• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kluster Industri Logam Dasar Besi dan Baja Indonesia

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.3. Analisis Kluster Industri Logam Dasar Besi dan Baja Indonesia

Adanya kluster suatu industri memberikan banyak keuntungan bagi industri atau perusahaan-perusahaan yang ada dalam industri tersebut karena dengan pengembangan kluster diharapkan memberikan penghematan- penghematan biaya baik biaya transportasi, biaya produksi, pemasaran dan sebagainya. Adanya kluster dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi industri bersangkutan, salah satunya karena industri dengan mudah memiliki akses yang efisien terhadap bahan baku, tenaga kerja, informasi, industri terkait, industri pendukung dan sebagainya. Dengan meningkatnya produktivitas dan efisiensi maka daya saing industri dapat meningkat pula.

Industri besi dan baja merupakan industri yang memiliki keterkaitan yang sangat erat antar sektor industri lainnya, baik dengan industri hulu atau industri hilirnya. Secara geografis, industri logam dasar besi dan baja ini amat terkonsentrasi pada sebagian wilayah di Indonesia. Oleh karena itu, masing- masing perusahaan dalam wilayah tersebut dapat berperan dalam tumbuh dan berkembangnya kluster industri logam dasar besi dan baja yang dapat menciptakan keunggulan kompetitif bagi industri tersebut.

Pemilihan suatu lokasi industri logam dasar besi dan baja sangat tergantung pada beberapa faktor yang mendukung, diantaranya bahwa lokasi tersebut merupakan daerah bahan baku atau bahan pendukung, memiliki daerah pemasaran yang cukup baik, adanya atau dekat dengan pelabuhan dan prasarana yang mendukung, tersedianya tanah yang cukup luas, tersedia air yang cukup banyak untuk keperluan produksinya, kondisi politis daerah yang baik, serta

adanya tenaga kerja yang banyak. Faktor inilah yang cukup menunjang untuk didirikannya industri logam dasar besi dan baja serta potensial untuk dibangun dan dikembangkan suatu kluster industrinya.

Berdasarkan analisis sebaran geografis diperoleh bahwa daerah atau lokasi industri logam dasar besi dan baja di Indonesia terdapat di empat pulau Indonesia yaitu Pulau Jawa (Gambar 5.1), Sumatera (Gambar 5.2), Kalimantan (Gambar5.3) dan Sulawesi. Dari empat pulau tersebut, industri logam dasar besi dan baja Indonesia terdapat di 25 kabupaten/kota yang ada. Pulau Jawa merupakan daerah utama industri logam dasar besi dan baja karena industri logam dasar besi dan baja hampir keseluruhan berada di Pulau Jawa yakni terdapat di 18 kabupaten dan kabupaten sisanya terdapat di luar Pulau Jawa. Berdasarkan analisis SIG ditunjukkan bahwa terdapat konsentrasi spasial untuk industri logam dasar besi dan baja, industri cenderung mengelompok di suatu daerah terutama daerah yang memiliki bahan baku atau bahan penolong dan dekat dengan sarana transportasi seperti pelabuhan-pelabuhan. Konsentrasi spasial lebih jelas terlihat di bagian barat Pulau Jawa.

Gambar 5.1. Peta Sebaran Geografis Industri Logam Dasar Besi dan Baja Pulau Jawa

Gambar 5.2 menunjukkan peta sebaran geografis industri logam dasar besi dan baja di Pulau Kalimantan. Daerah utama industri besi baja di Pulau Kalimantan, tepatnya berada di Kabupaten Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat. Industri besi baja yang terdapat di Kabupaten Pontianak ini hanya terdapat satu subsektor industri yaitu industri penggilingan baja. Pada tahun 1995, jumlah tenaga kerja yang diserap oleh industri penggilingan baja di Kabupaten Pontianak hanya sebanyak 66 tenaga kerja, sedangkan pada tahun 2004, jumlah tenaga kerja yang diserap meningkat menjadi 89 tenaga kerja (Lampiran 1 dan 2).

Gambar 5.2. Peta Sebaran Geografis Industri Logam Dasar Besi dan Baja Pulau Kalimantan

Sumber : Diolah dari Peta BPS

Industri logam dasar besi dan baja di Pulau Sumatera terletak di beberapa daerah yaitu di Kabupaten Asahan, Deli Serdang, Medan, Musi Banyuasin, dan Batam (Gambar 5.3). Sebagian besar subsektor industri besi baja di Pulau Sumatera lebih banyak berspesialisasi pada subsektor industri penggilingan baja dan pada industri pipa dan sambungan pipa dari besi baja. Pada tahun 1995, hanya terdapat empat kabupaten di Pulau Sumatera sebagai tempat industri besi baja beroperasi yaitu terletak di Kabupaten Dairi, Medan, Batam, dan Musi Banyuasin.

