• Tidak ada hasil yang ditemukan

Distribusi Spasial Abalon Tropis (Haliotis sp.) di Perairan Dangkal Lombok Timur dan Sumbawa Barat (Nusa Tenggara Barat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Distribusi Spasial Abalon Tropis (Haliotis sp.) di Perairan Dangkal Lombok Timur dan Sumbawa Barat (Nusa Tenggara Barat)"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

JIHAN JEMIKA AGUSTINA

SKRIPSI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

DISTRIBUSI SPASIAL ABALON TROPIS (Haliotis sp.) DI

PERAIRAN DANGKAL LOMBOK TIMUR DAN SUMBAWA

BARAT (NUSA TENGGARA BARAT)

adalah benar hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir Skripsi ini.

Bogor, Januari 2013

(3)

(Haliotis sp.) in shallow waters of East Lombok and West Sumbawa (Nusa Tenggara Barat). Supervised by Vincent P. Siregar and D.E. Djoko Setyono.

Abalone belongs to a marine gastropoda which has a potential for aquaculture. Abalone is known as an important commodities for fisheries and has a high economic value, in 2004 the economic value of abalone was around U.S. $ 15 per kg and increased to U.S. $ 30 per kg in 2010 (Setyono 2004 ; 2010). Abalone’s demand continues to increase (Setyono 2009), and this causes the abalone suppliers included Indonesia should increase their abalone aquaculture production to fullfil those market demand. Based on this phenomenon, therefore, study on the distribution of abalone in the nature is necessary to be done. The purpose of this study is to find out the distribution and location/habitat of abalone in Lombok and Sumbawa where fisherman can collect the natural broodstock for a sustainable cultivation.

This research has been carried out in the shallow waters of Lombok and Sumbawa, West Nusa Tenggara. Sample of abalone was collected by free collection methods (collected freely by hand where it was found). Data processing used IDW’s method (Inverse Distance Weighted). IDW is method of interpolation deterministically considering points around, the assumption that the value of interpolation would be more similar to the sample data closer than further (SNI 7644-2010). Statistical analysis was performed by Principal Component Analysis (PCA) and linear regression.

The result of correlation analysis between water parameters and the present of abalone, shows that pH and DO influenced significantly on the number of abalone, while the effect of other parameters were not significant. The results of analysis spasial for potential areas of abalone, shows that the highest area for potential abalone zone in Teluk Jor with an area of 7,34 km2. This area is classified as a very suitable area for source of broodstock and seed, and good area for abalone farming with subjected species of H.asinina.

Analysis of the relationship between length and weight of abalone, showed that H.asinina in Lombok’s and Sumbawa’s shallow waters had positive allometric type of growth. It means that H.asinina’s weight growth is more dominant than the length growth, so H.asinina’s foot look larger than the shell.

(4)

RINGKASAN

JIHAN JEMIKA AGUSTINA. Distribusi Spasial Abalon Tropis (Haliotis sp.) di Perairan Dangkal Lombok Timur dan Sumbawa Barat (Nusa Tenggara Barat). Di bimbing oleh Vincentius P. Siregar dan D.E. Djoko Setyono.

Abalon m erupakan salah sat u biot a laut dari kelas gast ropoda yang berpot ensi unt uk dibudidayakan. Abalon atau yang dikenal dengan nama siput mata tujuh, termasuk dalam komoditas penting perikanan dan bernilai ekonomi tinggi. Pada tahun 2004 nilai ekonomis abalon di tingkat nelayan adalah sekitar US$ 15 per kg dan meningkat sampai US$ 30 per kg pada tahun 2010 (Setyono 2004; 2010). Permintaan abalon terus meningkat (Setyono 2009), hal ini menyebabkan negara pemasok abalon seperti Indonesia harus meningkatkan produksinya melalui usaha budidaya. Oleh karena itu, kajian mengenai distribusi abalon di alam sangat diperlukan untuk mengetahui lokasi penyebarannya sehingga dapat ditentukan lokasi sumber induk alam yang akan digunakan dalam usaha budidaya secara keberlanjutan. Penelitian ini dilakukan di Perairan Lombok dan Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Pengambilan sampel abalon di alam, dilakuan dengan metode koleksi bebas. Metode pengolahan data menggunakan metode IDW (Inverse Distance Weighted), yaitu metode interpolasi yang secara deterministik mempertimbangkan titik di sekitarnya dengan asumsi bahwa nilai interpolasi akan lebih mirip dengan data sampel yang dekat daripada yang lebih jauh (SNI 7644-2010). Analisis statistika yang dilakukan adalah Principal Component Analysis

(PCA) dan regresi linier.

Analisis korelasi antara parameter perairan dan keberadaan abalon, menunjukkan bahwa pH dan DO memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah abalon, sedangkan parameter yang lain tidak berpengaruh nyata. Hasil analisis spasial daerah potensi abalon, menunjukkan bahwa daerah yang memiliki luasan tertinggi untuk zona sangat potensial abalon berada di Perairan Teluk Jor dengan luas 7,34 km2 . Perairan ini tergolong sangat cocok sebagai lokasi pengambilan induk dan benih abalon serta lokasi budidaya abalon, dengan jenis yang dominan yaitu, H.asinina.

Analisis hubungan panjang dan berat abalon menunjukkan bahwa abalon jenis H.asinina di Perairan Lombok dan Sumbawa memiliki sifat pertumbuhan allometrik positif yang artinya pertambahan berat H.asinina lebih dominan dibandingkan dengan pertambahan panjangnya, sehingga H.asinina cenderung terlihat lebih gemuk dagingnya. Abalon jenis H.varia di Perairan Lombok memiliki tipe pertumbuhan isometrik atau pertumbuhan panjang sama dengan pertumbuhan berat. Namun H.varia di Perairan Sumbawa memiliki tipe pertumbuhan yang berbeda dengan jenis yang sama di Perairan Lombok. H.varia

(5)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

(6)

DISTRIBUSI SPASIAL ABALON TROPIS (Haliotis sp.)

DI PERAIRAN DANGKAL LOMBOK TIMUR

DAN SUMBAWA BARAT (NUSA TENGGARA BARAT)

JIHAN JEMIKA AGUSTINA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(7)

Judul Penelitian : DISTRIBUSI SPASIAL ABALON TROPIS (Haliotis sp.) DI PERAIRAN DANGKAL LOMBOK TIMUR DAN

SUMBAWA BARAT (NUSA TENGGARA BARAT) Nama Mahasiswa : Jihan Jemika Agustina

Nomor Pokok : C54080062

Departemen : Ilmu dan Teknologi Kelautan

Menyetujui,

. Pembimbing I

Dr.Ir. Vincentius P. Siregar, DAA, DEA NIP. 19561103 198503 1 003

Pembimbing II

Prof.Dr.Ir.D.E. Djoko Setyono, M.Sc NIP. 19590403 198403 1 004

Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc. NIP. 19640801 198903 1 001

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. atas segala nikmat dan karunia-NYA. Sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “ Distribusi Spasial Abalon Tropis (Haliotis sp.) di Perairan Dangkal Lombok Timur dan Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat”.

Penelitian ini adalah tugas akhir yang dibuat sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana dan menerapkan ilmu yang diperoleh selama

pendidikan kuliah untuk mengeksplorasi dan meneliti sumberdaya alam yang ada. Tulisan ilmiah ini tidak akan sempurna tanpa bantuan dari berbagai pihak terkait. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Orang tua tercinta Hariyanto (Ayah), Sri Aguswidati (Ibu), dan Zahra (Adik) serta keluarga besar di Pacitan yang selalu memberikan do’a, kasih sayang, serta dukungan moril maupun materiil,

2. Dr.Ir. Vincentius P. Siregar, DAA, DEA selaku Dosen Pembimbing Pertama, dan Prof.Dr.Ir.D.E. Djoko Setyono, M.Sc selaku Dosen Pembimbing Kedua,

atas bimbingan dan motivasinya selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan tugas akhir ini,

3. Dr. Syamsul Bahri Agus, S.Pi., M.Si selaku Dosen Penguji, atas kritik dan sarannya untuk tugas akhir ini,

4. Staff dan teknisi UPT Loka Pengembangan Bio Industri Laut, LIPI Mataram, Lombok, atas bantuannya selama di lapangan,

(9)

semangatnya,

7. Teman-teman Kamilers atas segala dukungan dan kekeluargaannya selama ini, 8. Keluarga besar ITK 45 dan warga ITK yang telah berbagi kebersamaan, suka,

dan duka selama penulis melaksanakan studi di ITK.

Penulisan tugas akhir ini belum sempurna, penulis menerima kritik dan saran untuk perbaikan dan pengembangan lebih lanjut penelitian ini.

