• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keadaan Umum Daerah Penelitian Kondisi geografis

Wilayah Provinsi Gorontalo berada diantara 0o19’ dan 1o15’ Lintang Utara dan 121o23’ dan 123o43’ Bujur Timur. Posisi provinsi ini berada di bagian Utara Pulau Sulawesi, yaitu berbatasan langsung dengan Provinsi Sulawesi Utara di sebelah Timur dan Provinsi Sulawesi Tengah di sebelah Barat. Sedangkan di sebelah Utara berhadapan langsung dengan Laut Sulawesi dan di sebelah Selatan dengan Teluk Tomini. Secara keseluruhan Provinsi Gorontalo tercatat memiliki wilayah seluas 12 215.44 km2. Jika dibandingkan terhadap wilayah Indonesia, luas wilayah provinsi ini hanya sebesar 0.64 persen. Provinsi Gorontalo terdiri dari enam kabupaten dan satu kota yaitu: Kabupaten Boalemo, Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Gorontalo Utara, Kabupaten Pohuwato, Kabupaten Bone Bolango dan Kota Gorontalo. Luas masing-masing kabupaten dan kota adalah Kabupaten Boalemo seluas 2 248.24 km2 (18.4 persen), Kabupaten Gorontalo seluas 3 426.98 km2 (28.05 persen), Kabupaten Pohuwato seluas 4 491.03 km2 (36.77 persen), Kabupaten Bone Bolango seluas 1 984.40 km2 (16.25 persen), Kabupaten Gorontalo Utara seluas 1 230.07 km2 (10.07 persen), Kota Gorontalo seluas 64.79 km2(0.53 persen).

Iklim

Suhu udara di suatu tempat antara lain ditentukan oleh tinggi rendahnya tempat tersebut dari permukaan laut dan jaraknya dari pantai. Kondisi wilayah Provinsi Gorontalo yang letaknya di dekat garis khatulistiwa menjadikan daerah ini mempunyai suhu udara yang cukup panas.

Tabel 6 Data iklim di Provinsi Gorontalo pada tahun 2010

Keterangan

Suhu udara (0C) Kelembaban (persentase) Curah hujan (mm3) Hari hujan Maks Min Januari 32.0 23.5 81 100 14.0 Februari 32.4 23.0 72 45 10.0 Maret 33.9 23.6 89 38 6.0 April 33.5 24.0 82 153 15.0 Mei 33.4 24.9 84 378 19.0 Juni 32.3 24.1 85 263 17.0 Juli 32.0 23.6 86 172 22.0 Agustus 31.8 23.4 84 277 20.0 September 32.5 23.7 85 302 20.0 Oktober 33.1 23.6 85 250 20.0 November 33.0 23.9 83 84 18.0 Desember 32.1 23.8 86 250 23.0 Rata-rata 32.7 23.8 83.5 192.7 17 Sumber : BPS 2011

Suhu minimum terjadi di bulan Februari yaitu 23.0oC, sedangkan suhu maksimum terjadi di bulan Maret dengan suhu 33.9oC. Jadi pada tahun 2010, suhu udara rata-rata Provinsi Gorontalo berkisar antara 23.75oC sampai 32.66oC.

Provinsi Gorontalo mempunyai kelembaban udara yang relatif tinggi, rata- rata kelembaban pada tahun 2010 mencapai 83.5 persen. Sedangkan untuk curah hujan tertinggi terdapat di bulan Mei dengan 378 mm3, tetapi jumlah hari hujan terbanyak ada pada bulan Desember sebanyak 23 hari (Tabel 6). Rata-rata kecepatan angin pada tahun 2010 yang tercatat di stasiun meteorologi umumnya merata untuk setiap bulannya, yaitu berkisar antara 1.00 sampai 3.00 m per detik, dengan kecepatan terbesar rata-rata 1.75 m per detik.

Tataguna lahan

Jenis penggunaan lahan di Provinsi Gorontalo dapat dilihat pada Tabel 7. Luas lahan tersebut didominasi oleh lahan sawah dan lahan kering, yaitu masing- masing seluas 36 068 hektar (2.85 persen) dan 55 884 hektar (44.03 persen) (Tabel 7).

Tabel 7 Tataguna lahan di Provinsi Gorontalo pada tahun 2010

Tata Guna Lahan Luas Lahan (ha) Persentase

Lahan sawah Teknis Setengah teknis Sederhana Desa Tadah hujan Pasang surut Lebak dan lainnya

13 962 5 746 600 4 364 7 800 1 805 1 791 38.71 15.93 1.66 12.10 21.63 5.00 4.97 Jumlah 36 068 100 Lahan kering Pekarangan Tegal/kebun Ladang/huma Padang rumput Perkebunan Sementara 59 964 122 497 133 172 56 499 97 182 89 526 10.73 21.92 23.83 10.11 17.39 16.02 Jumlah 55 8840 100 Tak Diusahakan Hutan rakyat Hutan negara Rawa Tambak Kolam/empang Kampung/pemukiman Industri Pertambangan Lainnya 96 187 237 198 9 504 404 1 482 292 537 944 135 35 657 14,27 35.19 1.41 0.06 0.22 43.40 0.14 0.02 5.29 Jumlah 674 048 100 Sumber : BPS 2011

Selain itu terdapat lahan yang tidak diusahakan seperti lahan hutan rakyat, hutan negara, rawa, tambak, kolam, kampung, industri pertambangan dan lainnya.

