• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Keterkaitan Ketimpangan Pembangunan Antar Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Wilayah Sumatera

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisa Keterkaitan Ketimpangan Pembangunan Antar Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Wilayah Sumatera"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Analisa Keterkaitan Ketimpangan Pembangunan Antar Daerah

Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Wilayah Sumatera

Tiur Roida Simbolon

Ilmu Ekonomi Regional, Fakultas Ekonomi Pascasarjana Unimed, Medan e-mail : Tiur.Roida@gmail.com

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa keterkaitan ketimpangan pembangunan antar daerah terhadap pertumbuhan ekonomi di wilayah Sumatera. Pulau Sumatera memiliki potensi berbeda baik dari sumber daya alam juga sumber daya manusia maupun teknologi yang dimiliki dalam pembangunan ekonomi di wilayahnya. Alasan perbedaan potensi setiap wilayah inilah yang menjadi menarik dalam kajian tulisan ini karena akan berdampak pada pembangunan daerahnya. Perbedaan tingkat pembangunan akan membawa dampak perbedaan tingkat kesejahteraan antardaerah yang pada akhirnya menyebabkan ketimpangan regional antarwilayah. Dengan menggunakan Indeks Williamson sebagai metode dalam penelitian ini maka diperoleh Propinsi Kepulauan Riau dan Propinsi Riau mempunyai angka indeks yang relative tinggi jika dibandingkan dengan Propinsi lainnya. Sementara untuk wilayah propinsi lainnya angka ketimpangan pembangunan relatif merata. Kata Kunci : Ketimpangan Pembangunan, Indeks Williamson, Pertumbuhan Ekonomi

(2)

1. PENDAHULUAN

Ketimpangan pembangunan antar wilayah merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan ekonomi suatu daerah. Ketimpangan pada awalnya disebabkan oleh adanya perbedaan kandungan sumber daya alam dan perbedaan kondisi demografi yang terdapat pada masing – masing wilayah. Akibat dari perbedaan ini, kemampuan suatu daerah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mendorong proses pembangunan juga menjadi berbeda. Karena itu, tidaklah mengherankan bilamana pada setiap daerah biasanya terdapat wilayah maju (Development Region) dan wilayah terbelakang (Underdevelopment Region). Terjadinya ketimpangan pembangunan antar wilayah selanjutnya membawa implikasi terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat pada wilayah bersangkutan. Biasanya implikasi ini ditimbulkan adalah dalam bentuk kecemburuan dan ketidakpuasan masyarakat yang dapat pula berlanjut dengan implikasi politik dan ketentraman masyarakat. Karena itu, aspek ketimpangan pembangunan ekonomi antar wilayah ini perlu ditanggulangi melalui formulasi kebijakan pembangunan wilayah yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Ketimpangan antar wilayah dipengaruhi oleh tingkat pendapatan dan jumlah penduduk yang pada akhirnya menghasilkan pendapatan perkapita dan dijadikan sebagai salah satu indikator tingkat kesejahteraan.

Indonesia dikenal dengan Negara Kepulauan, salah satu terbesar diantaranya adalah wilayah Sumatera yang di dalamnya terdapat 10 provinsi yang tentu memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang berbeda pula. Pulau Sumatera terdiri dari beberapa Propinsi yaitu, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung dan ditambah 2 Propinsi Pemekaran yaitu Kepulauan Riau dan Kepulauan Bangka Belitung. Masing- masing pulau memiliki potensi sumber daya alam dan sektor-sektor unggulan yang berbeda yang menjadi daya tarik tersendiri bagi Provinsi tersebut dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakatnya. Perbedaan inilah yang menimbulkan perbedaan tingkat pertumbuhan pembangunan daerah di masing-masing Propinsi yang ada di Indonesia.