Pada tahun 2004, industri besi baja di Pulau Sumatera terletak di lima kabupaten, akan tetapi industri di kabupaten Dairi sudah tidak beroperasi lagi.

Gambar 5.3. Peta Sebaran Geografis Indsutri Logam Dasar Besi dan Baja Pulau Sumatera

Sumber : Diolah dari Peta BPS

Tabel 5.7 menunjukkan hasil analisis frequencies dengan menggunakan SPSS Versi 13 yang memperlihatkan distribusi tenaga kerja dan nilai tambah industri logam dasar besi dan baja di Indonesia. Hasil dari uji tersebut memperlihatkan bahwa pada tahun 1995 dan 2004, distribusi tenaga kerja dan nilai tambah industri logam dasar besi dan baja tidak merata yang dilihat dari hasil uji nilai skewness dan kurtosis dimana rasio skewness dan rasio kurtosis tidak berada diantara -2 dan 2. Distribusi dikatakan normal jika rasio skweness maupun kurtosis berada diantara -2 dan 2.

Tabel 5.7. Rasio Skewness dan Kurtosis Industri Logam Dasar Besi dan Baja Indonesia Tahun 1995 dan 2004

Tenaga Kerja Nilai Tambah

Rasio

Tahun 1995 Tahun 2004 Tahun 1995 Tahun 2004

Skewness 4,085 3,983 8,658 5,282

Kurtosis 3,392 4,053 18,256 7,795

Gambar 5.4 dan 5.5 memperlihatkan histogram distribusi tenaga kerja dan nilai tambah industri logam dasar besi dan baja pada tahun 1995 dan 2004 untuk seluruh kabupaten di Indonesia, dimana menunjukkan adanya kecondongan positif dan memiliki sebaran tidak normal. Kecondongan positif menunjukkan bahwa ada beberapa kabupaten atau kota mempunyai tingkat kepadatan industri logam dasar besi dan baja yang tinggi dilihat dari jumlah tenaga kerja dan nilai tambah yang dihasilkan, tetapi ada juga kabupaten yang memiliki kepadatan industri besi baja yang rendah. Jadi, dari hasil uji frequencies dapat diindikasikan bahwa terdapat kluster industri logam dasar besi dan baja pada beberapa wilayah di Indonesia.

Gambar 5.4 Histogram Distribusi Tenaga Kerja dan Nilai Tambah Industri Logam Dasar Besi dan Baja Indonesia Tahun 1995

Gambar 5.5 Histogram Distribusi Tenaga Kerja dan Nilai Tambah Industri Logam Dasar Besi dan Baja Indonesia Tahun 2004

Untuk membedakan kabupaten yang memiliki tingkat kepadatan industri yang tinggi atau rendah pada industri besi baja ini, maka dibuat suatu kriteria “tinggi”, ”sedang”, dan “rendah” berdasarkan penyerapan tenaga kerja dan nilai tambah yang dihasilkan. Penentuan kriteria untuk menentukan daerah kepadatan industri dalam penelitian ini mengikuti kriteria yang digunakan oleh Kuncoro (2002). Kriteria-kriteria tersebut sebagai berikut :

1. Tinggi, untuk tenaga kerja bila memiliki jumlah tenaga kerja lebih dari 6.000 pekerja, sedangkan untuk nilai tambah bila memiliki nilai lebih dari Rp. 100 miliyar.

2. Sedang, untuk tenaga kerja bila memiliki tenaga kerja antara 1.000 sampai 6.000 pekerja, sedangkan untuk nilai tambah bila memiliki nilai antara Rp.15 miliyar sampai Rp. 100 miliyar.

3. Rendah, untuk tenaga kerja bila memiliki jumlah tenaga kerja kurang dari 1.000 pekerja, sedangkan untuk nilai tambah bila memiliki nilai kurang dari Rp. 15 miliyar.

Diasumsikan bahwa ciri daerah industri besi baja utama adalah daerah yang memiliki kepadatan industri yang tinggi atau sedang, yang diterapkan secara bersamaan baik untuk tenaga kerja dan nilai tambahnya. Dapat dilihat pada lampiran 4 dan 5, kabupaten-kabupaten yang merupakan daerah industri besi baja utama di Indonesia pada tahun 2004 terdapat di 9 kabupaten. Kabupaten Cilegon sebagai daerah industri besi baja yang memiliki tingkat kepadatan industri yang tertinggi dalam penyerapan tenaga kerja dan nilai tambah yang dihasilkan dibandingkan kabupaten lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa Cilegon dapat

dianggap sebagai daerah kluster industri logam dasar besi baja di Indonesia. Kabupaten lain yang juga merupakan daerah industri logam dasar besi baja di Indonesia adalah Bekasi, Sidoarjo, Surabaya, Semarang, Batam, Medan, Tanggerang dan Jaktim. Daerah-daerah tersebut juga potensial untuk dapat dikembangkan menjadi kluster industri besi baja di Indonesia.

