• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KONTRIBUSI PEMERINTAH DALAM PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB)

Dalam dokumen KAJIAN FISKAL REGIONAL TAHUN 2018 (Halaman 78-110)

PELAKSANAAN APBD

DAERAH YANG SAH 1.688 1.596 1.573 1.479 2.231 1.906

E. ANALISIS KONTRIBUSI PEMERINTAH DALAM PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB)

PDRB adalah penjumlahan nilai output bersih perekonomian yang ditimbulkan oleh seluruh kegiatan ekonomi di suatu wilayah tertentu dan dalam kurun waktu tertentu. Nilai PDRB suatu daerah dapat dihitung dengan menggunakan pendekatan pengeluaran, yaitu:

Y = C + I + G + (X-M), dimana:

Y = Pendapatan Nasional C = Konsumsi Rumah Tangga I = Investasi

G = Belanja Pemerintah X = Ekspor

M = Impor

Kontribusi pemerintah terhadap PDRB dapat dilihat dari nilai G atau belanja pemerintah. Di tahun 2017, total belanja pemerintah dan transfer adalah Rp47,36 triliun. Jumlah belanja pemerintah ini menurun dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar Rp47,39 triliun. (400,00) (200,00) 200,00 400,00 600,00 800,00 1.000,00 1.200,00 1.400,00

KAJIAN FISKAL REGIONAL

PROVINSI SUMATERA SELATAN TAHUN 2018

64

Bab ini menyajikan data dan analisis untuk mengkaji sektor-sektor unggulan di Provinsi Sumatera Selatan beserta tantangan fiskal yang dihadapi oleh pemerintah di regional Sumatera Selatan sampai dengan tahun 2018.

A. KEUNGGULANDAN POTENSI EKONOMI REGIONAL

Dalam rangka meningkatkan efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan pembangunan maka pelaksanaan pembangunan ekonomi perlu diarahkan pada sektor-sektor yang mampu memberikan multiplier effect yang besar terhadap sektor-sektor-sektor-sektor lainnya dan perekonomian secara keseluruhan. Untuk mengetahui potensi pembangunan ekonomi suatu daerah diperlukan suatu metode yang berguna untuk mengkaji sektor-sektor ekonomi basis dan potensial yang dapat dikembangkan.

John Glasson (2007) membagi perekonomian menjadi dua sektor yaitu kegiatan-kegiatan basis dan kegiatan-kegiatan-kegiatan-kegiatan bukan basis. Kegiatan-kegiatan-kegiatan basis (basic activities) adalah kegiatan ekonomi yang menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa, dan menjualnya atau memasarkan produk-produknya keluar daerah. Sedangkan kegiatan-kegiatan ekonomi bukan basis (non basic activities) adalah usaha ekonomi yang menyediakan barang- barang dan jasa-jasa untuk kebutuhan masyarakat dalam wilayah ekonomi daerah yang bersangkutan saja. Artinya, kegiatan-kegiatan ekonomi bukan basis tidak menghasilkan produk untuk diekspor ke luar daerahnya. Oleh karena itu, luas lingkup produksi mereka itu dan daerah pemasarannya masih bersifat lokal.

Menurut Glasson (2007), meningkatnya jumlah kegiatan ekonomi basis di dalam suatu daerah akan meningkatkan jumlah pendapatan daerah yang bersangkutan. Selanjutnya, akan meningkatkan permintaan terhadap barang dan jasa di daerah itu dan akan mendorong kenaikan volume kegiatan ekonomi bukan basis (multiplier effect). Sebaliknya, apabila terjadi penurunan jumlah kegiatan basis akan berakibat berkurangnya pendapatan yang mengalir masuk ke dalam daerah yang bersangkutan, sehingga akan terjadi penurunan permintaan terhadap barang-barang yang diproduksi oleh kegiatan bukan basis.