2. METODE PENELITIAN

Todaro (1987) menjelaskan ketimpangan pembangunan dapat terjadi apabila pendapatan dan pengeluaran nasional suatu negara tidak seimbang, sedangkan faktor modal atau investasi mengalami kemerosotan. Salah satu ukuran yang digunakan agar pertumbuhan ekonomi yang dicapai dapat secara merata diantara wilayah dalam suatu negara atau Propinsi dapat diukur dengan Indeks Williamson.Williamson meneliti hubungan antara disparitas regional dan tingkat pembangunan ekonomi dengan menggunakan data ekonomi negara yang sudah maju dan negara sedang berkembang. Ditemukan bahwa selama tahap awal pembangunan, disparitas regional menjadi lebih besar dan pembangunan terkonsentrasi di daerah-daerah tertentu. (Kuncoro, Mudrajad 2004). Pemerataan dapat dilihat apabila nilai Indeks Williamson mendekati 1 maka pembangunan semakin tidak merata, dan sebaliknya jika mendekati 0 maka pembangunan semakin merata.

(3)

Ukuran ketimpangan pendapatan yang lebih penting lagi untuk menganalisis seberapa besarnya kesenjangan antarwilayah/daerah adalah dengan melalui perhitungan indeks Williamson. Dasar perhitungannya adalah dengan menggunakan PDRB per kapita dalam kaitannya dengan jumlah penduduk per daerah. Kesenjangan pendapatan antar kabupaten/kota di wilayah Sumatera dilakukan dengan menggunakan Indeks Williamson. Rumus dari Indeks Williamson adalah sebagai berikut:

Keterangan : CVw = Indeks Williamson

fi = Jumlah penduduk kabupaten/kota ke-i (jiwa) n = Jumlah penduduk Provinsi ke-i (jiwa)

Yi = PDRB per kapita kabupaten/kota ke-i (Rupiah) y = PDRB per kapita rata-rata

͞͞ Provinsi ke-i (Rupiah) 3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan ekonomi Propinsi di wilayah Pulau Sumatera didominasi sector pertanian dan pertambangan. Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam memiliki sector unggulan dibidang pertambangan, Propinsi Sumatera Utara berpotensi di sector pertanian, peternakan , kehutanan dan perikanan. Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Utara tahun 2008 yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar konstan 2000 meningkat 6,39 persen terhadap tahun 2007.

Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh sektor keuangan dan jasa perusahaan dan jasa perusahaan sebesar 11,30 persen. Disusul oleh sektor jasa-jasa 9,48 persen, sektor pengangkutan dan komunikasi 8,89 persen, sektor bangunan 8,10 persen, sektor pertanian sebesar 6,05 persen, sedangkan 2 sektor pertanian yang lainnya hanya berhasil tumbuh dibawah 5 persen. Besaran PDRB Sumatera Utara pada tahun 2008 atas dasar harga berlaku tercapai sebesar Rp.213,93 triliun, sedangkan atas dasar harga konstan tahun 2000 sebesar Rp. 106,17triliun tehadap pertumbuhan ekonomi.

Sumatera Utara tahun sebesar 6,39 persen, sektor pertanian memberi sumbangan sebesar 1,45 persen, disusul oleh sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 1,13 persen, sektor jasa-jasa 0,91 persen, sektor pengangkutan dan komunikasi 0,81 persen, sektor keuangan, persewahan, dan jasa perusahaan 0,76 persen, dan sisanya oleh keempat sektor lainnya. Propinsi Sumatera Barat memiliki

potensi pada sector pertanian, perdagangan dan jasa. Propinsi Riau merupakan Propinsi yang memiliki potensi sumberdaya alam dari sektor pertambangan dan memilikibanyak kandungan minyak bumi. Propinsi Jambi lebih dominan pada sektor pertanian khususnya di bidang perkebunan.Provinsi Sumatera Selatan memiliki perekonomian yang cukup tinggi karena potensi minyak dan gas, sedang Lampung PDRB didominasi dari sektor pertanian, salah

(4)

satunya perkebunan tanaman tebu yang cukup luas.