Pada tahun 2004, penyerapan tenaga kerja dan nilai tambah terbesar pada industri logam dasar besi dan baja Indonesia berada di kabupaten Cilegon. Sebelum otonomi daerah, Cilegon termasuk ke dalam kabupaten Serang, tetapi setelah otonomi daerah tahun 2001, Cilegon membentuk kabupaten sendiri yaitu kabupaten Cilegon. Hal ini berarti bahwa mulai dari tahun 1995 hingga tahun 2004 penyerapan tenaga kerja dan nilai tambah terbesar untuk industri logam dasar besi dan baja paling besar disumbangkan oleh daerah Cilegon karena Serang sendiri setelah otonomi daerah hanya menduduki kelas “rendah” sehingga tidak dianggap sebagai daerah utama industri besi baja sebab di kabupaten Serang terdapat industri lain yang lebih berperan dalam memberikan nilai tambah dan menyerap tenaga kerjanya.

Pada tahun 2004, Cilegon yang termasuk dalam kelas “tinggi” memiliki jumlah unit usaha sebanyak 7 unit usaha pada industri logam dasar besi dan baja. Jumlah unit usaha terbanyak berada di kabupaten Bekasi dengan unit usaha sebanyak 18 unit usaha. Hal ini menunjukkan bahwa banyak perusahaan logam dasar besi dan baja beroperasi di daerah tersebut daripada di daerah lain sehingga dapat disimpulkan terdapat pengelompokan industri besi baja dan dapat diindikasikan ada kluster pada daerah tersebut. Menurut Marshall (1919) dalam

Kuncoro (2002), kluster industri terjadi karena adanya konsentrasi pekerja yang terampil, berdekatan dengan pemasok spesialis dan tersedianya fasilitas untuk mendapatkan pengetahuan sehingga membuat perusahaan-perusahaan dalam satu industri cenderung mengelompok.

Untuk mengetahui perbedaan skala kluster industri dapat digunakan indikator skala. Indikator skala dihitung dengan menggunakan total penyerapan tenaga kerja dan nilai tambah yang dihasilkan oleh industri tersebut. Dalam pembahasan ini, diasumsikan bahwa industri logam dasar besi dan baja dikelompokkan menjadi kluster-kluster industri dengan cara menggabungkan daerah-daerah industri baja yang saling berdekatan secara geografis menjadi daerah industri besi baja utama yang diperluas (Extended Industrial Areas). Kelompok industri yang diperluas tersebut terdiri dari Serang EIA (Serang dan Cilegon), Jabotabeka EIA (Jakarta, Bogor, Tanggerang, Bekasi, dan Karawang), Bandung, Semarang EIA (Semarang dan Klaten), Surabaya EIA (Pasuruan, Surabaya, Sidoarjo, Mojokerto, dan Gresik), Medan EIA (Asahan, Deli Serdang dan Medan), Batam, Musi Banyuasin, Pontianak, dan Ujung Pandang.

Lampiran 6 menunjukkan daerah industri logam dasar besi dan baja Indonesia dilihat dari sisi skala, daerah yang paling menonjol adalah Jabotabeka EIA dan Serang EIA baik dalam penyerapan tenaga kerja dan nilai tambah yang dihasilkan. Namun, Serang EIA menghasilkan nilai tambah yang lebih besar daripada Jabotabeka EIA. Hal ini berarti Serang EIA merupakan daerah perluasan industri logam dasar besi dan baja terbesar di Indonesia, setelah itu barulah

Jabotabeka EIA sebagai daerah perluasan industri logam dasar besi dan baja kedua terbesar.

Terdapat ketimpangan distribusi aktivitas industri logam dasar besi baja antara Pulau Jawa dengan pulau lainnya dalam hal penyerapan tenaga kerja dan nilai tambah. Rata-rata kontribusi tenaga kerja dan nilai tambah yang terdapat di kabupaten di Pulau Jawa memberikan kontribusi lebih tinggi dibandingkan kabupaten yang ada di luar Pulau Jawa. Penyerapan tenaga kerja industri besi baja di Pulau Jawa pada tahun 2004 sebesar 84,86 persen terhadap total tenaga kerja industri besi baja di Indonesia, sedangkan untuk kontribusi nilai tambah kabupaten di Pulau Jawa sebesar 78,83 persen, sisanya untuk industri di luar Pulau Jawa. Oleh karena itu, kluster industri logam dasar besi dan baja di Indonesia lebih terkonsentrasi secara spasial di Pulau Jawa. Daerah-daerah industri utama besi baja di Jawa lebih banyak terdapat di daerah bagian barat dan timur Pulau Jawa.

