• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Keterkaitan antar Sektor terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Keterkaitan antar Sektor terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah"

Copied!
147
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KETERKAITAN ANTAR SEKTOR TERHADAP

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

OLEH

DYAH HAPSARI AMALINA S.

H 14104053

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(2)

RINGKASAN

DYAH HAPSARI AMALINA SHOLIHAH. Pengaruh Keterkaitan antar Sektor terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah (dibimbing oleh ALLA ASMARA).

Indonesia memiliki kepentingan untuk terus meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi kesempatan kerja dapat lebih banyak disediakan sehingga kesejahteraan masyarakat dapat lebih meningkat. Pertumbuhan ekonomi ditunjukkan oleh peningkatan produk domestik bruto (PDB). Dalam perekonomian nasional maupun daerah, sektor pertanian, sektor industri dan sektor perdagangan, hotel, restoran merupakan sektor yang kontribusinya paling besar terhadap PDB dan produk domestik regional bruto (PDRB). Pada tahun 2005, sektor pertanian menyumbang PDB sebesar 13,07 persen, sedangkan sektor industri pengolahan serta sektor perdagangan, hotel, dan restoran masing-masing memberikan kontribusi 27,71 persen dan 15,45 persen (BPS, 2007).

Dalam perjalanannya, transformasi struktural perekonomian yang terjadi di Indonesia tidak berimbang. Kontribusi sektor pertanian dalam PDB tahun 1967 adalah sebesar 67 persen, dan menurun menjadi hanya 17,2 persen di tahun 1995 (BPS, 1996). Sedangkan dalam periode yang sama, sektor industri meningkatkan kontribusinya dari 5 persen menjadi 24,3 persen. Kontribusi sektor pertanian yang semakin kecil tidak diikuti dengan menurunnya pangsa tenaga kerja di sektor ini. Pada tahun 2006 penyerapan tenaga kerja sektor pertanian masih sebesar 44,5 persen dari total tenaga kerja nasional (Bapenas, 2006). Ketidakseimbangan transformasi struktural perekonomian ini dengan demikian menghambat peningkatan produktivitas sektor pertanian dan pada gilirannya menjadi kendala pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan mengingat pertumbuhan ekonomi dihasilkan oleh kontribusi output seluruh sektor dalam perekonomian. Oleh karena itu, kemakmuran yang ingin dicapai melalui pertumbuhan ekonomi akan semakin tinggi jika seluruh sektor secara bersama-sama meningkatkan kontribusinya terhadap pertumbuhan. Hal ini berarti masing-masing sektor seharusnya tidak terlepas satu sama lain untuk membangun perekonomian daerah.

(3)

Least Square (OLS). Software yang digunakan untuk analisis pengaruh tersebut adalah Eviews 4.1.

Penelitian yang dilakukan mengenai keterkaitan antar sektor sejauh ini lebih banyak membahas mengenai keterkaitan yang terjadi antar industri dalam satu sektor. Belum banyak studi yang dilakukan untuk mengetahui bagaimana keterkaitan yang terjadi lintas sektor misalnya keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor pertanian atau keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor perdagangan, hotel, restoran. Untuk itu, keterkaitan yang terjadi antar sektor perlu dipelajari lebih jauh terutama mengenai pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa provinsi yang memiliki keterkaitan total ke belakang dan keterkaitan total ke depan yang tinggi antar sektor industri pengolahan dan sektor pertanian adalah Lampung, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan dan Sumatera Utara. Sedangkan provinsi yang keterkaitan total ke belakang dan keterkaitan total ke depannya rendah yaitu Maluku Utara, NTT, Kalimantan Barat, Jawa Barat, Jawa Timur dan Banten. Hasil analisis keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor perdagangan, hotel, restoran menunjukkan bahwa tidak ada provinsi dalam penelitian yang memiliki keterkaitan total ke belakang dan keterkaitan total ke depan yang tinggi. Provinsi yang memiliki keterkaitan total ke belakang dan keterkaitan total ke depan yang rendah antar sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel, restoran adalah Lampung, Gorontalo, Kalimantan Selatan dan Jawa Barat. Keterkaitan total ke belakang sektor industri pengolahan dengan sektor pertanian berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Sementara keterkaitan total ke depan sektor industri pengolahan dengan sektor perdagangan, hotel, restoran berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.

(4)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,

Nama Mahasiswa : Dyah Hapsari Amalina Sholihah Nomor Registrasi Pokok : H 14104053

Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Pengaruh Keterkaitan antar Sektor terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Alla Asmara, S.Pt. M.Si. NIP. 132 159 707

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi

Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS NIP. 131 846 872

(5)

PERNYATAAN

DENGAN INI MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN

Bogor, September 2008

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Trenggalek, Jawa Timur, pada 14 Agustus 1986 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Kuswanto Sumo Atmojo dan Dyah Mumpuni Ciptaningtyas. Penulis menempuh pendidikan dasar di SD Negeri Cimanggu Kecil (1992-1998), pendidikan menengah pertama di SLTP Negeri 5 Bogor (1998-2001) dan pendidikan menengah atas di SMU Negeri 7 Bogor (2001-2004).

(7)

KATA PENGANTAR

Pertumbuhan ekonomi daerah dan keterkaitan antar sektor merupakan topik yang sangat menarik sehingga begitu banyak teori dan analisis ekonomi yang dilakukan dalam membahas masalah yang terjadi pada dua hal tersebut. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai topik ini dengan judul skripsi yaitu “Pengaruh Keterkaitan antar Sektor terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah”. Selain itu, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan. Lebih dari segalanya, penulis ucapkan syukur atas kuasa Illahi Robbi untuk semua kemudahan dan karunia yang telah diberikan dalam hidup penulis. Dengan segenap ketulusan hati, izinkanlah penulis menyampaikan penghargaan dan rasa terimakasih yang begitu besar kepada :

1. Alla Asmara S.Pt. M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing dan memberikan banyak pelajaran bagi penulis dalam penyusunan skripsi ini.

2. Muhamad Firdaus, PhD dan Jaenal Effendi, MA selaku dosen penguji utama dan dosen penguji dari komisi pendidikan yang telah banyak memberikan saran dan kritik demi kesempurnaan skripsi ini.

3. Ir. Kuswanto Sumo Atmojo MS dan Dyah Mumpuni Ciptaningtyas, sebagai orang tua penulis, orang tua terhebat yang tak pernah putus memberikan doa, semangat dan motivasi dengan penuh kasih sayang. Terimakasih untuk adik penulis, Ifa dan Iqbal, atas kasih sayang dan hiburan yang diberikan setiap saat bagi penulis.

(8)

5. Untuk Budhe Yekti yang setia menemani selama penulis menempuh studi hingga pengumpulan data penelitian juga memberikan saran-saran yang sangat bermanfaat.

6. Untuk Mbak Lucky, Mbak Reni dan Oby, tanpa kalian skripsi ini akan sangat sulit untuk diselesaikan.

7. Kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini secara langsung maupun tidak langsung.

Bogor, September 2008

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Perumusan Masalah... 8

1.3 Tujuan Penelitian... 12

1.4 Kegunaan Penelitian ... 12

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 13

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 14

2.1 Tinjauan Pustaka ... 14

2.1.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi... 14

2.1.2 Keterkaitan antar Sektor dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah ... 18

2.1.3 Keterkaitan Sektor Industri Pengolahan dengan Sektor Pertanian ... 21

2.2 Penelitian-Penelitian Terdahulu... 28

2.3 Kerangka Pemikiran... 32

2.4 Hipotesis Penelitian ... 36

III. METODE PENELITIAN... 37

3.1 Lokasi Penelitian... 37

3.2 Jenis dan Sumber Data... 37

(10)

3.3.1 Model Input-Output... 39

3.3.1.a Struktur Tabel I-O ... 39

3.3.1.b Asumsi-Asumsi dalam Analisis I-O ... 42

3.3.1.c Analisis Input-Output... 42

3.3.1.d Analisis Keterkaitan ... 46

3.3.2 Analisis Pengaruh Keterkaitan Sektor Industri Pengolahan dengan Sektor Pertanian dan Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah ... 48

3.3.2.a Analisis Regresi Data Cross Section ...48

3.3.2.b Asumsi-Asumsi Regresi Linier Berganda... 48

3.3.2.c Koefisien Determinasi... 53

3.3.2.d Pengujian Parameter... 54

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 56

4.1 Analisis Keterkaitan Sektor Industri Pengolahan dengan Sektor Pertanian dalam Perekonomian Daerah ... 56

4.2 Analisis Keterkaitan Sektor Industri Pengolahan dengan Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran dalam Perekonomian Daerah ... 68

4.3 Analisis Pengaruh Keterkaitan Sektor Industri Pengolahan dengan Sektor Pertanian dan Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah ... 77

V. KESIMPULAN DAN SARAN... 84

5.1 Kesimpulan ... 84

5.2 Saran ... 85

DAFTAR PUSTAKA ... 88

(11)

PENGARUH KETERKAITAN ANTAR SEKTOR TERHADAP

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

OLEH

DYAH HAPSARI AMALINA S.