Bogor, Januari 2013

(10)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

2. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian ... 3

2.2 Biologi Abalon ... 4

2.2.1 Spesies dan Penyebaran ... 4

2.2.2 Morfologi ... 6

2.2.3 Pertumbuhan ... 8

2.2.4 Makanan dan Mobilitas ... 8

2.2.5 potensi Abalon ... 9

2.3 Parameter-parameter yang Berpengaruh pada Habitat Abalon ... 10

2.3.1 Salinitas ... 10

2.3.2 Suhu ... 11

2.3.3 Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen) ... 11

2.3.4 Derajat Keasaman (pH) ... 11

2.3.5 Kecerahan ... 12

2.3.6 Arus ... 12

2.3.7 Kedalaman ... 13

2.3.8 Tipe Substrat Dasar Perairan ... 14

2.4 Kesuburan Perairan (Klorofil-a) ... 14

2.5 Sistem Informasi Geografis (SIG) ... 15

2.5.1 Basis Data Spasial Oseanografi ... 16

2.5.2 Metode Inverse Distance Weighted (IDW) ... 17

3. BAHAN DAN METODE ... 18

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 18

3.2 Alat dan Bahan ... 19

3.2.1 Alat ... 19

3.2.2 Bahan ... 20

3.3 Survei Lapang ... 21

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 22

3.4.1 Metode Koleksi Bebas ... 22

3.4.2 Pengukuran Parameter Fisika Perairan... 22

3.4.3 Pengukuran Parameter Biologi ... 23

(11)

x

3.5.3 Pengolahan Citra Satelit Landsat 7+ETM... 31

3.5.4 Ekstraksi Kosentrasi Klorofil-a dari Citra Satelit Aqua Modis ... 31

3.6 Analisis Data ... 34

3.6.1 Principal Component Analysis (PCA) ... 34

3.6.2 Regresi Linier dan Uji-t ... 35

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37

4.1 Kondisi Umum Habitat Abalon Tropis (Haliotis sp.) ... 37

4.1.1 Perairan Lombok Timur (Teluk Jor dan Kayangan) dan Perairan Lombok Tengah bagian Selatan (Gerupuk dan Kuta) ... 37

4.1.2 Perairan Sumbawa Barat bagian Barat (Jereweh dan Kertasari) dan Perairan Sumbawa Barat bagian Selatan (Tatar) ... 42

4.1.3 Sebaran Konsentrasi Klorofil-a ... 47

4.1.4 Kondisi Arus secara Umum di Perairan Lombok dan Sumbawa ... 51

4.2 Analisis Keterkaitan antara Jumlah Abalon Tropis (Haliotis sp.) dengan Parameter Fisika dan Kimia Perairan ... 56

4.3 Analisis Wilayah Potensi Abalon Tropis (Haliotis sp.) dengan Inverse Distance Weight ... 62

4.3.1 Perairan Lombok Timur (Teluk Jor dan Kayangan) ... 63

4.3.2 Perairan Lombok Tengah bagian Selatan (Gerupuk dan Kuta) ... 65

4.3.3 Perairan Sumbawa Barat (Jereweh dan Kertasari) ... 67

4.3.4 Perairan Sumbawa Tengah bagian Selatan (Tatar)... 70

4.4 Hubungan Panjang dan Berat Abalon ... 74

4.4.1 Perairan Lombok bagian Timur dan Selatan ... 74

4.4.2 Perairan Sumbawa bagian Barat dan Selatan ... 77

5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 80 DAFTAR PUSTAKA ... 81

(12)

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Daerah administrasi Bali - NTB 4

2 Abalon (Haliotis asinina) ………... 5

3 Bentuk dan bagian-bagian anatomi abalon tropis (H. asinina) ... 7

4 Jenis-jenis makro-algae yang biasa dimakan abalon tropis: Laurencia obtusa (A), Ulva spp (B), Hypnea asperi (C), Kappaphycus alvarezii (D), dan Gracilaria spp (E) ... 9

5 Lokasi penelitian distribusi spasial abalon tropis di Lombok dan Sumbawa, NTB ... 18

6 Diagram alir pengolahan data spasial dengan metode IDW ... 26

7 Diagram alir pengolahan data arus permukaan... 28

8 Diagram alir pengolahan Citra Landsat………. 31

9 Diagram alir pengolahan klorofil-a Citra Satelit Aqua Modis ... 33

10 Diagram alir analisis komponen utama ... 34

11 Diagram alir pengolahan panjang dan berat abalon ... 36

12 (a) Teluk Jor, (b) Kayangan, (c) Gerupuk dan (d) Kuta ... 38

13 (a) Jereweh, (b) Kertasari, (c) Tabiung, dan (d) Senutuk... 42

14 Sebaran Klorofil-a pada bulan Maret 2012 ... 49

15 Sebaran Klorofil-a pada bulan April 2012 ... 50

16 a). Pola arus pada bulan Maret, b). Windrose plot Maret, c). Pola pasang surut 15 harian ... 53

17 a). Pola arus pada bulan April, b). Windrose plot April, c). Pola pasang surut 15 harian ... 55

18 Hasil analisis PCA Parameter Fisik-Kimia Perairan Teluk Jor - Kayangan dengan Jumlah Abalon pada Sumbu 1 (F1), Sumbu 2 (F2) ... 58

19 Hasil analisis PCA Parameter Fisik-Kimia Perairan Gerupuk - Kute dengan Jumlah Abalon pada Sumbu 1 (F1), Sumbu 2 (F2), dan Sumbu 3 (F3) ... 59

20 Hasil analisis PCA Parameter Fisik-Kimia Perairan Jereweh - Kertasari dengan Jumlah Abalon pada Sumbu 1 (F1), Sumbu 2 (F2), dan Sumbu 3 (F3) ... 60

21 Hasil analisis PCA Parameter Fisik-Kimia Perairan Tatar dengan Jumlah Abalon pada Sumbu 1 (F1), Sumbu 2 (F2), dan Sumbu 3 (F3) ... 62

22 Daerah potensi abalon tropis di Teluk Jor dan Kayangan ... 64

23 Daerah potensi abalon tropis di Gerupuk - Kuta ... 66

24 Daerah potensi abalon tropis di Jereweh ... 68

25 Daerah potensi abalon tropis di Kertasari... 70

26 Daerah potensi abalon tropis di Tatar (Sekongkang)... 71

27 Distribusi spasial abalon tropis……….. 73

28 Hubungan panjang (mm) dan berat (gr) H.asinina ... 75

29 Hubungan panjang (mm) dan berat (gr) H. varia ... 76

30 Hubungan panjang (mm) dan berat (gr) H. asinina ... 77

(13)

xii

1 Kelas Konsentrasi Klorofil-a ... 15

2 Alat yang digunakan saat penelitian ... 19

3 Matriks Kesesuaian Daerah Potensi Abalon ... 30

4 Parameter Fisika, Kimia, dan Biologi Perairan Lombok……… 39

(14)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Dokumentasi Alat dan Bahan Penelitian ………... 85

2 Dokumentasi Beberapa Makroalga di Habitat Abalon………... 87

3 Dokumentasi Biota Asosiasi……….. 88

4 Tipe Substrat Abalon………. 90

5 Kegiatan Masyrakat di Sekitar Habitat Abalon………. 90

6 Tabel Konstanta Pasang Surut………. 92

7 Perhitungan Tipe Pasang Surut………. 92

8 Tabel Korelasi Matriks Pearson (Principal Component Analysis) ………... 93

9 Perhitungan Uji – T Perairan Lombok bagian Timur dan Selatan………... 94

(15)

1

1.1 Latar Belakang

Abalon atau yang dikenal dengan siput mata tujuh adalah gastropoda laut yang memiliki satu cangkang. Anggota dari Famili Haliotidae ini, kebanyakan ditemukan di daerah laut tropis dan laut beriklim hangat terutama sekali di zona dangkal subtidal (Geiger 1999). Indonesia yang memiliki iklim tropis menjadi habitat yang baik untuk penyebaran abalon. Abalon yang ditemukan di Indonesia terdiri dari 7 jenis yaitu Haliotis asinina, H. varia, H. squamosa, H. ovina, H. glabra, H. planata, dan H. crebrisculpta (Dharma 1988). Dari ketujuh spesies ini,

Haliotis asinina merupakan spesies terbesar (12 cm) dari spesies abalon tropis dan terdapat di kawasan Indo-Pasifik termasuk Indonesia (Lombok, Sumbawa,

Sulawesi, Maluku dan Papua) (Setyono 2004).

(16)

2

pasar. Oleh karena itu, kajian mengenai distribusi abalon di alam diperlukan untuk mengetahui lokasi penyebarannya sehingga dapat dijadikan sebagai sumber induk alam yang akan digunakan untuk usaha budidaya secara keberlanjutan.

Penelitian ini dilakukan di Perairan Lombok dan Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Hal ini di tinjau dari tipe habitat khusus yang disukai abalon, seperti perairan dangkal dengan tipe substrat berupa paparan karang (rocky reef) dan perairan tenang disekitar padang lamun (seagrass bed). Selain itu, perairan Lombok termasuk ke dalam tipe perairan berbatu yang ditumbuhi mikro-alga dan makro-alga, merupakan habitat yang baik untuk abalon tropis (Setyono 2009).

1.2 Tujuan

(17)

3

2.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pulau Lombok dan Sumbawa Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Berdasarkan data Pemerintah Provinsi NTB (2012), Pulau Lombok terdiri atas 4 pemerintahan daerah kabupaten dan satu pemerintahan daerah kota, yaitu : Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Lombok Timur, Kabupaten Lombok Utara, dan Kota Mataram. Pulau Lombok mempunyai luas wilayah 4.647,39 km2. Menurut letak geografisnya Pulau Lombok terletak antara 115ᴼ46’ BT – 116ᴼ80’ BT dan 8ᴼ12’ LS – 9ᴼ02’ LS. Pulau Lombok sebelah Utara berbatasan dengan Laut Bali, sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia, bagian Barat berbatasan dengan Bali dan bagian Timur berbatasan dengan Pulau Sumbawa (As-Syakur et al. 2010). Perairan Lombok merupakan salah satu daerah habitat abalon.

