• Tidak ada hasil yang ditemukan

6.1. Analisis Pendapatan Usahaternak

6.2.2. Analisis Marjin Pemasaran Ayam Ras Pedaging

Marjin pemasaran merupakan penjumlahan dari biaya dan keuntungan pemasaran yang diperoleh oleh agen-agen pemasaran dalam setiap pola saluran pemasaran. Melalui analisis terhadap marjin pemasaran ini dapat diketahui komponen biaya yang dikeluarkan selama proses pemasaran ayam ras pedaging sesuai dengan fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan serta tingkat keuntungan pemasaran yang diperoleh. Selain itu, analisis terhadap marjin pemasaran dalam penelitian ini juga digunakan untuk melihat perbedaan bagian harga yang diterima oleh peternak peserta kemitraan terhadap peternak non-kemitraan (mandiri). Untuk memudahkan analisis, perhitungan terhadap marjin pemasaran ayam ras pedaging dikonversikan dalam satuan rupiah per kilogram bobot ayam hidup

Sebagaimana penjelasan pada analisis terhadap saluran pemasaran sebelumnya bahwa usahaternak pola mandiri memiliki empat pola saluran pemasaran sedangkan pada usahaternak pola kemitraan hanya memiliki tiga pola saluran pemasaran. Pada usahaternak pola mandiri, saluran pemasaran keempat yaitu penjualan langsung ayam ras pedaging oleh peternak kepada konsumen akhir bersifat kondisional dan tidak ada biaya pemasaran yang dikeluarkan maupun keuntungan pemasaran yang diperoleh sehingga untuk keperluan analisis marjin pemasaran, khususnya untuk membandingkan proporsi harga yang diterima oleh peternak kemitraan dan non kemitraan, maka pola ini (saluran pemasaran keempat) tidak akan dibahas lebih lanjut.

Tabel 14 menyajikan ringkasan hasil perhitungan proporsi marjin pemasaran dan harga yang diterima oleh masing-masing peternak terhadap harga konsumen, baik peternak peserta kemitraan maupun peternak mandiri di berbagai saluran pemasaran. Rata-rata harga jual ayam ras pedaging di tingkat peternak untuk pola mandiri pada ketiga pola saluran pemasaran adalah Rp 6 896.30/kg sedangkan pada pola kemitraan sebesar Rp 6 817.66/kg. Sedangkan rata-rata harga beli ayam ras pedaging yang diterima oleh konsumen untuk pola mandiri adalah Rp 10 907.57/kg dan untuk pola kemitraan, rata-rata harga beli konsumen adalah Rp 10 979.17/kg. Dari rata-rata harga jual di tingkat peternak tersebut, harga yang diterima peternak pola mandiri 1.14 persen lebih tinggi dibandingkan dengan harga yang diterima peternak pola kemitraan sedangkan harga yang dibayarkan oleh konsumen menunjukkan bahwa harga ayam ras pedaging dari usahaternak pola kemitraan 0.65 persen lebih tinggi dibandingkan dengan harga ayam ras pedaging dari usahaternak pola mandiri.

Tabel 14. Marjin Pemasaran dan Proporsi Harga yang Diterima Peternak Ayam Ras Pedaging di Kabupaten Karanganyar pada Usahaternak Pola Mandiri dan Pola Kemitraan

Saluran Pemasaran Harga Peternak (Rp/Kg) Harga Konsumen (Rp/Kg) Marjin Pemasaran (%) Bagian Harga Peternak (%) KP BP TM Mandiri I 6 833.30 10 875.00 30.84 6.32 37.17 62.83 Kemitraan I 6 810.12 10 958.30 31.63 6.22 37.85 62.15 Mandiri II 6 913.89 10 931.00 32.64 4.11 36.75 63.25 Kemitraan II 6 825.00 11 000.00 31.20 6.75 37.95 62.05 Mandiri III 6 941.70 10 916.70 34.46 1.95 36.41 63.59 Kemitraan III 6 817.86 10 979.20 35.35 2.56 37.90 62.10 Mandiri IV 9 500.00 9 500.00 - - - 100.00