Pembudidayaan tanaman padi dan palawija menyebar pada setiap wilayah kabupaten. Meskipun jagung di Provinsi Gorontalo merupakan komoditas yang mendominasi, namun komoditas padi, kedelai, dan sayuran juga cukup besar produksinya. Hampir semua kabupaten juga memproduksi komoditas tersebut.

Sedangkan untuk komoditas perkebunan yang dikembangkan adalah lada, karet, kopi, kakao dan kemiri. Tanaman unggulan di Provinsi Gorontalo adalah jagung (76 persen), padi (15 persen) dan ubi kayu (9 persen). Usahatani padi di Provinsi Gorontalo diusahakan di lahan sawah dan ladang, sedangkan usahatani jagung dilakukan di lahan kering.

Penduduk dan mata pencaharian

Jumlah penduduk Provinsi Gorontalo pada tahun 2010 sebanyak 1 040 164 jiwa, yang terdiri dari 521 914 jiwa penduduk laki-laki dan 518 250 jiwa penduduk perempuan. Jika dibandingkan dengan tahun 2010, penduduk Provinsi Gorontalo bertambah 1.24 persen. Kepadatan penduduk terbanyak berada di Kota Gorontalo dengan 2 719 jiwa/km2. Sedangkan wilayah dengan kepadatan penduduk terkecil adalah Kabupaten Pohuwato, yaitu hanya 30 jiwa/km2. Pada tahun 2008, jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas yang termasuk angkatan kerja adalah sejumlah 429 384 jiwa, atau sekitar 62.4 persen dari total penduduk usia 15 tahun ke atas.

Peranan sektor pertanian, kehutanan, perburuhan dan perikanan masih merupakan mata pencaharian terbesar penduduk Gorontalo dengan persentase 45.45 persen yang berarti sektor ini merupakan mata pencaharian utama penduduk sedangkan yang terkecil adalah sektor keuangan, asuransi, sewa bangunan, tanah dan jasa.

Tabel 8 Jumlah penduduk menurut jenis kelamin, dan kepadatan penduduk di Provinsi Gorontalo pada tahun 2010

Kabupaten Laki-laki (orang) Perempuan (orang) Total Kepadatan Penduduk (jiwa/km2) Boalemo 65 867 63 386 129 253 74 Gorontalo 178 088 177 900 355 988 161 Pohuwato 65 561 63 187 128 748 30 Bone Bolango 71 145 70 770 141 915 75 Gorontalo Utara 52 970 51 163 104 133 59 Kota Gorontalo 88 283 91 844 180 127 2 719 Total 521 914 518 250 1 040 164 3 118 Sumber : BPS 2011

Provinsi Gorontalo pada akhir tahun 2010 berjumlah 211 883 jiwa terdiri atas 109 109 (51.5 persen) jiwa laki-laki dan 102 774 (48.5 persen) jiwa perempuan. Sedangkan Provinsi Gorontalo pada akhir tahun 2011 berjumlah 176 895 jiwa terdiri atas 91 835 (51.9 persen) jiwa laki-laki dan 85 060 (48.1 persen) jiwa perempuan. Banyaknya penduduk menurut mata pencaharian di Provinsi Gorontalo dapat dilihat pada Tabel 9.

Berdasarkan Tabel 9 diketahui bahwa sebagian besar penduduk Provinsi Gorontalo bekerja di sektor pertanian yaitu mencapai 40.88 persen, diikuti oleh jasa kemasyarakatan dan perdagangan yang mencapai masing-masing 18.78 persen dan 16.46 persen. Secara umum, sektor pertanian masih merupakan sektor utama penopang perekonomian di Provinsi Gorontalo.

Tabel 9 Mata pencaharian penduduk usia 15 tahun keatas di Provinsi Gorontalo pada tahun 2010

Jenis Mata Pencaharian Jumlah (orang)

Persentase

Pertanian

Pertambangan dan penggalian Industri pengolahan

Listrik, gas dan air minum Konstruksi

Perdagangan

Transportasi dan komunikasi Keuangan dan jasa perusahaan

Jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan

176 974 9 196 35 228 679 20 296 71 243 33 351 4 647 81 322 40.88 2.12 8.14 0.16 4.69 16.46 7.70 1.07 18.78 Jumlah 432 936 100 Sumber : BPS 2011

