BAB I PENDAHULUAN
G. Metode Penelitian
4. Analisis Data
Keseluruhan data atau bahan yang diperoleh dianalisis secara kualitatif, yaitu dengan memberi penilaian terhadap hasil penelitian berdasarkan peraturan perundang-undangan, pendapat para ahli, dan akal sehat dengan uraian kalimat-kalimat dan tidak menggunakan angka-angka. Analisis data ini bertolak dari teori-teori dan konsep yang telah disusun dan dikemukakan dalam kerangka teori-teoritis dan
41
kerangka konseptual. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bagaimana bentuk-bentuk serta pelaksanaan klausula eksonerasi dan kaitannnya dengan perlindungan para pihak khususnya dalam perjanjian jual beli kapal berbendera asing.
BAB II
KETENTUAN PELAKSANAAN JUAL BELI ANTAR NEGARA MENURUT KETENTUAN HUKUM PERDATA INDONESIA
A. Tinjauan Umum Tentang Pengertian Umum Perjanjian Jual Beli
Istilah perjanjian jual beli berasal dari terjemahan dari Contract of sale, didalam Kitab Undang Hukum Perdata perjanjian jual beli diatur dalam pasal
42
1457 sampai dengan pasal 1540 KUHPerdata. Yang dimaksud dengan perjanjian jual beli sebagaimana yang diatur dalam pasal 1457 KUHPerdata adalah persetujuan, dengan mana pihak satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan , dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah diperjanjikan. Perjanjian jual beli dikatakan pada umumnya merupakan perjanjian konsensual karena ada juga perjanjian jual beli termasuk perjanjian formal, yaitu yang mengharuskan dibuat dalam bentuk tertulis yang berupa akta autentik, yakni jual beli barang yang tidak bergerak.37
Menurut Subekti, didalam hukum Inggris perjanjian jual beli (contract of sale) dapat dibedakan menjadi 2 (dua ) macam, yaitu sale ( actual sale ) dan agreement to sell. Hal ini terlihat dalam section 1 ayat (3 ) dan Sale of Goods Act 1893. Sale adalah suatu perjanjian sekaligus dengan pemindahan hak milik (compeyance ), sedangkan agreement to sell adalah tidak lebih dan suatu koop overeenkomt ( perjanjian jual beli ) biasa menurut KUHPerdata. Apabila dalam suatu sale sipenjual melakukan wanprestasi maka sipembeli dapat menggunakan upaya dari seseorang pemilik, sedangkan dalam agreement to sell, si pembeli hanya mempunyai personal remedy ( kesalahan perorangan) terhadap si penjual yang masih merupakan pemilik dari barangnya (penjual) jatuh pailit, barang itu masuk boedel kepailitan.38
37 Ahmadi Miru , Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011 hal 126-127.
38 Subekti, Arbitrase Perdagangan, Bina Cipta, Jakarta, 1993, hal 33
43
Menurut Salim H.S. perjanjian jual beli adalah suatu perjanjian yang dibuat antara pihak penjual dan pembeli. Didalam perjanjian itu pihak penjual berkewajiban untuk menyerahkan objek jual beli kepada pembeli dan berhak menerima harga dan pembeli berkewajiban untuk membayar harga dan berhak menerima objek tersebut. 39
Unsur yang terkandung dalam defenisi tersebut diatas adalah : a. Adanya subjek hukum yaitu penjual dan pembeli.
b. Adanya kesepakatan antara penjual dan pembeli tentang barang dan harga;
c. Adanya hak dan kewajiban yang timbul antara penjual dan pembeli.
