• Tidak ada hasil yang ditemukan

JAGUNG DI PROVINSI GORONTALO

Faktor Berpengaruh Terhadap Pendapatan Rumahtangga Petani Jagung Tabel 33 menunjukkan bahwa lama pendidikan tidak berpengaruh terhadap pendapatan rumahtangga petani. Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Agustin dan Budisusetyo (2010) bahwa tidak terbukti secara nyata pendidikan mempengaruhi pendapatan usahatani jagung yang diterima petani. Pendapat ini berbeda dengan Andriwardana et al. (2009) bahwa lama pendidikan berpengaruh terhadap pendapatan rumahtangga di pedesaan. Variabel umur berpengaruh negatif dan nyata pada taraf 10 persen terhadap pendapatan total rumahtangga petani dengan nilai koefisien -0.09. Hal ini berarti seiring dengan bertambahnya usia petani kemampuan bekerja yang dimiliki, daya juang dalam berusaha, keinginan menanggung resiko dan keinginan untuk menerapkan inovasi baru juga semakin berkurang, sehingga berdampak terhadap penurunan pendapatan rumahtangga petani.

Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Agustin dan Budisusetyo (2010) yang dilakukan pada usahatani jagung di lahan kering Kecamatan Waringin Kabupaten Bondowoso, hasil penelitian tersebut mengungkapkan bahwa tidak ada pengaruh usia terhadap pendapatan usahatani jagung atau dengan kata lain tidak ada pengaruh nyata dari usia petani terhadap pendapatan yang diterima petani. Pendapat Andriwardana et al. (2009) melihat dari sisi yang berbeda bahwa pada kepala keluarga yang berumur lebih muda lebih cendrung untuk bekerja pada sektor diluar pertanian sedangkan pada kepala keluarga yang lebih tua cendrung tetap bekerja pada sektor pertanian

Variabel luas penggunaan lahan berpengaruh positif dan nyata pada taraf 1 persen terhadap pendapatan usahatani jagung, usahatani selain jagung dan total rumahtangga. Hasil penelitian ini berbeda dengan temuan Agustin dan Budisusetyo (2010) bahwa luas penggunaan lahan tidak mempengaruhi pendapatan yang diterima petani. Namun pengaruhnya negatif dan nyata pada taraf 1 persen terhadap pendapatan luar usahatani. Variabel luas penggunaan lahan dari usahatani jagung mempunyai nilai koefisien 0.98, hal ini berarti bahwa peningkatan luas lahan satu persen akan meningkatkan pendapatan rumahtangga dari produksi usahatani jagung sebesar 0.98 persen. Variabel luas penggunaan lahan berpengaruh negatif terhadap pendapatan dari luar usahatani dengan nilai koefisien -0.51, hal ini berarti bahwa peningkatan luas lahan satu persen akan menurunkan pendapatan rumahtangga sebesar 0.51 persen. Koefisien lahan dari total rumahtangga adalah 0.68, hal ini menunjukkan bahwa peningkatan jumlah lahan sebesar satu persen akan meningkatkan pendapatan dari seluruh rumahtangga sebesar 0.68 persen.

Kondisi ini merefleksikan bahwa keterbatasan atau peningkatan luas lahan garapan akan mendorong petani untuk memberikan prioritas pada usaha pertanian (khususnya usahatani jagung) dalam upaya peningkatan pendapatan rumahtangga petani. Hasil analisis ini memperkuat hasil analisis keterkaitan hubungan antar luas lahan garapan dan struktur pendapatan. Peningkatan luas lahan garapan akan

meningkatkan usahatani jagung (khususnya jagung VUB) dengan kontribusi pendapatan yang lebih besar.