Konsentrasi industri dalam suatu kluster dapat diukur dengan menggunakan salah satu ukuran yang dinamakan indeks spesialisasi. Indeks spesialisasi juga digunakan untuk mengukur kemampuan suatu daerah dalam menciptakan kesempatan kerja (Kuncoro, 2002). Lampiran 7 dan 8 memperlihatkan indeks spesialisasi untuk kabupaten atau kota industri logam dasar besi dan baja di Indonesia. Pada tahun 1995, secara rata-rata indeks spesialisasi industri logam dasar besi dan baja di Indonesia sebesar 2,13 sedangkan tahun 2004 nilai indeks spesialisasinya sebesar 3,61. Nilai indeks spesialisasi yang melebihi satu berarti bahwa daerah tersebut mampu menciptakan

kesempatan kerja yang sangat besar. Hal ini berarti, industri logam dasar besi dan baja di Indonesia cenderung memberikan kesempatan pangsa tenaga kerja yang besar hingga tahun 2004, terkecuali pada saat terjadi krisis ekonomi dipertengahan tahun 1997 karena pada saat krisis banyak tenaga kerja yang di PHK.

Pada tahun 1995, Kabupaten Serang masih tergabung dengan propinsi Jawa Barat memberikan nilai indeks spesialisasi terbesar dibandingkan dengan daerah lainnya yaitu sebesar 16,38. Kemudian pada tahun 2004, setelah otonomi daerah Banten memisahkan diri dari Jawa barat dan membentuk propinsi sendiri ternyata kabupaten Cilegonlah yang mempunyai nilai indeks spesialisasi yang sangat tinggi yaitu sebesar 44,61. Daerah-daerah yang memberikan sumbangan tenaga kerja dan nilai tambah yang besar atau yang termasuk dalam kelas “tinggi” ternyata mempunyai indeks spesialisasi yang lebih dari satu.

Menurut Kuncoro (2002) dikatakan bahwa indeks spesialisasi yang tinggi pada suatu industri diasumsikan akan mempercepat pertumbuhan industri yang terdapat di daerah tersebut. Tingginya indeks spesialisasi yang dimiliki Cilegon mengindikasikan ada keunggulan komparatif yang dimiliki daerah tersebut dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya. Artinya bahwa industri logam dasar besi dan baja di Cilegon memiliki pangsa tenaga kerja yang besar.

Daerah-daerah yang memiliki indeks spesialisasi kurang dari satu menunjukkan bahwa daerah tersebut kurang atau tidak memiliki keunggulan komparatif. Pada tahun 1995, daerah industri besi dan baja di Indonesia yang memiliki indeks spesialisasi terendah adalah industri di kabupaten Malang sehingga tahun 2004 industri di kabupaten malang sudah tidak beroperasi lagi

akibat rendahnya keunggulan komparatif yang dimiliki. Pada tahun 2004, indeks spesialisasi terendah berada di kabupaten Pasuruan karena pangsa tenaga kerja industri besi baja di daerah tersebut sangat rendah.

Dari analisis sebaran geografis dapat diindikasikan bahwa sampai tahun 2004 hanya ada satu daerah kluster industri utama logam dasar besi dan baja di Indonesia yaitu terletak di kabupaten Cilegon Propinsi Banten. Hal ini terbukti karena industri logam dasar besi dan baja di Cilegon memberikan sumbangan cukup besar baik pada penyerapan tenaga kerja maupun nilai tambahnya dibandingkan dengan industri logam dasar besi dan baja yang terdapat di kabupaten lain (Lampiran 5). Kabupaten Cilegon pun mempunyai indeks spesialisasi yang besar, oleh karena itu industri besi baja yang ada di Cilegon diharapkan akan mempercepat pertumbuhan industri maupun kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut karena memberikan kesempatan pangsa tenaga kerja yang besar.

Cilegon diindikasikan sebagai kluster bagi industri logam dasar besi dan baja karena lokasi Cilegon strategis yaitu dekat dengan pelabuhan Merak sehingga memudahkan untuk mendatangkan bahan baku dan memasarkan produknya; terdapat universitas yang menyediakan banyak tenaga kerja terampil dan terdidik; dekat dengan para pemasok besi baja seperti industri seng, pipa, kaleng dan sebagainya; adanya sarana dan prasarana pendukung seperti infrastruktur jalan yang baik dan sebagainya; selain itu dukungan dari pemerintah daerah setempat.