• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Keterkaitan Sektor Industri Pengolahan dengan Sektor

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Keterkaitan Sektor Industri Pengolahan dengan Sektor

Konsep keterkaitan ke belakang dan keterkaitan ke depan digunakan dalam mengidentifikasi keterkaitan produk antar sektor industri pengolahan dan sektor pertanian. Keterkaitan ke belakang sektor industri pengolahan dengan sektor pertanian menunjukkan keterkaitan sektor industri pengolahan dalam pembelian input dari sektor pertanian terhadap total pembelian input yang digunakan untuk proses produksi. Keterkaitan ke depan sektor industri pengolahan dengan sektor pertanian menunjukkan keterkaitan sektor dalam penjualan output ke sektor pertanian terhadap total penjualan output yang dihasilkan.

Tinggi atau rendahnya keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor pertanian dapat dinilai dari koefisien keterkaitan antar kedua sektor tersebut. Keterkaitan total ke belakang sektor industri pengolahan dengan sektor pertanian

dinilai dari koefisien keterkaitan total ke belakang sektor dengan sektor pertanian. Sedangkan keterkaitan total ke depan sektor industri pengolahan dengan sektor pertanian dinilai dari koefisien keterkaitan total ke depan sektor industri pengolahan dengan sektor pertanian. Nilai-nilai koefisien keterkaitan total ke belakang dan keterkaitan total ke depan sektor industri pengolahan dengan sektor pertanian dari 14 provinsi dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Koefisien Keterkaitan Total Sektor Industri Pengolahan dengan Sektor Pertanian

Keterkaitan Total Sektor Industri Pengolahan dengan Sektor Pertanian PROVINSI Ke Belakang Ke Depan Banten 0,115978523 0,011370851 Jawa Barat 0,123811291 0,036567704 JawaTengah 0,211016096 0,054102833 JawaTimur 0,232793658 0,035555932 Kalimantan Barat 0,293712426 0,021642109 Kalimantan Selatan 0,571206779 0,058022265 Lampung 0,713211435 0,062273570 Maluku Utara 0,356562522 0,005365281 NTT 0,324500828 0,042572581 Sulawesi Selatan 0,589010999 0,146684756 Sumatera Barat 0,376623220 0,029653340 Sumatera Utara 0,472437032 0,084026793 Gorontalo 0,272067353 0,076952654 DI Yogyakarta 0,402137339 0,040464621 Rata-rata 0,361076393 0,050375378

Sumber : Hasil Olah I-O Provinsi tahun 2000, 2008

Rata-rata keterkaitan total ke depan dan rata-rata keterkaitan total ke belakang dari 14 provinsi dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.1. Dalam penelitian ini, keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor pertanian pada suatu

provinsi dikatakan tinggi apabila nilainya melebihi nilai rata-rata. Berdasarkan nilai rata-rata tersebut, provinsi yang memiliki keterkaitan total ke belakang yang tinggi adalah Lampung, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, Sumatera Utara, DIY dan Sumatera Barat. Sedangkan Maluku Utara, NTT, Kalimantan Barat, Gorontalo, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Banten memiliki keterkaitan total ke belakang yang rendah. Provinsi yang memiliki keterkaitan total ke depan yang tinggi adalah Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Gorontalo, Lampung, Kalimantan Selatan dan Jawa Tengah. Sedangkan delapan provinsi lainnya memiliki keterkaitan total ke depan yang rendah, yaitu : NTT, DIY, Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Barat, Kalimantan Barat, Banten dan Maluku Utara.

