• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keterkaitan Sektor Industri Pengolahan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.3 Keterkaitan Sektor Industri Pengolahan dengan

berkembang dapat dilihat sebagai suatu sektor ekonomi yang sangat potensial dalam empat bentuk kontribusinya terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional, yaitu (Tambunan, 2003) :

1. Ekspansi dari sektor-sektor ekonomi lainnya sangat tergantung pada pertumbuhan output di sektor pertanian, baik dari sisi permintaan sebagai sumber pemasok makanan yang kontinu mengikuti pertumbuhan

penduduk, maupun dari sisi penawaran sebagai sumber bahan baku bagi keperluan produksi di sektor-sektor lain seperti industri nonmanufaktur

(misalnya industri makanan dan minuman) dan perdagangan. Kuznets menyebut ini sebagai kontribusi produk.

2. Di negara-negara agraris seperti Indonesia, pertanian berperan sebagai sumber penting bagi pertumbuhan permintaan domestik bagi produk- produk dari sektor-sektor ekonomi lainnya. Kuznets menyebutnya kontribusi

3. Sebagai suatu sumber modal untuk investasi di sektor-sektor lainnya. Bahwa dalam proses pembangunan ekonomi terjadi transfer surplus

tenaga kerja (L) dari pertanian (pedesaan) ke industri dan sektor-sektor perkotaan lainnya. Kuznets menyebutnya kontribusi faktor-faktor produksi. 4. Sebagai sumber penting bagi surplus neraca perdagangan (sumber

devisa), baik lewat ekspor hasil-hasil pertanian maupun dengan peningkatan produksi pertanian dalam negeri menggantikan impor (subtitusi impor).

Kuznets menyebutnya kontribusi devisa.

Menurut Jhingan (2004), sumbangan atau jasa sektor pertanian pada pembangunan ekonomi terletak dalam hal : (i) menyediakan surplus pangan yang semakin besar kepada penduduk yang kian meningkat; (ii) meningkatkan permintaan akan produk industri dan dengan demikian mendorong keharusan diperluasnya sektor sekunder dan tersier; (iii) menyediakan tambahan penghasilan devisa untuk impor barang-barang modal bagi pembangunan melalui ekspor hasil pertanian terus menerus; (iv) meningkatkan pendapatan desa untuk dimobilisasi pemerintah; (v) memperbaiki kesejahteraan masyarakat pedesaan. Pembangunan sektor pertanian menjadi semakin penting melihat keterkaitannya terhadap pembangunan pedesaan dimana mayoritas masyarakat petani tinggal. Sehubungan dengan keterkaitan tersebut, Todaro dan Smith (2004) mengemukakan bahwa pada skala yang lebih luas pembangunan sektor pertanian dan daerah pedesaan kini diyakini sebagai intisari pembangunan nasional secara keseluruhan oleh banyak pihak.

Kenaikan daya beli daerah pedesaan, sebagai akibat kenaikan surplus pertanian, merupakan perangsang kuat terhadap perkembangan industri (Jhingan, 2004). Dengan kata lain meluasnya output dan peningkatan produktivitas pertanian akan meningkatkan permintaan terhadap barang manufaktur yang pada akhirnya akan memperluas sektor industri. Jika kondisi ini dapat terwujud maka sektor jasa pun akan meningkat untuk melayani kebutuhan sektor pertanian dan sektor industri. Hal ini akan memberikan pengaruh yang sangat besar bagi perekonomian karena PDB membutuhkan peranan sektor-sektor tersebut.

Tanpa suatu peningkatan output atau produktivitas di sektor pertanian, sektor industri tidak dapat meningkatkan ouputnya (atau pertumbuhan yang tinggi akan sulit tercapai). Oleh karena itu, sektor pertanian memainkan peranan penting dalam pembangunan sektor industri di suatu daerah (Tambunan, 2003). Sebaliknya, lewat keterkaitan produksi, industri manufaktur bisa memainkan suatu peran penting untuk mendukung perkembangan dan pertumbuhan sektor pertanian sebagai keunggulan komparatifnya (Tambunan, 2003). Pemikiran ini mengemukakan bahwa terdapat keterkaitan sektor pertanian dan sektor industri sebagaimana telah banyak diuraikan oleh berbagai teori yang menjelaskan bagaimana keterkaitan sektor-sektor tersebut mempengaruhi perekonomian suatu negara. Lemahnya keterkaitan kegiatan ekonomi baik secara sektoral maupun spasial, tercermin dari kurangnya keterkaitan antara sektor pertanian (primer) dengan sektor industri (pengolahan) dan jasa penunjang, serta keterkaitan pembangunan antara kawasan pedesaan dan kawasan perkotaan (Supriyati dan Suryani, 2006). Perekonomian yang memiliki keterkaitan produk antar industri

yang tinggi dan berimbang akan memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi pula (Suryana et al, 1998).