Pulau Sumbawa terbagi atas 4 pemerintahan daerah kabupaten dan satu pemerintahan daerah kota, yaitu : Kabupaten Sumbawa, Kabupaten Sumbawa Barat, Kabupaten Dompu, Kabupaten Bima, dan Kota Bima (Pemerintah

(18)

4

Gambar 1. Daerah administrasi Bali - NTB

2.2. Biologi Abalon

2.2.1. Spesies dan Penyebaran

Abalon merupakan gastropoda laut yang memiliki cangkang hanya satu buah. Abalon di Indonesia dikenal dengan nama siput lapar kenyang (Gambar 2). Secara khusus di Indonesia Timur seperti di Sulawesi, Maluku, dan Papua, abalon dikenal dengan nama ‘siput mata tujuh’ karena pada cangkangnya ditemukan lubang yang berjumlah antara lima hingga tujuh. Abalon di Lombok dan Sumbawa dikenal dengan nama ‘siput medau’. Secara sistematika, abalon tropis (Haliotis asinina) yang terdapat di Perairan Lombok diklasifikasikan sebagai berikut (Setyono 2009):

(19)

Kelas : Gastropoda

Ordo : Archaegastropoda Famili : Haliotidae

Genus : Haliotis

Spesies : Haliotis asinina

(Linnaeus 1758)

Di bawah ini adalah salah satu jenis abalon tropis (H.asinina) atau dikenal dengan nama siput mata tujuh yang tersebar di perairan Lombok, NTB :

Gambar 2. Abalon (Haliotis asinina) (Sumber: Dokumentasi pribadi)

(20)

6

banyak ditemukan di perairan Kepulauan Seribu DKI Jakarta, Madura, Lombok, Sumbawa, Maluku, dan Papua (Setyono 2009).

2.2.2. Morfologi

Cangkang abalon memiliki bentuk yang unik. Abalon hanya memiliki satu lembar cangkang yang terbuka lebar dengan sederetan lubang pada tepi sebelah kiri. Lubang ini terus terbentuk sepanjang hidupnya, lubang-lubang ini digunakan sebagai lubang respirasi (pernafasan), sanitasi (pengeluaran kotoran), dan

reproduksi (pengeluaran sperma untuk siput jantan dan telur untuk siput betina) (Setyono 2009). Tubuh abalon melekat secara permanen pada pusat cangkangnya menggunakan otot penempel (Gambar 3).

(21)

Gambar 3. Bentuk dan bagian-bagian anatomi abalon tropis (H. asinina) (Sumber : Setyono 2009)

Posisi insang berada tepat di bagian belakang kepala (sisi sebelah kiri tubuhnya), terdapat lubang-lubang respirasi. Organ reproduksi (gonad) terdapat pada bagian kanan, gonad pada abalon betina tampak berwarna hijau kebiruan dan menghasilkan telur berwarna hijau kebiruan juga, sedangkan abalon jantan

memiliki gonad berwarna krem keputihan (Setyono 2009).

Umbo (spire)

Sungut (tentacles) Kaki jalan (foot)

Kaki jalan (foot)

Cangkang (shell)

Otot penempel Mulut (mouth)

Gonad Lubang respirasi

(22)

8

2.2.3. Pertumbuhan

Kajian mengenai abalon tropis jenis Haliotis asinina dinyatakan oleh

Setyono (2009), bahwa jenis abalon ini tumbuh mencapai ukuran layak tebar (10-30 mm) dalam waktu berkisar 3 sampai 5 bulan, mencapai matang gonad pada ukuran 40-50 mm, dan diduga mencapai ukuran layak panen (50-60 mm) dalam waktu kurang dari 2 tahun. Kajian mengenai abalon tropis (H.asinina) dilaporkan dari Thailand, bahwa H.asinina adalah jenis abalon tropis yang tumbuh paling cepat dengan laju pertumbuhan lebih dari 40 mm/tahun. Meskipun spesies ini tidak tumbuh sebesar abalon di daerah sub-tropis, tetapi spesies ini mendapat harga yang bagus di pasar internasional. H.asinina mempunyai ukuran cangkang yang lebih kecil dibandingkan dengan abalon sub-tropis, tetapi ukuran dagingnya dapat mencapai 6-7 kali ukuran cangkangnya. H.asinina dengan ukuran panjang cangkang 10 cm dan berat total 190 g mengandung daging 85% atau sekitar 161,5 g.

2.2.4. Makanan dan Mobilitas

(23)

makroalga tertentu. Abalon liar sebagai suatu kelompok lebih menyukai alga merah, dapat memakan beberapa jenis alga coklat, namun menerima sangat sedikit jenis alga hijau (Fallu 1991).

Abalon tropis memakan makroalga seperti Laurencia, Ulva, Hypnea, Kappaphycus, dan Gracilaria (Gambar 4). Setyono (2006) melaporkan bahwa jenis pakan yang disukai abalon tropis (H. asinina) secara berurutan adalah Gracilaria, Hypnea, Kappaphycus, Ulva, dan Laurencia. Berikut beberapa jenis makroalga yang disukai abalon :

Gambar 4. Jenis-jenis makroalga yang biasa dimakan abalon tropis: Laurencia obtusa (A), Ulva spp (B), Hypnea asperi (C), Kappaphycus alvarezii (D), dan Gracilaria spp (E) (Sumber : Setyono 2009)

2.2.5. Potensi Abalon

Abalon memiliki daging lezat yang disukai oleh konsumen dengan kandungan nutrisi tinggi, kaya akan protein, serta mengandung zat untuk

(24)

10

abalon. Negara yang telah lama secara komersial mengembangkan usaha perikanan dan budidaya abalon antara lain Kalifornia, Meksiko, Jepang, Afrika Selatan, Australia, dan New Zealand. Permintaan abalon di dunia khususnya untuk pasar negara-negara Asia (Cina, Korea, Taiwan, dan Jepang) terus meningkat (Setyono 2009).

2.3 Parameter-parameter yang Berpengaruh pada Habitat Abalon

Kualitas air adalah faktor penting untuk menentukan pantas tidaknya suatu lingkungan untuk kehidupan biota akuatik. Beberapa parameter yang berpengaruh terhadap kehidupan abalon di alam meliputi :

2.3.1 Salinitas

(25)

2.3.2 Suhu

Standar Nasional Indonesia (SNI 7644-2010), menyatakan bahwa suhu adalah suatu besaran fisika yang menyatakan bahang (panas) yang terkandung dalam air laut.Berdasarkan suhunya, kebanyakan hewan berdarah dingin adalah dorman. Ketika suhu naik, metabolisme meningkat dan aktivitas memakan distimulasi. Jika suhu terus meningkat, ketahanan abalon akan dengan cepat mencapai batas alaminya sehingga pertumbuhan akan berhenti hingga menyebabkan kematian pada abalon (Fallu 1991). Menurut Setyono (2010)

parameter kualitas suhu yang baik untuk pemeliharaan abalon tropis bervariasi dari 27,5sampai 28,50C.

2.3.3 Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen)

Oksigen terlarut adalah jumlah milligram oksigen yang terlarut dalam 1 liter air laut (SNI 7644-2010). Abalon menyukai daerah yang memiliki aliran arus yang kuat, karena air daerah ini mengandung konsentrasi oksigen terlarut yang tinggi (Fallu 1991). Semua jenis abalon menyukai perairan dengan kandungan oksigen terlarut yang tinggi. Setyono (2010) menyatakan kadar oksigen terlarut yang cocok dalam pemeliharaan abalon adalah lebih dari 5 mg/l.

2.3.4 Derajat Keasaman (pH)

(26)

12

2.3.5 Kecerahan

Kecerahan adalah ukuran transparansi laut yang menunjukkan tingkat penetrasi cahaya yang dapat menembus laut tersebut (SNI 7644-2010). Kecerahan perairan ini berpengaruh terhadap ketersediaan bahan pakan abalon berupa mikro-alga dan makro-mikro-alga, karena biasanya abalon hidup disekitar sumber makanannya. Menurut Tahang, et al (2006) tingkat kecerahan yang sesuai untuk budidaya abalon tropis berkisar 10 m.

2.3.6 Arus

Menurut Wibisono (2005) arus adalah gerakan massa air laut kearah horizontal dalam skala besar. Arus di laut dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah tiupan angin musim dan pasang surut. Arus berperan dalam transportasi oksigen dan unsur hara di perairan. Abalon menyukai tipe perairan yang berarus. Daerah yang berombak dan berarus akan memberikan masukan oksigen kedalam perairan. Kecepatan arus yang ideal untuk budidaya abalon berkisar antara 0.2 sampai 0.5 m/detik (Tahang et al. 2006).

Terbentuknya arus dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti angin dan pasang surut. Angin merupakan salah satu faktor penentu kecepatan arus di permukaan. Indonesia memiliki pola angin yang dipengaruhi oleh musim (angin musim). Nontji (2005) menyatakan bahwa pembagian angin musin di Indonesia meliputi : angin Musim Barat (Desember – Februari), Musim Timur (Juni –

(27)

angin sudah tidak menentu. Kekuatan angin rata-rata di Indonesia berkisar dari 2,5 sampai 3,5 m/s (Nontji 2005).

Pasang surut adalah salah satu fenomena alam yang terjadi di laut berupa pergerakan vertikal dari seluruh partikel massa air laut dari permukaan sampai bagian terdalam dasar laut yang disebabkan oleh pengaruh dari gaya tarik antara Bumi dengan benda-benda angkasa terutama matahari dan bulan (Wibisono 2005). Pasang surut juga memperkaya pemasukan oksigen di air. Berdasarkan pola naik-turunnya muka laut, pasang-surut di Indonesia dapat dibagi menjadi empat jenis yaitu : pasut harian tunggal (diurnal tide), harian ganda (semidiurnal tide), harian campuran dominan ganda, dan harian campuran tunggal. Jenis pasut harian

dominan ganda, artinya terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari, hal ini terjadi di sebagian besar perairan Indonesia bagian timur (Nontji 2005). Pasang dan surut berpengaruh terhadap keberadaan abalon, karena saat pergerakan pasang dan surut terjadi pemasukan oksigen ke perairan. Berdasarkan pustaka abalon menyukai daerah dengan kandungan oksigen terlarut yang tinggi.