Sumber : Data Primer, 2003 (diolah) Keterangan : KP = Keuntungan Pemasaran

BP = Biaya Pemasaran TM = Total Marjin

Perbedaan harga jual di tingkat peternak dan harga beli di tingkat konsumen menyebabkan bagian harga yang diterima peternak untuk masing-masing pola pengusahaan juga berbeda. Secara rata-rata, bagian harga yang diterima oleh peternak pola mandiri lebih tinggi dibandingkan peternak pola kemitraan. Bagian harga konsumen yang diterima peternak mandiri adalah 63.22 persen sedangkan peternak pola kemitraan hanya 62.10 persen. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan jumlah lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran ayam ras pedaging. Jika pada pola mandiri, peternak dapat langsung mendistribusikan hasil panennya kepada pedagang perantara maka lain halnya dengan peternak pola kemitraan. Pola kemitraan wajib melibatkan perusahaan inti dalam proses penyaluran produknya kepada pedagang perantara sebagai konsekuensi adanya kerjasama kemitraan. Jumlah lembaga pemasaran yang terlibat pada pemasaran produk pola kemitraan mengakibatkan share marjin pemasaran pola kemitraan lebih besar dibandingkan share marjin pemasaran pola mandiri. Untuk pola kemitraan, dari total harga yang diterima konsumen, bagian harga yang

merupakan marjin pemasaran sebesar 37.90 persen atau 3.75 persen lebih tinggi dibandingkan dengan marjin pemasaran pola mandiri (36.78 persen dari total harga konsumen ).

Secara umum, pemasaran ayam ras pedaging di Kabupaten Karanganyar relatif efisien jika dilihat dari bagian harga konsumen yang diterima oleh peternak (farmer’s share). Untuk kedua pola pengusahaan (pola mandiri dan kemitraan), bagian harga konsumen yang diterima peternak berada pada proporsi lebih dari 60 persen. Hal ini sangat wajar, karena peternak sebagai produsen merupakan pihak penanggung resiko usaha dan pihak yang paling banyak korbanannya untuk melaksanakan proses produksi. Sedangkan para pedagang perantara memperoleh marjin (keuntungan pemasaran) pada proporsi lebih dari 30 persen.

Jika dilihat dari tiap-tiap saluran pemasaran yang terbentuk dalam satu pola pengusahaan maka untuk pemasaran ayam ras pedaging pola mandiri menunjukkan bahwa bagian harga konsumen yang diterima peternak paling tinggi terjadi pada pola saluran pemasaran ketiga2 (peternak – pedagang pengecer – konsumen), yakni 63.59 persen sedangkan bagian harga konsumen yang diterima peternak paling rendah terjadi pada pola saluran pemasaran pertama (peternak – pedagang pengumpul – pedagang besar – pedagang pengecer – konsumen), yakni 62.83 persen. Hal ini terjadi karena saluran pemasaran pertama melibatkan lembaga pemasaran paling banyak jika dibandingkan saluran pemasaran yang lain sehingga proporsi biaya pemasaran juga menjadi lebih tinggi dan pada akhirnya mempengaruhi proporsi yang diterima oleh peternak. Perhitungan marjin

2

Bagian harga konsumen yang diterima peternak pada usahaternak pola mandiri paling tinggi (peringkat pertama) terjadi pada saluran pemasaran keempat (100 persen) sedangkan saluran pemasaran ketiga adalah peringkat berikutnya (kedua)

pemasaran secara lengkap untuk masing-masing saluran pemasaran pola mandiri disajikan pada Lampiran 1 sampai dengan Lampiran 3.

Untuk pola kemitraan, bagian harga konsumen yang diterima peternak relatif sama untuk berbagai pola saluran pemasaran yakni semuanya pada proporsi 62 persen. Saluran pemasaran pertama (peternak – perusahaan inti – pedagang pengumpul – pedagang besar – pedagang pengecer – konsumen) memiliki proporsi paling tinggi yakni 62.15 persen sedangkan pola saluran pemasaran kedua (peternak – perusahaan inti – pedagang besar – konsumen) memiliki proporsi paling rendah yakni 62.05 persen. Berbeda dengan pola mandiri, rendahnya proporsi harga konsumen yang diterima peternak pada pola kemitraan ini bukan (hanya) disebabkan oleh jumlah lembaga pemasaran yang terlibat. Hal ini disebabkan oleh pasar produk usahaternak pola kemitraan sebagian besar (41.02 persen) ditujukan untuk pasar di luar wilayah Surakarta yaitu untuk memenuhi permintaan konsumen di Jakarta dan Bali. Jarak tempuh yang jauh antara tempat produksi dengan pasar mengakibatkan tingginya biaya pemasaran (6.75 persen dari bagian harga yang dibayarkan oleh konsumen) sehingga bagian harga yang diterima peternak menjadi lebih rendah, walaupun harga di tingkat peternak secara nominal lebih tinggi dibandingkan pada saluran pemasaran yang lain ( Rp 6 825/kg). Perhitungan marjin pemasaran secara lengkap untuk masing-masing saluran pemasaran pola kemitraan disajikan pada Lampiran 4 sampai dengan Lampiran 6.