Dalam hal jual beli barang misalnya; oleh karena penjual barang adalah berarti menyerahkan barang kepada orang lain dengan menerima uang dari pihak lain itu, maka dapat dikatakan , bahwa selama barangnya belum diserahkan, belum terjadi suatu penjualan , dan dengan sendirinya barang itu tetap masuk pertanggungan jawab orang yang memegangnya. Artinya kalau barang itu musnah diluar kesalahan si penjual , maka sipembeli terlepas dari kewajiban untuk membayar uang harga pembelian. Ini merupakan satu contoh dari hal yang suatu peraturan dari KHUPerdata sebaiknya tidak diambil alih dalam suatu kodifikasi dari Hukum Perdata Indonesia. 40
1. Sifat dan Bentuk Perjanjian Jual Beli
39 Salim, H.S, Hukum Kontrak dan Teknik Penyusunan Kontrak , cetakan Ketiga, Sinar Grafika, Jakarta, 2005,
hal 49.
40Wirjono Prodjodikoro, Azas Hukum Perjanjian, CV. Mandar Maju , Bandung, hal 45
44
Terkait isi kontrak , kepustakaan hukum kontrak membaginya dalam beberapa unsur, yaitu :
a. Unsur Esensialia, merupakan unsur yang mutlak harus ada dalam suatu kontrak .
Dalam hal jual beli kapal maka barang dan harga merupakan unsur esensialia dalam perjanjian tersebut.
b. Unsur Naturalia, merupakan unsur yang ditentukan oleh undang-undang sebagai peraturan yang bersifat mengatur , namun demikian dapat disimpangkan oleh para pihak. Misalnya Penanggungan (vrijwaring) c. Unsur Accidentalia, merupakan unsur yang ditambahkan oleh para
pihak dalam hal undang-undang tidak mengaturnya. misalnya : jual beli rumah dan perabotnya. 41
Sifat dan bentuk perjanjian jual beli merupakan salah satu bagian dari azas dalam hukum perjanjian yang lebih kita kenal dengan azas konsensualisme, hal ini dapat kita lihat di dalam pasal 1320 jo pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Di dalam azas ini terkandung kehendak para pihak untuk saling mengikatkan diri dan menimbulkan kepercayaan diantara para pihak terhadap pemenuhan perjanjian.42
Azas konsensualisme merupakan roh dari suatu perjanjian dalam arti apabila kata sepakat sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berada dalam kerangka yang sebenarnya, dalam arti terdapat cacat kehendak, maka hal ini akan mengancam eksistensi kontrak itu sendiri. Pada akhirnya pemahaman terhadap azas konsensualisme tidak terpaku sekedar mendasarkan kepada kata sepakat saja tetapi syarat-syarat lain dalam
41 Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta, Jakarta 1987, hal 57-58
42 Meriam Darus Badruszaman-II, Op cit ., hal 108-109
45
pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata telah terpenuhi sehingga kontrak tersebut menjadi sah.43
Sebagaimana itegaskan dalam pasal 1457 KUH Perdata azas konsensualisme yang menjiwai hukum perdata , perjanjian jual beli itu dilahirkan pada detik tercapainya sepakat mengenai barang dan harga begitu kedua belah pihak setuju dengan harga barang-barang maka lahirlah perjanjian jual beli yang sah. 44
2. Penyerahan Benda Yang Diperjual Belikan
Pada dasarnya, di dalam KUHPerdata terjadinya kontrak jual beli antara penjual dan pembeli adalah pada saat terjadinya persesuaian kehendak dan pernyataan antara mereka tentang barang dan harga, meskipun barang itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayar lunas.45
Walaupun perjanjian jual beli mengikat para pihak setelah tercapainya kesepakatan, namun tidak berarti bahwa hak milik atas barang yang diperjual belikan tersebut akan beralih pula bersamaan dengan tercapainya kesepakatan karena untuk beralihnya hak milik atas barang yang diperjual belikan dibutuhkan penyerahan. 46
43 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Azas Proporsional dalam Kontrak Komersil “ Kencana, Jakarta, 2010, hal 122-123
44 Pasal 1457 KUHPerdata berbunyi : “Jual beli dianggap sudah terjadi antara kedua belah pihak seketika mereka mencapai sepakat tentang harga barang-barang, meskipun barang itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayar” .