2.3.7 Kedalaman

(28)

14

Pada penelitian ini, data kedalaman didukung dengan data pasut, karena pengambilan data di lapangan dilakukan ketika air surut. Oleh karena itu, perlu dilakukan perhitungan rata-rata kedalaman saat surut terendah dan pasang tertinggi sehingga diperoleh kedalaman rata-rata perairan dimana abalon ditemukan. Abalon akan dapat hidup saat surut terendah dalam keadaan abalon masih terendam air laut sampai saat pasang tertinggi.

2.3.8 Tipe Substrat Dasar Perairan

Abalon biasanya ditemukan di substrat dasar berupa batuan, karena abalon akan menggunakan batuan tersebut untuk menempel dan bersembunyi. Abalon membutuhkan substrat yang permukaannya keras. Hal tersebut dinyatakan oleh Fallu (1991) bahwa kaki abalon tidak cocok digunakan untuk merayap dan melekat di pasir, karena di substrat berpasir abalon bisa dengan mudah terbalik dan dengan mudah akan dimangsa predator. Biasanya batuan yang disukai abalon adalah batuan yang ditumbuhi makroalga, beberapa jenis makroalga ditemukan menempel pada substrat batuan dan sebagian ada yang hidup berasosiasi dengan lamun, batuan yang ditempeli makroalga adalah tempat yang sangat cocok untuk dihuni abalon (Lafferty, et al. 2003).

2.4 Kesuburan Perairan (Klorofil-a)

(29)

diduga dengan sistem penginderaan jarak jauh, karena klorofil cenderung menyerap spektrum warna biru.(400-500 nm) dan spectrum warna merah (600-700 nm) serta memantulkan warna hijau (500-600 nm). Pantulan spectrum cahaya tersebut dapat diindera oleh sensor satelit. Hasilnya menunjukkan sebaran biomassa fitoplankton dalam satuan (mg/m3) (Nontji 2008).

Tabel 1 adalah pembagian kelas konsentrasi klorofil-a berdasarkan Arsjad,

et al. (2004) :

Tabel 1. Kelas Konsentrasi Klorofil-a

Kelas Konsentrasi (mg/m3) Keterangan

I < 0.3 Kosentrasi rendah/ clear water

II 0.3 – 0.5 Konsentrasi sedang/medium rich phytoplankton

III 0.5 – 1.0 Konsentrasi tinggi/rich phytoplankton

IV 1.0 – 2 Klorofil-a dan muatan suspense tinggi/slightly turbid water

V > 2 Muatan suspensi tinggi/high turbidity daripada klorofil-a

Data meteorologi dan oseanografi menunjukkan bahwa perairan Indonesia secara umum sangat dipengaruhi oleh pergantian angin musim (monsoon), yaitu Musim Barat (Desember – Februari), Musim Timur (Juni – Agustus) dan Musim Peralihan (antara keduanya : I (Maret – Mei), II (September – November)). Perubahan musim tersebut akan menentukan pola sebaran klorofil fitoplankton, baik secara spasial maupun temporal (Nontji 2008).

2.5 Sistem Informasi Geografis (SIG)

(30)

16

efisien untuk memperoleh, menyimpan, meng-update, memanipulasi, menganalisis dan menampilkan semua bentuk informasi yang bereferensi geografi (ESRI 2002). Ada dua jenis data yang digunakan dalam SIG, yaitu :

1. Data Spasial

Data spasial adalah data yang mengacu pada informasi ruang suatu wilayah geografis. Informasi spasial ini dapat didefinisikan juga sebagai geoinformasi yang berbentuk penyajian data berupa peta. Setiap datum spasial yang digunakan mengacu pada dua format data, yaitu data raster dan vektor.

2. Data Non-spasial

Data non-spasial yang dimaksud dikenal dengan sebutan data atribut. Data atribut adalah data yang melengkapi data keterangan dari data spasialnya, baik dalam bentuk deskriptif maupun statistik. Data atribut terdiri dari dua jenis, yaitu : data kualitatif (meliputi nama, jenis, tipe) dan data kuantitatif (meliputi angka, bagian/besar jumlah, tingkatan, kelas interval) yang mempunyai korelasi dengan data spasialnya.

Data spasial bertujuan untuk menganalisis seluruh parameter perairan dalam bentuk titik dan polygon, selanjutnya di overlay dengan metode pembobotan, sehingga diperoleh lokasi keberadaan abalon secara geografis.

2.5.1 Basis Data Spasial Oseanografi

(31)

oseanografi adalah data keruangan dalam sistem koordinat bumi yang mendeskripsikan kondisi air laut.

2.5.2 Metode Inverse Distance Weighted (IDW)

Inverse Distance Weighted (IDW) adalah metode interpolasi secara deterministik yang mempertimbangkan titik di sekitarnya dengan asumsi bahwa nilai interpolasi akan lebih mirip dengan data sampel yang dekat daripada yang lebih jauh (SNI 7644-2010).

(32)

18

3. BAHAN DAN METODE

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di 4 daerah yaitu : Perairan Lombok Timur (Teluk Jor dan Kayangan), Sumbawa Barat bagian Barat (Jereweh dan Kertasari), Sumbawa Barat bagian Selatan (Tatar), serta Lombok Tengah bagian Selatan (Gerupuk dan Kuta). Peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Lokasi penelitian distribusi spasial Abalon tropis di Lombok dan Sumbawa, NTB

(33)

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai April 2012 di Perairan Lombok dan Sumbawa, NTB. Pengolahan dan analisis data mengenai wilayah sebaran abalon dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2012yang bertempat di Laboratorium Komputer, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

3.2. Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Peralatan yang digunakan (Lampiran 1) dalam pelaksanaan penelitian ini, meliputi peralatan dalam pengambilan data dan peralatan dalam pengolahan data. Berikut adalah daftar alat yang digunakan dalam penelitian (Tabel 2) :

Tabel 2. Alat yang digunakan saat penelitian

No. Alat Kegunaan

1. Global Positioning System

(GPS)

menentukan posisi stasiun pengamatan

2. Kamera digital dan kamera

underwater

mendokumentasikan kegiatan di lapang

3. Termometer air raksa mengukur suhu permukaan air laut 4. Refraktometer dan pH meter mengukur salinitas perairan dan

mengukur derajat keasaman perairan 5. ADS (Alat Dasar Selam) alat bantu berenang

6. Water Quality Checker (WQC) mengukur suhu dan DO perairan 7. Secchi disk dan sudip mengukur kecerahan perairan dan

sudip untuk mengambil abalon 8. Alat tulis dan kertas newtop mencatat data saat di air 9. Plastik sampel, waring, sarung

tangan, dan sepatu lapang

(34)

20

Peralatan dalam pengolahan data, terdiri dari :

1. Personal Computer (PC) berbasis Intel dengan sistem operasi Windows 7

Ultimate yang digunakan untuk mengolah data penelitian.

2. Perangkat lunak untuk pengolahan data raster dari interpolasi data lapang,

overlay data, dan layout peta hasil.

3. Perangkat lunak untuk interpolasi dan mengolah file format *asc. 4. Perangkat lunak pengolah data angin.

5. Perangkat lunak pengolah data pasang-surut. 6. Perangkat lunak pengolah data arus.

7. Microsoft Office Excel untuk mengolah data angka. 8. Microsoft Office Word untuk penyusunan skripsi.

9. Perangkat lunak XLSTAT 2012 digunakan untuk analisa statistik, trial version (1 bulan) yang diunduh dari http://www.xlstat.com .

10.Perangkat lunak untuk mengolah data klorofil-a citra satelit Aqua Modis Chlorophyl Concentration dan citra satelit LANDSAT.

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :

1. Peta batimetri Dishidros tahun 2008 daerah Selat Lombok dan Selat Alas, skala 1 : 200.000 yang digunakan sebagai peta dasar.

(35)

3. Data arus dari Japan Oceanographic Data Center (JODC) 1990-1993, data angin bulan Maret-April 2012 (www.ecmwf.int), data ramalan pasut bulan Maret-April 2012 (buku ramalan pasut DISHIDROS TNI-AL), dan data klorofil-a dari citra satelit Aqua Modis (http://oceancolor.gsfc.nasa.gov) di daerah Pulau Lombok dan Sumbawa, NTB.

4. Citra satelit LANDSAT 7+ETM resolusi spasial 30x30 m dengan akuisisi 21 Oktober 2002 path/row : 115/66 dan akuisisi 21 Maret 2003 path/row : 116/66. Digunakan untuk mendeteksi substrat dasar perairan.

3.3 Survei Lapang

Survei lapang (ground check) adalah salah satu kegiatan yang penting dilakukan dalam penelitian. Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui kondisi daerah penelitian secara langsung sekaligus melakukan pengukuran parameter-parameter yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Selain itu survei lapang dimaksudkan untuk mengidentifikasi karakter biotik dan abiotik setiap unit ekosistem yang mempengaruhi habitat ditemukannya abalon.

Pengamatan dan pengukuran yang dilakukan saat pengambilan data di lapangan berupa :

1. Pengukuran parameter fisika, kimia, dan biologi perairan.

2. Identifikasi makroalga dan biota asosiasi dengan menggunakan buku identifikasi Siput dan Kerang Indonesia (Dharma 1988) dan

http://www.algaebase.org, serta diskusi dengan pakar abalon dan makroalga dari LIPI.