Metode analisis yang dapat digunakan untuk melihat sektor-sektor ekonomi basis dan potensial adalah analisis Location Quotient (LQ). Analisis ini mengidentifikasi potensi internal yang dimiliki suatu daerah ke dalam sektor basis dan sektor nonbasis dengan membandingkan besarnya peranan suatu sektor di suatu daerah terhadap besarnya peranan sektor yang sama di tingkat daerah yang lebih luas. Dengan menggunakan teknik analisis LQ, suatu sektor dapat dikatakan memiliki keunggulan komparatif (sektor basis) apabila memiliki nilai LQ > 1, sebaliknya suatu sektor dianggap tidak memiliki keunggulan komparatif (sektor nonbasis) apabila memiliki nilai LQ < 1.

KAJIAN FISKAL REGIONAL

PROVINSI SUMATERA SELATAN TAHUN 2018

65

Tabel V.1. Nilai Location Quotient Sektoral Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2015 - 2018

Hasil analisis yang disajikan pada Tabel V.1 di atas menunjukkan bahwa pada periode tahun 2015 s.d. tahun 2018 terdapat 3 (tiga) sektor yang konsisten sebagai sektor basis di Provinsi Sumatera Selatan, yaitu pertambangan dan penggalian; konstruksi; dan pertanian, kehutanan, dan perikanan. Hal ini mengindikasikan bahwa ke-tiga sektor tersebut di Sumatera Selatan telah mampu memenuhi sendiri kebutuhannya dan dimungkinkan untuk mengekspor ke luar daerah barang dan jasa dari sektor-sektor tersebut. Satu sektor yaitu real estate periode tahun 2015 masih kategori sektor nonbasis, tetapi mulai periode tahun 2016 s.d. tahun 2018 masuk kategori nonbasis. Sebaliknya 6 (enam) sektor ekonomi lainnya masuk dalam kategori sektor nonbasis (LQ < 1).

Dengan nilai LQ dan distribusi persentase yang relatif tinggi, sektor pertambangan dan penggalian otomatis sangat berperan terhadap kemajuan ekonomi Provinsi Sumatera Selatan. Sektor ini juga sangat potensial untuk dikembangkan guna merangsang pertumbuhan ekonomi daerah. Demikian halnya dengan sektor konstruksi dan sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan yang memiliki nilai LQ tertinggi kedua dan ketiga sebesar 1,23 dan 1,16. Peningkatan daya saing dari ketiga sektor ini yang perlahan namun pasti dapat diprioritaskan untuk dijadikan sektor unggulan dan utama guna peningkatan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Sumatera Selatan.

Untuk memperdalam kinerja ketiga sektor yang menjadi sektor unggulan di Provinsi Sumatera Selatan pada periode terakhir dapat dilihat pada uraian berikut ini:

1. Pertambangan dan Penggalian

Sektor pertambangan dan penggalian merupakan sektor penyumbang PDRB tertinggi di Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2018 yang mencapai 20,23 persen. Output sektor pertambangan dan penggalian secara nominal mencapai Rp84,94 triliun atas dasar harga berlaku atau Rp66,00 triliun atas dasar harga konstan. Kontribusi

2015 2016 2017 2018

1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 1,45 1,19 1,21 1,16 Sektor Basis 2 Pertambangan dan Penggalian 2,59 2,76 2,52 2,50 Sektor Basis 3 Industri Pengolahan 0,86 0,92 0,97 0,98 Sektor Non Basis

4 Konstruksi 1,14 1,30 1,27 1,23 Sektor Basis

5

Perdagangan Besar dan Eceran;

Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 0,83 0,90 0,97 0,99 Sektor Non Basis 6

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan

dan Jaminan Sosial Wajib 0,85 0,92 0,85 0,78 Sektor Non Basis

7 Real Estate 0,97 1,06 1,08 1,12 Sektor Basis

8 Jasa Keuangan dan Asuransi 0,61 0,63 0,62 0,61 Sektor Non Basis 9 Informasi dan Komunikasi 0,74 0,73 0,73 0,75 Sektor Non Basis 10 Jasa Pendidikan 0,92 0,77 0,75 0,73 Sektor Non Basis

