• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KOMUNIKASI PARTISIPATIF DALAM IMPLEMENTASI PNPM MANDIRI PERDESAAN

Dalam dokumen ANALISIS KOMUNIKASI PARTISIPATIF DALAM P (Halaman 108-129)

Peran fasilitator dan kredibilitas yang melekat dalam dirinya akan mempengaruhi bagaimana proses komunikasi berlangsung antara fasilitator dengan dan sesama partisipan di lokasi kegiatan PNPM MPd. Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa peran fasilitator kurang tampak pada kegiatan yang bervisi pemberdayaan. Kredibilitas fasilitator juga cenderung menurun jika dibandingkan dengan kegiatan pendahulunya (PPK). Bagaimana dengan proses komunikasinya ? Apakah berlangsung secara partisipatif ?

Untuk melihat proses-proses komunikasi dalam implementasi PNPM MPd, peneliti mengikuti dan melakukan pengamatan secara langsung berbagai event komunikasi, yaitu musyawarah atau rapat ketika program berjalan. Selama penelitian berlangsung ada dua kali rapat atau musyawarah yang peneliti ikuti yaitu rapat di tingkat Desa Teluk dengan agenda musyawarah pengumpulan dana swadaya masyarakat yang akan disumbangkan dalam kegiatan PNPM MPd tahun 2009 dan Musyawarah Antar Desa (MAD) III di tingkat Kecamatan Pemayung dengan agenda penetapan usulan kegiatan PNPM MPd yang terdanai untuk tahun 2009. Sebagai pendukung dan pembanding, peneliti juga menggali informasi lain untuk melihat proses komunikasi yang berlangsung selama program berjalan melalui observasi dan wawancara mendalam kepada pelaku dan partisipan penerima program.

Rapat dengan agenda pengumpulan dana swadaya masyarakat dilaksanakan di Kantor Kepala Desa Teluk pada Hari Jum’at, 3 April 2009 jam 14.30– 16.30 WIB. Peserta rapat terdiri dari fasilitator yaitu Bapak Efendi, ST, salah seorang pengurus UPK Kecamatan Pemayung yaitu Bapak Mahmud, Kepala desa dan aparat Desa Teluk, Anggota BPD, Ketua LPM, Tokoh Masyarakat (antara lain tokoh adat, tokoh agama dan guru), Ibu-ibu Kelompok SPP dan warga desa terutama bagi mereka yang rumahnya akan dilewati pembangunan jalan rabat beton (program PNPM MPd tahun 2009 di Desa Teluk)

Menurut pengurus TPK, sedianya rapat akan dimulai jam 13.30 WIB sebagaimana undangan yang telah disampaikan kepada warga, akan tetapi dikarenakan hujan, maka rapat tertunda dan baru dapat dimulai pada jam 14.30 WIB. Sempat terjadi kekhawatiran (sebagaimana yang terdengar oleh peneliti dalam perbincangan antara aparat desa) jika hujan tak kunjung reda, maka besar kemungkinan rapat ditunda dengan pertimbangan rapat mesti bisa menghadirkan

orang banyak (terutama yang berkepentingan dengan program) karena rapat memiliki agenda yang sangat penting yaitu pengumpulan sumbangan dari masyarakat.

Alhamdulillah hujan reda, satu persatu wargapun mulai mendatangi Kantor Kepala Desa Teluk. Beberapa tokoh masyarakat dan warga saling mengobrol di depan teras sebelum acara dimulai. Tepat jam 14. 15 fasilitator bersama pengurus UPK Kecamatan Pemayung datang dan acarapun segera dimulai.

Dalam rapat tersebut dapat dijelaskan bahwa posisi tempat duduk peserta rapat adalah sebagai berikut :

1. Ruang utama bagian depan terdiri dari : aparat desa (Kepala desa dan Sekretaris desa,), fasilitator, pengurus UPK Kecamatan Pemayung dan beberapa tokoh masyarakat.