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa beberapa provinsi dalam observasi penelitian memiliki keterkaitan yang tinggi antar sektor industri pengolahan dengan sektor pertanian, baik keterkaitan total ke depan maupun keterkaitan total ke belakang. Diantara 14 provinsi dalam penelitian ada provinsi yang hanya salah satu keterkaitannya saja yang tinggi sedangkan yang lainnya rendah. Ada juga yang memiliki keterkaitan total ke depan dan keterkaitan total ke belakang yang rendah antar sektor industri pengolahan dengan sektor pertanian. Dengan demikian provinsi dalam penelitian dapat diposisikan dalam empat kuadran yang menunjukkan keterkaitan yang dimiliki sektor industri pengolahan dengan sektor pertanian di provinsi tersebut.

Kuadran I merupakan kuadran dimana provinsi memiliki keterkaitan total ke depan dan keterkaitan total ke belakang yang tinggi antar sektor industri pengolahan dan sektor pertanian. Provinsi yang terletak pada kuadran II memiliki

keterkaitan total ke belakang yang tinggi tetapi keterkaitan total ke depannya rendah. Di kuadran III, semua provinsi memiliki keterkaitan total ke depan dan keterkaitan total ke belakang yang rendah antar sektor industri pengolahan dan sektor pertanian. Kuadran IV memperlihatkan bahwa setiap provinsi dalam kuadran ini memiliki keterkaitan total ke depan yang tinggi namun keterkaitan total ke belakangnya rendah. Posisi 14 provinsi dalam masing-masing kuadran dapat dilihat pada Gambar 4.1.

keterkaitan total ke belakang

RKTD III II RKTB I IV

keterkaitan total ke depan

Keterangan : RKTB = garis rata-rata keterkaitan total ke belakang RKTD = garis rata-rata keterkaitan total ke depan

Gambar 4.1 Kuadran Keterkaitan Sektor Industri Pengolahan dengan Sektor Pertanian

Setiap sektor dalam perekonomian memberikan kontribusi yang berbeda terhadap PDRB. Sektor pertanian, sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel, restoran merupakan sektor-sektor yang dominan dalam perekonomian daerah. Rata-rata kontribusi ketiga sektor tersebut terhadap PDRB 14 provinsi pada tahun 1997 hingga 2003 dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Rata-rata Kontribusi Sektor Pertanian, Sektor Industri Pengolahan dan Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran terhadap PDRB Provinsi Tahun 1997-2003 (dalam %)

Rata-Rata Kontribusi Sektor Tahun 1997-2003 PROVINSI

Pertanian Industri Perdagangan

Banten* 9,32 52,27 17,48 Jawa Barat 14,34 39,71 18,48 Jawa Tengah 22,38 31,02 21,80 Jawa Timur 19,14 29,25 24,25 Kalimantan Barat 26,61 22,03 20,94 Kalimantan Selatan 24,89 18,23 14,72 Lampung 37,82 13,93 15,80 Maluku Utara* 36,38 15,46 22,75 NTT 43,36 1,75 15,45 Sulawesi Selatan 38,82 12,67 14,29 Sumatera Barat 22,75 13,70 18,32 Sumatera Utara 27,64 26,81 19,89 Gorontalo* 39,17 9,45 13,81 DIY 18,57 15,37 18,74

Keterangan : *rata-rata kontribusi sektor hanya dihitung dari tahun 2000-2003 Sumber : diolah dari BPS, 1996-2004

Dalam penelitian ini sektor ekonomi dapat dinyatakan sebagai sektor yang dominan apabila sektor itu mampu memberikan kontribusi terbesar terhadap PDRB selama periode tertentu. Berdasarkan rata-rata kontribusi sektor pada tahun 1997 hingga 2003 (Tabel 4.2), 14 provinsi dalam penelitian ini dapat dibagi

menjadi tiga kategori menurut sektor yang dominan dalam provinsi tersebut. Kategori satu adalah provinsi yang dominan dalam sektor pertanian, yaitu provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Lampung, Maluku Utara, NTT, Sulawesi Selatan, Sumatera Barat, Sumatera Utara dan Gorontalo. Kategori dua terdiri dari provinsi yang sektor industrinya dominan, yaitu Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sedangkan DIY adalah satu-satunya provinsi dalam penelitian yang masuk dalam kategori tiga, yaitu provinsi dengan sektor perdagangan, hotel, restoran sebagai sektor dominan dalam perekonomian daerah.