H 14104053

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(12)

RINGKASAN

DYAH HAPSARI AMALINA SHOLIHAH. Pengaruh Keterkaitan antar Sektor terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah (dibimbing oleh ALLA ASMARA).

Indonesia memiliki kepentingan untuk terus meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi kesempatan kerja dapat lebih banyak disediakan sehingga kesejahteraan masyarakat dapat lebih meningkat. Pertumbuhan ekonomi ditunjukkan oleh peningkatan produk domestik bruto (PDB). Dalam perekonomian nasional maupun daerah, sektor pertanian, sektor industri dan sektor perdagangan, hotel, restoran merupakan sektor yang kontribusinya paling besar terhadap PDB dan produk domestik regional bruto (PDRB). Pada tahun 2005, sektor pertanian menyumbang PDB sebesar 13,07 persen, sedangkan sektor industri pengolahan serta sektor perdagangan, hotel, dan restoran masing-masing memberikan kontribusi 27,71 persen dan 15,45 persen (BPS, 2007).

Dalam perjalanannya, transformasi struktural perekonomian yang terjadi di Indonesia tidak berimbang. Kontribusi sektor pertanian dalam PDB tahun 1967 adalah sebesar 67 persen, dan menurun menjadi hanya 17,2 persen di tahun 1995 (BPS, 1996). Sedangkan dalam periode yang sama, sektor industri meningkatkan kontribusinya dari 5 persen menjadi 24,3 persen. Kontribusi sektor pertanian yang semakin kecil tidak diikuti dengan menurunnya pangsa tenaga kerja di sektor ini. Pada tahun 2006 penyerapan tenaga kerja sektor pertanian masih sebesar 44,5 persen dari total tenaga kerja nasional (Bapenas, 2006). Ketidakseimbangan transformasi struktural perekonomian ini dengan demikian menghambat peningkatan produktivitas sektor pertanian dan pada gilirannya menjadi kendala pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan mengingat pertumbuhan ekonomi dihasilkan oleh kontribusi output seluruh sektor dalam perekonomian. Oleh karena itu, kemakmuran yang ingin dicapai melalui pertumbuhan ekonomi akan semakin tinggi jika seluruh sektor secara bersama-sama meningkatkan kontribusinya terhadap pertumbuhan. Hal ini berarti masing-masing sektor seharusnya tidak terlepas satu sama lain untuk membangun perekonomian daerah.

(13)

Least Square (OLS). Software yang digunakan untuk analisis pengaruh tersebut adalah Eviews 4.1.

Penelitian yang dilakukan mengenai keterkaitan antar sektor sejauh ini lebih banyak membahas mengenai keterkaitan yang terjadi antar industri dalam satu sektor. Belum banyak studi yang dilakukan untuk mengetahui bagaimana keterkaitan yang terjadi lintas sektor misalnya keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor pertanian atau keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor perdagangan, hotel, restoran. Untuk itu, keterkaitan yang terjadi antar sektor perlu dipelajari lebih jauh terutama mengenai pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa provinsi yang memiliki keterkaitan total ke belakang dan keterkaitan total ke depan yang tinggi antar sektor industri pengolahan dan sektor pertanian adalah Lampung, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan dan Sumatera Utara. Sedangkan provinsi yang keterkaitan total ke belakang dan keterkaitan total ke depannya rendah yaitu Maluku Utara, NTT, Kalimantan Barat, Jawa Barat, Jawa Timur dan Banten. Hasil analisis keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor perdagangan, hotel, restoran menunjukkan bahwa tidak ada provinsi dalam penelitian yang memiliki keterkaitan total ke belakang dan keterkaitan total ke depan yang tinggi. Provinsi yang memiliki keterkaitan total ke belakang dan keterkaitan total ke depan yang rendah antar sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel, restoran adalah Lampung, Gorontalo, Kalimantan Selatan dan Jawa Barat. Keterkaitan total ke belakang sektor industri pengolahan dengan sektor pertanian berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Sementara keterkaitan total ke depan sektor industri pengolahan dengan sektor perdagangan, hotel, restoran berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.

(14)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,

Nama Mahasiswa : Dyah Hapsari Amalina Sholihah Nomor Registrasi Pokok : H 14104053

Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Pengaruh Keterkaitan antar Sektor terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Alla Asmara, S.Pt. M.Si. NIP. 132 159 707

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi

Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS NIP. 131 846 872

(15)

PERNYATAAN

DENGAN INI MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN

Bogor, September 2008

(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Trenggalek, Jawa Timur, pada 14 Agustus 1986 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Kuswanto Sumo Atmojo dan Dyah Mumpuni Ciptaningtyas. Penulis menempuh pendidikan dasar di SD Negeri Cimanggu Kecil (1992-1998), pendidikan menengah pertama di SLTP Negeri 5 Bogor (1998-2001) dan pendidikan menengah atas di SMU Negeri 7 Bogor (2001-2004).

(17)

KATA PENGANTAR

Pertumbuhan ekonomi daerah dan keterkaitan antar sektor merupakan topik yang sangat menarik sehingga begitu banyak teori dan analisis ekonomi yang dilakukan dalam membahas masalah yang terjadi pada dua hal tersebut. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai topik ini dengan judul skripsi yaitu “Pengaruh Keterkaitan antar Sektor terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah”. Selain itu, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan. Lebih dari segalanya, penulis ucapkan syukur atas kuasa Illahi Robbi untuk semua kemudahan dan karunia yang telah diberikan dalam hidup penulis. Dengan segenap ketulusan hati, izinkanlah penulis menyampaikan penghargaan dan rasa terimakasih yang begitu besar kepada :

1. Alla Asmara S.Pt. M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing dan memberikan banyak pelajaran bagi penulis dalam penyusunan skripsi ini.

2. Muhamad Firdaus, PhD dan Jaenal Effendi, MA selaku dosen penguji utama dan dosen penguji dari komisi pendidikan yang telah banyak memberikan saran dan kritik demi kesempurnaan skripsi ini.

3. Ir. Kuswanto Sumo Atmojo MS dan Dyah Mumpuni Ciptaningtyas, sebagai orang tua penulis, orang tua terhebat yang tak pernah putus memberikan doa, semangat dan motivasi dengan penuh kasih sayang. Terimakasih untuk adik penulis, Ifa dan Iqbal, atas kasih sayang dan hiburan yang diberikan setiap saat bagi penulis.

(18)

5. Untuk Budhe Yekti yang setia menemani selama penulis menempuh studi hingga pengumpulan data penelitian juga memberikan saran-saran yang sangat bermanfaat.

6. Untuk Mbak Lucky, Mbak Reni dan Oby, tanpa kalian skripsi ini akan sangat sulit untuk diselesaikan.

7. Kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini secara langsung maupun tidak langsung.

Bogor, September 2008

(19)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Perumusan Masalah... 8

1.3 Tujuan Penelitian... 12

1.4 Kegunaan Penelitian ... 12

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 13

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 14

2.1 Tinjauan Pustaka ... 14

2.1.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi... 14

2.1.2 Keterkaitan antar Sektor dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah ... 18

2.1.3 Keterkaitan Sektor Industri Pengolahan dengan Sektor Pertanian ... 21

2.2 Penelitian-Penelitian Terdahulu... 28

2.3 Kerangka Pemikiran... 32

2.4 Hipotesis Penelitian ... 36

III. METODE PENELITIAN... 37

3.1 Lokasi Penelitian... 37

3.2 Jenis dan Sumber Data... 37

(20)

3.3.1 Model Input-Output... 39

3.3.1.a Struktur Tabel I-O ... 39

3.3.1.b Asumsi-Asumsi dalam Analisis I-O ... 42

3.3.1.c Analisis Input-Output... 42

3.3.1.d Analisis Keterkaitan ... 46

3.3.2 Analisis Pengaruh Keterkaitan Sektor Industri Pengolahan dengan Sektor Pertanian dan Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah ... 48

3.3.2.a Analisis Regresi Data Cross Section ...48

3.3.2.b Asumsi-Asumsi Regresi Linier Berganda... 48

3.3.2.c Koefisien Determinasi... 53

3.3.2.d Pengujian Parameter... 54

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 56

4.1 Analisis Keterkaitan Sektor Industri Pengolahan dengan Sektor Pertanian dalam Perekonomian Daerah ... 56

4.2 Analisis Keterkaitan Sektor Industri Pengolahan dengan Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran dalam Perekonomian Daerah ... 68

4.3 Analisis Pengaruh Keterkaitan Sektor Industri Pengolahan dengan Sektor Pertanian dan Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah ... 77

V. KESIMPULAN DAN SARAN... 84

5.1 Kesimpulan ... 84

5.2 Saran ... 85

DAFTAR PUSTAKA ... 88

(21)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1.1 Pertumbuhan Ekonomi 14 Provinsi di Indonesia Tahun 2001-2005