2. Ruang utama bagian tengah dan belakang terdiri warga masyarakat, sebagian tokoh masyarakat (ada tokoh agama, Ketua LPM dan Kepala SD) 3. Ruang samping : Kelompok Ibu-Ibu (sengaja dipersiapkan terpisah dari

kelompok laki-laki)

4. Bagian teras disi oleh warga masyarakat (terutama yang hadir menyusul) Secara detail posisi tempat duduk peserta rapat tersebut, dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Posisi Tempat Duduk Peserta Rapat

Disi Oleh Kelompok Perempuan

Diisi oleh kelompok Laki‐laki

Ruang Samping Pintu

Ruang Utama

Teras Dinding D is i o le h k e lo m p o k L a k i‐ la k i d a n T o k o h M a sy a ra k a t

Diisi Oleh Kades, Pengurus UPK dan Tokoh Masyarakat

D is i o le h F a si li ta to r d a n k e lo m p o k L a k i‐ la k i

Gambar 9 di atas menunjukkan bahwa tempat duduk kelompok perempuan dipersiapkan secara terpisah dengan posisi yang tidak memungkinkan mereka bisa berpartisipasi dalam rapat. Kelompok perempuan juga tidak diberi ruang untuk berbicara dan terbukti tidak satupun dari mereka ikut menyumbangkan pikiran selama rapat berlangsung, bahkan ditengah perjalanan rapat mereka meninggalkan ruangan (pulang ke rumah masing- masing) tanpa mengikuti rapat hingga tuntas sehingga rapat berlanjut tanpa melibatkan kelompok perempuan.

Gambar 11. Pemisahan Tempat Duduk Peserta Rapat antara Kelompok Laki-laki dan Kelompok Perempuan

Setelah melakukan konfirmasi kepada salah seorang tokoh masyarakat, kondisi di atas ternyata merupakan cermin dan ciri budaya masyarakat setempat. Dalam berbagai event yang lain, baik pada acara adat maupun acara sosial kemasyarakatan, seperti pada acara pesta perkawinan, yasinan dan rapat- rapat di desa, umumnya mereka selalu membuat hijab atau pembatas antara kelompok laki-laki dengan kelompok perempuan. Menurut penuturan tokoh masyarakat tersebut, hal ini dikarenakan masih kuatnya nilai-nilai religi (Islam) yang dianut oleh masyarakat Desa Teluk yang harus memisahkan ruang antara kelompok laki-laki dengan kelompok perempuan.

Fakta budaya seperti ini, sesunguhnya bukan menjadi penghalang bagi terciptanya ruang berbicara bagi kelompok perempuan. Fasilitator bisa mensiasati dengan lebih aktif dan responsif menciptakan suasana forum yang lebih terbuka dimana semua kelompok, baik laki-laki maupun perempuan bisa berpartisipasi mengeluarkan pendapat. Misalnya dengan berjalan, menyapa, memancing pertanyaan dan sebagainya. Pengalaman fasilitator pada program

PPK terdahulu membuktikan bahwa dia bisa mensiasati kondisi forum seperti itu. Sebagaimana dituturkan oleh tokoh masyarakat tersebut :

“Dahulu posisi tempat duduk dalam rapat-rapat PPK juga seperti ini, tetapi fasilitatornya aktif dan selalu rajin berjalan dan menyapa, terkadang juga diselingi pertanyaan kepada yang hadir, sehingga ibu- ibupun tidak segan untuk memberikan usulan dalam rapat. (Kt)

Sementara itu, pada kelompok warga masyarakat yang duduk di teras, karena dibatasi oleh dinding pemisah, perhatian warga cenderung tidak fokus dan terkesan asik dengan obrolan masing-masing, baru ketika acara pengumpulan dana berlangsung mereka ikut ambil bagian (berpartisipasi). Mereka yang duduk di teras adalah warga masyarakat yang hadir belakangan.