Provinsi dalam kategori satu yang memiliki keterkaitan total ke belakang yang tinggi adalah provinsi Lampung, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, Sumatera Utara dan Sumatera Barat. Lampung merupakan provinsi yang memiliki keterkaitan total ke belakang tertinggi. Jumlah input antara yang digunakan sektor industri pengolahan sebesar Rp 11.159.188 juta, dimana 72,96 persennya berasal dari sektor pertanian (Lampiran 14). Sebanyak 67,62 persen output sektor pertanian digunakan oleh sektor industri pengolahan dan 32,38 persen lainnya digunakan untuk input sektor lain dan untuk permintaan akhir (Lampiran 14). Sedangkan di provinsi lain dalam kategori satu, yang juga memiliki keterkaitan total ke belakang yang tinggi, persentase pembelian input antara dari sektor pertanian terhadap total pembelian input sektor industri pengolahan berkisar antara 41,32 persen hingga 62,46 persen (Lampiran 20, 12, 24, 22).

Dalam kategori satu, provinsi Maluku Utara, NTT, Kalimantan Barat dan Gorontalo merupakan provinsi dengan keterkaitan ke belakang yang rendah. Provinsi yang memiliki keterkaitan ke belakang terendah yaitu Gorontalo (Tabel

4.1). Dari total pembelian input antara oleh sektor industri pengolahan di provinsi Gorontalo, hanya 26,37 persen yang berasal dari sektor pertanian (Lampiran 26). Di provinsi lain dalam kategori satu, yang keterkaitan total ke belakangnya rendah, persentase pembelian input antara dari sektor pertanian oleh sektor industri pengolahan berkisar antara 40,30 persen hingga 50,11 persen (Lampiran 16, 18, 10).

Provinsi Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Gorontalo, Lampung dan Kalimantan Selatan merupakan provinsi dalam kategori satu yang memiliki keterkaitan total ke depan yang tinggi. Keterkaitan total ke depan tertinggi dimiliki Sulawesi Selatan. Penjualan output sektor industri pengolahan ke sektor pertanian di provinsi ini adalah sebesar 10,77 persen dari total output yang dihasilkanindustri pengolahan (Lampiran 20). Persentase penjualan output sektor industri pengolahan ke sektor pertanian di provinsi lain dalam kategori satu yang memiliki keterkaitan total ke depan yang tinggi berkisar antara 5,42 persen hingga 10,77 persen (Lampiran 24, 26, 14, 12).

Provinsi Maluku Utara, NTT, Sumatera Barat dan Kalimantan Barat memiliki keterkaitan total ke depan yang tergolong rendah. Keterkaitan total ke depan terendah terjadi di Maluku Utara. Persentase penjualan output sektor industri pengolahan terhadap total output yang dihasilkan di provinsi ini hanya sebesar 0,44 persen (Lampiran 16). Dengan persentase demikian kecil, Maluku Utara juga menjadi provinsi dengan keterkaitan total ke depan terendah dari 14 provinsi yang menjadi observasi dalam penelitian. Persentase penjualan output sektor industri pengolahan ke sektor pertanian di provinsi lain dalam kategori satu yang memiliki

keterkaitan total ke depan yang rendah berkisar antara 1,91 persen hingga 3,01 persen (Lampiran 18, 22, 10).