Dari ketiga pola saluran pemasaran tersebut, yang dapat diperbandingkan antara pola mandiri dengan pola kemitraan adalah saluran pemasaran pertama dan saluran pemasaran ketiga karena pasar yang dituju adalah sama yaitu pasar di

wilayah Sukoharjo dan Solo untuk saluran pemasaran pertama dan pasar di wilayah Karanganyar untuk saluran pemasaran ketiga. Perbedaan dari kedua pola saluran pemasaran tersebut adalah adanya keterlibatan perusahaan inti dalam rantai pemasaran ayam ras pedaging untuk pola kemitraan (Gambar 5).

Pada saluran pemasaran pertama (pola mandiri: peternak – pedagang pengumpul – pedagang besar – pedagang pengecer – konsumen), bagian harga yang diterima oleh peternak mandiri 0.69 persen lebih tinggi dibandingkan dengan peternak peserta pola kemitraan (pola kemitraan: peternak – perusahaan inti – pedagang pengumpul – pedagang besar – pedagang pengecer – konsumen). Sedangkan pada saluran pemasaran ketiga (pola mandiri: peternak – pedagang pengecer – konsumen), bagian harga yang diterima oleh peternak mandiri 1.49 persen lebih tinggi dibandingkan dengan peternak peserta pola kemitraan (peternak – perusahaan inti – pedagang pengecer – konsumen). Keterlibatan perusahaan inti telah mempengaruhi bagian harga yang diterima peternak kemitraan karena dari keseluruhan harga yang dibayarkan konsumen terdapat bagian keuntungan pemasaran yang diterima oleh perusahaan inti yakni 2.27 persen untuk saluran pemasaran pertama dan 5.46 persen untuk saluran pemasaran ketiga. Perbedaan bagian harga yang diterima oleh peternak tidak semata-mata disebabkan oleh banyaknya jumlah lembaga pemasaran yang terlibat (keterlibatan perusahaan inti) namun juga proporsi biaya dan keuntungan yang diterima oleh masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat.

Marjin pemasaran yang diperoleh masing-masing lembaga pemasaran dalam satu pola saluran pemasaran berbeda-beda tergantung dari biaya yang dikeluarkan dan keuntungan yang diperoleh. Besarnya biaya pemasaran tergantung pada

fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh tiap-tiap lembaga pemasaran. komponen biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran untuk usahaternak pola mandiri maupun pola kemitraan tidak berbeda yakni biaya tenaga kerja termasuk biaya bongkar muat, biaya transportasi, penyusutan (biaya resiko) dan retribusi.

Sebagaimana yang disajikan pada Tabel 15 terlihat bahwa pada usahaternak pola mandiri, share biaya pemasaran terhadap marjin pemasaran terbesar dikeluarkan oleh pedagang besar pada saluran pemasaran pertama yakni 6.24 persen. Hal ini disebabkan oleh tingginya biaya transportasi dan biaya penyusutan yang harus dikeluarkan oleh pedagang besar (Lampiran 1). Pada saluran pemasaran pertama ini, ayam-ayam ras pedaging ini akan dipasarkan di luar wilayah Kabupaten Karanganyar, yakni wilayah Sukoharjo dan Solo sehingga relatif jauhnya jarak yang ditempuh menyebabkan biaya transportasi menjadi lebih tinggi dan resiko ayam-ayam yang mengalami stres (kematian dan penyusutan bobot badan) dalam perjalanan lintas kabupaten menjadi lebih besar. Sedangkan share biaya pemasaran terendah dikeluarkan oleh pedagang pengecer pada saluran pemasaran kedua, yakni 5.02 persen. Pada saluran pemasaran kedua, pedagang pengecer tidak mengeluarkan biaya transportasi karena pedagang pengecer memperoleh barang dari pedagang pengumpul sedangkan jika dibandingkan dengan saluran pemasaran pertama, walaupun pedagang pengecer juga tidak mengeluarkan biaya transportasi namun biaya penyusutan sebagai biaya penanggungan resiko lebih besar pada saluran pemasaran pertama. Sebagaimana penjelasan sebelumnya bahwa karena pada saluran pertama, jarak pasar relatif jauh sehingga resiko ayam-ayam mengalami stres dan cacat menjadi lebih besar.