Acara rapat di buka oleh MC yaitu Bapak Mahmud. Beliau adalah pengurus UPK Kecamatan (bendahara) yang berasal dari Desa Teluk. Kemudian secara berurutan acara dilanjutkan dengan kata sambutan dari kepala desa, pengarahan dari fasilitator, rapat warga desa yang dibuka oleh Ketua TPK (Bapak Kamal) untuk kemudian diserahkan kepada Bapak Jafar (Kepala SD) sebagai pemandu pengumpulan dana swadaya dan ditutup dengan pembacaan do’a oleh ustadz Hajar (Da’i Desa Teluk). Peserta yang terlihat dominan berbicara dalam forum tersebut adalah Bapak Jafar (Kepala SD), Bapak Ibrahim (Ketua LPM), fasilitator dan aparat desa.

Setelah dibuka oleh MC acara dilanjutkan dengan Kata Sambutan dari Kepala Desa. Dalam sambutannya, pak Kades sembari meminta pendapat dan penguatan dari FK menekankan pentingnya swadaya masyarakat ini dan oleh karenanya berharap betul warga desa dapat dengan ikhlas ikut menyumbangkan dana atau bentuk sumbangan yang lain untuk keperluan pembangunan jalan rabat beton ini. Berikut ini isi kata sambutan Bapak Kepala Desa tersebut :

“Disini saya akan memberitahukan tujuan kita berkumpul hari ini yaitu kita bersama-sama akan mendengarkan apa-apa yang akan disampaikan atau pengarahan dari FK tentang pembangunan jalan desa atau jalan rabat beton, dan juga dalam rangka pembangunan tersebut sekarang ada aturannya yaitu kita harus mempersiapkan swadaya atau dana minimal 5% untuk swadaya. Swadaya tersebut bisa kita berikan tidak hanya dalam bentuk uang cash saja, bisa berbentuk material seperti pasir, kerikil, semen dan sebagainya. Itu yang harus kita persiapkan bersama. Kalau dulu tidak ada, tetapi sekarang sudah ada. Untuk lebih jelasnya atau lebih lanjut marilah kita sama-sama rembukkan atau kita musyawarahkan untuk keperluan pembangunan jalan tersebut. Karena tanpa swadaya kemungkinan kita tidak bisa melanjutkan pembangunan ini., benar begitu pak FK ya.

Setelah selesai kata sambutan dari Kades, acara kemudian dilanjutkan dengan pengarahan dari fasilitator. Seirama dengan Kepala desa, dalam pengarahannya fasilitaor juga menguatkan penekanan pentingnya swadaya dalam rangka pembangunan jalan rabat beton untuk PNPM MPd Tahun 2009 ini. Bahkan sempat terlontar ucapan dari fasilitator jikalau tidak ada swadaya dari masyarakat, maka usulan yang telah disepakati bisa di tolak oleh program sebagaimana terungkap dalam salah satu petikan isi pengarahan fasilitator berikut ini :

“Seperti yang telah disampaikan oleh Bapak Kepala Desa tadi tujuan dari rapat kita hari ini adalah untuk menghimpun dana swadaya kita, memang disini perlu saya sampaikan bahwa di program-program kita, mulai dari PPK dahulu , PNPM dan P2SPP yang kita laksanakan saat ini segala sesuatu yang dilaksanakan di desa sedikit banyaknya harus ada dana swadaya masyarakat. Memang kalau tidak ada swadaya dari masyarakat nanti akan ada cros cek dan pengajuan yang kita lakukan di kabupaten bisa di tolak oleh program”.

