• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Model Regresi Penyerapan Tenaga Kerja Data Panel

3. Koefisien Determinasi (R 2 )

5.2 Analis Regresi Data Panel

5.2.4 Analisis Model Regresi Penyerapan Tenaga Kerja Data Panel

Model persamaan regresi penyerapan tenaga kerja data panel terbaik yang didapatkan dari hasil pengolahan menggunakan EViews 6.0 dengan model fixed effect adalah sebagai berikut:

Keterangan:

Emp : Employment/ penyerapan tenaga kerja

G : Goverment Expenditure/ Pengeluaran Pemerintah PDRB : Produk Domestik Regional Bruto

WP : Wage per Price/ Upah Riil i : urutan kabupaten/kota t : series tahun 2005-2010

Berdasarkan persamaan fungsi penyerapan tenaga kerja dapat dianalisis faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja di Provinsi Sumatera Barat selama rentang tahun 2005 s/d 2010 beserta nilai elastisitasnya. Faktor- faktor yang secara nyata memengaruhi besarnya penyerapan tenaga kerja ada tiga, yaitu pengeluaran pemerintah, besarnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) serta upah riil.

5.2.4.1 PDRB

Faktor yang paling dominan dalam memengaruhi penyerapan tenaga kerja di Provinsi Sumatera Barat adalah PDRB yang dalam analisis ini diartikan sebagai pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi memiliki pengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja, sehingga semakin meningkat pertumbuhan ekonomi akan semakin meningkat pula jumlah tenaga kerja yang terserap. Nilai koefisien pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan dalam persamaan fungsi penyerapan tenaga kerja adalah sebesar 0,7612. Nilai ini mencerminkan besarnya elastisitas pertumbuhan ekonomi terhadap penyerapan tenaga kerja. Artinya, peningkatan pertumbuhan ekonomi sebesar satu persen akan meningkatkan jumlah tenaga kerja yang terserap sebesar 0,7612 persen dengan asumsi variabel yang lain konstan.

Manusia merupakan salah satu faktor terpenting dalam proses produksi, sehingga dapat dikatakan bahwa penyerapan tenaga kerja akan meningkat jika output meningkat atau sektor yang mempekerjakan banyak orang umumnya menghasilkan barang dan jasa yang relatif besar. Untuk itu pertumbuhan ekonomi hendaknya diarahkan untuk dapat menyerap tenaga kerja yang lebih besar.

Tambunan (2011) menyatakan bahwa selain dari sisi permintaan (konsumsi), dari sisi penawaran, pertumbuhan penduduk juga membutuhkan pertumbuhan kesempatan kerja (sumber pendapatan). Pertumbuhan ekonomi tanpa disertai dengan penambahan kesempatan kerja akan mengakibatkan ketimpangan dalam pembagian dalam pembagian dari penambahan pendapatan tersebut (ceteris paribus), yang selanjutnya akan menciptakan suatu kondisi pertumbuhan ekonomi dengan peningkatan kemiskinan. Pemenuhan kebutuhan konsumsi dan kesempatan kerja itu sendiri hanya bisa dicapai dengan peningkatan output agregat (barang dan jasa) atau PDRB yang terus-menerus. Dalam pemahaman ekonomi makro, pertumbuhan ekonomi adalah penambahan PDRB.

5.2.4.2 Upah Riil

Upah riil memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja. Hal ini dapat dilihat dari nilai koefisien upah riil dalam model yang sebesar -0,6753. Nilai koefisien tersebut juga menunjukkan besarnya elastisitas upah riil terhadap penyerapan tenaga kerja. Artinya setiap peningkatan upah riil sebesar satu persen justru akan menurunkan penyerapan tenaga kerja sebesar - 0,6753 persen, dengan asumsi variabel lain dianggap tetap atau konstan.