45 Lihat pasal 1458 KUHPerdata
46 Ahmad Miru ,Op cit, 2011, hal 128
46
Cara penyerahan benda yang diperjual belikan berbeda berdasarkan kualifikasi barang yang diperjual belikan tersebut. Adapun cara penyerahan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Barang bergerak bertubuh, cara penyerahannya adalah penyerahan nyata dari tangan penjual atau atas nama penjual ke tangan pembeli, akan tetapi penyerahan secara langsung dari tangan ke tangan tersebut tidak terjadi jika barang tersebut dalam jumlah sangat banyak sehingga tidak mungkin diserahkan satu-persatu, sehingga dapat dilakukan dengan simbul tertentu ( penyerahan simbolis ), misalnya ; penyerahan kunci gudang sebagai simbol dari penyerahan barang yang ada dalam gudang tersebut.
Pengecualian lain yang bersifat umum atas penyerahan nyata dari tangan ke tangan tersebut adalah :
- Barang yang dibeli tersebut sudah ada ditangan pembeli sebelum penyerahan benda tersebut dilakukan, misalnya barang tersebut sebelumnya telah dipinjam oleh pembeli.
- Barang yang dibeli tersebut masih berada ditangan penjual pada saat penyerahan karena adanya perjanjian lain, misalnya barang yang sudah dijual tersebut langsung dipinjam oleh penjual;
- Barang yang dijual tersebut berada ditangan pihak ketiga, baik karena persetujuan penjual sebelum penyerahan, maupun atas persetujuan pembeli setelah penyerahan barang.
47
2. Barang bergerak tidak bertubuh dan piutang atas nama, cara penyerahannya adalah dengan melalui akta dibawah tangan atau akta autentik. Akan tetapi, agar penyerahan piutang atas nama tersebut mengikat bagi siberutang , penyerahan tersebut harus diberi tahukan kepada siberutang atau disetujui atau diakui secara tertulis oleh siberutang.
3. Barang tidak bergerak atau tanah, cara penyerahannya adalah melalui pendaftaran atau balik nama.47
Dalam pasal 1460 KUHPerdata, menyebutkan bahwa : Benda/barang yang sudah ditentukan dijual maka barang itu saat pembelian menjadi tanggungan si pembeli, walaupun barang itu belum diserahkan. Namum ketentuan itu telah dicabut dengan SEMA Nomor 3 Tahun 1963, sehingga ketentuan itu tidak dapat diterapkan secara tegas, namun penerapannya harus memperhatikan :
a. Bergantung pada letak dan tempat beradanya barang itu, dan
b. Bergantung pada yang melakukan kesalahan atas musnahnya barang tersebut.
Apabila karena kelalaian penjual, penyerahan tersebut tidak dapat dilaksanakan, pembeli dapat menuntut pembatalan perjanjian atas alasan bahwa si penjual tidak memenuhi kewajibannya. Hal ini didasarkan pada ketentuan pasal
47 Ahmad Miru, Op. cit., hal 128-129
48
1266 BW bahwa syarat batal selalu dianggap dicantumkan dalam perjanjian-perjanjian timbal balik manakala salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya.48 Dalam pasal 1332 KUHPerdata :
“ Hanya barang-barang yang bisa diperniagakan saja yang boleh dijadikan objek persetujuan”.
Kalau demikian apa saja yang dapat dijadikan objek persetujuan dengan sendirinya dapat dijadikan objek jual beli, asalkan benda yang menjadi objek jual beli tersebut sudah ada atau tidak gugur pada saat persetujuan jual beli diperbuat maka jual beli dianggap sah.
3. Hak dan Kewajiban Penjual dan Pembeli
Jual beli diatur dalam pasal 1457 sampai dengan 1540 KUHPerdata.