Berikutnya, fasilitator juga menyampaikan tujuan dari swadaya ini adalah agar masyarakat bisa terlibat langsung dalam pembangunan dan memupuk rasa memiliki terhadap jalan yang akan di bangun atau dilaksanakan nantinya. Dengan menjadikan pembangunan sebagai milik bersama maka diharapkan semua warga desa dapat bersama-sama menjaga dan melestarikan apa yang telah dibangun tersebut. Dalam pengarahan tersebut fasilitator juga menyampaikan bahwa mulai tahun ini besaran swadaya yang harus dipersiapkan adalah minimal lima persen dari total dana yang akan dikucurkan dan bisa diberikan tidak hanya berbentuk uang cash, tetapi juga bisa dalam bentuk lain yang jika dikonversikan dengan uang tidak kurang dari lima persen. Swadaya tersebut harus sudah ada, tersedia atau direalisasikan sebelum pencairan dana seperti terungkap dalam statement fasilitator berikut :

“Bapak-bapak, Dana swadaya itu minimal harus kita persiapkan lima persen dari total dana kegiatan yang akan kita terima. Seumpamanya dananya 200 juta, berarti lima persennya yaitu 10 juta. Swadaya itu dapat diberikan berupa, pertama adalah material (misalnya pasir, kerikil, dsb), kedua adalah tenaga kerja dengan cara bergotong royong yang akan dihitung berdasarkan hari orang kerja (HOK), misalnya ada 30 orang yang bergotong royong, kalaulah ongkos tenaga kerjanya Rp.50.000 sehari maka itu bisa dihitung menjadi Rp. 1.500.000, ketiga, bisa berupa peminjaman alat pekerjaan (misalnya ada warga yang punya molen, mesin air, gerobak), tidak usah kita sewa, nanti kita hitung semua nilainya, keempat bisa juga sumbangan dalam bentuk uang cash. Itu juga bisa dikategorikan swadaya. Swadaya tersebut telah dikumpulkan sebelum pencairan dana. Kalau seumpamanya besok pagi mau pencairan dana, hari ini sudah di cek, baru kemudian direalisasikan.

Misalnya swadayanya pasir, barangnya sudah ada di pinggir jalan baru dana dari kecamatan bisa dicairkan”

Lebih lanjut fasilitator dalam pengarahannya juga mengharapkan keterlibatan masyarakat termasuk kelompok perempuan atau Ibu-ibu sebagai tenaga kerja dalam kegiatan pembangunan jalan rabat beton tersebut sebagaimana diungkapan oleh fasilitator berikut ini :

Dalam pekerjaan ini kalau bisa seluruhnya yang mengerajakan warga disni saja, jangan sampai orang luar, supaya uang hanya beredar di desa teluk ini saja. Ini yang kita harapkan dari program. Kalau bisa hanya untuk beli semen saja yang kita keluar. kalau ada pasir atau batu yang ada disini kita jual ke PNPM, nanti jual perkelompok, kita jual sesuai harga pasaran. Kalau tahun kemaren kita bangun jalan di sematang danau, memang agak berat makanya banyak yang tidak bisa terlibat termasuk ibu-ibu tidak bisa ikut kerja. Kalau sekarang kan tidak terlalu rumit. Jadi ibu-ibu bisa ikut bekerja”

Setelah selesai pengarahan dari fasilitator, acara dilanjutkan dengan rapat menyepakati swadaya masyarakat yang dipimpin oleh Ketua TPK (Bapak Kamal), tapi sebelum rapat dimulai MC memberikan pengumuman kepada kelompok ibu-ibu tentang telah disahkannya kelompok SPP dari Desa Teluk yang pencairan dananya akan diserentakkan dengan pencairan dana untuk pembangunan jalan rabat beton. Ketua TPK setelah memberi salam dan penghormatan kepada Kades dan tokoh-tokoh masyarakat kembali mengajak kepada yang hadir dalam rapat tersebut untuk menyumbangkan dana maupun dalam bentuk yang lain untuk kepentingan pembangunan jalan rabat beton. Berikut ini adalah isi ajakan dan harapan ketua TPK tersebut :

Saya mengharapkan untuk musyawarah hari ini, yang hadir disini maupun yang tidak hadir, yang sangat berkepentingan melewati rumahnya (akan dilewati jalan ini), kami minta dibebankan sedikit, diberatkan sedikit untuk swadaya ini tapi tidak memberatkan beban yang lain atau sedikit banyak memberi sumbangan untuk kebutuhan swadaya ini tetapi tidak memberatkan beban yang lain.