Sektor Nilai LQ Keterangan

No

KAJIAN FISKAL REGIONAL

PROVINSI SUMATERA SELATAN TAHUN 2018

66

tersebut mengalami peningkatan sebesar 9,27 persen dari tahun sebelumnya secara nominal yang mencapai Rp60,40 triliun pada tahun 2017. Peningkatan ini disebabkan oleh mulai membaiknya harga komoditas baik minyak bumi maupun batubara selama tahun 2017, dimana selama tahun 2017 terjadi peningkatan harga untuk kedua komoditas tersebut mencapai 71 persen. Tahun 2018 juga terjadi peningkatan harga untuk komoditas minyak bumi dan batubara.

Sektor pertambangan dan penggalian berasal dari beberapa bahan tambang yang tersebar di beberapa kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan. Bahan tambang utama yang dihasilkan dari perut bumi di wilayah Sumatera Selatan berupa minyak bumi, gas bumi, dan batubara.

Tabel V.2. Sebaran Bahan Tambang Utama di Provinsi Sumatera Selatan

No. Jenis Bahan Tambang Kabupaten/Kota

1. Minyak Bumi Prabumulih, Muara Enim, Musi Banyuasin,

Lahat, dan Ogan Komering Ulu

2. Gas Bumi

3. Batubara Muara Enim dan Lahat

Adapun produksi bahan tambang utama di Provinsi Sumatera Selatan tahun 2015-2018 seperti terlihat pada gambar di bawah ini:

Gambar V.1. Jumlah Produksi Minyak Bumi, Gas Bumi dan Batubara di Provinsi Sumsel Tahun 2015-2018

Sumber: BPS Prov. Sumsel (2017), Pertamina EP2, diolah

Gambar di atas menunjukkan bahwa pada periode tahun 2015-2018 terjadi penurunan produksi minyak bumi dan gas bumi. Minyak bumi mengalami penurunan cukup signifikan sebesar 12,01 persen selama periode tersebut. Penurunan produksi ini disebabkan oleh banyaknya sumur-sumur tua yang tidak dapat berproduksi lagi dan semakin menipisnya cadangan minyak di perut bumi Sumatera Selatan. Hal yang sama juga terjadi pada komoditas gas bumi yang produksinya menurun sebesar 4,03 persen

24.075 17.068 16.312 16.921 658.084 643.160 631.570 579.032 35.710 35.979 36.353 35.000 2015 2016 2017 2018

Minyak Bumi (ribu barel) Gas (ribu MSCF) Batubara (ribu ton) Sumber: Distamben Prov. Sumsel (2018), diolah.

KAJIAN FISKAL REGIONAL

PROVINSI SUMATERA SELATAN TAHUN 2018

67 pada tahun 2017. Penurunan tipis produksi gas bumi ini lebih disebabkan oleh adanya

efisiensi kegiatan eksplorasi gas bumi yang dilakukan oleh beberapa perusahaan tambang yang beroperasi di Sumatera Selatan untuk lebih mengefisienkan kinerja perusahaan. Tahun 2018 mengalami kenaikan tipis sebesar 3,7 persen disebabkan karena mulai dieksplorasinya sumur-sumur gas yang baru.

Hal berbeda terjadi pada komoditas batubara yang produksinya mengalami peningkatan tipis sebesar 1,80 persen pada kurun waktu tahun 2015- 2017. Peningkatan tipis ini mengindikasikan bahwa produksi batubara selama periode tersebut cenderung stagnan. Hal ini disebabkan oleh belum membaiknya harga jual batubara di tingkat dunia, terutama pada tahun 2015 dan 2016 sehingga membuat perusahaan-perusahaan eksplorasi batubara membatasi produksinya disesuaikan dengan biaya produksi untuk menekan kerugian yang mungkin timbul akibat harga jual yang turun. Pada tahun 2017 harga jual batubara mulai mengalami peningkatan. Hal ini memicu peningkatan produksi batubara di tahun yang sama. Tahun 2018 mengalami penurunan 3.7 persen dari tahun 2017. Hal ini disebabkan kondisi harga batubara secara blobal masih belum stabil, sehingga produksi masih ditahan pada batas aman.

