetapkan suatu dasar persentase informasi untuk dipresentasikan (misal 70%). Variabel yang termasuk sumbu 1 (F1) adalah salinitas, DO, dan kecerahan. Sumbu 2 (F2) dicirikan oleh parameter suhu, pH, dan kedalaman, sedangkan sumbu 3 (F3) dicirikan oleh variabel jumlah abalon.

Hubungan antara variabel dinyatakan dengan matriks korelasi. Matriks korelasi (Lampiran 8d) menunjukkan bahwa jumlah abalon berkorelasi positif dengan suhu, pH, dan kedalaman. Korelasi positif dapat dinyatakan dengan hubungan yang searah, yaitu jika variabel yang disebutkan di atas tinggi maka jumlah abalon cenderung akan semakin tinggi, begitu juga sebaliknya. Namun korelasi yang ditunjukkan sangat lemah, disebabkan oleh nilainya sangat kecil. Secara berturut-turut nilai korelasi tersebut sebesar 0,069; 0,154; dan 0,140. Jumlah abalon juga mempunyai korelasi negatif dengan salinitas, DO, dan kecerahan. Masing-masing nilai korelasi tersebut yaitu, -0,115; -0,087; dan - 0,152. Korelasi yang negatif antara jumlah abalon dengan variabel di atas menggambarkan bahwa variabel tersebut memberikan pengaruh terbalik kepada jumlah abalon. Semakin tinggi nilai variabel yang terkait akan menyebabkan jumlah abalon turun begitu juga sebaliknya. Namun, bila dilihat dari nilai korelasinya, dapat dikatakan bahwa hubungan tersebut sangat lemah. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga variabel tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap banyak atau sedikitnya jumlah abalon di Perairan Tatar.

62

Gambar 21. Hasil analisis PCA Parameter Fisik-Kimia Perairan Tatar dengan Jumlah Abalon pada Sumbu 1 (F1), Sumbu 2 (F2), dan Sumbu 3 (F3)

Setelah dilakukan analisis dengan PCA, secara umum pada semua daerah pengamatan parameter perairan seperti suhu, salinitas, kedalaman, dan kecerahan, berkorelasi lemah dengan jumlah abalon sehingga tidak berpengaruh nyata. Parameter perairan yang berkorelasi positif sedang terhadap jumlah abalon adalah pH dan DO.

Dokumen terkait