Angkatan kerja dalam keluarga dan modal kerja berpengaruh terhadap pendapatan dari usahatani selain jagung, luar usahatani dan total rumahtangga. Namun angkatan kerja dalam keluarga tidak berpengaruh terhadap pendapatan dari usahatani jagung. Kondisi ini menunjukkan bahwa terdapat peningkatan tenaga kerja pada sektor luar usahatani (non pertanian). Peluang bekerja di luar usahatani mendorong rumahtangga di pedesaan membuat keputusan untuk mengalokasikan tenaga kerja yang tersedia menjadi lebih efisien, sehingga bisa diasumsikan bahwa dengan tingkat pendapatan usahatani yang rendah, rumahtangga akan berusaha untuk memaksimalkan pendapatannya dengan mengkombinasikan kegiatannya.

Modal kerja berpengaruh positif dan nyata terhadap pendapatan

rumahtangga. Variabel dummyvarietas berpengaruh positif dan nyata pada taraf 1 persen terhadap pendapatan usahatani jagung dengan nilai koefisien sebesar 0.63. Hal ini berarti jika petani menggunakan varietas unggul baru maka pendapatan rumahtangga petani akan meningkat sebesar 0.63 persen. Pendapat ini sejalan dengan hasil penelitian Lin (1999) pada tanaman padi varietas unggul bahwa petani yang mengadopsi teknologi varietas unggul (padi hibrida) berpengaruh positif dan nyata terhadap pendapatan usahatani padi.

Dalam konteks ini dapat juga dinyatakan bahwa perluasan adopsi varietas unggul baru dengan sasaran peningkatan pendapatan rumahtangga petani dibutuhkan adanya ketersediaan dan akses permodalan. Pemberdayaan tenaga kerja dalam mendorong partisipasi kesempatan kerja di luar usahatani juga dibutuhkan dukungan modal kerja. Hal yang sama juga berlaku dalam upaya peningkatan pendapatan rumahtangga petani jagung secara keseluruhan.

Tabel 33 Pendugaan faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan rumahtangga petani jagung di Provinsi Gorontalo pada tahun 2012

Uraian

Pendapatan petani jagung Usahatani jagung Usahatani selain jagung Luar usahatani (non pertanian) Rumahtangga Koefisien 14.69*** (22.53) 24.03*** (4.39) 8.15*** (6.85) 14.74*** (32.59) Umur kepala keluarga -0.09

(1.01)1) 0.64 (0.87) -0.08 (0.49) -0.08 (1.39) Lama pendidikan 0.001 (0.09) -0.02 (0.44) 0.002 (0.23) -0.002 (0.50) Luas penggunan lahan 0.98*** (21.39) 1.39*** (3.64) -0.51*** (6.09) 0.68*** (21.52) Angkatan kerja dalam

keluarga -0.08 (0.99) 2.27*** (3.53) 0.31*** (2.20) 0.11*** (2.02) Modal kerja 0.03 (0.87) -0.83*** (2.69) 0.42*** (6.23) 0.10*** (4.11) Dummy varietas 0.63*** (15.14) -0.69** (1.98) -0.49*** (6.57) 0.03 (1.08) Keterangan: 1) Angka dalam kurung menunjukkan uji statistik. *** = nyata pada taraf 1 persen; ** = nyata pada taraf 5 persen;* = nyata pada taraf 10 persen

Distribusi Pendapatan Rumahtangga Petani Jagung

Secara agregat, rataan pendapatan rumahtangga petani jagung mencapai Rp14 364 924 juta/tahun dengan tingkat ketidakmerataan rendah (gini ratio 0.23) secara relative sumber ketidakmerataan itu bersumber dari usahatani jagung (gini ratio 0.36) dan dari usaha non pertanian (gini ratio 0.37). Sumber utama ketimpangan pendapatan usahatani jagung, terutama diakibatkan oleh adanya peningkatan pendapatan usahatani jagung dengan pemanfaatan varietas unggul baru yang mengalami juga peningkatan 117 persen dari Rp3 770 123 juta per tahun menjadi Rp8 191 384 juta per tahun.