Dari sisi kebijakan fiskal pemerintah telah mengalokasikan anggaran untuk mendukung perkembangan sektor pertambangan dan penggalian di Provinsi Sumatera Selatan. Hal ini bisa dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar V.2. Alokasi Anggaran Sektor Pertambangan dan Penggalian Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2015-2018 (Miliar Rupiah)

Sumber: DJPK & Monev PA (2017), diolah

Gambar di atas menunjukkan bahwa baik dari sisi APBN maupun APBD terjadi kecenderungan penurunan alokasi anggaran untuk sektor pertambangan dan penggalian. Dari sisi APBN alokasi anggaran untuk sektor ini terakhir dialokasikan pada tahun 2015 sebesar Rp163 miliar dan tahun-tahun berikutnya tidak ada alokasi anggaran

163,3 - - -303,3 286,4 241,2 82,5 2015 2016 2017 2018 APBN APBD

KAJIAN FISKAL REGIONAL

PROVINSI SUMATERA SELATAN TAHUN 2018

68

lagi. Hal ini disebabkan oleh sektor ini bukan termasuk prioritas dan kewenangan pemerintah pusat di daerah sehingga pembangunan di sektor ini sepenuhnya diserahkan kepada pemerintah daerah. Apabila dilihat dari sisi APBD, alokasi anggaran empat tahun terakhir juga menunjukkan hal yang sama. Pada tahun 2016 terjadi penurunan sebesar 6 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun tahun 2017 juga turun sebesar 16 persen dari tahun sebelumnya. Tahun 2018 juga terjadi penurunan sebesar 74 persen.

Penurunan alokasi ini perlu mendapat perhatian oleh pemerintah daerah karena sebagai salah satu penyumbang terbesar pertumbuhan ekonomi di Provinsi Sumatera Selatan selayaknya sektor pertambangan dan penggalian juga memperoleh alokasi anggaran yang sepadan.

2. Pertanian

Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan merupakan sektor unggulan kedua yang memiliki kontribusi cukup besar terhadap PDRB di Provinsi Sumatera Selatan. Kontribusi sektor ini pada tahun 2018 mencapai 14,80 persen dengan nominal output sebesar Rp62,12 triliun atas dasar harga berlaku. Kontribusi tersebut mengalami penurunan yang tipis dari tahun sebelumnya secara persentase yang mencapai 15,80 persen namun mengalami peningkatan secara nominal sebesar 2,66 persen dari tahun 2017 yang mencapai Rp60,51 triliun. Peningkatan ini disebabkan oleh gencarnya pembangunan di sektor pertanian terutama tanaman pangan baik berupa peningkatan produksi maupun produktivitas pertanian.

Komoditas pertanian yang berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi di Prov. Sumatera Selatan berasal dari beberapa komoditas, yaitu padi, karet, kelapa sawit, dan kopi yang tersebar di beberapa kabupaten/kota. Lahan padi terluas di Kab.Banyuasin, karet di Kab.Muba, kelapa sawit di Kab.Muba, dan kopi di Kab.OKU Selatan.

Selain indikator produksi pertanian, terdapat indikator lain untuk mengukur perkembangan sektor pertanian. Indikator tersebut untuk mengukur tingkat kesejahteraan petani yang dinamakan Nilai Tukar Petani (NTP). NTP menunjukkan daya tukar dari produk pertanian dikurangi dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi, semakin tinggi NTP secara relatif menunjukkan semakin kuat pula tingkat kemampuan/daya beli petani. Kemajuan sektor pertanian selayaknya berdampak pada meningkatnya kesejahteraan petani yang ditunjukkan dengan meningkatnya NTP.