Untuk usahaternak pola kemitraan, share biaya pemasaran terhadap marjin pemasaran terbesar ditanggung oleh pedagang besar pada saluran pemasaran kedua, yakni 17.79 persen (Tabel 15). Tingginya biaya pemasaran pedagang besar ini karena pasar tujuan adalah lintas provinsi sehingga pedagang besar menanggung biaya penyusutan, transportasi, tenaga kerja dan retribusi yang relatif besar (Lampiran 5). Sedangkan share biaya pemasaran terendah ditanggung oleh pedagang pengecer3 pada saluran pemasaran pertama yakni 5.17 persen dari total marjin pemasaran. Sebagaimana penjelasan pada saluran pemasaran kedua pola mandiri adalah bahwa pada saluran pemasaran pertama ini, pedagang pengecer tidak mengeluarkan biaya untuk transportasi sedangkan biaya penyusutan yang dikeluarkan juga relatif kecil karena pada saluran pemasaran ini, pasar tujuannya adalah di wilayah Karanganyar sehingga jumlah ayam-ayam yang mati, cacat atau mengalami penyusutan bobot badan karena proses transportasi dapat ditekan.

Share keuntungan pemasaran terhadap marjin pemasaran ayam ras pedaging pada usahaternak pola mandiri paling besar diperoleh oleh pedagang pengumpul pada saluran pemasaran ketiga, yaitu sebesar 94.65 persen sedangkan share keuntungan pemasaran terendah diperoleh oleh pedagang besar pada saluran pemasaran pertama, yaitu sebesar 25.68 persen (Tabel 15). Hal yang sama juga terjadi pada usahaternak pola kemitraan, dimana share keuntungan pemasaran terhadap marjin pemasaran ayam ras pedaging paling besar diperoleh oleh pedagang pengumpul pada saluran pemasaran ketiga, yaitu sebesar 78.84 persen sedangkan share keuntungan pemasaran terendah diperoleh oleh pedagang besar

3

Yang dimaksud terendah adalah lembaga pemasaran yang melakukan fungsi-fungsi pemasaran sehingga ada biaya pemasaran yang dikeluarkan. Share biaya pemasaran perusahaan inti terhadap marjin pemasaran adalah 0 persen karena perusahaan inti tidak mengeluarkan biaya pemasaran.

pada saluran pemasaran pertama, yaitu sebesar 20.64 persen (Tabel 15). Pedagang pengumpul pada saluran pemasaran ketiga dapat memiliki proporsi keuntungan pemasaran yang besar dibandingkan lembaga pemasaran yang lain (pedagang pengumpul dan pedagang besar untuk pola mandiri dan perusahaan inti, pedagang pengumpul dan pedagang besar untuk pola kemitraan) pada pola saluran pemasaran yang lain (saluran pemasaran pertama dan kedua) karena pada saluran pemasaran ini, tidak ada lembaga pemasaran lain yang terlibat sehingga proporsi keuntungan pemasarannya tidak terbagi kepada lembaga pemasaran lain. Skala perdagangan pedagang pengecer yang relatif kecil (700 kg – 900 kg) mendorong pedagang pengecer untuk mencari pendapatan yang besar melalui peningkatan keuntungan per unit produk. Selain itu, sistem penjualan pedagang pengecer yang langsung menjual kepada konsumen akhir di pasar memungkinkan bagi pedagang pengecer untuk bertindak sebagai “price maker”. Sebaliknya, rendahnya proporsi keuntungan yang diperoleh pedagang besar pada saluran pemasaran pertama adalah dikarenakan lembaga pemasaran yang terlibat lebih banyak dibandingkan saluran pemasaran yang lain sehingga proporsi keuntungan pemasaran terbagi dengan lembaga pemasaran lain. Walaupun keuntungan per unit produk yang diterima oleh pedagang besar relatif kecil dibandingkan dengan lembaga pemasaran yang lain namun karena skala perdagangannya yang besar (2 600 kg – 3 000 kg) maka total pendapatan pedagang besar relatif lebih tinggi dibandingkan dengan lembaga pemasaran lain.