Berbeda dengan pendapat Mantau (2011) yang melihat tingkat kemerataan distribusi pendapatan antar lima kecamatan di Kabupaten Bolaang Mongondow yang memperoleh hasil gini ratio sebesar 0.109, hasil ini menunjukkan bahwa adanya kemerataan pendapatan antar kecamatan khususnya jika dilihat berdasarkan hasil pendapatan dari sektor usahatani jagung. Hal ini dikuatkan dengan gambaran kurva lorenz yang menunjukkan hampir berimpitnya garis lorenz dan garis equality yang artinya terdapat distribusi pendapatan khususnya dari usahatani jagung yang merata antar lima kecamatan. Hal tersebut dimungkinkan karena karakteristik pendapatan usahatani jagung pada kelima kecamatan tersebut hampir sama, yaitu berasal dari usahatani jagung (on farm dan off farm).

Tingkat disparitas pendapatan rumahtangga petani yang mengadopsi varietas unggul baru, secara agregat juga berubah pada posisi rendah dengan gini ratio 0.25. Pendapatan dari luar usahatani dan dari usahatani jagung menjadi sumber utama ketimpangan pendapatan, masing-masing dengan gini ratio 0.41 dan 0.32. Karena adanya peluang sumber pendapatan dari usahatani jagung dengan rataan pendapatan Rp5 019 187 juta per tahun dengan tingkat kemerataan tinggi (gini ratio 0.28) berdampak positif terhadap perbaikan distribusi pendapatan rumahtangga petani.

Secara agregat rumahtangga petani jagung VUL dengan tingkat pendapatan Rp13 288 620 juta per tahun memiliki disparitas pendapatan paling rendah dengan gini ratio 0.20. Sumber utama ketidakmerataan ini bersumber dari usahatani jagung (dengan gini ratio 0.26), namun dengan adanya peluang sumber pendapatan dari non pertanian dan khususnya dari usahatani selain jagung (dengan gini ratio 0.22) berdampak positif terhadap perbaikan distribusi pendapatan dari rumahtangga ini. Namun berbeda pendapat Lian (1987) bahwa penggunaan teknologi maju menambah ketimpangan distribusi pendapatan karena meningkatkan produksi padi, tetapi efek samping dari teknologi itu (perluasan lapangan kerja) menahan sebagian besar laju ketimpangan itu. Selanjutnya dikatakan, sekiranya efek samping ini tidak ada maka penggunaan teknologi maju dibidang pertanian akan menyebabkan yang kaya (berlahan luas) akan semakin kaya dan yang miskin akan semakin miskin.

Secara umum dapat dikatakan bahwa, walaupun usahatani jagung (khususnya VUB) menjadi sumber ketimpangan distribusi pendapatan, namun dengan adanya peluang sumber pendapatan dari usahatani selain jagung, maka distribusi pendapatan rumahtangga petani secara agregat menjadi lebih baik. Jadi introduksi dan adopsi teknologi varietas jagung unggul baru tidak berdampak terhadap disparitas pendapatan rumahtangga petani.

Tabel 34 Distribusi pendapatan rumahtangga petani jagung di Provinsi Gorontalo pada tahun 2012

Variabel kriteria Usahatani jagung Usahatani selain jagung Luar usahatani (non pertanian) Rumahtangga

Varietas unggul lama

Rata-rata (Rp/thn) 3 7701) 6 781 2 737 13 288

Gini ratio 0.26 0.22 0.25 0.20

Pangsa (persentase) 22 25 24 28

Varietas unggul baru

Rata-rata (Rp/thn) 8 1911) 5 019 1 761 14 971 Gini ratio 0.32 0.28 0.41 0.25 Pangsa (persentase) 19 19 14 23 Gabungan responden Rata-rata (Rp/thn) 6 5971) 5 654 2 113 14 364 Gini ratio 0.36 0.26 0.37 0.23 Pangsa (persentase) 17 21 15 25