Sempat terjadi jeda, dimana peserta rapat saling berbisik, rembuk, tukar fikiran sesaat setelah rapat dibuka oleh ketua TPK. Di tengah jeda tersebut, salah seorang tokoh masyarakat, yaitu pak Ibrahim (ketua LPM) mempertanyakan dana swadaya yang mesti diharuskan dengan angka minimal lima persen. Berikut ini adalah isi pertanyaan Ketua TPK tersebut :

“Saya mau tanya sedikit, saya tertarik dengan bahasa semampunya, kalau batas semampunya, ketika target swadaya kita tidak cukup lima persen atau 10 juta apakah barang (program, red) ini bisa batal. Kalau bahasanya semampunya berarti kan tidak harus atau tidak mesti menyumbang cukup 10 juta”

Setelah pertanyaan diajukan oleh ketua TPK sempat terjadi perdebatan antara pak Ibrahim dengan Ketua TPK dan pak Kades sebagai berikut :

TPK : “Kalau kita maksimal gotong royong sebanyak 5 hari dengan 30 orang, kita juga punya mesin air dan material lain. rasa-rasanya cukup lah itu, jadi kalau target itu terpenuhi rasa-rasanya sampai, saya rasa cukup dana itu.

Ibrahim : “Sebentar pak, harapan saya jangan rasa-rasa, harus ada kepastian dari program, apakah swadaya ini sifatnya berdasarkan kemampuan atau memakai dana minimal lima persen itu

Kades : “Baiklah saya jelaskan sedikit, Kalau swadaya (sumbangan) kita banyak, berarti tingkat keswadayaannya kita kan banyak, insyaAllah dana yang akan dikucurkan kepada kita juga akan banyak. Oleh sebab itu saya mohon kalau bisa kita maksimalkan dana ini. Akan tetapi untuk lebih jelasnya saya minta Bapak FK (fasilitator) mungkin bisa menjelaskan

Fasilitator : “Kita dari program, persyaratan untuk PNPM ini. Kalau dulu kan memang tidak ada penekanan, yang penting ada swadaya dari masyarakat, sekarang memang sudah aturannya begitu. Maksud yang semampunya adalah tenaga kerja, misalnya ada yang tidak mampu bekerja 1 hari penuh mungkin bisa setengah hari saja, yang penting akumulasi swadayanya tetap dengan angka minimal tetap lima persen.

Ibrahim : “O, begitu, artinya angka lima persen itu sudah final dan mengikat, Tenaga kerjanya semampunya dan dananya tetap lima persen tidak berdasarkan kemampuan swadaya kita.

Fasilitator : Ya pak

Dengan penjelasan dari fasilitator, akhirnya ketua TPK meminta persetujuan dari bapak-bapak peserta, dan secara serentak mereka menyatakan setuju. Setelah jeda sejenak dan masing-masing peserta rapat sibuk mengobrol. MC (pak Mahmud) mengingatkan kepada Ketua TPK untuk melanjutkan acara.

“Supaya acara kita ini agak terfokus saya berharap ketua TPK (ketua, sekretaris dan bendahara) harap berdekatan supaya nanti apa yang disampaikan oleh masyarakat di forum ini nanti bisa di catat, dan ada yang menanggapi. apapun hasilnya nanti ada berita acara, jadi kita tahu tugas dan fungsi di kita di TPK ini. Selanjutnya kepada ketua TPK agar bisa melanjutkan acara ini”

Ketua TPK selanjutnya melanjutkan rapat dengan meminta Bapak Jafar untuk menjadi pemandu pengumpulan dana swadaya tersebut. Tetapi sebelum pengumpulan dana swadaya dimulai pak Ibrahim kembali mengajukan interupsi. Ibrahim : “Interupsi bapak-bapak dan FK, nampaknya Ibu-ibu di dalam itu sudah

gelisah, jadi kalau bisa kita sampaikan maksud dan tujuan kita mengundang mereka, setelah itu kalau tidak ada lagi bolehlah mereka dipersilahkan pulang.

