• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.3 ANALISIS LINGKUNGAN EKSTERNAL

1.

Politik

Pemerintah baik pusat maupun daerah merupakan pembuat regulasi, deregulasi, penyubsidi, pemberi kerja, dan konsumen utama organisasi. Faktor-faktor politik, pemerintahan, dan hukum, karenanya dapat merepresentasikan peluang atau ancaman utama baik bagi organisasi kecil maupun besar. Perubahan-perubahan dalam hukum paten, undang- undang antitrust (undang-undang yang menentang penggabungan industri-industri), tarif pajak, dan aktivitas lobi dapat memberi pengaruh signifikan pada perusahaan (David, 2009).

Adanya badan khusus yang menangani minyak atsiri yaitu Dewan Atsiri Indonesia (DAI) telah mendorong pengembangan pengolahan minyak atsiri. Tujuan dari pembentukan Dewan ini adalah menjadi wadah koordinasi para stakeholder yang berkecimpung dalam perminyakatsirian, baik swasta maupun pemerintah. Selain adanya DAI sebagai fasilitator bagi para UKM, dukungan lain yaitu datang dari pemerintah, baik itu pemerintah pusat maupun daerah. Dukungan yang diberikan yaitu berupa bantuan baik itu dalam bentuk penyuluhan, lahan dan bangunan, serta peralatan dan laboratorium.

41

Kebijakan pemerintah pusat mengenai pajak yang diatur dalam PP No. 7 Tahun 2007 menyatakan bahwa barang hasil pertanian yang bersifat strategis (termasuk di dalamnya adalah atsiri) yang atas impor dan atau penyerahannya dibebaskan dari pajak pertambahan nilai. Hal ini tentunya sangat meringankan beban pengusaha minyak akar wangi dalam menjalankan bisnisnya.

Disamping kebijakan-kebijakan pemerintah yang mendukung usaha penyulingan minyak akar wangi bagi para UKM ini, ada juga kebijakan pemerintah yang sedikit menghambat UKM Penyulingan minyak akar wangi. Adanya kebijakan pemerintah pada akhir tahun 2005 tentang mengurangi subsidi bahan bakar minyak (BBM) dengan menaikkan harga BBM lebih dari 100 persen telah menempatkan para penyuling di ambang kehancuran. Biaya membeli minyak tanah sebagai bahan bakar utama penyulingan naik lebih dari dua kali lipat, sementara harga minyak akar wangi kerap tak menentu dan tidak mengalami kenaikan. Kondisi semakin sulit tatkala banyak penyuling yang ditangkap polisi gara-gara membeli minyak tanah dalam jumlah besar. Aturan pembatasan pembelian menjadi tembok penghalang bagi penyuling yang membutuhkan 350 liter minyak tanah untuk sekali menyuling selama lebih kurang 24 jam. Dampaknya kini dari 30 penyuling akar wangi di Garut, 20 di antaranya kolaps. Lahan akar wangi seluas 2.400 hektar yang tersebar di empat kecamatan pun menyusut menjadi sekitar 1.000 hektar. Mereka yang masih bertahan menyiasati persoalan bahan bakar ini dengan memakai solar atau oli bekas sebagai bahan bakar. Upaya efisiensi bahan bakar dengan menaikkan temperatur dan mempersingkat lama pembakaran membuat minyak akar wangi gosong karena disuling dengan tekanan 5-6 bar dalam waktu lebih singkat, hal ini mengakibatkan kualitas minyak akar wangi yang dihasilkan menjadi kurang bagus.

Selain hal diatas, adanya Surat Keputusan (SK) Bupati Daerah Tingkat II Garut No. 520/SK 196-HUK/96 memutuskan bahwa areal penanaman akar wangi di Kabupaten Garut dibatasi yaitu seluas ± 2400 Ha yang meliputi wilayah Samarang (1200 Ha), Bayongbong (250 Ha), Cilawu (200 Ha), dan Leles (750 Ha). Hal ini tentu saja menyulitkan para pengusaha penyulingan minyak akar wangi, mengingat terbatasnya areal penanaman akar wangi yang ujunganya akan terjadi persaingan dalam memperoleh bahan baku. Perebutan bahan baku antar sesama penyuling mengakibatkan pasokan bahan baku untuk penyuling semakin berkurang dan berakibat pada tidak kontinunya produksi minyak akar wangi yang dihasilkan.

2.