Terdapat empat provinsi dalam kategori satu yang terletak pada kuadran I yaitu provinsi yang memiliki keterkaitan total ke belakang dan keterkaitan total ke depan yang tinggi. Provinsi tersebut adalah Lampung, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan dan Sumatera Utara. Sektor industri pengolahan yang paling banyak menjual outputnya pada sektor pertanian di provinsi-provinsi itu adalah industri kimia, pupuk dan pestisida. Sektor pertanian yang paling banyak membeli output dari industri kimia, pupuk, dan pestisida adalah subsektor pertanian tanaman dan bahan makanan. Keterkaitan total ke depan dan ke belakang yang terjadi di Lampung, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan dan Sumatera Utara menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan mampu mendukung sektor pertanian melalui output yang dihasilkannya. Sebaliknya, sektor pertanian juga dapat memberikan dukungan terhadap sektor industri pengolahan dengan menyediakan input antara yang cukup untuk proses produksi sektor industri pengolahan.

Subsektor pertanian tanaman dan bahan makanan merupakan subsektor pertanian yang outputnya paling besar di Lampung, Sulawesi Selatan dan Kalimantan Selatan. Subsektor tersebut sekaligus juga subsektor yang paling banyak membeli output industri pupuk, kimia, dan pestisida. Hanya Sumatera Utara yang pertaniannya didominasi oleh subsektor perkebunan. Subsektor ini tidak membeli output industri pupuk, kimia dan pestisida sebanyak subsektor pertanian tanaman dan bahan makanan, tetapi pembelian inputnya terhadap output tersebut mampu

membantu menghasilkan output yang terbesar di sektor pertanian. Besarnya output dari subsektor pertanian tanaman dan bahan makanan di Lampung, Sulawesi Selatan dan Kalimantan Selatan serta dominasi subsektor perkebunan di Sumatera Utara membuat industri pengolahan makanan dan minuman juga industri karet dan barang dari karet di provinsi tersebut menjadi industri yang dominan.

Sebaliknya dengan empat provinsi yang keterkaitan total ke depan dan ke belakangnya tinggi, provinsi Maluku Utara, NTT dan Kalimantan Barat memiliki keterkaitan total ke depan dan ke belakang yang rendah. Pada Gambar 4.1 terlihat bahwa provinsi Maluku Utara, NTT dan Kalimantan Barat terletak pada kuadran III. Subsektor yang dominan di tiga provinsi tersebut merupakan subsektor pertanian tanaman dan bahan makanan. Tetapi output yang dihasilkannya tidak cukup besar untuk dapat digunakan sebagai input yang memadai bagi proses produksi sektor industri pengolahan. Sektor industri pengolahan yang ada di provinsi tersebut tidak menghasilkan output yang dapat mendukung pertumbuhan output pertanian.

Permintaan output pertanian di provinsi Maluku Utara, NTT dan Kalimantan Barat justru lebih banyak berasal dari permintaan akhir. Persentase permintaan akhir untuk output pertanian terhadap total output yang dihasilkan sektor pertanian di NTT, Maluku Utara dan Kalimantan Barat masing-masing sebesar 88,02 persen, 59,97 persen, dan 48 persen. Permintaan tersebut lebih besar dari permintaan terhadap output sektor pertanian yang digunakan sebagai input antara oleh sektor industri pengolahan.

Dalam kategori dua, tidak ada satupun provinsi yang memiliki keterkaitan total ke belakang yang tinggi. Provinsi dengan keterkaitan total ke belakang terendah adalah provinsi Banten. Sektor industri pengolahan di Banten tidak banyak menggunakan input antara dari sektor pertanian. Persentase pembelian input antara dari sektor pertanian terhadap total input yang digunakan sektor industri pengolahan adalah sebesar 7,72 persen (Lampiran 2). Sedangkan sektor industri pengolahan di provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur memiliki persentase pembelian input antara dari sektor pertanian terhadap total pembelian input masing-masing sebesar 17,35 persen, 27, 86 persen, dan 24,30 persen (Lampiran 4, 6, 8).