Atas Dasar Harga Konstan 2000 (dalam %)... 2

3.1 Format Tabel I-O ... 41

4.1 Koefisien Keterkaitan Total Sektor Industri Pengolahan dengan Sektor Pertanian... 57

4.2 Rata-rata Kontribusi Sektor Pertanian, Sektor Industri Pengolahan dan Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran terhadap

PDRB Provinsi Tahun 1997-2003 ... 60

4.3 Koefisien Keterkaitan Total Sektor Industri Pengolahan dengan

Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran ... 69

4.4 Hasil Regresi Persamaan Pengaruh Keterkaitan Sektor Pertanian dengan Sektor Industri Pengolahan dan Sektor Perdagangan, Hotel,

(22)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

2.1 Produk Domestik Bruto Nasional... 18 2.2 Bagan Kerangka Pemikiran Operasional... 35 4.1 Kuadran Keterkaitan Sektor Industri Pengolahan

dengan Sektor Pertanian ... 59

4.2 Kuadran Keterkaitan Sektor Industri Pengolahan

dengan Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran ... 71

(23)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Tabel I-O Banten Tahun 2000 Klasifikasi 9 Sektor

(Transaksi Total Atas Dasar Harga Produsen) ... 90

2 Pembelian Input Antara dan Penjualan Output Sektor Pertanian, Sektor Industri Pengolahan dan Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran

Provinsi Banten (%) ... 91

3 Tabel I-O Jawa Barat Tahun 2000 Klasifikasi 9 Sektor

(Tabel Transaksi Total Atas Dasar Harga Produsen) ... 92

4 Pembelian Input Antara dan Penjualan Output Sektor Pertanian, Sektor Industri Pengolahan dan Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran Provinsi Jawa Barat (%)... 93

5 Tabel I-O Jawa Tengah Tahun 2000 Klasifikasi 9 Sektor

(Tabel Transaksi Total Atas Dasar Harga Produsen) ... 94

6 Pembelian Input Antara dan Penjualan Output Sektor Pertanian, Sektor Industri Pengolahan dan Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran Provinsi Jawa Tengah (%) ... 95

7 Tabel I-O Jawa Timur Tahun 2000 Klasifikasi 9 Sektor

(Tabel Transaksi Total Atas Dasar Harga Produsen) ... 96

8 Pembelian Input Antara dan Penjualan Output Sektor Pertanian, Sektor Industri Pengolahan dan Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran Provinsi Jawa Timur (%) ... 97

9 Tabel I-O Kalimantan Barat Tahun 2000 Klasifikasi 9 Sektor

(Transaksi Total Atas Dasar Harga Produsen) ... 98

10 Pembelian Input Antara dan Penjualan Output Sektor Pertanian, Sektor Industri Pengolahan dan Sektor

(24)

11 Tabel I-O Kalimantan Selatan Tahun 2000 Klasifikasi 9 Sektor

(Transaksi Total Atas Dasar Harga Produsen) ... 100

12 Pembelian Input Antara dan Penjualan Output Sektor Pertanian, Sektor Industri Pengolahan dan Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran

Provinsi Kalimantan Selatan (%) ... 101

13 Tabel I-O Lampung Tahun 2000 Klasifikasi 9 Sektor

(Transaksi Total Atas Dasar Harga Produsen) ... 102

14 Pembelian Input Antara dan Penjualan Output Sektor Pertanian, Sektor Industri Pengolahan dan Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran

Provinsi Lampung (%) ... 103

15 Tabel I-O Maluku Utara Tahun 2000 Klasifikasi 9 Sektor

(Transaksi Total Atas Dasar Harga Produsen) ... 104

16 Pembelian Input Antara dan Penjualan Output Sektor Pertanian, Sektor Industri Pengolahan dan Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran

Provinsi Maluku Utara (%) ... 105

17 Tabel I-O NTT Tahun 2000 Klasifikasi 9 Sektor

(Transaksi Total Atas Dasar Harga Produsen) ... 106

18 Pembelian Input Antara dan Penjualan Output Sektor Pertanian, Sektor Industri Pengolahan dan Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran

Provinsi NTT (%) ... 107

19 Tabel I-O Sulawesi Selatan Tahun 2000 Klasifikasi 9 Sektor

(Transaksi Total Atas Dasar Harga Produsen) ... 108

20 Pembelian Input Antara dan Penjualan Output Sektor Pertanian, Sektor Industri Pengolahan dan Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran

Provinsi Sulawesi Selatan (%)... 109

21 Tabel I-O Sumatera Barat Tahun 2000 Klasifikasi 9 Sektor

(Transaksi Total Atas Dasar Harga Produsen) ... 110

22 Pembelian Input Antara dan Penjualan Output Sektor Pertanian, Sektor Industri Pengolahan dan Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran

(25)

23 Tabel I-O Sumatera Utara Tahun 2000 Klasifikasi 9 Sektor

(Transaksi Total Atas Dasar Harga Produsen) ... 112

24 Pembelian Input Antara dan Penjualan Output Sektor Pertanian, Sektor Industri Pengolahan dan Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran

Provinsi Sumatera Utara (%) ... 113

25 Tabel I-O Gorontalo Tahun 2000 Klasifikasi 9 Sektor

(Transaksi Total Atas Dasar Harga Produsen) ... 114

26 Pembelian Input Antara dan Penjualan Output Sektor Pertanian, Sektor Industri Pengolahan dan Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran

Provinsi Gorontalo (%) ... 115

27 Tabel I-O DIY Tahun 2000 Klasifikasi 9 Sektor

(Transaksi Total Atas Dasar Harga Produsen) ... 116

28 Pembelian Input Antara dan Penjualan Output Sektor Pertanian, Sektor Industri Pengolahan dan Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran Provinsi DIY (%)117

29 Keterangan Tabel I-O ... 118 30 Nilai Tambah Bruto (NTB) Industri Pengolahan Output

Pertanian 14 Provinsi (dalam juta rupiah) ... 119

31 Hasil Regresi Pengaruh Keterkaitan Sektor Industri Pengolahan dengan Sektor Pertanian dan Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran

terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah ... 120

32 Hasil Uji Serial Correlation Keterkaitan Sektor Industri Pengolahan dengan Sektor Pertanian dan Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran... 120

33 Hasil Uji Heteroskedastisitas Keterkaitan Sektor Industri Pengolahan dengan Sektor Pertanian dan Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran... 120

(26)

35 Hasil Uji Normalitas Error Term Keterkaitan Sektor Industri Pengolahan dengan Sektor Pertanian dan Sektor Perdagangan, Hotel,

Restoran ... 121

(27)

II.

PENDAHULUAN

1.2 Latar Belakang

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan salah satu wujud keberhasilan pembangunan suatu negara. Berhasil tidaknya program pembangunan suatu periode pemerintahan juga terutama sering kali dikaitkan dengan pertumbuhan ekonomi yang berhasil dicapai pemerintah dalam periode tersebut.

Peningkatan pertumbuhan ekonomi menjadi sangat penting terutama bagi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Hal ini dapat dimaklumi karena seperti negara berkembang lainnya, Indonesia mengalami masalah kemiskinan dan kekurangan kesempatan kerja bagi angkatan kerja yang terus bertambah setiap tahunnya. Dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, diharapkan akan lebih mudah bagi Indonesia untuk menyediakan kesempatan kerja yang lebih banyak sehingga kesejahteraan masyarakat dapat lebih meningkat.

(28)

Pendapatan domestik bruto merupakan jumlah dari pendapatan domestik regional bruto (PDRB) seluruh provinsi di Indonesia. Jumlah PDRB masing-masing provinsi serta pertumbuhan ekonomi yang terjadi di setiap provinsi membentuk perekonomian nasional. Seperti pertumbuhan ekonomi nasional, pertumbuhan ekonomi daerah juga mengalami fluktuasi setiap periode tertentu seperti dapat dilihat pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi 14 Provinsi di Indonesia Tahun 2001-2005 Atas Dasar Harga Konstan 2000 (dalam %)

TAHUN PROVINSI

2001 2002 2003 2004 2005

Banten 3,95 4,11 5,07 5,63 5,88

Jawa Barat 3,89 3,94 4,84 5,16 5,47

Jawa Tengah 3,59 3,55 4,98 5,13 5,35

Jawa Timur 4,26 3,80 4,78 5,63 5,84

Kalimantan Barat 2,69 4,55 3,06 4,79 4,68

Kalimantan Selatan 3,97 3,66 4,71 5,15 5,90

Lampung 3,59 5,62 5,70 5,07 3,76

Maluku Utara 1,67 2,44 3,82 4,70 5,11

Nusa Tenggara Timur (NTT) 4,73 4,88 4,57 4,77 3,10

Sulawesi Selatan 5,11 4,09 5,25 5,31 6,04

Sumatera Barat 3,66 4,69 5,26 5,47 5,73

Sumatera Utara 3,98 4,56 4,81 5,74 5,48

Gorontalo 5,55 6,45 6,88 6,93 7,06

DI Yogyakarta (DIY) 4,26 4,50 4,58 5,12 4,91

PDB Nasional 3,64 4,50 4,78 5,60 5,68

Sumber : Statistik Indonesia, BPS (2007)

(29)

lainnya. Pertumbuhan ekonomi di provinsi lain dengan dominasi sektor pertanian yaitu Kalimantan Selatan, Lampung, Sulawesi Selatan, Sumatera Barat dan Sumatera Utara juga dapat dikatakan tinggi melihat pertumbuhannya yang positif dan berada di atas pertumbuhan ekonomi nasional. Provinsi Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur, yang perekonomiannya didominasi oleh sektor industri, memiliki pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dibandingkan provinsi dengan dominasi sektor pertanian. Sedangkan provinsi DIY yang perekonomiannya didominasi oleh sektor perdagangan, hotel, restoran memiliki pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dibandingkan provinsi lain dengan dominasi sektor pertanian maupun industri. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi di provinsi tersebut yang cenderung berada dibawah pertumbuhan ekonomi nasional.