Keterangan : Angka 1)pada baris yang sama masing-masing dikalikan 1000

Berbeda dengan pendapat Kusrini (2009) bahwa penggunaan varietas unggul dapat memperbaiki distribusi pendapatan usahatani jagung dan rumahtangga petani. Ketimpangan pendapatan total rumahtangga memiliki hubungan yang searah dengan ketimpangan pendapatan dari luar pertanian. Dengan kata lain masuknya aktivitas luar pertanian sebagai sumber pendapatan memberikan bias negatif atau memperburuk distribusi pendapatan total rumahtangga. Hal ini antara lain karena akses rumahtangga pada sektor luar pertanian relatif terbatas. Penelitian Suharyanto et al. (2004) pada tanaman perkebunan berbasis kelapa di Kabupaten Tabanan melihat dari sisi yang berbeda bahwa sumber ketimpangan diduga berasal dari perbedaan luas kepemilikan lahan dan juga pada pola yang terdapat tanaman cengkeh, karena harga produksi cengkeh yang jauh lebih tinggi di bandingkan dengan dua komoditas tanaman lainnya (kelapa dan kakao).

8 SIMPULAN DAN SARAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

Simpulan

1 Perubahan teknologi varietas dengan menggunakan varietas unggul baru layak untuk diintroduksikan. Sumber pendapatan rumahtangga terbesar berasal dari usahatani jagung yang menggunakan varietas unggul baru dibandingkan dengan petani yang menggunakan varietas unggul lama. Namun pendapatan dengan sumbangan terbesar pada petani jagung varietas unggul lama berasal dari kegiatan usahatani selain jagung dan luar pertanian

2 Penggunaan varietas unggul baru lebih efisien dibandingkan dengan penggunaan varietas unggul lama. Secara umum efisiensi teknis cukup tinggi, namun demikian masih terdapat peluang untuk meningkatkan efisiensi teknis pada tingkat teknologi sekarang untuk mencapai produksi optimal. Faktor- faktor yang menjadi penyebab inefisiensi teknis adalah lama pendidikan, keanggotaan dalam kelompok tani, akses kredit dan penyuluhan.

3 Penggunaan varietas unggul baru berdampak positif yang nyata terhadap peningkatan pendapatan usahatani jagung. Peningkatan pendapatan ini membutuhkan dukungan lahan usahatani dan modal usaha. Peningkatan luas lahan garapan juga berdampak positif terhadap pendapatan usahatani selain jagung, modal kerja terhadap pendapatan non pertanian, dan akhirnya terhadap pendapatan agregat lahannya. Angkatan kerja dalam keluarga berdampak positif terhadap seluruh kategori sumber pendapatan, kecuali usahatani jagung.

4 Perubahan teknologi dalam hal ini teknologi varietas unggul baru tidak serta merta membuat distribusi pendapatan makin tidak merata. Hal ini diakibatkan karena adanya pengalihan kegiatan dalam suatu rumahtangga petani jagung. Pengalihan kegiatan dari usahatani jagung ke usahatani selain jagung maupun kegiatan luar usahatani (non pertanian) menjadikan distribusi pendapatan merata pada rumahtangga petani jagung di Gorontalo. Jadi introduksi dan adopsi teknologi varietas jagung unggul baru tidak berdampak terhadap disparitas pendapatan rumahtangga petani.

Saran Implikasi Kebijakan

1 Masih terdapat peluang untuk meningkatkan efisiensi baik pada usahatani varietas unggul baru maupun pada varietas unggul lama untuk mencapai efisiensi usahatani maksimum. Peningkatan efisien dapat dilakukan melalui peningkatan manajemen usahatani baik teknis maupun kapabilitas manajerial petani.

2 Dibutuhkan ketersediaan dan akses kesempatan kerja dari luar usahatani jagung (khususnya non pertanian) melalui dukungan sarana dan prasarana, peningkatan kapasitas tenaga kerja dalam rangka akselerasi diversifikasi dan peningkatan pendapatan rumahtangga petani berlahan sempit.

3 Ketersediaan dan akses lahan serta kapital dalam menunjang peranan penting adopsi teknologi dan peningkatan pendapatan usahatani jagung dan pendapatan rumahtangga petani secara agregat. Ketersediaan dan akses kesempatan kerja serta berusaha di luar usahatani jagung dan non pertanian merupakan instrumen penting dalam peningkatan pendapatan rumahtangga petani.

Dokumen terkait