Ekonomi

Perkembangan minyak akar wangi Indonesia dari tahun ke tahun mengalami fluktuasi. Volume ekspor minyak akar wangi Indonesia dari tahun tahun 2002 sampai dengan 2006 dapat dilihat pada Tabel 8

Tabel 8. Volume dan nilai ekspor minyak akar wangi

Sumber : BPS 2007

Tahun Volume Ekspor (Kg) Nilai Ekspr (US $)

2002 75.714 1.078.451

2003 45.821 1.428.682

2004 56.444 2.445.744

2005 74.210 1.544.618

42

Fluktuasi minyak akar wangi terutama disebabkan oleh mutu minyak akar wangi yang tidak sesuai dengan permintaan pasar (tidak seragam dan mutu rendah), hal ini dikarenakan adanya kebijakan pemerintah mengenai kenaikan bahan bakar minyak tanah dan konversi minyak tanah ke gas. Naiknya harga bahan bakar minyak tanah, tidak berpengaruh terhadap harga jual minyak akar wangi di pasaran internasional, sehingga walaupun biaya produksi meningkat akibat kenaikan bahan bakar, harga minyak akar wangi tidak ikut meningkat dan hal ini tentunya merugikan para penyuling minyak akar wangi. Hal inilah yang membuat para penyuling menaikan tekanan selama proses penyulingan yang bertujuan untuk mempersingkat waktu penyulingan dan menghemat bahan bakar. Akibatnya kualitas minyak akar wangi yang dihasilkan menjadi kurang bagus. Selain terjadinya fluktuasi volume permintaan minyak akar wangi, terjadi pula fluktuasi harga minyak akar wangi. Hal ini tentu sangat merugikan pihak petani dan penyuling minyak akar wangi.

Kendala ketidakstabilan permintaan minyak akar wangi serta ketidakstabilan harga minyak akar wangi di pasar internasional menyebabkan ketidakstabilan permintaan dan harga minyak akar wangi didalam negeri yang kemudian tentunya membuat permintaan dan harga terna akar wangi menjadi tidak stabil pula. Hal ini disebabkan industri akar wangi Indonesia sangat tergantung pada pasar internasional mengingat lebih dari 90% produksi minyak akar wangi Indonesia diekspor dan posisi Indonesia yang hanya sebagai price taker dipasar internasional. Kondisi permintaan dan harga minyak dan terna akar wangi didalam negeri yang sangat fluktuatif ini menyebabkan keuntungan usahatani akar wangi serta keuntungan usaha agroindustri penyulingan akar wangi menjadi fluktuatif dan rendah (Indrawanto et al., 2007).

Tingkat keuntungan yang fluktuatif dan rendah ditambah belum terdapatnya varietas unggul akar wangi dengan produktivitas dan kadar minyak tinggi serta kurangnya pembinaan terhadap petani dan pengusaha akar wangi menyebabkan petani tidak menerapkan teknologi budidaya anjuran dan penyuling akar wangi tidak menerapkan teknologi penyulingan anjuran. Hal ini mengakibatkan produktivitas usaha tani dan efisiensi agroindustri penyulingan menjadi rendah dan tentunya mengakibatkan semakin rendahnya pendapatan yang diterima petani dan penyuling akar wangi. Akibat lebih lanjut akses petani dan pengusaha penyuling akar wangi terhadap sumber modal dari lembaga keuangan menjadi lemah, yang mengakibatkan semakin menurunkan kinerja industri akar wangi Indonesia.

Kurs mata uang merupakan salah satu faktor yang penting dalam perdagangan Internasional. Standar mata uang yang digunakan dalam jual beli minyak atsiri yaitu ditetapkan dengan USD atau Dollar Amerika. Jika kurs atau nilai tukar dollar terhadap rupiah meningkat, maka para pengusaha minyak akar wangi akan mendapatkan harga sesuai dengan yang diharapkan, dan sebaliknya. Jika kurs atau nilai tukar dollar terhadap rupiah menurun, maka harga minyak akar wangi akan ikut turun, sehingga merugikan pengusaha minyak akar wangi. Sejauh ini belum ada kebijakan dan aturan khusus yang mengatur penetapan harga minyak atsiri dalam hal ini minyak akar wangi ketika menghadapi kondisi seperti diatas. Oleh karena itu, pihak pemerintah, DAI, dan para pengusaha minyak akar wangi perlu untuk melakukan suatu kesepakatan dan perjanjian dengan pihak negara pengimpor, sehingga harga minyak akar wangi diharapkan akan tetap stabil.