Pertumbuhan ekonomi merupakan proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang. Output tersebut adalah produk yang dihasilkan oleh berbagai sektor dalam perekonomian. Berdasarkan kesepakatan internasional, umumnya terdapat sembilan sektor perekonomian utama di suatu negara (Sahara dan Priyarsono, 2006). Sektor-sektor tersebut adalah Sektor Pertanian; Sektor Pertambangan dan Penggalian; Sektor Industri Pengolahan; Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih; Sektor Bangunan dan Konstruksi; Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran; Sektor Angkutan dan Komunikasi; Sektor Keuangan dan Jasa Persewaan dan Sektor Jasa-Jasa Lainnya

(30)

perekonomian. Dalam perekonomian nasional, sektor pertanian; sektor industri pengolahan; serta sektor perdagangan, hotel, dan restoran merupakan sektor pendukung penting dalam pembentukan PDB. Ketiga sektor tersebut adalah penyumbang terbesar terhadap PDB nasional. Pada tahun 1996, sektor pertanian memberikan kontribusi sebesar 16,67 persen; sektor industri sebesar 25,62 persen sedangkan sektor perdagangan, hotel, dan restoran berkontribusi sebesar 16,36 persen (BPS, 1999). Meskipun kontribusi setiap sektor terus berubah setiap tahun, namun sektor-sektor tersebut tetap menjadi sektor yang dominan dalam perekonomian. Pada tahun 2005, sektor pertanian menyumbang PDB sebesar 13,07 persen, sedangkan sektor industri pengolahan serta sektor perdagangan, hotel dan restoran masing-masing memberikan kontribusi 27,71 persen dan 15,45 persen (BPS, 2007). Dari sembilan sektor ekonomi, jumlah kontribusi sektor pertanian; sektor industri pengolahan; serta sektor perdagangan, hotel, dan restoran terhadap PDB hingga akhir tahun 2006 mencapai lebih dari 50 persen (BPS, 2007).

(31)

mencakup perubahan kegiatan pertanian ke nonpertanian, dari industri ke jasa, perubahan dalam skala unit-unit produktif, dan perubahan dari perusahaan perseorangan menjadi perusahaan berbadan hukum, serta perubahan status kerja buruh (Jhingan, 2004).

Konsep tersebut menjelaskan mengapa sebagian besar negara berkembang di dunia beranggapan bahwa transformasi struktural begitu penting dalam perkembangan ekonomi mereka seperti halnya yang terjadi di negara maju. Secara hipotesis dapat diduga adanya suatu korelasi positif antara pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomi (Tambunan, 2003). Pandangan bahwa negara-negara maju yang pendapatannya tinggi memiliki sektor industri yang sangat besar membuat industrialisasi dipilih sebagai jalan ke arah perkembangan ekonomi yang lebih maju. Dengan pemahaman demikian, pemerintah pusat maupun daerah di Indonesia terus berupaya memajukan sektor industri.

(32)

sehingga harus menghutang gandum ke AS senilai US$ 5 Milyar (Bunasor dalam Nainggolan, 2007)1.

Hal serupa terjadi di Aceh Utara. Dari hasil studi yang telah dikerjakan, dapat disimpulkan bahwa pembangunan industri yang bersumber pada migas, dan teknologi canggih di Aceh Utara belum berfungsi sebagai growth pole, dan belum banyak menghasilkan industri kaitan (Hasan, 1992). Hasan (1992) juga menjelaskan bahwa industri tersebut telah berkembang sebagai suatu enclave yang mempunyai dampak kesenjangan sosial ekonomi yang relatif besar. Pengalaman negara maju dan Aceh Utara tersebut memberi pelajaran tentang pentingnya sektor pertanian sehingga sektor ini tidak dapat dikesampingkan dalam pembangunan. Disamping itu, peran sektor pertanian sebagai landasan bagi proses industrialisasi dan mendorong perdagangan internasional menunjukkan pentingnya keterkaitan antar sektor dalam pertumbuhan ekonomi.

Perkembangan ekonomi ke arah yang lebih maju melalui industrialisasi dapat meningkatkan keterkaitan antar sektor. Dengan adanya industrialisasi akan muncul dan berkembang kegiatan lain yang menjadi komponen pendukung industri tersebut. Perkembangan industri berbasis pertanian misalnya, akan mendorong permintaan produk pertanian sehingga meningkatkan keterkaitan sektor industri dengan sektor pertanian. Selain itu dukungan sektor lain juga akan meningkat seperti sektor perdagangan, hotel, restoran dan jasa-jasa lainnya.

Uraian serta ilustrasi diatas menunjukkan bahwa keterkaitan antar sektor dapat menjadi faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Dapat diduga       

1

Nainggolan, H.L. 2007. Pertanian Indonesia Dalam Perspektif Industrialisasi dan Perdagangan

(33)

bahwa semakin tinggi keterkaitan antar sektor akan semakin tinggi pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya keterkaitan antar sektor yang rendah akan menghambat pertumbuhan ekonomi. Hubungan sektor pertanian dengan sektor industri yang selanjutnya juga berinteraksi dengan sektor perdagangan, hotel, dan restoran mencerminkan adanya keterkaitan antar sektor. Dengan adanya keterkaitan antar sektor pertanian dan industri, nilai tambah yang dihasilkan produk pertanian akan semakin besar. Produk-produk tersebut akan menghasilkan nilai tambah yang tinggi jika dapat dipasarkan dengan baik. Peningkatan nilai tambah selanjutnya juga akan meningkatkan PDRB sehingga pertumbuhan ekonomi daerah akan turut meningkat. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pertumbuhan ekonomi suatu daerah tidak lepas dari kontribusi dan keterkaitan yang terjadi antar sektor dalam perekonomian.

(34)

1.2 Perumusan Masalah

Pertumbuhan ekonomi dipandang sebagai faktor penting dalam pembangunan untuk lebih meningkatkan kesejahteraan. Salah satu ciri pertumbuhan ekonomi modern adalah adanya perubahan struktural (Kuznets, Jhingan 2004). Bagi negara berkembang seperti Indonesia, perubahan struktural bukanlah hal yang mudah karena mayoritas provinsi di Indonesia merupakan provinsi yang didominasi oleh pertanian.

Menurut Jhingan (2004), perubahan struktural menyangkut ekspansi secara besar-besaran sektor-sektor nonpertanian sedemikian rupa sehingga sektor pertanian pasti semakin menciut. Ini berarti mengurangi kontribusi sektor pertanian dalam PDB tanpa menyebabkan penurunan output dari sektor tersebut.

(35)

kerja sektor pertanian masih sebesar 42,3 juta orang (Bapenas, 2006). Jumlah ini sama dengan 44,5 persen dari total tenaga kerja nasional.

Permasalahan yang terjadi dalam penyerapan tenaga kerja sektor pertanian dan sektor industri menunjukkan adanya masalah dalam perubahan struktural perekonomian nasional. Kontribusi sektor industri terus meningkat, sayangnya justru sektor pertanianlah yang menyerap tenaga kerja paling banyak. Kemiskinan pekerja bidang pertanian semakin parah, demikian juga kesenjangan antara sektor pertanian dan sektor industri yang semakin luas. Kondisi ini akan mempersulit pembangunan pedesaan, karena mayoritas pekerja pertanian dan keluarganya tinggal di pedesaan. Cepatnya penurunan pangsa pertanian terhadap PDB dibandingkan dengan penurunannya terhadap pangsa tenaga kerja, dapat menunjukkan semakin besarnya tenaga kerja yang terperangkap di bidang pertanian sehingga semakin tidak produktif dan tidak efisien, yang menyebabkan menurunnya pendapatan perkapita tenaga kerja sektor pertanian (Nainggolan, 2007)1. Ketidakseimbangan transformasi struktural perekonomian ini dengan demikian menghambat peningkatan produktivitas sektor pertanian dan pada gilirannya menjadi kendala pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan mengingat pertumbuhan ekonomi dihasilkan oleh kontribusi output seluruh sektor dalam perekonomian.