Adapun perkembangan NTP Provinsi Sumatera Selatan tahun 2015-2018 dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

KAJIAN FISKAL REGIONAL

PROVINSI SUMATERA SELATAN TAHUN 2018

69

Gambar V.3. Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Sumsel Tahun 2015-2018 (%)

Gambar di atas memperlihatkan bahwa NTP pada tahun 2018 mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya, dan masih di bawah NTP tahun 2015. Secara rata-rata NTP pada tahun 2015 berada pada kisaran angka 96,82 persen, sedangkan pada tahun 2016 turun di angka 94,63 persen, tahun 2017 turun di angka 94,65, dan tahun 2018 turun di angka 93,62 persen. Penurunan NTP tersebut disebabkan oleh kenaikan harga yang dibayar petani berupa barang dan jasa baik yang dikonsumsi rumah tangga maupun untuk keperluan produksi pertanian lebih tinggi dibandingkan kenaikan harga hasil produksi pertanian yang diterima petani.

Untuk melihat posisi daya beli petani di Sumatera Selatan dibandingkan dengan petani di beberapa provinsi di Sumatera bagian selatan maupun petani secara nasional dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar V.4. Perbandingan NTP Provinsi Sumatera Bagian Selatan Tahun 2018

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des

2015 97,58 97,64 98,31 97,84 97,42 97,29 96,15 95,94 95,73 96,24 96,30 96,03 2016 95,37 94,99 94,48 94,55 94,90 93,84 93,06 94,56 94,11 94,82 94,85 95,45 2017 95,29 95,85 94,94 94,57 93,66 92,77 93,01 94,38 96,41 96,81 96,67 95,98 2018 95,66 96,17 95,34 94,01 94,27 93,65 92,17 92,22 92,94 93,09 92,42 91,44

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Nasional 102,9 102,3 101,9 101,6 102 102 101,7 102,6 103,2 103 103,1 103,2 Sumsel 95,66 96,17 95,34 94,01 94,27 93,65 92,17 92,22 92,94 93,09 92,42 91,51 Lampung 106 106 105,7 105,8 106,3 106 105,6 105,4 105,8 106,5 105,3 105,6 Jambi 102,3 102 101,3 99,54 99,43 99,17 97,48 98,05 99,7 99,74 98,07 97,13 Bengkulu 95,42 95,02 95,06 94,32 93,83 93,29 92,37 92,54 92,81 94,11 95,27 94,08 83 88 93 98 103 108

Sumber: BPS Prov. Sumsel (2018), diolah.

KAJIAN FISKAL REGIONAL

PROVINSI SUMATERA SELATAN TAHUN 2018

70

Berdasarkan gambar di atas dapat diketahui bahwa NTP Provinsi Sumatera Selatan tahun 2018 secara umum masih di bawah NTP Nasional, di mana rata-rata NTP Nasional tahun 2018 sebesar 102,46 persen, sedangkan rata-rata NTP Provinsi Sumatera Selatan tahun 2018 sebesar 93,62 persen. Begitu juga apabila dibandingkan dengan beberapa provinsi di Sumatera bagian Selatan, rata-rata NTP Provinsi Sumatera Selatan lebih rendah daripada NTP Provinsi Bengkulu, NTP Provinsi Lampung dan NTP Provinsi Jambi. Akan tetapi rata-rata NTP Provinsi Sumatera Selatan tahun 2018 lebih tinggi apabila dibandingkan dengan rata-rata NTP Provinsi Bangka Belitung Tahun 2018 sebesar 86,89 persen.

Apabila dilihat dari sisi kebijakan fiskal, pemerintah telah mengalokasikan anggaran untuk mendukung perkembangan sektor pertanian di Provinsi Sumatera Selatan. Hal ini bisa dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar V.5. Alokasi Anggaran Sektor Pertanian Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2015-2018 (Miliar Rupiah)

