TRANSKRIPSI DAN ANALISIS STRUKTUR RITME REPERTOAR GENDANG MENGKERBOI
5.2 Analisis Meter
Meter atau birama adalah unit-unit ketukan yang telah mengandung aksentuasi-aksentuasi kuat dan lemah yang dijadikan dasar perulangan di dalam pertunjukan music yang terikat dengan meter. Misalnya meter dua, tiga, empat, enam, tujuh, dan seterusnya. Meter ini di dalam tanda bira bisa ditulis seperti contoh 2/2; 2/4; ¾; 6/8; 7/8; 11/8, dan lain-lainnya. Jika music disajikan tanpa terikat kepada meter maka music seperti ini selalu diistilahkan secara etnomusikologis, free meter (meter bebas).
Ketiga gendang pada repertoar Gendang Mengkerboi, yaitu Gendang Raja, gendang Mangiring Gajah, dan Gendang Gajah Mangiring, adalah menggunakan meter empat. Artinya dalam setiap birama terdapat empat ketukan dasar, yaitu dimulai dengan ketukan pertama dengan intensitas kuat, baru disertai dengan ketukan kedua, ketiga, dan keempat dengan intensitas yang lebih lirih. Adapun meter empat ini, di dalam transkripsi ditandai dengan tanda birama 4/4.
Analisis ketiga gendang tersebut dalam mewujudkan meternya yang repetitif dan sama di dalam keseluruhan pertunjukan adalah seperti berikut ini.
129
130
Ketiga repertoar Gendang Mengkerboi tersebut, yaitu Gendang Raja,
Gendang Gajah Mangiring, dan Gendang Mangiring Gajah, dapat diklasifikasikan
ke dalam meter empat dan ditulis dalam tanda birama 4/4. Meter empat ini adalah meter yang juga umum digunakan di dalam berbagai repertoar musik Pakpak pada umumnya yang terikat dengan birama. Jadi ketiga repertoar gendang ini mengacu pada struktur meter yang umum di dalam musik Pakpak.
131 5.3 Analisis Taktus (Pulsa Dasar)
Taktus atau pulsa dasar adalah unit kecil yang menjadi dasar bergeraknya waktu di dalam music. Misalnya taktus music Metronom Maelzel (M.M.) 60 berarti di dalam satu menit terdapat taktus sebanyak 60 artinya taktus music tersebut adalah satu detik dalam satu ketukan dasar. Kelipatannya adalah M.M. 120, yang artinya dalam setiap menit terjadi 120 kali ketukan dasar (pulsa), atau dalam satu detik terdapat dua ketukan dasar, dalam setengah detik terjadi satu ketukan dasar.
Ketiga repertoar Gendang Mengkerboi ini, menggunakan taktus yang
bervariasi, ada yang relatif lambat dan ada pula yang relative cepat. Ketiganya menggunakan pulsa dasar seperti berikut ini.
1. Gendang Raja menggunakan pulsa dasar 200 ketukan dasar per menit; artinya dalam tempo yang cepat; atau akuratnya secara kuantitatif satu ketukan dasar adalah menggunakan waktu 60/200 x 1 = 0,30 detik. Ini dapat diperoleh melalui rumus satu menit dibagi dengan pulsa dasar yang digunakan oleh komposisi musik yang terikat meter dikali satu.
2. Gendang Gajah Mangiring menggunakan pulsa dasar (taktus) 120 per menit; artinya dalam tempo yang sedang; atau akuratnya secara kuantitatif satu ketukan dasar membutuhkan waktu 60/120 x 1 = 0,5 detik.
3. Gendang Mangiring Gajah juga sama kecepatan taktusnya dengan Gendang
Gajah Mangiring, yaitu menggunakan pulsa dasar 120 per menit; yang artinya
adalah dalam tempo yang sedang; atau akuratnya secara kuantitatif satu ketukan dasar membutuhkan waktu 60/120 x 1 = 0,5 detik. Selengkapnya analisis taktus ketiga repertoar Gendang Mengkerboi itu adalah sebagai berikut.
134
Dari ketiga analisis taktus atau pulsa dasar di atas, maka dapat dikatakan bahwa rata-rata setiap taktus yang dibutuhkan di dalam Gendang mengkerboi adalah (0,3 + 0,5 + 0,5): 3
= 0,43 detik setiap taktus
Jika dideskripsikan secara kualitatif taktus yang digunakan cenderung bertempo sedang.
135 5.4 Analisis Unsur-unsur Pembentuk Waktu
Unsur-unsur pembentuk waktu dalam musik di antaranya adalah: (a) durasi not yang digunakan, (b) garapan not setiap taktus, (c) tanda istirahat yang digunakan, dan lainnya. Untuk masing-masing gendang dalam repertoar Gendang mengkerboi ini durasi not yang digunakan dapat dianalisis sebagai berikut.