(36)

tambah yang besar bagi PDB. Oleh karena itu, kemakmuran yang ingin dicapai melalui pertumbuhan ekonomi akan semakin tinggi jika seluruh sektor secara bersama-sama meningkatkan kontribusinya terhadap pertumbuhan. Hal ini berarti masing-masing sektor seharusnya tidak terlepas satu sama lain untuk membangun perekonomian daerah. Keberhasilan pembangunan satu sektor masih tergantung kebijakan yang dikeluarkan sektor lain, maka setiap sektor dalam perekonomian harus memberikan dukungan terhadap sektor terkait.

Pentingnya peranan sektor pertanian dalam pembangunan sektor industri di suatu daerah merupakan bentuk keterkaitan antara kedua sektor tersebut. Adanya peningkatan output dan produktivitas yang tinggi di sektor pertanian akan meningkatkan daya beli masyarakat pedesaan. Akibatnya, peningkatan surplus produk-produk pertanian akan terjadi dan hal ini memberikan rangsangan yang besar bagi pembangunan sektor industri sehingga permintaan akan barang-barang manufaktur akan meningkat.

(37)

Melalui sektor industri inilah nilai tambah yang tinggi bagi produk pertanian dapat dihasilkan. Nilai tambah tersebut akan dapat tercipta jika produk pertanian dan industri pengolahan dapat dipasarkan dengan baik. Untuk itu dibutuhkan sektor perdagangan yang mampu menyalurkan dan mendukung pemasaran produk-produk tersebut. Dengan demikian, sektor pertanian dan sektor industri akan mengalami kemajuan dengan dukungan sektor perdagangan. Kemajuan sektor pertanian dan sektor industri selanjutnya akan memunculkan kebutuhan masyarakat akan sektor jasa dan memicu pertumbuhan di sektor ini.

Lains (1989) dan Simatupang (1997) dalam Suryana et al (1998) mengemukakan bahwa keterkaitan sektor pertanian dengan sektor industri di Indonesia cenderung mengalami penurunan. Selama periode tahun 1971 sampai 1990, derajat keterkaitan produk antar industri dalam sektor pertanian mengalami penurunan tajam sehingga pada tahun 1979, indeks total kaitan ke belakang maupun ke depan kurang dari satu untuk seluruh subsektor dalam lingkup pertanian (Suryana et al, 1998). Analisis Tabel Input-Output Indonesia tahun 1995 dan 2006 menunjukkan bahwa sebagian besar agroindustri mempunyai keterkaitan ke belakang yang tinggi namun keterkaitan ke depan rendah (Rosa, 2006)2. Uraian tersebut menjelaskan bahwa telah terjadi perubahan keterkaitan antar sektor di Indonesia. Dengan gambaran permasalahan sebagaimana telah diuraikan di atas, masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah :

1) Bagaimana keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor pertanian dalam perekonomian daerah ?

      

2

Rosa, A. 2006. Analisis Keterkaitan dan Kinerja Agroindustri Indonesia, Perpustakaan Bank

(38)

2) Bagaimana keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor perdagangan, hotel, restoran dalam perekonomian daerah ?

3) Bagaimana pengaruh keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor pertanian terhadap pertumbuhan ekonomi daerah ? 4) Bagaimana pengaruh keterkaitan sektor industri pengolahan

dengan sektor perdagangan, hotel dan restoran terhadap pertumbuhan ekonomi daerah ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya, tujuan diadakannya penelitian dan penulisan skripsi ini adalah :

1) Menganalisis keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor pertanian dalam perekonomian daerah.

2) Menganalisis keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor perdagangan, hotel dan restoran dalam perekonomian daerah.

3) Menganalisis pengaruh keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor pertanian terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.

4) Menganalisis pengaruh keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor perdagangan, hotel dan restoran terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.

1.4 Kegunaan Penelitian

(39)

1) Bahan pertimbangan dalam perumusan kebijakan pembangunan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah.

2) Memperkaya wawasan tentang kontribusi lintas sektor dan keterkaitannya dalam perekonomian serta pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.

3) Bahan masukan dan informasi bagi mahasiswa untuk penelitian selanjutnya.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Agar penelitian ini lebih fokus dalam pencapaian tujuan, maka penelitian dibatasi pada hal-hal berikut :

1. Keterkaitan antar sektor yang dianalisis dalam penelitian ini adalah keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor pertanian dan keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor perdagangan, hotel, restoran.

2. Keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor pertanian dan keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor perdagangan, hotel dan restoran yang dianalisis dalam penelitian ini adalah keterkaitan langsung dan tidak langsung (keterkaitan total).

(40)

Sulawesi Selatan, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Gorontalo dan DI Yogyakarta.

   

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi

Teori pertumbuhan ekonomi merupakan teori jangka panjang (Lipsey et al, 1997). Teori ini memusatkan perhatian pada efek investasi dalam meningkatkan pendapatan potensial dan mengabaikan fluktuasi jangka pendek dari pendapatan nasional aktual di sekitar pendapatan potensialnya (Lipsey et al, 1997).

(41)

seperti kenikmatan, kepuasan, kebahagiaan, rasa aman, dan tenteram yang dirasakan masyarakat luas (Arsyad dalam Kuncoro, 2004).

Dalam pemahaman ekonomi makro, pertumbuhan ekonomi adalah penambahan PDB, yang berarti peningkatan pendapatan nasional (Tambunan, 2003). PDB dapat diukur dengan tiga macam pendekatan, yaitu pendekatan produksi, pendekatan pendapatan, dan pendekatan pengeluaran. Menurut pendekatan produksi, PDB adalah jumlah nilai output dari semua sektor ekonomi atau lapangan usaha (Tambunan, 2003).

Lipsey et al (1997) menjelaskan bahwa dalam kurun waktu panjang, sebab utama peningkatan pendapatan nasional adalah pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan peningkatan penghasilan potensial akibat perubahan pada pasokan faktor (tenaga kerja dan modal) dan pada produktivitas faktor (keluaran per unit masukan faktor). Oleh karena itu, menurut Lipsey et al (1997), pertumbuhan merupakan cara yang jauh lebih ampuh untuk meningkatkan standar hidup ketimbang peniadaan senjang resesi, pengangguran struktural, atau inefisiensi, karena pertumbuhan dapat berlangsung terus secara tidak terhingga.

(42)

Teori kutub pertumbuhan yang dipopulerkan oleh ekonom Perroux menyatakan bahwa pertumbuhan tidak muncul di berbagai daerah pada waktu yang sama (Perroux dalam Kuncoro, 2004). Pertumbuhan hanya terjadi di beberapa tempat yang merupakan pusat (kutub) pertumbuhan dengan intensitas yang berbeda (Kuncoro, 2004).

Sebagai salah satu ahli ekonomi dunia yang terkemuka, Kuznets dalam Todaro (1994) memberikan uraiannya mengenai konsep pertumbuhan ekonomi. Menurut Kuznets, kapasitas pertumbuhan dimungkinkan oleh adanya perkembangan teknologi, penyesuaian-penyesuaian kelembagaan dan ideologi sebagaimana yang diminta oleh kondisi masyarakatnya. Definisi ini mempunyai tiga komponen pokok, yaitu : (1) Adanya peningkatan terus menerus dalam keluaran atau produksi nasional, yang merupakan manifestasi pertumbuhan ekonomi dan kemampuan untuk menyediakan berbagai jenis barang yang dibutuhkan merupakan pertanda kematangan ekonomi ; (2) Kemajuan di bidang teknologi telah memberikan dasar atau prakondisi untuk berlangsungnya pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan, suatu kondisi yang penting tetapi tidak cukup hanya itu; (3) Penyesuaian-penyesuaian kelembagaan, sikap dan ideologi harus diciptakan.

(43)

Menurut Todaro (2004), faktor utama atau komponen pertumbuhan ekonomi setiap negara adalah :

(1) Akumulasi modal yang meliputi semua investasi baru berupa tanah dan SDM. (2) Pertumbuhan penduduk. Faktor ini juga akan mengakibatkan pertumbuhan

angkatan kerja meskipun dengan tenggang waktu, secara tradisional dianggap merupakan faktor positif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.

(3) Kemajuan di bidang teknologi, dapat disebut sebagai cara baru dan cara yang lebih baik untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan berproduksi, atau untuk menghasilkan suatu barang.

Secara hipotesis dapat diduga adanya suatu korelasi positif antara pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomi (Tambunan, 2003). Menurut Weiss (Tambunan, 2003), pertumbuhan ekonomi jangka panjang dengan pertumbuhan PDB atau pendapatan nasional akan membawa suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi tradisional dengan pertanian sebagai sektor utama ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor-sektor nonprimer, khususnya industri manufaktur dengan increasing return to scale yang dinamis sebagai motor utama penggerak pertumbuhan ekonomi.

(44)

persen. Pada tahun 2007 Indonesia mencapai pertumbuhan ekonomi hingga 6,3 persen. Gambaran pertumbuhan perekonomian Indonesia dinilai dari PDB dalam tujuh tahun ke belakang dapat dilihat pada Gambar 2.1

2.1.2 Keterkaitan antar Sektor dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Sumber : Publikasi BPS, 2007 

Gambar 2.1 Produk Domestik Bruto  

(45)

lain dalam perekonomian. Keterkaitan ke belakang menunjukkan hubungan keterkaitan antar sektor dalam pembelian terhadap total pembelian input yang digunakan untuk proses produksi, sedangkan keterkaitan ke depan menunjukkan hubungan keterkaitan antar sektor dalam penjualan terhadap total penjualan output yang dihasilkannya (Sahara dan Priyarsono, 2006).