Industri pengolahan pada provinsi dalam kategori dua lebih banyak membeli input antara yang berasal dari dalam sektor industri itu sendiri. Provinsi dalam kategori dua yang industri pengolahannya paling banyak membeli input antara dari sektor industri pengolahan adalah Banten, sedangkan yang pembeliannya paling sedikit adalah Jawa Tengah. Persentase pembelian input antara dari sektor pertanian terhadap total pembelian input sektor industri pengolahan yang dimiliki provinsi tersebut masing-masing sebesar 62,11 persen (Lampiran 2) dan 42,17 persen (Lampiran 6).

Jawa Tengah merupakan satu-satunya provinsi dalam kategori dua yang memiliki keterkaitan total ke depan yang tinggi antar sektor industri pengolahan dengan sektor pertanian. Persentase penjualan output industri ke sektor pertanian terhadap total penjualan output yang dihasilkan sektor industri pengolahan di provinsi ini adalah sebesar 3,41 persen (Lampiran 6). Sedangkan di tiga provinsi

lainnya, yaitu Banten, Jawa Timur dan Jawa Barat, persentase tersebut masing- masing adalah sebesar 0,66 persen hingga 2,85 persen (Lampiran 2, 8, 4). Kecilnya persentase tersebut mencerminkan keterkaitan total ke depan yang rendah di Banten, Jawa Timur dan Jawa Barat.

Terdapat tiga provinsi dalam kategori dua yang memiliki keterkaitan total ke depan dan keterkaitan total ke belakang yang rendah. Ketiga provinsi tersebut yaitu Banten, Jawa Barat dan Jawa Timur. Subsektor pertanian yang dominan di semua provinsi dalam kategori dua adalah subsektor pertanian tanaman dan bahan makanan. Tetapi pembelian ouput dari subsektor ini untuk digunakan sebagai input antara sektor industri pengolahan relatif kecil dibandingkan pembelian input dari subsektor pertanian lain maupun dari sektor industri pengolahan itu sendiri.

Industri yang dominan di Banten adalah industri kimia, bahan-bahan dari bahan kimia, karet dan pelastik. Industri tersebut tidak banyak mendukung sektor pertanian. Akibatnya, sektor pertanian hanya mampu menghasilkan output yang jumlahnya tidak cukup untuk mendukung proses produksi sektor industri. Industri pengolahan makanan dan minuman di Banten hanya memberikan kontribusi sebesar 3,08 persen dari total output industri pengolahan di provinsi ini. Padahal permintaan antara terbesar untuk subsektor pertanian tanaman dan bahan makanan justru berasal dari industri pengolahan makanan dan minuman. Di Jawa Barat industri yang dominan adalah industri tekstil, pakaian jadi, kulit dan alas kaki (Tabel I-O Jawa Barat 2000, BPS Provinsi Jawa Barat). Sedangkan di Jawa Timur, industri rokok merupakan industri yang dominan (Tabel I-O Jawa Timur 2000, BPS Provinsi Jawa Timur). Industri dominan yang terdapat di Jawa Barat

dan Jawa Timur tidak memberikan output yang dapat mendukung sektor pertanian, khususnya subsektor pertanian tanaman dan bahan makanan. Subsektor pertanian tanaman dan bahan makanan sebagai subsektor yang dominan juga tidak menyediakan output yang cukup dan sesuai bagi industri yang dominan di Jawa Barat dan Jawa Timur.

Dalam penelitian ini, hanya ada satu provinsi yang masuk dalam kategori tiga yaitu provinsi DIY. DIY juga satu-satunya provinsi yang berada pada kuadran II seperti yang terlihat pada Gambar 4.1. Provinsi ini memiliki keterkaitan total ke belakang yang tinggi dan keterkaitan total ke depan yang rendah antar sektor industri pengolahan dan sektor pertanian. Sektor industri pengolahan di DIY memiliki persentase pembelian input antara dari sektor pertanian terhadap total pembelian input antara sebesar 46,31 persen. Persentase tersebut lebih besar dibandingkan persentase pembelian input antara yang berasal dari sektor industri pengolahan lainnya yaitu sebesar 33,63 persen. Industri pengolahan yang paling banyak membeli input antara dari sektor pertanian adalah industri pengolahan makanan (Analisis IO DIY tahun 2000, BPS Provinsi DIY). Subsektor pertanian di DIY yang memiliki output terbesar adalah subsektor pertanian tanaman dan bahan makanan. Subsektor inilah yang menyediakan input terbesar bagi industri pengolahan makanan di DIY.