Dalam pasal 1457 KUHPerdata menyebutkan bahwa Jual-beli adalah persetujuan/perjanjian dengan mana pihak yang satu-penjual-mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu benda (zaak), sedangkan pihak lainnya pembeli untuk membayar harga yang telah diperjanjikan. Kewajiban utama pembeli adalah membayar harga pembelian pada waktu dan di tempat yang telah dijanjikan. Akan tetapi, apabila waktu dan tempat pembayaran tidak ditetapkan dalam perjanjian, pembayaran harus dilakukan ditempat dan pada waktu penyerahan barang dilakukan.49 Harga yang diperjanjikan tersebut haruslah berupa uang, meski
48 Ahmadi Miru , Ibit, hal 129.
49 Ahmadi Miru, Op cit, hal 132
49
mengenai hal ini tidak ditetapkan oleh undang-undang namun dalam istilah jual- beli sudah termaktub pengertian disatu pihak ada barang dan dilain pihak ada uang 50
Si pembeli biarpun tidak ada suatu janji yang tegas, diwajibkan membayar bunga dari harga pembelian, jika barang yang dijual dan diserahkan itu memberi hasil atau pendapatan lain51. Jika si pembeli dalam penguasaan barang yang dibelinya, diganggu oleh suatu tuntutan hukum berdasarkan hipotik atau suatu tuntutan untuk meminta kembali barangnya, atau jika pembali mempunyai alasan yang patut untuk khawatir ia akan diganggu, maka dapatlah ia menangguhkan pembayaran harga pembelian, hingga sipenjual menghentikan gangguan tersebut.52 Ketentuan umum (sifat ) dan hak serta kewajiban para pihak yaitu :
a. Perjanjian jual beli ini dianggap sudah terjadi antara pihak penjual dan pihak pembeli, segera setelah mereka sepakat tentang benda dan harga yang bersangkutan, walaupun baik benda maupun harganya belum diserahkan dan dibayar. ( lihat pasal 1458 KUHPerdata).
b. Beralihnya hak milik benda yang dijual hanya terjadi apabila telah dilakukan penyerahan (levering). (Lihat pasal 1459 KUHPerdata)
c. Penyerahan dalam jual-beli itu adalah suatu pemindahan barang yang telah dijual kedalam kekuasaan (macht) dan kepunyaan ( bezit) pembeli.
50 Subekti, Op cit , hal 21
51 Subekti, Op cit hal 86
52 Subekti, Ibit
50
d. Jika benda yang dijual itu barang tertentu,apabila para pihak tidak menentukan lain, maka barang tersebut sejak pembelian itu terjadi menjadi tanggungan pembeli, walaupun penyerahannya belum dilakukan, dan penjual dapat atau berhak untuk menuntut harganya diatur dalam pasal 1460 KUHPerdata, yang menurut para ahli hukum merupakan pasal mati atau tidak dipergunakan lagi dalam perjanjian jual beli.
Adanya larangan bagi orang-orang tertentu, karena kedudukannya atau karena jabatannya, untuk membeli barang-barang tertentu yaitu :
a. Jual- beli antara suami-istri, dengan beberapa pengecualian;
b. Hakim, Jaksa, Panitera, Advokat, Juru sita, dan Notaris untuk mernjadi
d. Kuasa (perantara) kepada siapa-siapa barang yang bersangkutan dikuasakan untuk menjualnya, pada penjualan dibawah tangan;
e. Pengurus benda-benda milik negara dan badan-badan umum, kepada siapa yang dipercayakan untuk memelihara dan mengurusnya, kecuali jika telah mendapat izin dari Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang. 53
Kewajiban utama dari sipenjual terhadap pembeli, yaitu : a. Menyerahkan barang /benda yang bersangkutan.
b. Menanggung /menjamin (vrijwaren )
c. Pengusahaan benda yang dijual itu secara aman dan tenteram ( rustig en
53Habib Adjie, Keabsahan Kontrak, Magister Ilmu Hukum Unair Surabaya, hal 21
54 Habib Adjie, Ibit, hal 21
51 4. Resiko Dari Perjanjian Jual Beli
Resiko adalah kerugian yang timbul diluar kesalahan salah satu pihak.
Hal ini berarti bahwa dalam perjanjian jual beli kerugian itu timbul diluar kesalahan pihak penjual maupun pihak pembeli, misalnya barang yang dijual itu musnah karena kebakaran atau kebanjiran sebelum menyerahkan.