Upah bagi pekerja merupakan pendapatan, sedangkan bagi perusahaan merupakan suatu beban (biaya), sehingga wajar saja jika pekerja menghendaki upah yang tinggi, melalui serikat pekerja mereka dapat menuntut kenaikan tingkat kesejahteraan. Sedangkan perusahaan akan menekan beban (biaya) produksi serendah-rendahnya. Hal ini mengimplikasikan bahwa pemerintah Provinsi Sumatera Barat harus berhati-hati dalam memilih dan menerapkan bentuk-bentuk

kebijakan berkaitan penetapan upah minimum agar tidak terjadi dampak negatif yang tidak diinginkan.

Kenaikan upah minimum yang cepat di Indonesia telah mendorong perusahaan-perusahaan untuk menggunakan lebih banyak mesin dan tenaga kerja terampil dalam proses produksi. Hal ini menyebabkan berkurangnya kesempatan kerja bagi tenaga kerja tidak terampil, khususnya pekerja perempuan, usia muda, dan kurang terdidik.

Penelitian senada dilakukan oleh Smeru (2001 dan 2004) yang menyimpulkan bahwa kenaikan upah minimum riil berdampak negatif terhadap penyerapan tenaga kerja, dengan perkecualian bagi pekerja kerah putih. Dengan adanya kenaikan tingkat upah minimum maka perusahaan akan mengurangi sebagian tenaga kerja untuk digantikan dengan pekerja kerah putih. Hal ini juga menunjukkan bahwa setelah adanya kenaikan upah minimum perusahaan mengubah proses produksi yang padat tenaga kerja dengan proses produksi yang lebih padat modal dan lebih menuntut keterampilan. Karena adanya saling keterkaitan antara modal dan keterampilan, maka proporsi pekerja kerah putih yang lebih tinggi menandai adanya pemanfaatan teknologi yang lebih padat modal.

Sukirno (2000) menyatakan bahwa salah satu cara agar penyerapan tenaga kerja dapat ditingkatkan oleh suatu negara adalah dengan kebijakan pendapatan (income policy) yaitu dengan mengendalikan tuntutan kenaikan pendapatan pekerja untuk menghindari kenaikan biaya produksi yang berlebihan. Dengan tingkat upah sesuai mekanisme pasar tersebut diharapkan investor akan

meningkatkan outputnya karena turunnya biaya produksi termasuk biaya faktor produksi tenaga kerja. Hal ini akan berdampak meningkatnya aggregat supply yang secara perlahan akan mereduksi pengangguran sehingga perekonomian dapat mendekati kondisi full employment (tingkat pengangguran kurang dari 4 persen). Namun pada saat kesejahteraan pekerja masih rendah, kebijakan seperti ini juga kurang efektif. Hal yang lebih realistis dilakukan adalah dengan menetapkan upah minimum sewajarnya yang diikuti dengan peningkatan skill pekerja agar produktivitasnya meningkat sebanding dengan kenaikan upah minimum.

5.2.4.3 Pengeluaran Pemerintah

Pengeluaran pemerintah juga berpengaruh secara signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja. Dengan asumsi variabel lain adalah tetap, kenaikan satu persen pengeluaran pemerintah dapat menaikkan penyerapan tenaga kerja di Sumatera Barat sebesar 0,2356 persen. Hal ini sesuai dengan teori bahwa kenaikan pengeluaran pemerintah dapat menaikkan penyerapan tenaga kerja.

Pengeluaran pemerintah dapat memperbesar output yang dihasilkan oleh suatu sektor ekonomi. Selain itu, juga dapat menaikkan pendapatan masyarakat karena pengeluaran pemerintah akan menjadi penerimaan masyarakat sehingga mendorong permintaan agregat. Karena adanya kenaikan permintaan agregat sehingga mendorong produsen untuk meningkatkan output produksinya. Untuk itu, produsen memerlukan tambahan input produksi, salah satunya adalah tenaga kerja, sehingga akan tercipta kesempatan kerja baru. Dengan demikian, kenaikan pengeluaran pemerintah akan menambah kesempatan kerja baru bagi masyarakat. Proyek-proyek yang dibiayai oleh pemerintah seperti membangun jalan, sekolah,

atau fasilitas lain umumnya bersifat padat karya sehingga dapat menaikkan penyerapan tenaga kerja.