4.2 Analisis Keterkaitan Sektor Industri Pengolahan dengan Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran dalam Perekonomian Daerah

Seperti analisis yang telah dilakukan sebelumnya tentang keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor pertanian, dalam penelitian ini keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor perdagangan, hotel, restoran juga menggunakan konsep keterkaitan ke belakang dan keterkaitan ke depan dalam mengidentifikasi keterkaitan produk. Keterkaitan ke belakang sektor industri pengolahan dengan sektor perdagangan, hotel, restoran menunjukkan keterkaitan sektor industri pengolahan dalam pembelian input dari sektor perdagangan, hotel, restoran terhadap total pembelian input yang digunakan untuk proses produksi. Keterkaitan ke depan sektor industri pengolahan dengan sektor perdagangan, hotel, restoran menunjukkan keterkaitan sektor industri pengolahan dalam penjualan output ke sektor perdagangan, hotel, restoran terhadap total penjualan output yang dihasilkan.

Keterkaitan total ke belakang sektor industri pengolahan dengan sektor perdagangan, hotel, restoran dilihat dari koefisien keterkaitan total ke belakang sektor industri pengolahan dengan sektor perdagangan, hotel, restoran. Sedangkan keterkaitan total ke depan sektor industri pengolahan dengan sektor perdagangan, hotel, restoran dilihat dari koefisien keterkaitan total ke depan sektor industri pengolahan dengan sektor perdagangan, hotel, restoran. Nilai-nilai koefisien keterkaitan total ke belakang dan keterkaitan total ke depan sektor industri pengolahan dengan sektor perdagangan, hotel, restoran dari 14 provinsi dapat dilihat pada Tabel 4.3

Tabel 4.3 Koefisien Keterkaitan Total Sektor Industri Pengolahan dengan Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran

Sumber : Hasil Olah I-O Provinsi tahun 2000, 2008

Keterkaitan Total Sektor Industri Pengolahan dengan Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran

PROVINSI Ke Belakang Ke Depan Banten 0,146958946 0,025424532 Jawa Barat 0,066040212 0,036106690 Jawa Tengah 0,069914479 0,067596037 Jawa Timur 0,100226572 0,095467501 Kalimantan Barat 0,143640492 0,028315098 Kalimantan Selatan 0,097486778 0,054374821 Lampung 0,104915205 0,031641850 Maluku Utara 0,212917791 0,008099208 NTT 0,076526708 0,175409228 Sulawesi Selatan 0,102810893 0,087845672 Sumatera Barat 0,115747453 0,023051968 Sumatera Utara 0,133973307 0,034798236 Gorontalo 0,099242874 0,018062813 DI Yogyakarta 0,098342153 0,195996756 Rata-rata 0,112053133 0,063013601

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa nilai rata-rata keterkaitan total ke belakang sektor industri pengolahan dengan sektor perdagangan, hotel, restoran dari 14 provinsi sebesar 0,112053133. Dalam penelitian ini, keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor perdagangan, hotel, restoran dikatakan tinggi apabila koefisisen keterkaitannya lebih besar dari nilai rata-rata keterkaitan. Dengan demikian provinsi yang keterkaitan total ke belakangnya tinggi adalah Maluku Utara, Banten, Kalimantan Barat, Sumatera Utara dan Sumatera Barat. Provinsi yang keterkaitan total ke belakangnya rendah adalah Lampung, Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Gorontalo, DIY, Kalimantan Selatan, NTT, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Dari 14 provinsi, lima diantaranya memiliki keterkaitan total ke depan

yang tinggi yaitu DIY, NTT, Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan Jawa Tengah. Sedangkan Kalimantan Selatan, Jawa Barat, Sumatera Utara, Lampung, Kalimantan Barat, Banten, Sumatera Barat, Gorontalo dan Maluku Utara adalah provinsi-provinsi dengan keterkaitan total ke depan yang rendah.