(36)

22

4. Tagging distribusi induk abalon (saat abalon ditemukan).

3.4 Metode Pengumpulan Data

3.4.1 Metode Koleksi Bebas

Pengambilan data distirbusi abalon di alam, dilakuan dengan metode koleksi bebas. Menurut Mudjiono (1991) pengambilan biota moluska dapat dilakukan dengan cara koleksi bebas (collect by hand) di daerah rataan terumbu (reef flat) dan dengan cara snorkeling untuk daerah yang agak dalam, seperti di daerah tubir. Saat ditemukan, abalon di tagging posisinya dengan menggunakan GPS, selain itu juga dilakukan pengukuran parameter fisika, kimia, dan biologi, serta parameter lain (biota asosiasi, substrat). Maliao et al, (2003) dalam

penelitiannya juga menyatakan bahwa survei abalon dilakukan saat air surut terendah, ketika ketinggian air sangat rendah abalon dikoleksi dengan berjalan. Ketika level air cukup tinggi, koleksi abalon dilakukan dengan snorkeling atau menyelam. Selama sampling dilakukan, tim peneliti dibantu oleh nelayan lokal pencari abalon yang telah berpengalaman.

3.4.2 Pengukuran Parameter Fisika Perairan

Pengukuran parameter fisika perairan dilakukan sesuai keadaan

(37)

Suhu perairan diukur dengan menggunakan termometer air raksa, dilakukan pada setiap titik ditemukannya abalon. Kedalaman perairan diukur dengan alat ukur berskala. Kecerahan perairan merupakan salah satu faktor penting pendukung kehidupan abalon, hal ini terkait dengan ketersediaan

makroalga sebagai salah satu sumber makanan abalon. Kecerahan perairan diukur dengan menggunakan secchi disk, dengan cara ditenggelamkan ke dalam perairan dengan bantuan tali (berskala), kemudian diamati hingga secchi disk ini mulai tidak terlihat dari permukaan sehingga diperoleh kedalaman (d1). Setelah itu

secchi disk secara perlahan di angkat ke permukaandan dilihat skalanya pada kedalaman berapa secchi disk mulai terlihat, sehingga diperoleh kedalaman (d2). Nilai kecerahan diperoleh dengan merata-ratakan nilai kedalaman saat secchi disk

mulaitidak tampak (d1) dengan nilai kedalaman saat secchi disk tampak (d2). Penentuan tipe substrat dasar perairan dilakukan secara visual di lapangan.

3.4.3 Pengukuran Parameter Biologi

Parameter biologi yang diamati meliputi biota yang berinteraksi dengan abalon dan makroalga sebagai pakan abalon. Abalon merupakan hewan herbivora yang memakan beberapa jenis makroalga. Pengukuran parameter biologi

(38)

24

3.4.4 Pengukuran Parameter Kimia Perairan

Pengukuran parameter kimia meliputi pengukuran salinitas, pH, dan DO (Dissolved Oxygen). Salinitas diukur dengan refraktometer dengan cara

meneteskan sampel air laut pada kaca pengamatan refraktometer, kemudian dibaca skala salinitasnya (in situ). Sementara pH perairan dapat diukur dengan menggunakan pH meter dengan cara mencelupkan pH meter ke dalam air sampel, kemudian dilihat nilai pH yang muncul. Pengukuran kandungan oksigen terlarut (DO) dilakukan dengan alat Water Quality Checker (WQC).

3.5 Metode Pengolahan Data

3.5.1 Metode IDW (Inverse Distance Weighted)

Setelah semua data yang diperoleh terkumpul, langkah selanjutnya yang dilakukan adalah pemrosesan basis data. Basis data merupakan sekumpulan data yang menjadi dasar pengolahan untuk menghasilkan suatu informasi. Basis data ini dapat berupa data spasial maupun data atribut. Data atribut meliputi parameter fisik (suhu, kecepatan arus, kecerahan, substrat dasar perairan dan kedalaman), dan parameter kimia (pH,salinitas, DO). Data tersebut disimbolkan menjadi poin (titik) ketika diolah dalam perangkat lunak ArcGIS. Data tersebut kemudian diinterpolasi menjadi bentuk area atau poligon dengan menggunakan metode IDW (Gambar 6).

Hasil interpolasi masing-masing parameter perairan selanjutnya akan diklasifikasikan tingkat kesesuaian wilayahnya dengan menyusun matriks

kesesuaian (Tabel 3). Metode penyusunan matriks kesesuaian berdasarkan scoring

(39)

parameter pembatas di habitat abalon. Nilai kesesuain tersebut ditentukan berdasarkan parameter yang paling berpengaruh terhadap kehidupan abalon. Setiap parameter akan ditentukan skor dan bobotnya berdasarkan studi pustaka dan konsultasi dengan ahli (Tabel 3), parameter yang memberikan pengaruh lebih kuat diberi bobot yang lebih tinggi dibandingkan parameter yang lebih lemah pengaruhnya. Pada penelitian ini, tiap parameter dibuat dalam tiga kelas yaitu, sangat potensial, potensial, dan tidak potensial, dengan skor masing-masing 3, 2, dan 1.

Perhitungan pembobotan dilakukan pada menu raster calculator, secara matematis ditulis sebagai berikut :

([suhu]*0,1+ [salinitas]*0,1+ [pH]*0,14 + [DO]*0,14 + [kecerahan]*0,08 + [kedalaman]*0,12 + [jumlah abalon]*0,04+ [kecepatan arus]*0,12+ [tipe substrat dasar]*0,16)

Ariyati (2007) menyatakan bahwa total skor dari hasil perkalian nilai parameter dengan bobotnya tersebut, selajutnya digunakan untuk menentukan kelas potensi lahan abalon dengan perhitungan sebagai berikut :

Y = ∑ai . Xn ……….. (1) Keterangan :

Y = Nilai akhir ai = Faktor pembobot

(40)

26

Gambar 6. Diagram alir pengolahan data spasial dengan metode IDW

Interval kelas daerah potensi abalon diperoleh berdasarkan metode Equal Interval (Ariyati 2007) yang digunakan untuk membagi jangkauan nilai-nilai atribut ke dalam subsub jangkauan dengan ukuran yang sama. Perhitungannya adalah sebagai berikut:

=

(∑ . ) ∑( . ) ……… (2)

Keterangan:

I = Interval kelas kesesuaian lahan

ai = Faktor pembobot

(41)

k = Jumlah kelas kesesuaian lahan yang diinginkan

3.5.2 Pengolahan Data Arus

Arus merupakan suatu parameter fisik yang tidak lepas dari fenomena yang terjadi di laut. Data arus yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh melalui JODC (Japan Oceanographic Data Center) dalam kurun waktu 4 tahun (1990 – 1993) pada bulan Maret dan April. Data arus didukung oleh faktor pembangkit arus berupa data sekunder angin dan pasang surut. Data sekunder angin diperoleh dari European Centre for Medium-Range Weather Forecasts melalui www.ecmwf.int. Data pasang surut diperoleh dari buku ramalan pasut Dishidros TNI-AL, dengan analisis tipe pasut selama 15 hari pada bulan Maret dan April 2012. Diagram alir pengolahan arus beserta faktor pembangkitnya ditampilkan pada Gambar 7.

(42)

28

2 2

1 1

S

M

O

K

F

Gambar 7. Diagram alir pengolahan data arus permukaan

Data pasang surut adalah data ramalan yang diolah dengan perangkat lunak. Data pasut yang digunakan adalah data ramalan pasut harian (15 hari). Satuan pasut yang digunakan adalah cm. Analisis data pasut dengan perangkat lunak akan menghasilkan konstanta pasut K1, O1, M2, dan S2. Penentuan tipe pasut dapat dilakukan dengan menggunakan rumus Formzahl sebagai berikut:

(43)

Keterangan :

F = nilai Formzahl

K1dan O1 = 29mplitude komponen pasut diurnal M2 dan S2 = 29mplitude komponen pasut semidiurnal Kisaran nilai Formzahl adalah sebagai berikut:

0.00 < F≤ 0,25 = tipe pasut semidiurnal (ganda)

0,25 < F≤ 1,50 = tipe pasut campuran cenderung semidiurnal

(44)

30

30 Tabel 3. Matriks Kesesuaian Daerah Potensi Abalon

No. Parameter Bobot

(%)

Satuan Sangat Potensial (SP)

Skor Potensial

(P)

Skor Tidak Potensial (TP)

(45)

3.5.3 Pengolahan Citra Satelit Landsat 7+ETM

Citra satelit Landsat digunakan untuk mendapatkan nilai substrat dasar perairan. Citra yang digunakan adalah citra satelit Landsat 7+ETM tahun 2002 dan 2003 yang tidak mengalami kerusakan atau stripping. Citra digunakan untuk memperoleh informasi sehingga objek mudah terlihat lebih jelas dan mudah diinterpretasi. Penelitian kali ini, substrat dasar perairan diidentifikasi dengan pengkelasan supervised, artinya penentuan substrat pada citra terbimbing dengan bantuan data hasil pengambilan dilapangan. Berikut (Gambar 8) adalah skema pengolahan citra satelit LANDSAT :

Gambar 8. Diagram alir pengolahan Citra Landsat

3.5.4 Ekstraksi Kosentrasi Klorofil-a dari Citra Satelit Aqua Modis

(46)

32

(47)

Gambar 9. Diagram alir ekstraksi klorofil-a Citra Satelit Aqua Modis

(48)