Berdasarkan gambar di atas dapat diketahui bahwa alokasi APBN dan APBD untuk sektor pertanian di Provinsi Sumatera Selatan selama periode tahun 2015-2018 terus mengalami penurunan. Dari sisi APBN, alokasi anggaran untuk Kementerian Pertanian di Provinsi Sumsel turun 21,53 persen pada tahun 2016 dibandingkan tahun 2015 dan tahun 2017 turun sebesar 11,79 persen dibandingkan tahun 2016. Tahun 2018 juga mengalami penurunan sebesar 33,66 persen. Alokasi APBD tahun 2016 mengalami peningkatan sebesar 10,17 persen dibandingkan tahun 2015, namun alokasi APBD tahun 2017 kembali menurun sebesar 19,64 persen jika dibandingkan dengan tahun 2016. Tahun 2018 mengalami penurunan sebesar 45,79 persen jika dibangdingkan tahun 2017. 1.296 1.017 897 595 846 932 749 406 2015 2016 2017 2018 APBN APBD

KAJIAN FISKAL REGIONAL

PROVINSI SUMATERA SELATAN TAHUN 2018

71 2. Konstruksi

Sektor konstruksi merupakan salah satu penyumbang PDRB terbesar di Provinsi Sumatera Selatan dengan kontribusi pada tahun 2018 mencapai 13,21 persen dengan nominal output sebesar Rp54,49 triliun. Kontribusi tersebut mengalami peningkatan sebesar 7,51 persen dari tahun sebelumnya. Peningkatan ini disebabkan oleh gencarnya pembangunan konstruksi di Provinsi Sumatera Selatan terutama Palembang dan sekitarnya dalam rangka mendukung pelaksanaan Asian Games pada tahun 2018. Pembangunan konstruksi tersebut meliputi pembangunan jalan tol, jembatan di Sungai Musi, jembatan layang (fly over), LRT (Light Rail Transit), venue olahraga, wisma atlet, dan hotel. Selain itu juga terdapat pembangunan/rehabilitasi jalan nasional yang tersebar di hampir seluruh kabupaten/kota dan jaringan sumber daya air.

Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengukur konstruksi adalah nilai konstruksi yang diselesaikan oleh para kontraktor. Nilai konstruksi adalah pekerjaan yang telah diselesaikan secara fisik oleh pihak pemborong berdasarkan surat perjanjian atau surat perintah kerja antara pemilik dengan kontraktor dalam jangka waktu tertentu.

Gambar V.6. Nilai Konstruksi Yang Diselesaikan Menurut Bidang Pekerjaan di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2014-2017 (Miliar Rupiah)

Nilai konstruksi yang diselesaikan oleh para kontraktor selama empat tahun terakhir mengalami peningkatan mencapai 27,48 persen atau sebesar Rp3,55 triliun seperti terlihat pada gambar di atas. Peningkatan terbesar terjadi pada nilai konstruksi bangunan sipil yang mencapai 29,22 persen atau sebesar Rp2,91 riliun, diikuti oleh nilai konstruksi bangunan gedung yang meningkat sebesar Rp471 miliar atau 24,34 persen, nilai konstruksi khusus yang meningkat sebesar Rp161 miliar atau 16,14 persen. Peningkatan ini disebabkan oleh gencarnya pembangunan berbagai jenis proyek

1.935 2.200 2.395 2.406 9.987 11.369 12.375 12.906 997 1.076 1.171 1.158 2014 2015 2016 2017

Konstruksi Gedung Bangunan Konstruksi Bangunan Sipil Konstruksi Khusus

KAJIAN FISKAL REGIONAL

PROVINSI SUMATERA SELATAN TAHUN 2018

72

konstruksi yang dikerjakan baik yang berasal oleh dana APBN dan APBD maupun proyek-proyek konstruksi yang dikerjakan oleh pihak swasta.

3. Pariwisata

Salah satu sektor potensial yang bisa menumbuhkan perekonomian Provinsi Sumatera Selatan di masa yang akan datang adalah sektor pariwisata. Dalam klasifikasi PDRB berdasarkan lapangan usaha, sektor pariwisata tercermin dalam lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum.