Untuk mengetahui efisiensi biaya pemasaran terhadap keuntungan pemasaran maka digunakan perhitungan ratio keuntungan pemasaran terhadap biaya pemasaran. Hasil perhitungan ratio keuntungan pemasaran dan biaya

pemasaran dari berbagai saluran pemasaran pada usahaternak pola mandiri dan kemitraan disajikan pada Tabel 15. Baik pada pola mandiri maupun pola kemitraan, pedagang perantara yang memiliki tingkat efisiensi terbesar adalah pedagang pengecer sedangkan pedagang besar memiliki tingkat efisiensi terendah. Hal ini sejalan dengan proporsi biaya pemasaran dan keuntungan pemasaran yang diperoleh pedagang pengecer maka secara rata-rata ratio keuntungan pemasaran terhadap biaya pemasaran yang diperoleh pedagang pengecer juga lebih tinggi dibandingkan dengan pedagang perantara lainnya yaitu sebesar 10.58 untuk pola mandiri dan 8.51 untuk pola kemitraan artinya setiap Rp 1 biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh pedagang pengecer akan menghasilkan keuntungan pemasaran sebanyak Rp 10.58 untuk pola mandiri dan Rp 8.51 untuk pola kemitraan. Sedangkan pedegang besar yang memiliki proporsi biaya pemasaran pemasaran tertinggi dan keuntungan pemasaran terendah maka ratio keuntungan terhadap biaya pemasaran juga paling rendah yaitu sebesar 4.12 untuk pola mandiri dan 3.90 untuk pola kemitraan.

Secara umum pedagang perantara yang memasarkan produk usahaternak pola mandiri memiliki tingkat efisiensi yang lebih tinggi dibandingkan pedagang perantara yang memasarkan produk usahaternak pola kemitraan. Hal ini ditunjukkan oleh ratio keuntungan pemasaran terhadap biaya pemasaran yang diperoleh pedagang perantara pola mandiri lebih besar dibandingkan dengan pedagang perantara pola kemitraan. Artinya pedagang perantara pola mandiri mampu menghasilkan keuntungan pemasaran lebih tinggi dibandingkan perantara pola kemitraan untuk setiap Rp 1 biaya pemasaran yang dikeluarkan. Hal ini disebabkan karena pedagang perantara pola kemitraan harus membeli ayam ras

Saluran Pemasaran KP BP KP/BP KP BP KP/BP KP BP KP/BP KP BP KP/BP Pola Mandiri I - - - 28.53 5.53 5.16 25.68 6.24 4.12 28.78 5.24 5.49 II - - - 45.76 6.17 7.42 - - - 43.05 5.02 8.57 III - - - - 94.65 5.35 17.68 Pola Kemitraan I 6.03 0 - 29.33 5.38 5.45 20.64 5.88 3.51 27.57 5.17 5.33 II 5.99 0 - - - - 76.22 17.79 4.28 - - - III 14.42 0 - - - 78.84 6.75 11.69

Sumber : Data Primer, 2003 (diolah) Keterangan : KP = Keuntungan Pemasaran

pedaging dari perusahaan inti sehingga proporsi keuntungan pemasaran yang seharusnya diperoleh pedagang perantara menjadi terbagi dengan perusahaan inti, sebagai penjamin pasokan bagi pedagang perantara. Walaupun demikian secara keseluruhan, pemasaran ayam ras pedaging baik pada pola mandiri maupun pola kemitraan relatif efisien karena keuntungan pemasaran yang diperoleh lebih tinggi dibandingkan dengan biaya pemasaran yang dikeluarkan.

Dokumen terkait