(1) Gendang Raja, keseluruhannya menggunakan not-not berikut.
(2) Gendang Gajah Mengiring, keseluruhannya menggunakan not-not berikut.
(3) Gendang Mangiring Gajah, keseluruhannya menggunakan not-not berikut ini.
136
Selanjutnya garapan not setiap taktus dapat dilihat dari analisis notasi berikut ini.
137 BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan- penjelasan yang telah dijabarkan pada bab-bab sebelumnya maka pada bab ini disimpulkan mengenai hasil penelitian. Kesimpulan ini adalah untuk menjawab pokok permasalahan, yaitu yang pertama adalah mengenai jalannya upacara ncayur ntua, kemudian yang kedua adalah fungsi repertoar Gendang Mengkerboi (Gendang Raja, Gendang Gajah Mangiring, dan
Gendang Mangiring Gajah) dalam upacara Mengkerboi pada keseluruhan
rangkaian upacara adat kerja njahat ncayur ntua; dan ketiga adalah bagaimana struktur ritme Gendang Mengkerboi tersebut.
Kesimpulan yang didapat oleh penulis adalah sebagai berikut. (A) Dari sisi jalannya upacara ncayur ntua ini, maka dapat diklasifikasikan ke dalam enam tahapan. Tahap (1) tenggo raja (persiapan); (2) memasukken bengke ni rumah (menyemayamkan jenazah di dalam rumah); (3) mengapul pergenderrang (mengundang pemusik untuk memaminkan musik); (4) tatak ikan nulan kerja
njahat ncayur ntua (menari adat pada upacara ncayur ntua) yang terdiri dari: (4a) tatak ikan ibages sapo (tarian malam hari) dan (4b) tatak ikan ikasea (tarian pagi
sampai siang hari keesokannya); (5) mengkerboi (upacara memotong kerbau) untuk
sulang, yang terdiri dari (5a) memasukken jerreten dengan gendang raja; (5b) gajah mangiring; (5c) mangiring gajah; dan (6) peberkatken bangke ni pendebaen
138
(B) Yang kedua, pengguna dan fungsi Gendang Mengkerboi dalam konteks upacara adat ncayur ntua dalam budaya masyarakat Pakpak adalah sebagai berikut. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa dari sudut penggunaannya gendang ini adalah: (i) untuk mengiringi upacara adat kerja njahat
ncayur ntua; (ii) memeriahkan jalannya upacara; dan (iii) sarana memberitahu
penyembelihan kerbau (atau hewan lain). Fungsi Gendang Mengkerboi dalam upacara ncayur ntua adalah: (1) mengabsahkan upacara; (2) sarana integrasi sosial; (3) ekspresi emosi gembira dan sekaligus sedih; (4) sarana doa kepada Tuhan; (5) sarana hiburan; (6) upaya memelihara kebudayaan tradisional Pakpak.
(C) Dari kajian struktur ritme yang penulis kaji diperoleh hasil-hasil sebagai berikut: (1) meter yang digunakan adalah meter empat; (2) taktusnya adalah berkisar antara 120 hingga 200 ketukan dasar per menit; (3) unsur-unsur pembentuk waktunya adalah memakai jenis-jenis ritme tunggal, dupel, kuadrupel, dan tanda-tanda istirahat yang dikomposisikan sedemikian rupa.
Dengan mengkaji ketiga aspek tersebut di atas, maka diperolehlah kesimpulan umum, bahwa masyarakat Pakpak di dalam kehidupannya selalu memungsikan music sebagi denyut dalam kehidupan mereka, termasuk salah satu pemungsian music dan tatak itu di dalam upacara adat kematian, khususnya kematian yang ncayur ntua. Dengan demikian, maka menurut hemat penulis, masyarakat Pakpak adalah masayarakat yang musikal dan masyarakat yang sadar akan tarian. Selain itu, masyarakat Pakpak mencintai kebudayaan ang diwarisi dari para leluhur terdahulunya, yang diteruskan hingga ke masa kini, dan diwarisken ke anak, cucu, dan keturunan merka. Seni budaya bagi masyarakat Pakpak adalah
139
identitas kebudayaan yang wajib dipedomani dan dihayati, bagaikan nadi dan nafas dalam kehidupan ini.
6.2 Saran
Penelitian ini adalah yang pertama membahas tentang Gendang
mengkerboi pada masyarakat Pakpak dalam bentuk skripsi, tentunya penulis
menyadari bahwa masih banyak kekurangan-kekurangan dalam tulisan ini. Untuk
itu penulis berharap bagi siapapun peneliti selanjutnya untuk lebih
menyempurnakan tulisan ini.
Penelitian yang penulis lakukan ini diharapkan dapat diakses oleh generasi penerus Pakpak mendatang, agar menjaga eksistensi upacara adat mengkerboi, alat musik-alat musik pendukung upacara, dan semua unsur-unsur kebudayan Pakpak lainnya.
140