34

3.6 Analisis Data

3.6.1 Principal Component Analysis (PCA)

Hubungan antara parameter fisik dan kimia perairan (suhu, kecerahan, kedalaman, salinitas, pH, DO) terhadap jumlah abalon dianalisis dengan menggunakan PCA, untuk melihat korelasi antara satu parameter dengan parameter lain. Principal component analysis adalah metode statistik deskripitif yang bertujuan menyajikan informasi maksimum suatu matriks data kedalam bentuk grafik. Matriks data tersebut terdiri dari titik/koordinat lokasi penelitian sebagai matriks baris dan karakter fisika – kimia perairan sebagai variabel kuantitatif (matriks kolom). Data tersebut tidak mempunyai unit pengukuran dan ragam yang sama, oleh karean itu data tersebut dinormalisasikan lebih dahulu dengan pemusatan dan pereduksian(Setyobudiandi et al. 2009). Berikut adalah diagram alir pengolahan data dengan PCA (Gambar 10) :

(49)

3.6.2 Regresi Linier dan Uji-t

Maliao et al. (2003) menyatakan bahwa data panjang cangkang abalon (mm) dan berat abalon (gr) di analisis dengan menggunakan regresi linear, kedua variabel log-10 diubah ke linearisasi regresinya (Gambar 11). Dalam menganalisa pertumbuhan abalon dengan menggunakan hubungan parameter panjang dan berat digunakan rumus W = aLb (Romimohtarto dan Juwana 2001). Dasar analisis model pertumbuhan ini adalah pola hukum kubik 2 parameter, melalui pendekatan regresi linier maka hubungan parameter panjang dan berat dapat dilihat dengan rumus. Nilai b digunakan sebagai penduga laju pertumbuhan kedua parameter yang dianalisa. Berdasarkan pola hubungan linier maka dapat dilihat bahwa :

Log W = Log a + b Log L atau ………. (5)

Y = a + bx ……… (6)

Log W = Y Log a = a Log L =x

Korelasi nilai panjang dan berat dapat dilihat dari nilai konstanta b , dengan hipotesis :

1. Bila b = 3, maka memiliki hubungan isometrik yaitu, pola pertumbuhan panjang sama dengan pola pertumbuhan berat.

(50)

36

Gambar 11. Diagram alir pengolahan panjang dan berat abalon

Dari hasil regresi linear antara panjang dan berat akan diperoleh nilai r (korelasi). Apabila melihat nilai r yang rata-rata lebih dari 90% tingkat korelasinya, maka hubungan ini sangat erat(Romimohtarto dan Juwana 2001).

Uji statistik diperlukan agar nilai yang didapat dari regresi diatas dapat disimpulkan atau ditetapkan. Uji yang digunakan adalah uji parsial atau uji-t, sehingga proses penolakan atau penerimaan terhadap hipotesis yang kita buat dapat dilakukan.

Hipotesis : Ho : b = 3 H1 : b≠ 3

Kaidah keputusan adalah dengan membandingkan hasil T hitung dengan T tabel pada selang kepercayaan 95%, jika :

(51)

37

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Umum Habitat Abalon Tropis (Haliotis sp.)

4.1.1 Perairan Lombok Timur (Teluk Jor dan Kayangan) dan Perairan Lombok Tengah bagian Selatan (Gerupuk dan Kuta)

Teluk Jor merupakan lokasi penelitian yang berada di Lombok Timur. Perairan Teluk Jor (Gambar 12a) menjadi salah satu lokasi penelitian karena, berdasarkan survei dan informasi nelayan setempat terdapat abalon di wilayah ini. Perairan Teluk Jor secara visual memiliki warna biru keruh. Perairan ini terdiri atas tiga ekosistem yaitu mangrove, lamun , dan terumbu karang yang tidak tersebar secara merata. Parameter perairan Teluk Jor ditampilkan pada Tabel 4. Perairan ini juga memiliki tipe substrat dasar yang bervariasi, mulai dari tepi pantai sampai tubir berupa lumpur berpasir, pasir, dan pasir dengan patahan karang. Substrat dasar perairan berupa patahan karang merupakan daerah

kesukaan abalon (Fallu 1991). Jenis abalon yang ditemukan di perairan ini adalah

(52)

38

(a) (a)*

(b) (b)*

(c) (c)*

(d) (d)*

Gambar 12. (a) Teluk Jor, (b) Kayangan, (c) Gerupuk, dan (d) Kuta Sumber : Dokumentasi Pribadi

(53)

Karakteristik Perairan Kayangan sebagaimana yang telah diukur di lapangan, dapat dilihat pada Tabel 4. Secara visual warna perairan di daerah ini biru pucat jernih. Perairan Kayangan (Gambar 12b) memiliki tipe substrat batu berpasir. Perairan ini memiliki keanekaragaman jenis makroalga yang cukup banyak, kurang lebih ditemukan 20 jenis makroalaga, dengan 2 jenis makroalga kesukaan abalon, seperti : Ulva reticulata dan Gracilaria sp. (Lampiran 2). Jika dilihat berdasarkan ketersediaan pakan (makroalga) yang berlimpah dan substrat yang sesuai dapat dikatakan bahwa perairan ini termasuk dalam daerah yang sangat baik untuk kehidupan dan pertumbuhan abalon. Jenis abalon yang ditemukan di perairan ini adalah H.asinina dan H.squamata. Abalon berasosiasi dengan organisme laut lain seperti turbo, ikan-ikan karang, berkompetisi dengan bulu babi, dan predatornya di alam adalah kepiting dan bintang laut (Lampiran 3).

Tabel 4. Parameter Fisika, Kimia, dan Biologi Perairan Lombok

Parameter Fisika Kimia

dan Biologi Perairan

Lokasi Penelitian

Teluk Jor Kayangan Gerupuk Kuta

(54)

40

Lokasi selanjutnya adalah Perairan Gerupuk yang berada di Kabupaten Lombok Tengah. Perairan Gerupuk memiliki parameter perairan yang bervariasi, parameter fisika dan kimia perairannya dapat dilihat pada Tabel 4. Perairan Gerupuk (Gambar 12c) secara visual memiliki warna perairan yang jernih dengan tipe substrat dasar pasir berbatu, batu berpasir, batu karang mati, hingga batu. Jenis abalon yang ditemukan di perairan ini adalah H.asinina dan H.varia. Abalon ini biasanya ditemukan di substrat dasar perairan berupa batuan (Lampiran 4), karena abalon akan menggunakan batuan tersebut untuk menempel dan

bersembunyi. Jika dilihat dari morfologi tubuhnya, abalon menggunakan kakinya untuk mencengkeram substrat agar dapat berjalan. Oleh karena itu, abalon

membutuhkan substrat yang permukaannya keras. Hal tersebut juga dinyatakan oleh Fallu (1991) bahwa kaki abalon tidak cocok digunakan untuk merayap dan melekat di pasir, karena di substrat berpasir abalon bisa dengan mudah terbalik dan dengan mudah akan dimangsa predator. Biasanya batuan yang disukai abalon adalah batuan yang ditumbuhi makroalga, dengan jenis makroalga yang menjadi makanan abalon, seperti : Gracilaria spp., Hypnea sp., Gracilaria salicornia, Acanthophora sp.dan Calcareous / Coralline algae. Hal tersebut sesuai dengan yang dinyatakan oleh Fallu (1991) dan Setyono (2009) bahwa abalon menyukai jenis makroalga merah, coklat, dan dapat memakan beberapa jenis alga hijau. Abalon di perairan ini berasosiasi dengan ikan karang, bintang ular laut, udang, dan beberapa jenis gastropoda lain. Sekitar lokasi abalon ditemukan, akan sering dijumpai populasi bulu babi yang cukup melimpah, bulu babi termasuk

(55)

kepiting yang termasuk hewan karnivora ini dapat dengan mudah menyerang bagian tubuh lunak (kaki) abalon.

Perairan Kuta (Gambar 12d) memiliki tipe substrat berupa batu berpasir dan batu berkarang mati. Secara visual warna perairan di daerah ini jernih. Parameter fisika dan kimia di perairan ini disajikan pada Tabel 4. Perairan Kuta memiliki kandungan oksigen terlarut yang tinggi (Tabel 4). Abalon umumnya menyukai perairan dengan kandungan oksigen terlarut yang tinggi (Fallu 1991). Oleh karena itu, biasanya mereka ditemukan di daerah pecah gelombang, dimana kandungan oksigen terlarutnya tinggi. Abalon yang ditemukan di perairan ini adalah jenis H. asinina dan H.varia. Abalon ditemukan di daerah batuan

bermakroalga dengan jenis makroalga yang dijumpai, meliputi : Gracilaria sp.,

Hypnea sp., Calcareous algae, Acanthophora sp. Halimeda sp., dll. Pada Perairan Kuta, abalon berasosiasi dengan bintang ular laut, ikan, teripang, dan jenis

(56)

42

4.1.2 Perairan Sumbawa Barat bagian Barat (Jereweh dan Kertasari) dan Perairan Sumbawa Barat bagian Selatan (Tatar)

(a) (a)*

(b) (b)*

(c) (d)

(c)* dan (d)*

Gambar 13. (a) Jereweh, (b) Kertasari, (c) Tabiung, dan (d) Senutuk (Tatar) Sumber : Dokumentasi Pribadi

Sumber (*) : Sumber Citra Satelit Geoeye

(57)

Perairan Jereweh atau Jelenga terletak di Kabupaten Sumbawa barat, berdasarkan hasil pengamatan langsung di lapang, secara visual warna perairan di daerah tersebut jernih. Perairan Jereweh (Gambar 13a) memiliki ekosistem yang lengkap (dari darat ke laut) seperti, ekosistem mangrove, ekosistem padang lamun, dan ekosistem terumbu karang. Parameter perairan yang telah diukur, dapat dilihat pada Tabel 5. Jenis substrat dasar habitat abalon berupa batuan berpasir. Batuan yang ditemukan seperti halnya di perairan-perairan sebelumnya, pada umumnya ditempeli oleh makroalga yang merupakan pakan abalon.