Dilihat dari sisi ekonomi, dengan adanya UKM PWN ini memberikan manfaat yang besar terutama dalam penciptaan lapangan kerja untuk masyarakat sekitar. Selain itu, dengan peningkatan kapasitas produksi maka otomatis akan meningkatkan penerimaan daerah, dan meningkatkan ekspor minyak akar wangi Indonesia.

43

3.

Sosial Budaya

Perubahan sosial, budaya, demografis, dan lingkungan memiliki dampak yang besar atas hampir semua produk, jasa, pasar dan konsumen. Organisasi-organisasi kecil, besar, laba dan nirlaba di semua industri dikejutkan dan ditantang oleh peluang dan ancaman yang muncul dari perubahan dalam variabel sosial, budaya, demografis, dan lingkungan. Dalam hampir segala hal, dunia saat ini sangat berbeda dibandingkan kemarin, dan esok menjanjikan perubahan yang lebih besar lagi (David, 2009).

Tersedianya sarana dan prasarana seperti jalan, listrik, telepon, air, tempat kesehatan, tempat wisata, sarana pendidikan, dan sarana olah raga di Daerah Samarang, Garut membuat UKM PWN memiliki posisi strategis dalam membangun tempat usahanya. UKM PWN secara umum memiliki infrastruktur yang baik untuk menunjang pengembangan usahanya. Hal lain yang perlu diperhatikan terkait dengan usaha penyulingan minyak akar wangi yaitu aspek lingkungannya. Dampak lingkungan merupakan analisis yang paling dibutuhkan pada saat ini, karena setiap usaha yang akan dijalankan akan sangat besar dampaknya terhadap lingkungan disekitarnya, baik untuk lingkungan darat, air, maupun udara yang pada akhirnya akan berdampak terhadap kehidupan manusia, binatang dan tumbuhan-tumbuhan yang ada di sekitarnya. Apalagi sekarang ini para importir minyak akar wangi sangat memperhatikan kondisi penyulingan minyak akar wangi dan dampak dari penyulingan tersebut terhadap lingkungan sekitar. Berdasarkan hasil pengamatan, UKM PWN menghasilkan tiga macam limbah dari proses produksi minyak akar wanginya, yaitu limbah cair berupa air dari hasil proses pemisahan minyak dan air, dan dari sisa penyulingan, limbah padat berupa ampas akar wangi (akar wangi dari hasil penyulingan), dan limbah gas berupa asap hitam dari proses pembakaran dengan menggunakan oli bekas.

Untuk limbah cair sendiri karena tidak berbahaya, maka penanganannya langsung di alirkan ke sungai. Penanganan terhadap limbah padat dilakukan dengan memanfaatkan limbah tersebut untuk dijadikan sebagai bahan baku pembuatan kompos, dan kerajinan tangan. Untuk limbah gas belum ada penanganan secara khusus, akan tetapi hal ini tidak mengganggu aktivitas para warga. Hal ini karena pemilihan lokasi yang cukup baik dan cukup jauh dari lingkungan warga, sehingga hal ini tidak mengakibatkan pencemaran terhadap warga sekitar. Dampak positif lain yang bisa diambil dari penanaman akar wangi terhadap aspek lingkungan yaitu sifat perakaran akar wangi yang rimbun dan tumbuh lurus ke dalam tanah, banyak digunakan sebagai penahan erosi, penahan terhadap kandungan logam berat, dan salinitas, dapat tumbuh pada pH yang luas (3-11.5) sehingga dapat digunakan untuk merehabilitasi fisik dan kimia tanah yang telah rusak (Truong, 2002).

Kebutuhan dunia terhadap minyak akar wangi yang cukup besar yaitu diakibatkan oleh semakin meningkatnya populasi penduduk dunia disertai dengan pengembangan jumlah industri parfum dan kosmetik di dunia. Peningkatan populasi penduduk dunia dapat dilihat pada Gambar 14. Tabel 9 menampilkan kebutuhan importir terhadap minyak akar wangi per tahunnya.