Kades : Sudah, guna dia di undang, tadi sudah disampaikan pengumuman tentang SPP, setelah itu kalau mereka mau ikut kerja nanti boleh, sekarang kalau mau pulang, silahkan

Akhirnya kelompok Ibu-ibupun meninggalkan tempat rapat untuk selanjutnya rapat dilanjutkan tanpa melibatkan kelompok perempuan. Mereka pulang dikarenakan adanya kesibukan di rumah masing-masing karena hari memang sudah beranjak sore. Setelah dikonfirmasi kepada warga yang hadir, umumnya mereka pulang karena menyiapkan kebutuhan di rumah tangganya masing-masing, seperti memasak, mengurus anak dan keperluan rumah tangga yang lain.

Dari pengamatan, pada saat rapat berlangsung yang dipandu oleh pak Jafar antusias warga untuk menyumbang sangat tinggi. Hampir semua orang terutama yang terlibat atau akan menerima manfaat langsung dari pembangunan jalan memberikan sumbangan secara spontan. Secara umum dapat disimpulkan rapat berlangsung dengan baik dan efektif dan berhasil mengumpulkan sumbangan peralatan kerja dan material dari warga masyarakat antara lain : lori, drum, selang air, cangkul, papan, pasir, kerikil, minyak solar, semen dan lain-lain. Beberapa warga juga menyumbang uang cash yang jumlahnya juga variatif, ada yang menyumbang 100 ribu, 50 ribu dan 200 ribu rupiah.

Kepiawaian pak Jafar sebagai pemandu yang cukup santai, akrab tetapi tetap fokus pada tujuan sehingga rapat berlangsung cepat dan tidak bertele-tele. Para donator yang bersedia menyumbang baik dalam bentuk uang, material maupun peralatan kerja di catat oleh pengurus TPK dan minta untuk dapat mengumpulkan secepatnya kepada pengurus TPK. Rapat akhirnya berakhir dengan kesepakatan warga akan memberikan sumbangan, akumulasi sumbangan (uang, material, peralatan kerja) sedang dihitung oleh pengurus TPK, dan tetap menerima sumbangan dari warga setelah berakhirnya rapat atau pada hari-hari berikutnya.

Rapat akan dilanjutkan, pada waktu yang akan ditentukan kemudian untuk menentukan jadwal pekerjaan (pra pelaksanaan) pembangunan Jalan

Rabat Beton. Akhirnya pada pukul 16.30 WIB rapat ditutup dengan pembacaan do’a oleh da’i Desa Teluk yaitu Ustadz Hajar.

Akses yang Tak Sama

Analisis peluang dan kekuasaan bagi RTM dalam berpartisipasi dapat dijelaskan bahwa keluarga miskin tidak memiliki peluang dan kekuasaan. Hal ini ditandai dengan RTM yang tidak menerima undangan secara khusus untuk kegiatan PNPM MPd. Dalam musyawarah desa, keluarga miskin yang kebetulan hadir mereka hanya sebagai peserta dan bukan terlibat dalam usul atau berpendapat. Peluang keluarga miskin dalam pengambilan keputusan juga tidak ada karena kegiatan ini selalu didominasi oleh elit desa. Hal ini dipengaruhi adanya struktur sosial dalam masyarakat yang tidak memberikan ruang dalam pengambilan keputusan. Kelompok elit desa memimpin dan menentukan kegiatan-kegiatan desa. Dengan demikian RTM belum memiliki kekuasaan dalam pengambilan keputusan musyawarah dalam PNPM MPd dan hanya dimiliki oleh elit desa dan pelaku PNPM MPd.