Beberapa makroalga yang ditemukan, seperti : Halimeda sp., Gracilaria sp.,

Acanthophora sp. (Lampiran 2), dan alga biru muda. Jenis abalon yang ditemukan di perairan ini adalah H.varia dan H.asinina. Lafferty, et al. (2003) menyatakan bahwa abalon jenis Haliotis sorenseni (white abalone) ketika

melakukan kegiatan memakan alga, kebanyakan berasosiasi dengan bulu babi biru muda, kedua hewan tersebut memiliki kesamaan, yaitu berperan sebagai grazer untuk menangkap alga yang hanyut. Oleh karena itu, jika diamati secara insitu, pada lokasi penelitian keberadaan abalon akan selalu berdampingan dengan keberadaan bulu babi. Kedua biota ini berkompetisi untuk mendapatkan

makroalga. Abalon juga berasosiasi dengan ikan karang, bintang ular laut, kima dan beberapa jenis gastropoda. Bintang laut dan kepiting menjadi predator abalon di perairan ini (Lampiran 3).

(58)

44

lanjut, Perairan Kertasari (Gambar 13b) memiliki tipe substrat yang beragam, seperti lumpur, pasir berbatu, dan batuan. Namun, abalon secara spesifik lebih banyak ditemukan di substrat batuan dengan permukaan kasar (Fallu 1991). Berdasarkan data lapangan, Kertasari memiliki nilai parameter fisik dan kimia yang bervariasi, masing-masing parameter perairannya dapat diihat pada Tabel 5. Perairan Kertasari merupakan habitat abalon, hal ini dilihat dari substrat dan makroalga yang tersedia sebagai penunjang kehidupan abalon. Beberapa jenis makroalga ditemukan menempel pada substrat batuan dan sebagian ada yang hidup berasosiasi dengan lamun. Batuan yang ditumbuhi makroalga adalah tempat yang sangat cocok untuk dihuni abalon (Lafferty, et al. 2003), tidak jarang jenis batuan tersebut menjadi ciri khusus keberadaan abalon. Jenis makroalga yang ditemukan di perairan ini seperti, Turbinaria sp., Padina sp., Halimeda sp., Ulva

sp., calcareous alga, Euchema sp., Gracilaria sp., Acanthophora sp., dan lain-lain. Abalon tropis lebih suka memakan makroalga jenis Ulva, Gracilaria,

beberapa jenis alga biru muda, coklat, dan koralin alga (Setyono 2006, Fallu 1991). Haliotis asinina dan Haliotis varia merupakan jenis abalon yang

ditemukan di perairan ini. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, abalon jenis

H.asinina dan H.varia ditemukan pada jenis batuan yang berbeda, H.asinina

(59)

Tabel 5. Parameter Fisika, Kimia, dan Biologi Perairan Sumbawa

Parameter Fisika, Kimia, dan Biologi

Perairan

Lokasi Penelitian

Jereweh Kertasari Tatar

Suhu (ᴼC) 28 – 30 27 – 29,5 26 – 31

Tipe substrat abalon Batuan berpasir Batuan Batuan berpasir

Jenis makroalga yang

Berdasarkan wilayah teritorial, daerah Tatar termasuk kedalam Kecamatan Sekongkang, Kabupaten Sumbawa Barat. Survei mengenai sebaran abalon

dilakukan di beberapa pantai di Tatar seperti, pantai di dusun Tabiung (Gambar 13c) , Tanaman, dan Senutuk (Gambar 13d).Parameter perairan di daerah Tatar dapat dilihat pada Tabel 5. Secara visual, daerah-daerah pengamatan di atas pada umumnya memiliki tipe substrat yang serupa yaitu berupa batuan berpasir, jenis batuan yang ditemukan adalah batuan yang ditumbuhi oleh makroalga. Makroalga yang ditemukan seperti: Padina sp., Ulva sp., alga biru pucat, calcareous algae,

Gracilaria sp., Turbinaria sp., Acanthophora sp., Halimeda sp., Hypnea sp., alga coklat, alga biru muda, dan lain-lain. Abalon tropis memakan makroalga seperti

(60)

46

Perairan Tatar merupakan laut terbuka yang langsung mengarah ke samudera sehingga substrat batuan yang terbentuk berupa celah-celah dengan permukaan batuan yang tajam, cocok sebagai tempat menempel dan bersembunyi abalon jenis

H.varia. Selain itu, ukuran H.varia yang lebih kecil dibandingkan H.asinina

menyebabkan abalon jenis ini dapat bertahan hidup dari terjangan gelombang yang kuat, karena dapat bersembunyi di celah batuan yang sempit. Abalon di perairan ini berasosiasi dengan ikan, bintang ular laut, udang, teripang,

nudibranch, kima, teritip, chiton, dan jenis gastropoda lain. Hewan yang menjadi kompetitor abalon adalah bulu babi. Di perairan ini bulu babi ditemukan hampir di semua batuan tempat abalon hidup. Kepiting menjadi predator abalon di perairan ini (Lampiran 3).

Berdasarkan pengamatan dari semua lokasi penelitian, daerah penyebaran abalon yang baik berdasarkan parameter perairan yang telah diukur adalah Perairan Teluk Jor, parameter perairan di daerah ini jika ditinjau dengan literatur, berada pada kisaran nilai yang sangat disukai abalon. Daerah lain yang dapat dikatakan sesuai untuk habitat abalon adalah Perairan Jereweh dan Kertasari, perairan ini memiliki konsentrasi DO yang paling tinggi dibandingkan daerah pengamatan yang lain. Hal tersebut baik untuk abalon, karena semua jenis abalon menyukai perairan dengan kandungan DO yang tinggi. Selain itu, ketiga perairan di atas memiliki sumber pangan abalon berupa beberapa jenis makroalga, seperti

Gracilaria sp., Acanthophora sp., Ulva sp., dan calcareous algae. Daerah

(61)

4.1.3 Sebaran Konsentrasi Klorofil-a

Kandungan klorofil-a dapat digunakan sebagai ukuran banyaknya

fitoplankton pada suatu perairan tertentu (Arsjad et al. 2004). Sebaran konsentrasi klorofil-a digunakan untuk melihat kesuburan perairan di Lombok bagian Timur dan Sumbawa bagian Barat. Sebaran klorofil-a diperoleh dari hasil analisis citra satelit Aqua Modis pada bulan Maret dan April 2012. Pada bulan Maret dilakukan pengambilan data di daerah Lombok Timur (Kayangan dan Teluk Jor) dan daerah Sumbawa Barat (Kertasari dan Jelenga). Bulan Maret dan April termasuk kedalam Musim Peralihan (pancaroba), dimana iklim tidak menentu, hal ini terjadi saat pengambilan data di lapangan. Nontji (2008) menyatakan bahwa Perairan Indonesia secara umum sangat dipengaruhi oleh pergantian angin musim (monsoon), perubahan musim tersebut akan menentukan pola sebaran klorofil fitoplankton, baik secara spasial maupun temporal.

Peta sebaran klorofil-a pada bulan Maret di Perairan Lombok dan Sumbawa (Gambar 14) menunjukkan bahwa nilai rata-rata kosentrasi klorofil-a dalam satu bulan bervariasi, berkisar dari 0,06 mg/m3 sampai 1,941 mg/m3.

(62)

48

muara sungai karena banyak zat hara datang dari daratan dan dialirkan oleh sungai ke laut.

Daerah lain yang diamati adalah Perairan Kayangan yang menunjukkan nilai klorofil-a berkisar dari 0,1981 mg/m3 – 0,3120 mg/m3. Berdasarkan Arsjad et al.(2004) nilai kosentrasi klorofil-a di Perairan Kayangan termasuk kelas rendah. Jika diamati dari parameter pembatas fitoplankton seperti suhu, daerah Kayangan memiliki suhu yang cukup rendah, kondisi di lapangan saat itu hujan, yaitu berkisar 23 - 26ᴼC . Menurut Nontji (2008), suhu dapat mempengaruhi fitoplankton secara enzimatik (langsung) maupun struktur hidrologis (tak langsung). Pengaruh suhu berdasarkan struktur hidrologis, seperti ketika suhu turun akan sangat menentukan berat jenis air. Makin rendah suhu air maka

semakin tinggi berat jenisnya, hal ini akan mengakibatkan fitoplankton tidak dapat tumbuh, karena akan terbentuk lapisan pemisah sehingga penenggelaman

fitoplankton terhambat. Perairan dengan kosentrasi klorofil-a rendah juga dimiliki oleh Perairan Kertasari. Namun jika dilihat dari nilai suhu, daerah Kertasari memiliki kisaran suhu yang normal. Hal ini diduga karena unsur hara yang masuk dari daratan kurang. Perairan Jereweh/Jelenga memiliki nilai kosentrasi klorofil-a sebesar 0,1981mg/m3- 0,3120 mg/m3, berdasarkan Arsjad et al. (2004) nilai tersebut tergolong perairan yang nilai kesuburannya rendah (Arsjad et al. 2004). Meskipun terdapat aliran Sungai Cereweh di Jelenga, namun airnya surut,

(63)

Gambar 14. Sebaran Klorofil-a pada bulan Maret 2012

Peta sebaran klorofil-a pada bulan April berikut (Gambar 15)

(64)

50

sangat sedikit biota yang ditemukan di sana, keadaan tersebut diduga terjadi karena eksploitasi berlebih pada biota laut oleh masyarakat (Lampiran 5).