44

Gambar 14. Pertumbuhan populasi penduduk dunia (Demmo, 2011) Tabel 9. Kebutuhan dunia terhadap minyak akar wangi per tahun

No Negara Importir Volume (Ton)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Amerika Serikat Perancis Jepang Jerman Italia Belanda Spanyol Swiss Inggris Negara-negara sosialis Negara-negara lainnya 80 60 12 4 2 7 2 10 5 5 63 Total 250

Sumber : Santoso dan Hieronymus (1993)

Minyak akar wangi Indonesia yang sudah dikenal dengan brand Golden Java Vetiver Oil (memiliki kandungan vetiverol yang cukup bagus, yaitu ± 50%) membuat minyak akar wangi Indonesia semakin dikenal di pasaran Internasional. Hal inilah yang menjadi salah satu daya tarik pembeli terhadap minyak akar wangi Indonesia, karena dulu minyak akar wangi Indonesia terkenal dengan kualitas yang bagus dan sudah memiliki brand java vetiver oil.

4.

Teknologi

Kekuatan teknologi merepresentasikan peluang dan ancaman besar yang harus dipertimbangkan dalam perumusan strategi. Kemajuan teknologi bisa secara dramatis mempengaruhi produk, jasa, pasar, pemasok, distributor, pesaing, konsumen, proses produksi, praktik pemasaran, dan posisi kompetitif organisasi (David, 2009). Teknologi yang digunakan oleh UKM PWN masih tergolong semi tradisonal. Mesin dan peralatan yang digunakan dalam proses penyulingan minyak akar wangi cukup sederhana, yaitu terdiri atas ketel penyuling yang terbuat dari stainless, pipa dan bak pendingin, dan tungku atau alat untuk proses pembakaran. Ketel di UKM PWN berjumlah dua buah dan setiap ketel memiliki bak pendingin. Luas bak pendingin yaitu 4m2 dengan ketinggian 2 m. Kapasitas ketel yaitu 1.5-2 ton. Selain alat tersebut, alat lain yang digunakan yaitu wadah untuk menampung minyak, kompresor, alat pengepres dan kain penyaring. Sebenarnya sudah ada mesin

45

penyuling dengan menggunakan boiler, namun untuk saat ini mesin tersebut tidak digunakan karena sedang mengalami kerusakan. Sistem penyulingan yang dilakukan di UKM PWN yaitu sisetem penyulingan uap air atau sering dikenal dengan sebutan sistem kukus dengan menggunakan bahan bakar oli bekas.

Penyulingan dengan sistem uap air relatif lebih maju dibandingkan dengan sistem penyulingan air. Prinsip kerja yang dilakukan dimulai dengan pengisian air sampai batas saringan terhadap ketel penyulingan. Bahan baku diletakkan diatas saringan sehingga tidak berhubungan langsung dengan air yang mendidih, tetapi akan berhubungan dengan uap air. Penyulingan ini disebut penyulingan tidak langsung. Air yang menguap akan membawa partikel-pertikel minyak atsiri dan dialirkan melalui pipa ke alat pendingin sehingga terjadi pengembunan dan uap air yang bercampur minyak atsiri tersebut akan mencair kembali. Selanjutnya dialirkan ke alat pemisah untuk memisahkan minyak astiri dari air. Kulitas yang dihasilkan dari proses penyulingan sistem kukus ini lebih baik jika dibandingkan dengan penyulingan air. UKM PWN ini dalam melakukan proses penyulingannya belum sepenuhnya mengaplikasikan SOP dan GMP. Hal ini dapat dilihat dari tekanan yang digunakan dalam proses penyulingan minyak di UKM PWN yaitu sebesar 4-5, walaupun ada beberapa proses penyulingan minyak yang dilakukan dengan tekanan 2-3 bar. Hal ini sengaja dilakukan untuk membedakan kualitas minyak yang dihasilkan. Minyak yang dibuat dengan tekanan 2-3 bar akan menghasilkan minyak dengan kualitas yang premium (kualitas 1), sedangkan minyak dengan tekanan 4-5 bar menghasilkan minyak dengan kualitas regular (kualitas 2). Adapun peralatan-peralatan yang digunakan dalam proses penyulingan minyak akar wangi di UKM PWN dapat dilihat pada Lampiran 5.

5.3.2

Analisis Lingkungan Industri

1.

Ancaman Pendatang Baru

Dalam sebuah persaingan industri, tentu saja selalu ada kemungkinan masuknya pesaing atau pendatang baru, apalagi mengingat bisnis yang dijalankan masih memiliki peluang dan pangsa pasar yang besar. Sebagaimana diketahui bahwa permintaan dunia terhadap minyak akar wangi sekarang ini berkisar antara 250-300 ton/tahun, akan tetapi negara produsen minyak akar wangi dunia belum bisa mencukupi permintaan dunia tersebut. Sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 9 baru sekitar 150 ton/tahun negara produsen dunia bisa mencukupi kebutuhan atau sekitar 50% permintaan dunia baru terpenuhi. Oleh karena itu, peluang tersebut bisa menarik para pebisnis baru untuk masuk ke bisnis minyak akar wangi ini.