Resiko dalam perjanjian jual beli tergantung pada jenis barang yang diperjual belikan yaitu apakah (a) barang itu telah ditentukan (b) barang tumpukan; atau (c) barang yang dijual berdasarkan timbangan, ukuran, atau jumlah.
Dalam hal seseorang membeli barang yang telah ditentukan, resiko ditanggung pembeli sejak saat terjadinya kesepakatan, walaupun barang tersebut belum diserahkan kepada pembeli. Ketentuan itu berlaku walaupun barang tersebut belum dibayar oleh pembeli. Hal ini berarti bahwa penjual berhak menagih harga barang kepada pembeli walaupun barang tersebut telah musnah sebelum diserahkan kepada pembeli.
Resiko berlaku terhadap barang yang telah ditentukan berlaku pula terhadap barang yang dijual berdasarkan tumpukan. 55
B. Hukum Kontrak Jual Beli Menurut Hukum Perdata Internasional
Hukum Kontrak Internasional merupakan bagian dari Hukum Perdata Internasional yang mengatur ketentuan-ketentuan dalam transaksi bisnis antara pelaku bisnis yang berasal dari dua atau lebih negara yang berbeda melalui suatu sarana kontrak yang dibuat atas kesepakatan oleh para pihak yang terikat dalam transaksi bisnis tersebut. Ciri-ciri internasionalnya, harus ada unsur asing dan melampaui batas negara.
55 Ahmadi Miru, Op cit, hal 130
52
Hubungan internasional sudah berkembang pesat sedemikian rupa sehingga subjek-subjek negara saja tidaklah terbatas pada negara saja sebagaimana diawal perkembangan hukum internasional. Berbagai organisasi internasional, individu, perusahaan transnasional, vatican, belligerency, merupakan contoh-contoh subjek non negara.56
Menurut Mochtar Kusumaatmadja, Hukum Perdata Internasional adalah keseluruhan kaidah-kaidah hukum dan asas-asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang melintasi batas negara.57
HPI merupakan bagian daripada hukum nasional. Demikian banyak negara-negara nasional, demikian banyak sistim-sistim HPI. Oleh karena itu tiap-tiap negara yang merdeka dan berdaulat mempunyai sistim HPI nya sendiri. 58
HPI dirumuskan sebagai berikut :
Keseluruhan peraturan dan keputusan hukum yang menunjukkan stelsel hukum manakah yang berlaku atau apakah yang merupakan hukum, jika hubungan-hubungan dan peristiwa-peristiwa antara warga (warga) negara yang pada satu waktu tertentu memperlihatkan titik –titik pertalian dengan stelsel-stelsel dan kaidah-kaidah hukum dari dua atau lebih negara, yang berbeda dalam lingkungan –lingkungan kuasa tempat (pribadi ) dan soal-soal. Jadi disini yang ditekankan adalah perbedaan dalam lingkungan kuasa tempat dan soal-soal serta perbedaan dalam sistem suatu negara dengan negara lain, artinya adanya unsur luar negerinya ( foreign element, unsur asing )59
56 Sefriani, Hukum Internasional Suatu Pengantar, (PT. Grafindo Persada, Jakarta, 2010), hal 2
57 Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, (Binacipta, Jakarta, 1982), hal 1
58 S. Gautama, Op cit, 1987 hal 3
59 S. Gautama, Op cit, hal 21
53
Kegiatan jual beli juga merupakan orientasi perdagangan internasional atau perdagangan antar negara yang berdampak luas dan kompleks karena para pihak yang terlibat tunduk pada lebih dari satu sistim hukum nasional yang berbeda satu dengan lainnya. Salah satu dampaknya yaitu penyelesaian sengketa yang mungkin timbul sebagai akibat dari pelaksanaan kontrak bisnis internasional tersebut.