Gambar 15. Sebaran Klorofil-a pada bulan April 2012

Perairan Tatar memiliki kosentrasi klorofil-a sebesar 0,4444 mg/m3 – 0,5370 mg/m3. Perairan Tatar termasuk perairan yang subur karena memiliki nilai klorofil-a yang tinggi (Arsjad et al. 2004). Hal ini diduga disebabkan oleh adanya masukan unsur hara dari daratan melalui sungai, terbukti saat pengukuran

parameter-parameter di lapangan, terlihat aliran dari sungai Dusun Tabiung, Dusun Tanaman, dan Dusun Senutuk. Jika di lihat pada peta di atas, terdapat kurang lebih tiga sungai yang bermuara di Perairan Tatar. Perairan yang subur mengindikasikan keanekaragaman biota yang hidup di sana.

(65)

Kuta, Jereweh, dan Kertasari. Daerah Teluk Jor dan Gerupuk termasuk daerah dengan kesuburan perairan yang sedang.

4.1.4 Kondisi Arus secara Umum di Perairan Lombok dan Sumbawa

Arus yang paling mudah dilihat adalah arus di permukaan laut (Nontji 2005). Arus laut merupakan salah satu parameter yang berpengaruh terhadap kehidupan abalon, karena arus berperan dalam transportasi oksigen dan unsur hara di perairan. Abalon menyukai tipe perairan yang berarus (Fallu 1991). Daerah yang berombak dan berarus akan memberikan masukan oksigen kedalam perairan. Kecepatan arus secara umum di Perairan Selat Alas pada bulan Maret (Gambar 16a) sebesar 2 m/s sampai 2,5 m/s dengan arah arus menuju ke Timur. Biasanya pada musim pancaroba di lepas pantai utara Jawa arus masih mengalir ke Timur (Nontji 2005). Kecepatan arus tersebut tergolong tinggi, hal ini disebabkan oleh letak perairan berupa selat sempit, sehingga banyak massa air yang mengalir kesana yang kemudian bermuara ke wilayah yang lebih besar yaitu Samudera Hindia. Perairan sepanjang Selat Alas merupakan daerah yang berpotensi sebagai habitat abalon, karena memiliki kecepatan arus yang tinggi.

Pergerakan arus permukaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti angin dan pasang surut. Angin merupakan salah satu faktor penentu kecepatan arus di permukaan. Indonesia memiliki pola angin yang dipengaruhi oleh musim (angin monsoon). Angin yang bertiup cenderung mendorong bagian permukaan perairan sehingga arus searah dengan arah angin. Berdasarkan hasil pengolahan data angin pada bulan Maret 2012 dengan perangkat lunak (Gambar 16b),

(66)

52

kecepatan sebesar 0,5 m/s sampai 2,1 m/s dengan persentase sebesar 38,7%. Kecepatan angin tersebut tergolong lemah, karena kekuatan angin rata-rata di Indonesia berkisar dari 2,5 sampai 3,5 m/s (Nontji 2005). Pergerakan angin lainnya dari Timur menuju ke Barat, dengan persentase 21,5%, pergerakan angin yang tidak terlalu besar juga memberikan konstribusinya yaitu bergerak dari Timur Laut menuju ke Barat Daya, persentase 16,1%. Jika dilihat pergerakan angin pada WRPlot, tampak bahwa pergerakan angin terbagi dalam 3 arah yang berbeda, hal ini diduga karena bulan Maret merupakan waktu peralihan dari Musim Barat ke Musim Timur, sehingga arah pergerakan angin berubah-ubah.

Faktor lain yang mempengaruhi peristiwa terjadinya arus permukaan adalah pasang surut perairan. Pola pasut di Perairan Lombok – Sumbawa

berdasarkan hasil analisis dengan perangkat lunak dapat dilihat pada Gambar 16c. Pola pasut ditentukan berdasarkan data pasut harian selama 15 hari pada bulan Maret 2012. Berdasarkan konstanta pasut K1, O1, M2, dan S2 (Lampiran 6), diperoleh bilangan Formzhal sebesar 1,3235 sehingga tipe pasutnya adalah campuran dominan ganda (Lampiran 7). Menurut Notji (2005) jenis pasut harian dominan ganda, yaitu terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam 24 jam, hal ini terjadi di sebagian besar perairan Indonesia bagian timur.

(67)

a)

b)

c)

(68)

54

Kecepatan arus di analisis pada lokasi yang sama, namun pada waktu yang berbeda, yaitu pada bulan April. Nilai kecepatan arus secara umum di Perairan Selat Alas pada bulan April (Gambar 17a) sebesar 4 m/s sampai 5 m/s dengan arah arus menuju ke Selatan. Kecepatan arus tersebut tergolong tinggi. Pada musim pancaroba (April), arus sangat berubah-ubah dan sangat sulit ditentukan (Nontji 2005). Arus disebelah utara Nusa Tenggara Barat berbelok dengan tajam ke arah Selatan bergabung dengan arus yang keluar menuju Samudera Hindia. Selat-selat di antara pulau-pulau di Nusa Tenggara juga mempunyai arus yang hampir selalu menuju ke Samudera Hindia.

(69)

a)

b)

c)

(70)

56

Sumber pembangkit arus permukaan selanjutnya adalah peristiwa pasang surut. Pola pasut di Perairan Lombok – Sumbawa berdasarkan hasil analisis dengan perangkat lunak dapat dilihat pada Gambar 17c. Pola pasut ditentukan berdasarkan data pasut harian selama 15 hari pada bulan April 2012. Berdasarkan konstanta pasut K1, O1, M2, dan S2 (Lampiran 6), diperoleh bilangan Formzhal sebesar 1,8374 sehingga tipe pasut di perairan ini pada bulan April 2012 adalah campuran dominan tunggal (Lampiran 7).

Arus yang diamati pada bulan Maret dan April pada umumnya dipengaruhi oleh angin musim yaitu musim peralihan sehingga arah

pergerakannya bervariasi. Kecepatan arus yang tertinggi terjadi pada bulan April.

4.2 Analisis Keterkaitan antara Jumlah Abalon Tropis (Haliotis sp.) dengan Parameter Fisika dan Kimia Perairan

Data yang digunakan dalam metode Principal Component Analysis

(Analisis Komponen Utama) adalah parameter fisik-kimia perairan di stasiun Teluk Jor dan Kayangan, Lombok Timur. Hasil PCA (Gambar 18)

(71)

yang berbanding terbalik antar variabel. Nilai yang mendekati nol menjelaskan bahwa antar variabel tidak dapat berpengaruh nyata.

Pada gambar biplot (Gambar 18) variabel jumlah abalon di Teluk Jor dan Kayangan memiliki nilai keragaman yang kecil, hal ini digambarkan dengan vektor yang pendek (Mattjik dan Sumertajaya 2011). Keragaman yang kecil ini diduga disebabkan oleh penemuan jumlah abalon di lapangan tidak terlalu banyak. Berdasarkan matriks korelasi (Lampiran 8a), jumlah abalon memiliki hubungan positif dengan parameter suhu, pH, DO, kecerahan, dan kedalaman. Masing-masing nilai korelasinya yaitu, 0,265; 0,454; 0,086; 0,235; dan 0,194. Hal ini menunjukkan bahwa pada Perairan Teluk Jor dan Kayangan parameter suhu, DO, kecerahan, dan kedalaman tidak terlalu berpengaruh terhadap keberadaan abalon karena nilai korelasinya sangat kecil. Variabel pH berkorelasi sedang dengan jumlah abalon, sehingga kenaikan kosentrasi pH di perairan juga akan meningkatkan jumlah abalon, begitu sebaliknya. Menurut Effendi (2003), sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH, karena nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan.

Korelasi negatif terjadi pada variabel jumlah abalon dengan parameter salinitas. Namun korelasi negatif tersebut nilainya rendah, sebesar -0,073

Gambar

Gambar 5. Lokasi penelitian distribusi spasial Abalon tropis
Gambar 6. Diagram alir pengolahan data spasial dengan metode IDW
Gambar 7. Diagram alir pengolahan data arus permukaan
Tabel 3. Matriks Kesesuaian Daerah Potensi Abalon
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sikap penderita TB paru dalam mencegah penularan kontak serumah di Puskesmas Airtiris Kecamatan Kampar Kabupaten Kampar Provinsi Riau, menunjukkan sebagian besar

DI Jawa Barat, pembunuhan massal juga terjadi, tetapi dalam skala yang jauh lebih kecil karena militer di Jawa Barat cukup patuh pada perintah Presiden Soekarno

Pengaruh berat katalis terhadap persen degradasi MGO secara ozonolisis dapat dilihat pada Gambar 5. Dialirkannya gas ozon ke dalam larutan MGO mengakibatkan

Kamus data adalah suatu daftar data elemen yang terorganisir dengan. definisi yang tetap dan sesuai dengan sistem, sehingga user dan analis

Unit kompetensi ini harus diujikan secara konsisten pada seluruh elemen kompetensi dan dilaksanakan pada situasi pekerjaan yang sebenarnya di tempat kerja atau di

Responden di Kecamatan Tanjungsari lebih banyak menggunakan tenaga kerja dalam keluarga yakni sebanyak 95,7 persen jumlah dari HKP (Hari Kerja Pria) yang digunakan

Hasil Penelitian pada pendidikan dan penyuluhan POKJA: setiap tahun dilakukan pelatihan POKJA dan setiap bulan di lakukan pertemuan POKJA rutin yang didalamnya

Berdasarkan penjelasan teori diatas, maka dapat dijelaskan bahwa hasil penelitian tentang pengaruh penyebarluasan informasi melalui penggunaan media komunikasi baik melalui