Berdasarkan grafik diatas terlihat bahwa Propinsi Sumatera Utara mempunyai angka PDRB berdasarkan harga konstan yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan propinsi lainnya, sementara Propinsi yang mempunyai PDRB terendah adalah Bengkulu. Struktur perekonomian Provinsi Bengkulu masih didominasi oleh sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran dan sektor jasa-jasa.

Besarnya pendapatan regional per kapita dalam hal ini PDRB per kapita merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan penduduk. Untuk lebih meningkatkan pendapatan per kapita, maka laju pertumbuhan ekonomi harus ditingkatkan dan sebaliknya laju pertumbuhan penduduk perlu untuk dikendalikan. Karena pada dasarnya laju pertumbuhan penduduk yang cepat akan berpengaruh terhadap pembangunan ekonomi terutama sekali terhadap perkembangan pendapatan regional. Semakin tinggi laju pertumbuhan penduduk maka semakin rendah pendapatan regionalnya

(5)

dan sebaliknya semakin rendah laju pertumbuhan penduduk maka semakin tinggi pendapatan regionalnya dengan asumsi laju pertumbuhan ekonominya tetap. Oleh sebab itu pengendalian penduduk guna meningkatkan pendapatan regional harus dipikirkan baik oleh pemerintah maupun masyarakat.

Apabila dilihat rata-rata Indeks Williamson masing-masing Propinsi di Pulau Sumatera, maka ada kecenderungan tingkat ketimpangan pembangunan kecil dan relative merata, hal ini dapat dilihat dari nilai indeksnya mendekati angka nol. Dengan semakin majunya pembangunan ekonomi suatu daerah diharapkan angka pemerataan pembangunan juga semakin merata. Berdasarkan grafik dibawah ini terlihat ada beberapa Propinsi yang mempunyai rata-rata indeks Williamson yang cenderung lebih tinggi jika dibandingkan dengan wilayah Propinsi lainnya, yaitu Propinsi Riau sebesar 0,322 dan KEPRI sebesar 0,325.

Beberapa faktor yang mempengaruhi ketimpangan terjadi di provinsi dan kabupaten kota yang baru diantaranya adalah kesenjangan struktural akibat aktivitas perekonomian yang terlalu bertumpu pada sektor-sektor tertentu (biasanya sektor primer; pertanian tradisional), keterbatasan sumber daya yang berimplikasi pada tingginya angka pengangguran dan kemiskinan, rendahnya akses masyarakat terhadap fasilitas kesehatan dan pendidikan yang berdampak pada indeks pembangunan manusia serta jumlah dan kualitas infrastruktur yang buruk karena tidak ditunjang oleh alokasi anggaran yang cukup untuk pembangunan dan pemeliharaan. Pembangunan secara umum dapat diupayakan melalui kenaikan laju pertumbuhan ekonomi atau dengan kata lain tingginya laju pertumbuhan ekonomi akan berdampak pada perbaikan kesejahteraan dan perekonomian secara keseluruhan. Namun sering terjadi, tingginya laju pertumbuhan ekonomi tidak otomatis mengurangi ketimpangan yang ada.

4. KESIMPULAN

Masalah ketimpangan pembangunan antar daerah tidak hanya tampak pada wajah ketimpangan perekonomian Pulau Jawa saja tetapi juga Luar Pulau Jawa, salah satunya adalah Pulau Sumatera.

Angka ketimpangan pembangunan antar wilayah menunjukkan bahwa provinsi Kepulauan Riau memiliki angka indeks yang relatif tertinggi jika dibandingkan dengan

(6)

Propinsi lainnya, hal ini disebabkan karena provinsi ini adalah salah satu propinsi pemekaran dari Propinsi Riau. Untuk wilayah Propinsi lainnya seperti Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu dan Bangka Belitung mempunyai angka indeks cenderung mendekati nol atau relatif lebih merata.

5. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat diberikan beberapa saran yaitu:

1. Bagi pemerintah di masing-masing provinsi di wilayah Sumatera dapat membuat kebijakan yang tepat untuk mengurangi ketimpangan antar propinsi di wilayah tersebut. Terutama bagi propinsi yang memiliki indeks ketimpangan yang cenderung tinggi.

2. Bagi kalangan akademik diharapkan dapat melakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan teknik analisis lain untuk mengetahui ketimpangan yang terjadi di propinsi lainnya.

(7)

DAFTAR PUSTAKA

Dumairy, 1999, Perekonomian Indonesia, Yogyakarta : Bagian Penerbitan Erlangga. Glasson, John, 1997, Pengantar Perencanaan Regional, diterjemahkan Paul Sitohang, Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Irawan dan M. Suparmoko. 1987. Ekonomi Pembangunan, Yogyakarta : Liberty. Triyanto W, Hg. Suseno, 1991, Indikator Ekonomi, Yogyakarta : Kansisus.

Irwan dan Suparmoko, 1987. Ekonomi Pembangunan, Yogyakarta : Liberty. Kuncoro, Mudrajad, 1997, Ekonomi Pembangunan, Yogyakarta : UPPAMPYKPN.

Todaro, Michael P. 1990, Ekonomi Pembangunan Di Dunia Ketiga, Jakarta:Erlangga. Richarson, Harry W, 2001, Dasar-Dasar Ilmu Ekonomi Regional,(diterjemahkan Paul Sitohang),

Edisi Revisi 2001, Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Sudibyo, Bambang dkk, 1995, Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia, Yogyakarta : Bagian Penerbitan Aditya Media.

Sukirno, Sadono, Ekonomi Pembangunan, 1985, Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Bima Grafika.

Sjafrizal, 1997, Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Regional Wilayah Indonesia Bagian Barat, Jakarta, Jurnal Buletin Prisma.

Sumitro, Djojohadikusumo, 1987, Dasar Teori Ekonomi Pertumbuhan dan Pembangunan, Jakarta : Bagian Penerbitan : LP3ES.

Thee Kian Wie, 1982, Perekonomian di Negara Berkembang, Jakarta : Pustaka Jaya. Tambunan, Tulus TH. 2001, Perekonomian Indonesia, Jakarta : Ghalia Indonesia, Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

struktur lapisan bawah permukaan pada daearah penelitian hingga kedalaman 55 meter. 3) Karakteristik cepat rambat gelombang-S yang semakin meningkat secara linier

Secara khusus CTG adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur DJJ pada saat kontraksi maupun tidak.sedangkn Secara umum CTG merupakan suatu alat untuk mengetahui kesejahteraan

Biasanya atribut merupakan teks string yang bernilai tunggal, bilangan atau daftar suatu nilai ( enumerated values ). Tetapi, pada suatu saat juga perlu menetapkan

Secara umum, baik berdasarkan hasil dari angket maupun wawancara yang dilakukan, minat mahasiswa terhadap bidang otomotif mempengaruhi ketertarikan mahasiswa konsentrasi

Spasso diposisikan sebagai brand yang menyenangkan dan menjadi pilihan utama konsumen dalam mengkonsumsi puding, sehingga untuk menunjukkan identitas tersebut Spasso

Tetapi ketrampilan tersebut tidak ditunjang dengan kemampuan metode penyampaian dan teknik presentasi yang baik, sehingga sebaik apapun karya yang dihasilkan oleh mahasiswa,

Protozoa pada sampel sebelum dan sesudah pembentukan biogas menunjukan jenis yang sama tetapi berkurang cukup banyak hal ini dikarenakan ketika masuk ke dalam digester

Hasil penelitian mengenai hubungan antara efikasi diri akademik dengan kematangan karir menunjukkan adanya sumbangan efektif sebesar 26,3% yang diberikan efikasi