Nilai rata-rata keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor perdagangan, hotel, restoran yang terdapat pada Tabel 4.3 dapat membagi 14 provinsi ke dalam empat kuadran. Posisi masing-masing provinsi dalam suatu kuadran menunjukkan keterkaitan yang dimiliki provinsi tersebut. Kuadran I merupakan kuadran dimana provinsi yang berada di dalamnya memiliki keterkaitan total ke depan dan keterkaitan total ke belakang yang tinggi antar sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel, restoran. Kuadran II merupakan kuadran dimana provinsi yang berada di dalamnya memiliki keterkaitan total ke belakang yang tinggi tetapi keterkaitan total ke depannya rendah. Pada kuadran III, setiap provinsi memiliki keterkaitan yang rendah antar sektor industri pengolahan dengan sektor perdagangan, hotel, restoran, baik itu keterkaitan total ke depan maupun ke belakang. Terakhir yaitu kuadran IV, merupakan kuadran dimana provinsi yang berada di dalamnya memiliki keterkaitan total ke depan yang tinggi namun keterkaitan total ke belakangnya rendah. Posisi masing- masing provinsi dalam setiap kuadran dapat dilihat pada Gambar 4.2.

keterkaitan total ke belakang

Keterkaitan total ke depan II

RKTB RKTD

I

III IV

keterkaitan total ke depan

Keterangan : RKTB = garis rata-rata keterkaitan total ke belakang RKTD = garis rata-rata keterkaitan total ke depan

Gambar 4.2 Kuadran Keterkaitan Sektor Industri Pengolahan dengan Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran

Dengan membagi 14 provinsi menjadi tiga kategori berdasarkan sektor yang dominan dalam perekonomian (Tabel 4.2), analisis keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor perdagangan, hotel, restoran dalam penelitian dapat dilakukan menurut kategori masing-masing. Kategori satu adalah provinsi yang dominan dalam sektor pertanian, yaitu provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Lampung, Maluku Utara, NTT, Sulawesi Selatan, Sumatera Barat, Sumatera Utara dan Gorontalo. Kategori dua terdiri dari provinsi yang sektor industrinya dominan, yaitu Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sedangkan DIY adalah satu-satunya provinsi dalam penelitian yang masuk dalam kategori tiga, yaitu provinsi dengan sektor perdagangan, hotel, restoran sebagai sektor dominan dalam perekonomian daerah.

Provinsi dalam kategori satu dengan keterkaitan total ke belakang yang tinggi antar sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel, restoran adalah provinsi Maluku Utara, Kalimantan Barat, Sumatera Utara dan Sumatera Barat. Dalam kategori satu, provinsi yang memiliki keterkaitan total ke belakang tertinggi antar sektor industri pengolahan dengan sektor perdagangan, hotel, restoran adalah Maluku Utara. Sektor industri pengolahan di Maluku Utara menggunakan input antara yang dibeli dari sektor perdagangan, hotel, restoran sebesar 31,70 persen dari total input antara yang digunakan (Lampiran 16). Persentase pembelian input tersebut di provinsi lain dalam kategori satu yang memiliki keterkaitan total ke belakang yang tinggi antar sektor industri

pengolahan dan sektor perdagangan, hotel, restoran berkisar antara 10,06 persen hingga 18,76 persen (Lampiran 10, 24, 22).

Provinsi dalam kategori satu yang memiliki keterkaitan total ke belakang yang

Dokumen terkait