Sektor pertanian kemungkinan hanya bisa menyediakan kesempatan kerja bagi pertumbuhan penduduknya sendiri dan kiranya akan jauh kurang dari yang diperlukan (Mellor, 1989). Dengan demikian, Mellor berpendapat bahwa pertumbuhan pertanian saja jelas tidak dapat memenuhi pola-pola konsumsi yang meluas di luar makanan seperti yang diinginkan semua orang. Keterbatasan- keterbatasan ini menjelaskan mengapa strategi yang berlandaskan pertanian harus menimbulkan akibat-akibat besar tidak langsung pada pertumbuhan dan kesempatan kerja di sektor lain (Mellor, 1989).

King dan Byerlee (1978) dalam Kuncoro (2007) menemukan bahwa keterkaitan industri dengan sektor pertanian amat kuat apabila sektor industri mempunyai keterkaitan ke belakang yang tinggi. Salah satu syarat perlu (necessary condition) untuk dapat dicapainya transformasi struktural dari pertanian (industri primer) ke industri manufaktur (industri sekunder) adalah adanya keterkaitan sektor pertanian dengan sektor industri yang tangguh (Kuncoro, 2007). Kuncoro (2007) berpendapat bahwa kaitan yang paling sesuai adalah pengolahan produk-produk pertanian ke dalam pengembangan agroindustri.

Maju dan berkembangnya sektor pertanian untuk dapat memberikan nilai tambah yang tinggi bagi PDB hanya dapat terwujud dalam bentuk agroindustri (Saragih, 1995). Agroindustri adalah pengolahan hasil pertanian dan karena itu agroindustri merupakan bagian dari enam subsistem agribisnis yaitu subsistem

penyediaan sarana produksi dan peralatan, usaha tani, pengolahan hasil (agroindustri), pemasaran, sarana dan pembinaan (Soeharjo, 1991, Soekartawi, 1991, dan Badan Agribisnis DEPTAN, 1995 dalam Soekartawi, 2005). Dengan konsep agroindustri ini, sektor pertanian dan sektor industri akan bersama-sama mendorong pertumbuhan sektor selanjutnya yaitu sektor jasa.

Sektor pertanian membutuhkan masukan pupuk yang bermutu tinggi, teknologi seperti traktor, pembasmi hama yang tepat dan input lainnya. Karenanya, diperlukan industri yang dapat menyediakan kebutuhan untuk mendukung produksi sektor pertanian. Pasca produksi sektor pertanian akan menghasilkan output primer yang belum diolah sehingga output tersebut membutuhkan industri pengolahan untuk menciptakan nilai tambah yang tinggi bagi produk pertanian. Dengan kemajuan yang terjadi pada sektor pertanian dan industri, kebutuhan masyarakat akan jasa-jasa pendukung seperti transportasi, komunikasi, kesehatan dan lain sebagainya akan meningkat dan memicu pertumbuhan pada sektor ini.

Supriyati et al (2006) mengungkapkan bahwa paling sedikit ada lima alasan utama kenapa agroindustri penting untuk menjadi lokomotif utama pertumbuhan ekonomi nasional masa depan, yaitu : (1) Industri pengolahan mampu mentransformasikan keunggulan komparatif menjadi keunggulan kompetitif, yang pada akhirnya akan memperkuat daya saing produk agribisnis Indonesia; (2) Produknya memiliki nilai tambah dan pangsa pasar yang besar sehingga kemajuan yang dicapai dapat mempengaruhi pertumbuhan perekonomian nasional secara keseluruhan; (3) Memiliki keterkaitan yang besar

baik ke hulu maupun ke hilir (forward dan backward linkages), sehingga mampu menarik kemajuan sektor-sektor lainnya; (4) Memiliki basis bahan baku lokal (keunggulan komparatif) yang dapat diperbaharui sehingga terjamin sustainabilitasnya; (5) Memiliki peluang untuk mentransformasikan struktur ekonomi nasional dari pertanian ke industri dengan agroindustri sebagai motor penggeraknya.