Para pihak yang terlibat dalam pembuatan suatu kontrak bisnis internasional pada dasarnya tidak menghendaki adanya sengketa dikemudian hari, namun tidak seorangpun dapat meramalkan akan terjadinya suatu kerugian yang mungkin timbul dalam pelaksanaan kontrak tersebu hukum dari negara mana yang harus diterapkan.
misalnya : sengketa yang timbul dari suatu kontrak jual beli internasional, apakah hukum yang berlaku dalam menyelesaikan sengketa tersebut adalah hukum nasional dari pihak penjual, atau hukum nasional dari pihak pembeli, atau hukum dari forum dimana sengketa itu diajukan, atau hukum yang dipilih oleh para pihak (choice of law by the parties)
Yang menjadi dasar hukum untuk melakukan kontrak internasional Menurut Munir Fuadi sebagai berikut :
1. Provision contract
a. Hal-hal yang diatur di dalam kontrak harus disepakati oleh para pihak, para pihak bebas menentukan isi kontrak yang dibuat di antara mereka ( freedom of contract ). Hal ini sesuai dengan pasal 1338 KUHPerdata.
b. Para pihak bebas menentukan kepada siapa dia akan mengadakan perjanjian ( kontrak ) atau para pihak bebas menentukan lawan bisnisnya.
2. General contract
Menurut Buku III KUHPerdata Perikatan bersumber dari : a. Perjanjian : bernama dan tidak bernama.
54 b. Undang-undang
3. Specific contract
Hukum Kontrak International selain mengatur ketentuan-ketentuan umum, juga mengatur ketentuan-ketentuan khusus yang berkenaan dengan kontrak-kontrak tertentu, misalnya ketika kontrak-kontrak Internasional dibuat dan diatur hukum Indonesia, maka berlakulah pasal-pasal KUHPerdata. Bila masalah yang diperjanjikan menyangkut hal yang baru dan tidak ditemukan dalam pasal-pasal KUHPerdata (termasuk perjanjian tidak bernama), maka berlakulah asas kebebasan berkontrak.
4. Kebiasaan Bisnis
Kebiasaan merupakan salah satu sumber hukum, dan hal ini juga terjadi pada hukum bisnis internasional dan kebiasaan bisnis ini dapat menjadi panduan dalam mengatur prestasi kontrak bisnis internasional dengan syarat :
a. Kebiasaan tersebut terjadi perulangan
b. Apa yang dilakukan berulang itu diterima sebagai hukum sehingga disebut hukum kebiasaan (accepted as law )
5. Yurisprudensi
Dasar hukum yurisprudensi jarang digunakan para pelaku bisnis internasional, karena mereka lebih menyukai lembaga Arbitrase dalam menyelesaikan sengketa bisnis mereka. Mereka tidak menyukai penyelesaian sengketa bisnis mereka melalui Pengadilan karena berperkara melalui pengadilan terbuka untuk umum yang dapat merusak reputasi bisnis mereka.
6. Kaidah Hukum Perdata International
Kaidah-kaidah Hukum Perdata Internasional lebih banyak digunakan, karena transaksi bisnis internasional melibatkan berbagai pihak dari berbagai negara.
Bila terjadi sengketa bisnis yang tidak diatur dalam kontrak, maka digunakanlah kaidah-kaidah hukum perdata internasional yaitu kaidah The Most Characteristic Connection. Kaidah ini digunakan bilamana para pihak tidak mencantumkan klausula hukum yang digunakan dalam kontrak, yaitu kaidah hukum negara bagi pihak yang memberikan prestasi yang paling karakteristik, misalnya eksportir dari Indonesia, importir dari Jepang, maka yang digunakan adalah hukum Indonesia.