Berdasarkan data PDRB, lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum memiliki rata-rata laju pertumbuhan pada periode empat tahun terakhir mencapai 10,34 persen. Nilai ini merupakan nilai tertinggi dari keseluruhan lapangan usaha yang ada dalam perhitungan PDRB di Provinsi Sumatera Selatan. Laju pertumbuhan PDRB menurut lapangan usaha dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel V.5. Laju Pertumbuhan PDRB Menurut Lapangan Usaha Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2015-2018 (Persen)

Lapangan Usaha 2015 2016 2017 2018

Rata-rata

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 3,59 1,54 1,77 2,16 2,27 Pertambangan dan Penggalian 3,94 2,88 5,32 9,27 5,35

Industri Pengolahan 5,4 6,23 6,55 5,51 5,92

Pengadaan Listrik, Gas 3,66 17,32 5,3 8,85 8,78

Konstruksi 0,07 8,7 8,92 5,59 5,82

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 9,87 10,17 8,15 13,15 10,34

Jasa Keuangan 4,34 7,33 2,72 1,78 4,04

Jasa Lainnya 4,05 2,42 4,41 9,06 4,99

Sumber: BPS Prov. Sumsel (2018), diolah

Kontribusi lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum terhadap total PDRB Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2018 mencapai 1,76 persen dengan nominal output sebesar Rp7,40 triliun atas dasar harga berlaku atau Rp4,08 triliun atas dasar harga konstan. Kontribusi ini mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 1,63 persen.

Untuk mengukur perkembangan pariwisata, salah satu indikator yang dapat digunakan adalah perkembangan tingkat hunian hotel. Tingkat hunian hotel adalah perbandingan antara banyaknya malam kamar yang terpakai dengan banyaknya malam kamar yang tersedia (dalam persen). Perkembangan tingkat hunian hotel di Provinsi Sumatera Selatan selama periode tahun 2015-2018 dapat dilihat pada gambar di bawah.

KAJIAN FISKAL REGIONAL

PROVINSI SUMATERA SELATAN TAHUN 2018

73

Gambar V.7. Perkembangan Tingkat Hunian Hotel di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2015-2018 (Persen)

Tingkat hunian hotel pada periode tahun 2015-2018 mengalami peningkatan secara rata-rata sebesar 5,34 persen. Kenaikan rata-rata tertinggi terjadi pada tahun 2017 yaitu sebesar 11,75 persen dari tahun sebelumnya. Peningkatan tingkat hunian hotel di tahun 2017 ini terjadi disebabkan oleh banyaknya even/kegiatan yang berupa kegiatan MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition) berskala nasional dan internasional yang dilaksanakan di Sumatera Selatan terutama Palembang dan sekitarnya selama tahun 2017 sehingga mendongkrak tingkat hunian hotel baik yang berasal dari wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara.

Selain tingkat hunian hotel, terdapat indikator lain yang dapat digunakan untuk mengukur perkembangan pariwisata di suatu daerah yaitu perkembangan jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke suatu daerah. Tingkat kedatangan wisatawan mancanegara di Provinsi Sumatera Selatan pada periode tahun 2015-2018 mengalami peningkatan. Hal tersebut terlihat pada gambar di atas. Secara rata-rata terjadi peningkatan sebesar 14,87 persen. Peningkatan terbesar terjadi pada tahun 2016 yang mencapai 29,75 persen dibandingkan tahun 2015. Penyebab meningkatnya tingkat kedatangan wisatawan mancanegara adalah adanya kunjungan wisatawan dari Malaysia dan Singapura. Wisatawan dari kedua negara tersebut mendominasi tingkat kunjungan wisatawan mancanegara ke Provinsi Sumatera Selatan hingga mencapai 74 persen (Malaysia 63 persen, Singapura 11 persen). Selanjutnya tahun 2018 juga terjadi peningkatan yang cukup signifikan yaitu sebesar 20,22 persen dari tahun 2017. Penyebab kenaikan tersebut adalah diselenggarakannya pesta olah raga negara-negara se benua Asia yaitu ASIAN GAMES XVIII Tahun 2018 yang diselenggarakan di kota Palembang.