Keterkaitan antar sektor dapat juga dikatakan sebagai keterkaitan berspektrum luas. Teori mengenai keterkaitan berspektrum luas ini merupakan hasil studi dari Haggblade dan Hazell (1989); Haggblade, Hazell, dan Brown (1989); Haggblade, Hammer, dan Hazell (1991); serta Delgade et al (1994) yang dijelaskan kembali oleh Suryana et al (1998). Dalam perspektif keterkaitan berspektrum luas, artikulasi antar sektor ekonomi dapat terjadi paling tidak melalui empat media, yaitu : (1) keterkaitan produk; (2) keterkaitan konsumsi rumah tangga; (3) keterkaitan investasi; (4) keterkaitan fiskal.

Mengenai ke empat media tersebut Suryana et al (1998) menguraikan masing-masing media dengan penjelasan sebagai berikut :

1. Keterkaitan produk. Merupakan keterkaitan yang terjadi melalui penggunaan produk berbagai industri sebagai bahan baku bagi suatu industri, dan penggunaan produk suatu industri sebagai bahan baku bagi industri-industri lainnya. Kaitan yang tercipta karena suatu industri mempergunakan produk industri-industri lain untuk bahan bakunya disebut kaitan ke belakang. Untuk

(46)

2. Keterkaitan melalui konsumsi. Keterkaitan ini tercipta karena nilai tambah yang diperoleh dari suatu sektor digunakan untuk membeli produk industri lain dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga. Dengan demikian keterkaitan konsumsi merupakan penciptaan permintaan produk yang dihasilkan oleh berbagai industri. Adanya permintaan merupakan faktor

utama peningkatan permintaan dan investasi. Oleh karena itu, keterkaitan melalui konsumsi juga merupakan pencipta artikulasi antar sektor. 3. Kaitan investasi. Keterkaitan ini tercipta karena nilai tambah dari suatu

sektor dipergunakan untuk membeli barang-barang modal dalam rangka meningkatkan kapasitas produksi berbagai sektor. Keterkaitan melalui

investasi ini jelas merupakan media artikulasi antar sektor. Besarnya keterkaitan investasi ini sangat ditentukan oleh besarnya nilai tambah dan kecenderungan untuk berinvestasi (Marginal Propensity to Invest = MPI). Oleh karena anggaran untuk konsumsi maupun investasi sama-sama berasal dari nilai tambah maka MPI dan Marginal Propensity to Consume (MPC)

biasanya berhubungan terbalik : jika MPI besar maka MPC akan kecil. 4. Kaitan fiskal. Merupakan keterkaitan yang tercipta karena pajak yang ditarik

(47)

tentu artikulasi yang diciptakan oleh kaitan fiskal ini juga sangat tergantung pada produktivitas marjinal dari pengeluaran pemerintah.

Menurut Hazell dan Roell (1983) dalam Suryana et al (1998), faktor lokasi jelas merupakan faktor yang sangat menentukan besarnya keterkaitan antar sektoral. Pertama, keterkaitan produk akan lebih tinggi bilamana sektor-sektor yang berhubungan berada dalam lokasi yang berdekatan. Kedua, keterkaitan konsumsi juga sangat ditentukan oleh lokasi.

2.1.3 Keterkaitan Sektor Industri Pengolahan dengan Sektor Pertanian Analisis Kuznets (1964) menjelaskan bahwa pertanian di negara berkembang dapat dilihat sebagai suatu sektor ekonomi yang sangat potensial dalam empat bentuk kontribusinya terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional, yaitu (Tambunan, 2003) :

1. Ekspansi dari sektor-sektor ekonomi lainnya sangat tergantung pada pertumbuhan output di sektor pertanian, baik dari sisi permintaan sebagai sumber pemasok makanan yang kontinu mengikuti pertumbuhan

penduduk, maupun dari sisi penawaran sebagai sumber bahan baku bagi keperluan produksi di sektor-sektor lain seperti industri nonmanufaktur

(misalnya industri makanan dan minuman) dan perdagangan. Kuznets menyebut ini sebagai kontribusi produk.

2. Di negara-negara agraris seperti Indonesia, pertanian berperan sebagai sumber penting bagi pertumbuhan permintaan domestik bagi produk-produk dari sektor-sektor ekonomi lainnya. Kuznets menyebutnya kontribusi

(48)

3. Sebagai suatu sumber modal untuk investasi di sektor-sektor lainnya. Bahwa dalam proses pembangunan ekonomi terjadi transfer surplus

tenaga kerja (L) dari pertanian (pedesaan) ke industri dan sektor-sektor perkotaan lainnya. Kuznets menyebutnya kontribusi faktor-faktor produksi. 4. Sebagai sumber penting bagi surplus neraca perdagangan (sumber

devisa), baik lewat ekspor hasil-hasil pertanian maupun dengan peningkatan produksi pertanian dalam negeri menggantikan impor (subtitusi impor).

Kuznets menyebutnya kontribusi devisa.

(49)

Kenaikan daya beli daerah pedesaan, sebagai akibat kenaikan surplus pertanian, merupakan perangsang kuat terhadap perkembangan industri (Jhingan, 2004). Dengan kata lain meluasnya output dan peningkatan produktivitas pertanian akan meningkatkan permintaan terhadap barang manufaktur yang pada akhirnya akan memperluas sektor industri. Jika kondisi ini dapat terwujud maka sektor jasa pun akan meningkat untuk melayani kebutuhan sektor pertanian dan sektor industri. Hal ini akan memberikan pengaruh yang sangat besar bagi perekonomian karena PDB membutuhkan peranan sektor-sektor tersebut.

(50)

yang tinggi dan berimbang akan memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi pula (Suryana et al, 1998).

Sektor pertanian kemungkinan hanya bisa menyediakan kesempatan kerja bagi pertumbuhan penduduknya sendiri dan kiranya akan jauh kurang dari yang diperlukan (Mellor, 1989). Dengan demikian, Mellor berpendapat bahwa pertumbuhan pertanian saja jelas tidak dapat memenuhi pola-pola konsumsi yang meluas di luar makanan seperti yang diinginkan semua orang. Keterbatasan-keterbatasan ini menjelaskan mengapa strategi yang berlandaskan pertanian harus menimbulkan akibat-akibat besar tidak langsung pada pertumbuhan dan kesempatan kerja di sektor lain (Mellor, 1989).

King dan Byerlee (1978) dalam Kuncoro (2007) menemukan bahwa keterkaitan industri dengan sektor pertanian amat kuat apabila sektor industri mempunyai keterkaitan ke belakang yang tinggi. Salah satu syarat perlu (necessary condition) untuk dapat dicapainya transformasi struktural dari pertanian (industri primer) ke industri manufaktur (industri sekunder) adalah adanya keterkaitan sektor pertanian dengan sektor industri yang tangguh (Kuncoro, 2007). Kuncoro (2007) berpendapat bahwa kaitan yang paling sesuai adalah pengolahan produk-produk pertanian ke dalam pengembangan agroindustri.

(51)

penyediaan sarana produksi dan peralatan, usaha tani, pengolahan hasil (agroindustri), pemasaran, sarana dan pembinaan (Soeharjo, 1991, Soekartawi, 1991, dan Badan Agribisnis DEPTAN, 1995 dalam Soekartawi, 2005). Dengan konsep agroindustri ini, sektor pertanian dan sektor industri akan bersama-sama mendorong pertumbuhan sektor selanjutnya yaitu sektor jasa.

Sektor pertanian membutuhkan masukan pupuk yang bermutu tinggi, teknologi seperti traktor, pembasmi hama yang tepat dan input lainnya. Karenanya, diperlukan industri yang dapat menyediakan kebutuhan untuk mendukung produksi sektor pertanian. Pasca produksi sektor pertanian akan menghasilkan output primer yang belum diolah sehingga output tersebut membutuhkan industri pengolahan untuk menciptakan nilai tambah yang tinggi bagi produk pertanian. Dengan kemajuan yang terjadi pada sektor pertanian dan industri, kebutuhan masyarakat akan jasa-jasa pendukung seperti transportasi, komunikasi, kesehatan dan lain sebagainya akan meningkat dan memicu pertumbuhan pada sektor ini.

(52)

baik ke hulu maupun ke hilir (forward dan backward linkages), sehingga mampu menarik kemajuan sektor-sektor lainnya; (4) Memiliki basis bahan baku lokal (keunggulan komparatif) yang dapat diperbaharui sehingga terjamin sustainabilitasnya; (5) Memiliki peluang untuk mentransformasikan struktur ekonomi nasional dari pertanian ke industri dengan agroindustri sebagai motor penggeraknya.