Lima alasan yang telah diuraikan diatas menjelaskan peranan penting agroindustri dalam perekonomian nasional, seperti yang dijelaskan Soekartawi (2005). Pada intinya, peran agroindustri dalam perekonomian nasional suatu negara adalah sebagai berikut (Soekartawi, 2005) : a) mampu meningkatkan pendapatan pelaku agribisnis khususnya dan pendapatan masyarakat pada umumnya; b) mampu menyerap tenaga kerja; c) mampu meningkatkan perolehan devisa; d) mampu menumbuhkan industri yang lain khususnya industri pedesaan.

Walaupun peranan agroindustri begitu penting, namun pembangunan agroindustri masih dihadapkan oleh berbagai tantangan. Beberapa permasalahan agroindustri khususnya permasalahan didalam negeri adalah sebagai berikut (Soekartawi, 2005) : 1) kurang tersedianya bahan baku yang cukup dan kontinu; 2) kurang nyatanya peran agroindustri di pedesaan karena masih berkonsentrasinya agroindustri di perkotaan; 3) kurang konsistennya kebijakan

pemerintah mengenai agroindustri; 4) kurangnya fasilitas permodalan; 5) keterbatasan pasar; 6) lemahnya infrastruktur; 7) kurangnya perhatian terhadap

9) kualitas produksi dan prosesing yang belum mampu bersaing; 10) lemahnya enterpreneurship.

Target industrialisasi perlu ditetapkan agar kelangsungan industrialisasi berjalan secara sistematis dan membawa manfaat bagi berbagai struktur masyarakat (Nainggolan, 2007)3. Ini tentunya sebagai hasil pelajaran dari pengalaman negara-negara seperti India dan Brazil, dimana industrialisasi yang gencar dikembangkan berbasis teknologi tinggi. Meskipun Brazil memiliki National System of Scientific & Technological Development serta Fund for Scientific dan Technological Development, masing-masing sebagai lembaga pengkaji dan pengembang teknologi serta lembaga penyokong dananya, ternyata belum membawa Brazil sebagai negara Industri yang tangguh. Industri berat di Brazil dianggap memboroskan uang negara, karena jumlah dana yang disuntikkan jauh lebih besar dari yang diperoleh melalui hasil penjualan. Hal ini tidak lain karena ketidaksiapan seluruh perangkat, khususnya laboratorium (Basri dalam Nainggolan, 2007)1. Akibatnya, industrialisasi berbasis teknologi tinggi di Brazil tidak berjalan dengan baik oleh karena industrialiasi tidak dipahami sebagai suatu entitas dalam pembangunan ekonomi. Industrialisasi tidak mengkait pada sektor- sektor lain yang masih didominasi mayoritas masyarakatnya, yakni pertanian. Sehingga, kesenjangan antara sektor industri dan pertanian makin melebar.

Sebaliknya, kisah Korea Selatan dapat menjadi representasi model industrialisasi dengan kekuatan sektor pertanian (Budiman, 1991 dalam Nainggolan, 2007)1. Pada awal kemerdekaannya pemerintah Korea Selatan       

3

Nainggolan, H.L. 2007. Pertanian Indonesia Dalam Perspektif Industrialisasi dan Perdagangan

melaksanakan Land Reform dengan pembagian tanah secara besar-besaran kepada petani penggarap. Petani hanya diperkenankan memiliki tanah maksimum tiga hektar. Sebagai hasilnya, antara tahun 1945-1965 persentase pemilik tanah dari semua keluarga di desa meningkat dari 14 persen menjadi 70 persen. Sementara jumlah buruh tani menurun dari 49 persen menjadi 7 persen (Budiman, 1991 dalam Nainggolan, 2007)1. Undang-Undang Land Reform yang mengalihkan pemilikan tanah kepada para petani miskin pada gilirannya meningkatkan daya beli di pedesaan.

Keterkaitan sektor pertanian dengan sektor industri tidak lepas dari peranan sektor lain dalam perekonomian dan keterkaitan antara kedua sektor tersebut dengan sektor-sektor lainnya. Sektor jasa memainkan peran penting dalam menyangga pertumbuhan aktivitas barang-barang perdagangan pertanian dan industri, dalam menciptakan lapangan kerja dan pendapatan devisa (khususnya di bidang pariwisata) serta dalam menyediakan rangkaian jasa masyarakat dan pribadi saat pendapatan meningkat (Hill, 2001). Menurut Hill (2001), sektor jasa yang lebih efisien dan beragam menghasilkan kontribusi efektif terhadap peningkatan efisiensi di sektor barang, memperkaya kesejahteraan konsumen, mempercepat pertumbuhan lapangan kerja dan meningkatkan ekspor.

Dokumen terkait