Untuk di Garut sendiri, peluang munculnya pesaing baru sangat kecil, hal ini karena berkaitan dengan kebijakan Pemerintah Daerah Garut yang telah menetapkan lahan areal penanaman akar wangi dan lokasi penyulingan minyak akar wangi. Dilihat sifat dan kegunaan utama minyak akar wangi sebagai fixative, hanya industri-industri tertentu saja yang berpeluang muncul untuk menyaingi para pengusaha minyak akar wangi, diantaranya yaitu industri minyak nilam, industri minyak cendana, ataupun industri fixative buatan. Hal ini karena karakter khas yang dimiliki minyak akar wangi yang memang sampai saat ini pun belum ada produk substitusi alami ataupun sintetisnya.

46

2.

Persaingan dalam Industri

Akar wangi di Indonesia dihasilkan di beberapa daerah, seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Timur, namun kualitas akar wangi terbaik dihasilkan dari Jawa Barat, khususnya daerah Garut. Sentra industri penyulingan minyak akar wangi sendiri di Indonesia hanya berada di Garut yang meliputi daerah Leles, Cilawu, Bayongbong, dan Samarang.

Persaingan yang terjadi di daerah Garut tidak terlalu mencolok, hal ini karena kebanyakan di Garut industri-industri yang berkembang adalah industri kecil menengah. Daftar sentra IKM penyulingan minyak akar wangi di Garut menurut Departemen Perindustrian Garut (2010) yaitu sebanyak 24 unit usaha, yang mana 24 unit usaha itu terdiri atas empat wilayah, yaitu: Leles memiliki empat unit usaha, Samarang memiliki sembilan unit usaha, Cilawu memiliki lima unit usaha, dan Bayongbong memiliki enam unit usaha. Dari keempat wilayah diatas, maing-masing wilayah sudah memiliki alat penyulingan bermesin. Untuk wilayah Leles memiliki 12 unit mesin penyulingan, wilayah Samarang memiliki 11 unit mesin, wilayah Cilawu memiliki dua buah unit mesin, dan wilayah Bayongbong memiliki lima unit mesin penyulingan. Pada dasarnya alat penyuling yang digunakan di hampir setiap UKM sama, yaitu dengan menggunakan alat penyuling yang masih bersifat tradisional. Hanya beberapa UKM saja yang menggunakan alat penyuling dengan teknologi boiler. Kualitas minyak ayang dihasilkan dari setiap UKM berbeda-beda tergantung dari teknologi yang digunakan, dan perlakuan selama proses penyulingan. UKM Pulus Wangi Nusantara ini menghasilkan minyak dengan kualitas yang berbeda-beda tergantung permintaan dari pembeli. Persaingan yang sering terjadi diantara sesama penyuling adalah dalam memperoleh bahan baku akar wangi, karena salahsatu masalah utama dalam memproduksi minyak akar wangi adalah keterbatasan pasokan bahan baku. Oleh karena itu UKM PWN menjalin kerjasama dengan para kelompok tani, baik kelompok tani daerah Samarang, Cilawu, Bayongbong, dan Leles untuk memperlancar pasokan bahan baku akar wanginya.

UKM PWN ini merupakan salahsatu usaha penyulingan minyak akar wangi yang cukup eksis dan dikenal oleh para eksportir. Bahkan UKM PWN sudah pernah melakukan ekspor secara langsung, karena UKM ini sudah berbadan hukum. Jadi disamping sebagai UKM biasa, UKM PWN pun merupakan salahsatu eksportir minyak akar wangi. Oleh karena itu, pesaing UKM ini juga mencakup para eksportir-eksportir minyak akar wangi yang berada di Jakarta yang juga merupakan perusahaan eksportir besar. Tentu saja jika dibandingkan, maka para eksportir yang berada di Jakarta lah yang lebih kompeten, karena eksportir tersebut memiliki kelebihan seperti: informasi akses pasar yang memadai, modal yang cukup besar, teknologi yang digunakan (adanya alat penjernih minyak akar wangi yang tidak dimiliki para penyuling di Garut), dan para eksportir ini leluasa dalam melakukan pengaturan harga minyak akar wangi di Garut, sehingga haraga minyak akar wangi yang diterima oleh para penyuling dan petani di Garut kurang begitu sesuai dengan yang diharapkan.