55
7. International Convention, misalnya UNCITRAL ( United Nation Convention International Trade Law),ICC (International Chamber of Commercial):
melahirkan Arbitrasemisalnya di Indonesia BANI, Kadin.60
C. Asas-Asas dan Prinsip-Prinsip Hukum Perdata Internasional Dalam Kontrak Perjanjian
1. Asas-Asas Hukum Perdata Internasional
Dalam Hukum Perdata Internasional dikenal beberapa prinsip dasar yang harus diterapkan dalam penyusunan kontrak sehingga terhindar unsur-unsur yang merugikan para pihak membuat suatu kontrak yang mereka sepakati dan hal itu tetap berlaku dalam hukum perdata internasional. Prinsip dan klausul dalam kontrak dimaksud adalah sebagai berikut :
a. Asas Kebebasan Berkontrak (Partij Autonomie) Asas ini mengandung beberapa unsur, yaitu:
1. Seseorang bebas untuk mengadakan atau tidak mengadakan perjanjian,
2. Seseorang bebas mengadakan perjanjian dengan siapapun juga.
b. Asas Konsensualisme yaitu bahwa dalam suatu perjanjian cukup ada suatu kata sepakat dari mereka yang membuat perjanjian tanpa diikuti oleh perbuatan hukum lain, kecuali perjanjian itu bersifat formil. Ini berarti bahwa perjanjian itu telah dianggap ada dan mempunyai akibat hukum yang pihak , namun demikian pada situasi tertentu terdapat perjanjian yang tidak mecerminkan kesepakatan yang sesungguhnya.
c. Asas Kekuatan Mengikat (Pacta Sunt Servanda) merupakan asas dalam perjanjian yang berhubungan dengan keterikatan suatu perjanjian oleh para
60 http://tadjuddin.blogspot.com/2011/07/hukum-kontrak-internasional.html tanggal 4 maret 2012 pukul 21.00 WIB
56
pihak. Jadi, setiap perjanjian yang dibuat secara sah oleh para pihak akan mengikat bagi mereka yang membuatnya.
Perjanjian merupakan undang-undang bagi yang membuatnya , asas kekuatan mengikat atau facta Sunt servanda dapat diketahui dalam pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, guna mendapatkan kepastian hukum bagi para pihak sejak dipenuhinya syarat.
Asas kekuatan mengikat ini perlu telaah secara kritis dan tajam dengan nalar argumentasi, sebagai berikut :
- Asas daya mengikat kontrak ( the binding force of contract) difahami sebagai mengikatnya kewajiban kontraktual ( i.c. terkait isi perjanjian-prestasi ) yang harus dilaksanakan para pihak.
- Pada dasarnya janji itu mengikat ( pacta sunt servanda ) sehingga perlu diberikan kekuatan untuk berlakunya. Untuk memberikan kekuatan daya berlaku dan mengikatnya kontrak, maka kontrak yang dibuat secara sah mengikat serta dikualifikasikan mempunyai kekuatan mengikat setara dengan daya berlaku dan mengikatnya undang-undang.
- Asas pacta sunt servanda merupakan konsekuensi logis dari efek berlakunya kekuatan mengikat kontrak.
- Kekuatan mengikat kontrak pada dasarnya hanya menjangkau sebatas para pihak yang membuatnya. Hal ini dalam beberapa literatur, khusus di common low, disebut “privity of contract”.61
Dalam sistem hukum Indonesia beralihnya suatu resiko atas kerugian yang timbul merupakan suatu prinsip yang berlaku untuk jenis-jenis perjanjian tertentu seperti pada persetujuan jual beli , tukar menukar, pinjam pakai, sewa menyewa , pemborongan perkerjaan, dan lain sebagainya, walaupun tidak perlu dicantumkan dalam perjanjian yang bersangkutan. Meskipun demikian para pihak boleh mengaturnya sendiri mengenai peralihan resiko
Dalam sistem hukum Indonesia beralihnya suatu resiko atas kerugian yang timbul merupakan suatu prinsip yang berlaku untuk jenis-jenis perjanjian tertentu seperti pada persetujuan jual beli , tukar menukar, pinjam pakai, sewa menyewa , pemborongan perkerjaan, dan lain sebagainya, walaupun tidak perlu dicantumkan dalam perjanjian yang bersangkutan. Meskipun demikian para pihak boleh mengaturnya sendiri mengenai peralihan resiko