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des 2015 46,91 54,79 55,4 50,78 47,26 51,01 44,89 55,84 54,04 59,53 60,13 57,96 2016 50,21 47,21 61,59 50,96 58,18 48,95 50,16 49,27 44,05 59,26 50,23 52,34 2017 43,53 60,73 53,18 59,45 58,68 48,93 57,5 62,79 59,62 59,61 63,09 61,94 2018 55,64 63,34 65,85 63,32 58,85 55,65 58,53 62,35 56,31 58,12 57,81 55,79 40 45 50 55 60 65

KAJIAN FISKAL REGIONAL

PROVINSI SUMATERA SELATAN TAHUN 2018

74

Gambar V.8. Perkembangan Tingkat Kedatangan Wisatawan Mancanegara di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2015-2018 (Orang)

Sumber: BPS Prov. Sumsel (2017), diolah

Untuk melihat peran serta pemerintah dalam meningkatkan sektor pariwisata dapat dilihat dari alokasi anggaran yang dianggarkan dalam APBN dan APBD setiap tahunnya. Adapun alokasi anggaran sektor pariwisata di Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2015-2017 seperti terlihat pada gambar di bawah ini:

Gambar V.9. Alokasi Anggaran Sektor Pariwisata di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2015-2018 (Miliar Rupiah)

Alokasi anggaran untuk sektor pariwisata di Provinsi Sumatera Selatan selama periode 2015-2018 secara umum mengalami peningkatan. Hal tersebut terlihat pada gambar di atas. Pada tahun 2016, alokasi anggaran secara total meningkat tipis sebesar 1,89 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Sedangkan pada tahun 2017 terjadi peningkatan secara drastis sebesar 217,42 persen. Peningkatan drastis ini berasal dari

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des

2015 785 801 764 688 458 484 686 877 838 686 1.228 1.166 2016 863 980 1.440 795 1.201 575 1.023 1.138 978 1.116 1.021 1.146 2017 800 947 1.214 903 804 834 972 1.120 972 736 1.041 1.274 2018 805 883 1.015 844 696 1.311 1.173 2.263 1.160 1.148 1.238 1.431 500 1.000 1.500 2.000 2.500 5,9 4,1 141,9 181,9 60,7 63,8 73,5 67,1 2015 2016 2017 2018 APBN APBD

KAJIAN FISKAL REGIONAL

PROVINSI SUMATERA SELATAN TAHUN 2018

75 dana APBN yang meningkat sangat besar untuk mendukung kesiapan kota Palembang

sebagai tuan rumah Asian Games pada tahun 2018. Selain itu juga dalam rangka mendukung pembentukan Politeknik Pariwisata Palembang. Untuk tahun 2018 terjadi peningkatan sebesar 15,59 persen. Peningkatan tersebut juga masih dalam rangka mendukung pelaksanaan Asian Games tahun 2018. Alokasi anggaran sektor pariwisata selama empat tahun terakhir didominasi oleh alokasi dari pemerintah pusat yang mencapai 55,73 persen atau Rp333,80 miliar. Hal tersebut sebagai dukungan pemerintah pusat terhadap Sumaterra Selatan, khususnya Kota Palembang sebagai tuan rumah pelaksanaan Agian Games 2018.

B. TANTANGAN FISKAL REGIONAL

1. Peran Belanja Modal Dalam Menumbuhkan Ekonomi Regional

Belanja modal merupakan salah satu jenis belanja yang terdapat dalam struktur anggaran belanja baik APBN dan APBD. Belanja ini memiliki peran yang penting karena realisasi atas belanja modal yang dilaksanakan pemerintah akan memiliki multiplier effect untuk menggerakkan roda perekonomian daerah. Oleh sebab itu, semakin tinggi angka rasio belanja modal dalam struktur APBN dan APBD, diharapkan akan semakin

Dalam dokumen KAJIAN FISKAL REGIONAL TAHUN 2018 (Halaman 78-110)

Dokumen terkait