Untuk lingkup internasional, pesaing luar produsen minyak akar wangi Indonesia dapat dilihat pada Tabel 10.

47

Tabel 10. Negara pengekspor minyak akar wangi

No Negara Produksi per tahun (ton) Pemenuhan kebutuhan (%) 1 Indonesia 24-51 9,6 – 17 2 Haiti 40 16 3 RRC 40 16 4 Angola 30-40 12 – 13,33 5 Pulau Reunion/Bourbon 30 12 6 India 10 4 7 Kongo 10 4 8 Republik Malagasi 10 4 9 Brazil 10 4 Total 150 60

Sumber : BPEN Jakarta

Dari beberapa negara diatas, yang sampai sekarang menjadi pesaing terbesar Indonesia yaitu negara Haiti dan Bourbon. Kualitas minyak akar wangi Haiti di pasaran internasional sudah terkenal dengan kualitas yang sangat bagus dan belum ada minyak akar wangi dari negara manapun yang mengalahkan kualitas minyak akar wangi dari Haiti. Hal ini karena teknologi yang digunakan oleh Haiti jauh lebih canggih dibandingkan dengan Indonesia, selain itu pada proses produksi minyak akar wangi di Haiti dilakuakn proses aging. Proses ini merupakan proses penyimpanan minyak akar wangi yang telah disuling dalam jangka waktu yang cukup lama. Untuk menghasilkan kualitas minyak akar wangi yang bagus, penyimpanan harus dilakukan selama kurang lebih selama setahun, baru minyak akar wangi siap untuk di pasarkan. Di Indonesia sendiri hal ini akan sangat sulit diterapkan mengingat para pengusaha minyak akar wangi sebagian besar adalah para UKM yang berada di Garut dan sulit bagi para UKM untuk menyimpan minyak selama setahun, karena setelah proses penyulingan para UKM ingin segera mendapatkan keuntungan dari minyak akar wangi yang dihasilkan.

3.

Ancaman Produk Substitusi

Minyak akar wangi adalah minyak atsiri yang kental dan memiliki aroma woody, sweet, dan earthy. Minyak akar wangi banyak digunakan dalam industri parfum sebagi fixative, komponen campuran dalam industri sabun, dan kosmetik (Martinez et al., 2004). Sejauh ini belum ditemukan produk substitusi penuh dari minyak akar wangi, baik secara alaminya maupun sintetisnya, akan tetapi untuk fungsi fixative dan karakter umum aromanya ada beberapa alternatif minyak atsiri yang lain, yaitu minyak nilam dan minyak cendana yang memiliki sifat yang sama dengan minyak akar wangi (Ketaren, 1975). Kedua minyak tersebut memiliki fungsi yang sama seperti minyak akar wangi yaitu sebagai fixative atau pengikat bau.

Nilam (Pogostemon cablin Benth) yang termasuk dalam keluarga Labiatea merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yang penting bagi Indonesia, karena minyak yang dihasilkan merupakan komoditas ekspor yang cukup mendatangkan devisa negara. Sebagai komoditas ekspor minyak nilam mempunyai prospek yang baik, karena dibutuhkan secara kontinu dalam industri kosmetik, parfum, sabun dan lain-lain. Penggunaan minyak

48

nilam dalam industri-industri ini karena sifatnya yang fiksative terhadap bahan pewangi lain agar aroma bertahan lama, sehingga dapat mengikat bau wangi dan mencegah penguapan zat pewangi. Minyak nilam Indonesia sangat digemari pasar Amerika dan Eropa. Komponen utama minyak nilam diperoleh dari destilasi daun nilam berupa patchoully alcohol (45-50%), sebagai penciri utama bahan baku industri kimia. Minyak nilam ini memiliki peluang untuk menggeser penggunaan minyak akar wangi karena memiliki sifat yang sama yaitu sebgai fixative, selain itu harga minyak nilam relatif lebih murah jika dibandingkan dengan minyak akar wangi. Harga minyak nilam berfluktuatif tergantung pada kadar patchoully alcohol-nya. Berikut ini harga minyak nilam tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Data harga minyak nilam masing-masing daerah tahun 2011

No Komoditi Minyak Kabupaten/Sentra Harga (Rp/Kg)

1 Nilam (Patchoully oil) Blitar 425,000-475,000

Dokumen terkait