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan hipotesis Minsky (1974) dalam Prasetyantoko (2008) bahwa pengangguran tidak bisa diatasi tanpa campur tangan pemerintah. Dalam hal ini, pasar tidak akan dengan sendirinya menyelesaikan persoalan pengangguran serta derivasi masalah yang ditimbulkannya sehingga pemerintah harus lebih meningkatkan pengeluaran pembangunan yang nantinya akan merangsang penyerapan tenaga kerja.

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil-hasil empiris dan pembahasan, sesuai dengan tujuan penelitian dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Peningkatan jumlah penduduk di Sumatera Barat Tahun 2005-2010 meningkatkan jumlah penduduk usia kerja. Jumlah angkatan kerja yang bekerja juga mengalami peningkatan. Angkatan kerja yang bertambah tanpa adanya peningkatan penyerapan tenaga kerja dapat mengakibatkan pengangguran. Sektor/lapangan Usaha yang paling banyak menyerap tenaga kerja adalah sektor pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan serta sektor perdagangan besar, eceran, rumah makan, dan hotel.

2. Faktor-faktor yang secara nyata atau signifikan memengaruhi penyerapan tenaga kerja di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2005-2010 adalah pengeluaran pemerintah dan besarnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang berpengaruh positif. Sedangkan upah riil berpengaruh negatif terhadap penyerapan tenaga kerja.

3. Nilai elastisitas yang tertinggi dihasilkan oleh PDRB yang diartikan sebagai pertumbuhan ekonomi yakni sebesar 0,7612. Artinya pertumbuhan ekonomi sebesar satu persen akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja sebesar 0,7612 persen dengan asumsi variabel lain dianggap tetap atau konstan.

4. Sementara upah riil memiliki elastisitas sebesar -0,6753. Artinya penurunan upah riil sebesar satu persen akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja sebesar 0,6753 persen dengan asumsi variabel lain dianggap tetap atau konstan.

5. Sedangkan pengeluaran pemerintah menghasilkan elastisitas terendah yaitu sebesar 0,2356 persen. Artinya peningkatan pengeluaran pemerintah sebesar satu persen akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja sebesar 0,2356 persen dengan asumsi variabel lain dianggap tetap atau konstan.

6.2Saran

Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian, maka beberapa saran dan rekomendasi yang diberikan adalah sebagai berikut:

1. Peningkatan output riil (PDRB ADHK) ataupun pertumbuhan ekonomi perlu ditingkatkan karena mampu menyerap tenaga kerja yang besar. Pemerintah Provinsi Sumatera Barat hendaknya merangsang sektor pertanian karena sektor ini banyak menyerap tenaga kerja. Salah satu cara adalah dengan penigkatan teknologi pertanian yang tepat guna.

2. Kenaikan upah yang tinggi ternyata bisa berdampak pada penurunan penyerapan tenga kerja. Kenaikan upah tersebut hanya menguntungkan pekerja insider (pekerja yang sudah mendapatkan pekerjaan), sedangkan pekerja yang sedang mencari pekerjaan akan lebih dirugikan. Oleh karena itu pemerintah perlu membiarkan perilaku upah itu sesuai dengan mekanisme pasar tenaga kerja dengan sesekali melakukan kontrol. Pemerintah hendaknya

menetapkan upah minimum sewajarnya dengan mempertimbangkan standar biaya hidup. Hal yang lebih realistis dilakukan adalah dengan menetapkan upah minimum sewajarnya yang diikuti dengan peningkatan skill pekerja agar produktivitasnya meningkat sebanding dengan kenaikan upah minimum. 3. Pengeluaran pemerintah hendaknya lebih diprioritaskan pada pengeluaran

untuk pembangunan yang nantinya akan lebih banyak menyerap tenaga kerja. Karena pengeluaran pemerintah hanya menyerap tenaga kerja yang relatif sedikit. Pemerintah provinsi Sumatera Barat diharapkan benar-benar dapat menciptakan stimulus fiskal bagi perluasan tenaga kerja. Pembangunan infrastruktur seperti jalan, jembatan, dan irigasi agar lebih ditingkatkan karena nantinya akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja.

OLEH

Dokumen terkait