Tentang peluang RTM untuk selalu dilibatkan pada setiap aktivitas program, peneliti berkesempatan menelusurinya melalui Konsultan Manajemen (KM) PNPM MPd Provinsi Jambi. Berikut adalah petikan wawancara peneliti (P) kepada KM Provi Jambi (K).

P : Apakah ada mekanisme untuk memastikan bahwa RTM betul-betul dilibatkan dalam setiap aktivitas program ?

K : Agak sulit untuk mengontrol apakah RTM benar-benar dipastikan diundang dalam setiap aktivitas PNPM. Kita hanya menyarankan kepada pelaku-pelaku di tingkat lokal untuk memprioritaskan RTM dan mengundangnya dalam rapat. Bahwa faktanya banyak warga miskin yang belum terlibat itu harus diakui karena keterbatasan-keterbatasan disamping persoalan pada diri RTM sendiri yang agak sulit untuk mau terlibat dalam kegiatan tersebut.

P : Bapak bisa menjelaska, bagaimana proses pengambilan keputusan dalam musyawarah dalam PNPM MPd ?.

K : Kecendrungannya memang untuk mengambil keputusan kita memakai sistem suara terbanyak. Artinya ketika dalam rapat tersebut yang hadir adalah elit desa dan bukan RTM, maka bisa dipastikan bahwa hasil yang diputuskan dalam rapat tersebut menguntungkan elit. Misalnya dalam hal kompetisi antar desa (MAD Prioritas) untuk mendapatkan program ke desa, kecendrungan program yang dibawa adalah bangunan fisik dan jarang sekali program pemberdayaan misalnya pelatihan ketermpilan di usung oleh utusan masing-masing desa.

Habermas dengan konsep ruang publik memandang pentingnya aspek akses bagi semua warga negara dalam pembangunan. Baginya ruang publik adalah wahana di mana setiap kepentingan terungkap secara gamblang, setiap warga masyarakat sejatinya memiliki akses yang sama untuk berpartisipasi, kemudian mereka terdorong untuk mendahulukan kepentingan bersama dan mencapai konsensus mengenai arah masyarakat tersebut ke depan dan menemukan solusi bersama dalam memecahkan maasalah-masalah yang mereka hadapi. Ruang publik hanya dapat mencapai fungsinya ketika telah tercipta “Situasi Berbicara yang Ideal”. Situasi yang ideal ini, adalah keadaan di mana klaim-klaim yang diperdebatkan dapat dibicarakan dan diargumentasikan secara rasional. Dalam situasi ideal ini, kebenaran tidak menjadi objek dari kepentingan tersembunyi dan permainan, melainkan muncul lewat argumentasi.

Dalam konteks musyawarah dalam PNPM MPd di lapangan juga terlihat bahwa kepentingan RTM selalu kalah ketika konsensus dilakukan karena selalu mengedepankan pendekatan politis sehingga kepentingan kaum marginal selalu terpinggirkan. Proses pengambilan keputusan selalu memakai sistem suara terbanyak. Artinya ketika dalam rapat tersebut yang hadir adalah elit desa dan bukan RTM atau kelompok marginal, maka bisa dipastikan bahwa hasil yang diputuskan dalam rapat tersebut menguntungkan elit. Misalnya dalam hal kompetisi antar desa (MAD Prioritas) untuk mendapatkan program ke desa, kecendrungan program yang dibawa adalah bangunan fisik dan jarang sekali program pemberdayaan misalnya pelatihan ketermpilan untuk RTM di usung oleh utusan masing-masing desa.

Ruang publik ini merupakan jembatan interaksi antara penguasa dan masyarakat. Kekuasaan, mencapai legitimasi dan pengakuan masyarakat, serta memahami arah yang diinginkan masyarakat melalui dialog dalam ruang publik.

Dalam dokumen ANALISIS KOMUNIKASI PARTISIPATIF DALAM P (Halaman 108-129)