Lima alasan yang telah diuraikan diatas menjelaskan peranan penting agroindustri dalam perekonomian nasional, seperti yang dijelaskan Soekartawi (2005). Pada intinya, peran agroindustri dalam perekonomian nasional suatu negara adalah sebagai berikut (Soekartawi, 2005) : a) mampu meningkatkan pendapatan pelaku agribisnis khususnya dan pendapatan masyarakat pada umumnya; b) mampu menyerap tenaga kerja; c) mampu meningkatkan perolehan devisa; d) mampu menumbuhkan industri yang lain khususnya industri pedesaan.

Walaupun peranan agroindustri begitu penting, namun pembangunan agroindustri masih dihadapkan oleh berbagai tantangan. Beberapa permasalahan agroindustri khususnya permasalahan didalam negeri adalah sebagai berikut (Soekartawi, 2005) : 1) kurang tersedianya bahan baku yang cukup dan kontinu; 2) kurang nyatanya peran agroindustri di pedesaan karena masih berkonsentrasinya agroindustri di perkotaan; 3) kurang konsistennya kebijakan

pemerintah mengenai agroindustri; 4) kurangnya fasilitas permodalan; 5) keterbatasan pasar; 6) lemahnya infrastruktur; 7) kurangnya perhatian terhadap

(53)

9) kualitas produksi dan prosesing yang belum mampu bersaing; 10) lemahnya enterpreneurship.

Target industrialisasi perlu ditetapkan agar kelangsungan industrialisasi berjalan secara sistematis dan membawa manfaat bagi berbagai struktur masyarakat (Nainggolan, 2007)3. Ini tentunya sebagai hasil pelajaran dari pengalaman negara-negara seperti India dan Brazil, dimana industrialisasi yang gencar dikembangkan berbasis teknologi tinggi. Meskipun Brazil memiliki National System of Scientific & Technological Development serta Fund for Scientific dan Technological Development, masing-masing sebagai lembaga pengkaji dan pengembang teknologi serta lembaga penyokong dananya, ternyata belum membawa Brazil sebagai negara Industri yang tangguh. Industri berat di Brazil dianggap memboroskan uang negara, karena jumlah dana yang disuntikkan jauh lebih besar dari yang diperoleh melalui hasil penjualan. Hal ini tidak lain karena ketidaksiapan seluruh perangkat, khususnya laboratorium (Basri dalam Nainggolan, 2007)1. Akibatnya, industrialisasi berbasis teknologi tinggi di Brazil tidak berjalan dengan baik oleh karena industrialiasi tidak dipahami sebagai suatu entitas dalam pembangunan ekonomi. Industrialisasi tidak mengkait pada sektor-sektor lain yang masih didominasi mayoritas masyarakatnya, yakni pertanian. Sehingga, kesenjangan antara sektor industri dan pertanian makin melebar.

Sebaliknya, kisah Korea Selatan dapat menjadi representasi model industrialisasi dengan kekuatan sektor pertanian (Budiman, 1991 dalam Nainggolan, 2007)1. Pada awal kemerdekaannya pemerintah Korea Selatan       

3

Nainggolan, H.L. 2007. Pertanian Indonesia Dalam Perspektif Industrialisasi dan Perdagangan

(54)

melaksanakan Land Reform dengan pembagian tanah secara besar-besaran kepada petani penggarap. Petani hanya diperkenankan memiliki tanah maksimum tiga hektar. Sebagai hasilnya, antara tahun 1945-1965 persentase pemilik tanah dari semua keluarga di desa meningkat dari 14 persen menjadi 70 persen. Sementara jumlah buruh tani menurun dari 49 persen menjadi 7 persen (Budiman, 1991 dalam Nainggolan, 2007)1. Undang-Undang Land Reform yang mengalihkan pemilikan tanah kepada para petani miskin pada gilirannya meningkatkan daya beli di pedesaan.

Keterkaitan sektor pertanian dengan sektor industri tidak lepas dari peranan sektor lain dalam perekonomian dan keterkaitan antara kedua sektor tersebut dengan sektor-sektor lainnya. Sektor jasa memainkan peran penting dalam menyangga pertumbuhan aktivitas barang-barang perdagangan pertanian dan industri, dalam menciptakan lapangan kerja dan pendapatan devisa (khususnya di bidang pariwisata) serta dalam menyediakan rangkaian jasa masyarakat dan pribadi saat pendapatan meningkat (Hill, 2001). Menurut Hill (2001), sektor jasa yang lebih efisien dan beragam menghasilkan kontribusi efektif terhadap peningkatan efisiensi di sektor barang, memperkaya kesejahteraan konsumen, mempercepat pertumbuhan lapangan kerja dan meningkatkan ekspor.

2.2 Penelitian-Penelitian Terdahulu

(55)

keterkaitan sektor, belum banyak yang menganalisis pengaruh keterkaitan yang terjadi antar sektor termasuk di dalamnya keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor pertanian dan sektor perdagangan, hotel, restoran terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.

(56)

Berdasarkan studi yang dilakukan Suryana et al (1998) dinyatakan bahwa secara teoritis kesimpulan ilmuwan dan perencana ekonomi bahwa sektor yang paling tepat dijadikan sebagai leading sector adalah sektor industri hanya didasarkan pada konsep artikulasi keterkaitan antar sektor melalui keterkaitan produk. Studi empiris yang dilakukan di Indonesia menunjukkan fakta bahwa kendala yang paling sering dihadapi agroindustri di pedesaan adalah keterbatasan potensi permintaan (Suryana et al, 1998). Lebih lanjut juga dijelaskan bahwa dari keempat media keterkaitan dalam paradigma keterkaitan berspektrum luas, sumber artikulasi antar sektor yang paling besar adalah melalui keterkaitan investasi.

Menurut Suryana et al (1998), apabila didasarkan pada paradigma keterkaitan berspektrum luas ternyata sektor pertanian, khususnya subsektor tanaman pangan dan perkebunan, merupakan sektor yang paling tepat dijadikan sebagai fokus pembangunan dan prioritas investasi pemerintah. Sektor-sektor yang perlu dijadikan komplemennya ialah subsektor peternakan, perikanan, dan agroindustri. Dengan demikian, walaupun berbeda dengan pandangan umum, upaya yang paling tepat untuk mendorong perkembangan agroindustri pedesaan ialah dengan memacu pertumbuhan produktivitas, penyerapan tenaga kerja dan produksi usaha pertanian, dan sama sekali bukan dengan memacu pertumbuhan perusahaan, produktivitas dan efisiensi agroindustri secara langsung (Suryana et al, 1998).

(57)

sektor agroindustri mempunyai nilai multiplier yang tinggi baik terhadap output, pendapatan, maupun tenaga kerja dibandingkan dengan sektor non-agroindustri (Supriyati dan Suryani, 2006).

Hasil analisis Tabel Input-Output Tahun 1989 dan 1994 untuk wilayah Jawa Timur (Hartadi, 1999) menunjukkan bahwa sektor agroindustri yang memiliki keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan terbesar adalah industri pupuk dan pestisida. Studi yang dilakukan Supriyati dan Suryani (2006) mengenai agroindustri menunjukkan bahwa di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur dan Sumatera Utara keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan lebih besar dibandingkan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang. hal ini mengindikasikan bahwa sektor agroindustri lebih peka menciptakan kenaikan output apabila terjadi peningkatan satu satuan permintaan akhir, dibandingkan kemampuannya dalam mendorong sektor pertanian sebagai pemasok bahan baku.

Menurut Rosa4 (2006), dalam penelitiannya terhadap keterkaitan dan kinerja agroindustri Indonesia (menggunakan Tabel Input Output 66 sektor tahun 1995 dan 2000), terdapat tiga kesimpulan yang bisa diambil yaitu : pertama, sebagian besar agroindustri mempunyai keterkaitan ke belakang yang tinggi namun keterkaitan ke depan rendah. Kedua, hanya ada dua industri yang mempunyai keterkaitan ke belakang dan ke depan yang tinggi yaitu industri makanan lainnya dan industri kertas, barang dari kertas dan karton. Maka kedua industri ini dapat diandalkan untuk merangsang perkembangan sektor-sektor       

4

Rosa, A. 2006. Analisis Keterkaitan dan Kinerja Agroindustri Indonesia, Perpustakaan Bank

(58)

lainnya dalam perekonomian. Ketiga, industri rokok adaiah satu-satunya industri yang efisien diantara agroindustri, tetapi industri ini mempunyai keterkaitan ke belakang dan ke depan yang lemah. Hasil dari penelitian ini untuk tahun 1995 dan 2000 adalah sama, kecuali koefisien keterkaitan ke belakang dan ke depan serta efisiensi yang mengalami perubahan.

2.3 Kerangka Pemikiran

Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan gabungan kontribusi sektor-sektor dalam perekonomian. Sektor Pertanian, Sektor Industri Pengolahan dan Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran adalah sektor-sektor yang dominan dalam perekonomian. Hal ini dilihat dari besarnya kontribusi yang diberikan ketiga sektor tersebut terhadap PDRB.

Setiap sektor dalam perekonomian memiliki keterkaitan yang dengan mudah dapat dilihat menggunakan Tabel Input-Output (I-O). Untuk menyajikan gambaran rinci mengenai struktur ekonomi dalam suatu kurun waktu tertentu, Model I-O merupakan salah satu metode yang paling luas diterima. Keterkaitan yang terjadi antar sektor dalam perekonomian dapat dianalisis dengan menggunakan Analisis I-O. Keterkaitan ke depan dan ke belakang, baik secara langsung (direct), tidak langsung (indirect) maupun keterkaitan total dapat tergambar dengan jelas dari model I-O.

(59)

pertanian. Nilai tambah yang besar dapat tercipta dengan adanya agroindustri. Keterkaitan ke depan sektor industri pengolahan dapat menunjang pertumbuhan sektor pertanian. Keterkaitan ke belakang sektor industri pengolahan dapat menciptakan nilai tambah yang lebih besar bagi produk pertanian, dibanding jika produk pertanian dijual tanpa pengolahan industri. Diduga terdapat keterkaitan total ke belakang yang tinggi dan keterkaitan total ke depan yang rendah antar sektor industri pengolahan dan sektor pertanian.

Adanya keterkaitan sektor pertanian dan sektor industri pengolahan melalui agroindustri, akan meningkatkan output sektor industri pengolahan dan pertanian. Meskipun output telah tercipta, namun nilai tambah tetap tidak dapat diperoleh apabila output tidak dipasarkan dengan baik. Untuk itu diperlukan dukungan sektor perdagangan, hotel dan restoran bagi pemasaran produk. Nilai tambah ini sangat penting, tidak hanya bagi sektor pertanian dan industri pengolahan tetapi juga bagi seluruh sektor ekonomi, yang pada akhirnya akan berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi daerah. Diduga terdapat keterkaitan toal ke belakang yang rendah dan keterkaitan total ke depan yang tinggi antar sektor industri pengolahan dengan sektor perdagangan, hotel, restoran.

(60)

terhadap rangsangan pembangunan industri. Hal ini akan menghambat perkembangan sektor industri pengolahan dan sektor pertanian yang selanjutnya juga akan mempengaruhi perkembangan sektor terkait salah satunya sektor perdagangan, hotel, restoran. Rendahnya keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor perdagangan, hotel, restoran akan menghambat distribusi produk-produk industri pengolahan.

Setiap perubahan yang terjadi dalam pemberian kontribusi sektor ekonomi terhadap PDRB memberikan gambaran yang berbeda bagi struktur ekonomi suatu daerah. Perubahan kontribusi yang ditimbulkan oleh suatu sektor akan mengubah proporsi peranan seluruh sektor dalam perekonomian. Adanya peningkatan, stagnasi maupun penurunan pertumbuhan suatu sektor akan mempengaruhi pertumbuhan sektor lain dalam perekonomian. PDRB akan meningkat seiring dengan peningkatan output yang dihasilkan seluruh sektor ekonomi. Peningkatan laju pertumbuhan ekonomi akan tercermin dari kenaikan PDRB. Berarti, kemakmuran yang ingin dicapai melalui pertumbuhan ekonomi akan semakin tinggi jika seluruh sektor secara bersama-sama meningkatkan outputnya. Secara singkat dapat dikatakan bahwa struktur ekonomi daerah ditentukan oleh besarnya kontribusi sektor ekonomi yang saling terkait, dimana keterkaitan ini akan mempengaruhi perekonomian melalui pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.

(61)

Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Sektor‐sektor yang dominan dalam perekonomian 

Analisis I‐O 

Keterkaitan Antar Sektor Tabel I‐O 

ƒOutput & produktivitas 

pertanian (−)  

ƒDaya beli masyarakat desa   (−) 

ƒRangsangan pembangunan  industri (−)  

ƒPermintaan produk  manufaktur (−)    

ƒPemasaran produk  pertanian dan industri  terhambat 

Pertumbuhan Ekonomi Daerah 

Keterangan : keterkaitan total ke belakang keterkaitan total ke depan

+ tinggi

(62)

Gambar 2.2 Bagan Kerangka Pemikiran Operasional

2.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah :

1. Keterkaitan yang tinggi terjadi pada keterkaitan total ke belakang sektor industri pengolahan dengan sektor pertanian dan keterkaitan total ke depan sektor industri pengolahan dengan sektor perdagangan, hotel, restoran. 2. Keterkaitan yang rendah terjadi pada keterkaitan total ke depan sektor

industri pengolahan dengan sektor pertanian dan keterkaitan total ke belakang sektor industri pengolahan dengan sektor perdagangan, hotel, restoran.

3. Keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor pertanian memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.

4. Keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor perdagangan, hotel, restoran memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.

(63)

           

III. METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian mencakup 14 provinsi yaitu Sumatera Utara, Sumatera Barat, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Gorontalo, Sulawesi Selatan, Maluku Utara dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Lokasi tersebut dipilih berdasarkan pertimbangan kontribusi sektor pertanian, sektor industri pengolahan, dan sektor perdagangan, hotel, restoran dalam PDRB provinsi serta ketersediaan data Tabel I-O tahun 2000 pada provinsi-provinsi tersebut.

3.2 Jenis dan Sumber Data

(64)

produsen memiliki kestabilan dalam memberikan koefisien input sehingga lebih unggul untuk keperluan analisis dibandingkan transaksi atas dasar harga pembeli. Data pertumbuhan ekonomi yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data pertumbuhan ekonomi tahun 2000 yang dilihat dari data laju pertumbuhan PDRB menurut lapangan usaha atas dasar harga berlaku. Data pertumbuhan ini dipilih berdasarkan pertimbangan kesesuaian dengan data Tabel I-O provinsi tahun 2000 yang juga menggunakan harga berlaku. Data-data pertumbuhan tersebut diperoleh dari BPS Pusat.

Selain data pertumbuhan ekonomi dan Tabel I-O, data lain yang digunakan untuk menunjang penelitian ini diperoleh dari instansi-instansi terkait yaitu BPS Provinsi Jawa Barat, BPS Provinsi Jawa Timur, BPS Provinsi DIY, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Jawa Barat, Perpustakaan Institut Pertanian Bogor (IPB), Perpustakaan Pertanian dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat.

3.3 Metode Analisis dan Pengolahan data

(65)

kuadrat terkecil biasa (Ordinary Least Square, OLS). Dalam menganalisis model persamaan pada penelitian digunakan program Eviews 4.1.

3.3.1 Model Input-Output 3.3.1.a Struktur Tabel I-O

Isian sepanjang baris pada Tabel (I-O) menunjukkan pengalokasian output yang dihasilkan oleh suatu sektor untuk memenuhi permintaan antara dan permintaan akhir. Sedangkan isian pada baris nilai tambah menunjukkan komposisi penciptaan nilai tambah sektoral. Isian sepanjang kolomnya menunjukkan struktur input yang digunakan oleh masing-masing sektor dalam proses produksi, baik yang berupa input antara maupun input primer.

Empat kuadran yang terdapat dalam suatu Tabel I-O diberi nama kuadran I, II, III, dan IV. Isi dan pengertian masing-masing kuadran tersebut adalah sebagai berikut :

a. Kuadran I (Intermediate Quadrant)

Setiap sel pada kuadran I merupakan transaksi antara, yaitu transaksi barang dan jasa yang digunakan dalam proses produksi. Kuadran ini memberikan informasi mengenai analisa saling ketergantungan antar sektor produksi dalam suatu perekonomian. Dalam analisa I-O, kuadran ini menunjukkan keterkaitan antar sektor ekonomi dalam melakukan proses produksinya.

Gambar

Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi 14 Provinsi di Indonesia Tahun 2001-2005
Gambar 2.1 Produk Domestik Bruto  
Tabel  I‐O � Output & produktivitas 
Tabel 3.1 Format Tabel I-O
+5

Referensi

Dokumen terkait

Karenanya, luas wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya di wilayah Kota Singkawang masih bisa mendekati 70% dari luas wilayah kota atau sekitar 40.000 Ha

Berdasarkan hasil Keputusan Rapat Panitia Seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Tahun Anggaran 20L7, peserta kualifikasi pendidikan

Mengklasifikasikan khutbah Thariq bin Ziyad pada saat penaklukan Andalusia kepada penggolongan nilai sosiologi sastra yang terdiri dari nilai moral, nilai religius dan kritik

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kuat acuan kayu, besarnya nilai kekuatan yang diuji secara fisis berdasarkan pengujian berat jenis kayu danyang diuji secara

Contohnya, masih segar dalam ingatan kita kasus privatisasi PT Telkom atas anak perusahaannya PT Telkomsel dan PT Indosat pada tahun 2002, berdasarkan

Salah satu aspek teknis lain dari olah vokal klasik yang diterapkan dan mempunyai suatu jenis perbandingan yang cukup signifikan pada kedua jenis musik vokal klasik dan populer

Effy Wardati

Oleh karena itu, dengan partisipasi dari berbagai stakeholders akan menjadi proses demokrasi dalam pengambilan keputusan untuk mewujudkan penataan ruang dan lingkungan