Gambaran Umum Rumahtangga Petani Jagung Karakteristik rumahtangga petani jagung

Jika dilihat dari sisi usia maka rata-rata usia petani jagung (responden) untuk varietas unggul baru (VUB) lebih muda dari petani jagung varietas unggul lama (VUL). Usia petani jagung varietas unggul baru (VUB) adalah 44 tahun dan petani jagung varietas unggul lama (VUL) 47 tahun. Persentase kisaran usia terbesar berada pada kisaran 41 sampai 50 tahun diikuti dengan kisaran umur 31 sampai 40 tahun pada varietas unggul baru (VUB) dan kisaran umur 51 sampai 60 tahun pada varietas unggul lama (VUL) (Tabel 10). Faktor usia merupakan salah satu indikator bagi keberhasilan suatu usaha, dengan usia yang lebih muda atau umur produktif akan memacu petani berusaha secara optimal untuk mendapatkan hasil dan keuntungan yang lebih tinggi dan lebih mau menerima perubahan.

Pendidikan petani diperoleh dari pendidikan formal maupun pendidikan non formal melalui pelatihan, kursus ataupun mengikuti beberapa kegiatan penelitian, namun dalam penelitian ini yang dikaji hanyalah tingkat pendidikan formal yang pernah diikuti oleh petani responden. Sebagian besar pendidikan petani (kepala keluarga) hanya setingkat Sekolah Dasar (SD), yaitu masing-masing pada kelompok petani berpendidikan 4 sampai 6 tahun sebesar 60.3 persen pada VUB dan 68.0 persen pada VUL.

Persentase pendidikan terbesar adalah setingkat SD dan terdapat di lokasi penelitian pada petani jagung varietas unggul lama (VUL) sebesar 68.0 persen, dan yang berpendidikan 10 sampai 12 tahun sebesar 11.9 persen pada varietas unggul baru (VUB) dan 8.5 persen pada varietas unggul lama (VUL). Hal ini dikarenakan pada kedua tipe petani responden tersebut merupakan petani pendatang yang berasal dari luar provinsi Gorontalo dengan rata-rata usia petani terbesar berada pada kisaran 41 sampai 50 tahun yang bersekolah hingga SD karena pada saat itu sekolah SD terbatas, sedangkan Sekolah Lanjutan Pertama (SMP) relatif masih baru yaitu pada sekitar tahun 1990-an.

Petani yang berusia lebih muda mempunyai tingkat pendidikan yang lebih tinggi, yaitu hingga Perguruan Tinggi (PT) baik D2 (Diploma Dua) maupun S1

(Strata Satu). Hal ini mengindikasikan bahwa petani jagung varietas unggul lama (VUL) masih bisa menyekolahkan anak sebagai generasi muda ke jenjang yang

lebih tinggi. Diharapkan dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi bagi petani yang berusia muda bisa memotivasi petani yang berusia lebih tua dengan memperbaiki cara berusahatani dengan menggunakan input seoptimal mungkin, namun yang terjadi dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi peluang untuk bekerja di usahatani semakin kecil dan petani lebih memilih bekerja di luar pertanian dan kegiatan usahatani lebih banyak menggunakan tenaga kerja luar keluarga yang disewa.

Tabel 10 Jumlah petani jagung (responden) berdasarkan umur, pendidikan dan pengalaman usahatani jagung di Provinsi Gorontalo pada tahun 2012

Kisaran

Petani Jagung (VUB) Petani Jagung (VUL) Jumlah

(orang)

Persentase Jumlah (orang)

Persentase

Umur Petani (tahun)

20 – 30 14 6.2 7 5.5 31 – 40 68 29.9 25 19.4 41 - 50 89 39.3 53 41.4 51 - 60 42 18.4 34 26.5 > 60 14 6.2 9 7.2 Rata-rata Umur 227 (44) 128 (47) Pendidikan (tahun) 0 – 3 17 7.5 16 12.5 4 – 6 137 60.3 87 68.0 7 - 9 46 20.3 12 9.4 10 – 12 27 11.9 11 8.5 > 12 0 0 2 1.6 Rata-rata Pendidikan 227 (6) 128(6) Pengalaman Usahatani (tahun)

2 – 10 86 37.9 23 18.0 11 – 20 87 38.4 52 41.0 21 – 30 46 20.4 43 33.0 31 – 40 6 2.5 5 4.0 > 40 2 0.8 5 4.0 Rata-rata Pengalaman 227 (12) 128(17)

Pengalaman usahatani merupakan guru terbaik untuk belajar, dengan bekal pengalaman yang cukup akan memudahkan petani untuk menerima dan memilih teknologi yang lebih sesuai dan tepat guna. Rata-rata pengalaman usahatani petani jagung (responden) untuk varietas unggul baru (VUB) memiliki pengalaman rata-rata 12 tahun dan 17 tahun pada varietas unggul lama (VUL), serta kisaran pengalaman petani yang terbesar berada pada kisaran 11 sampai 20 tahun yaitu sebesar 38.4 persen pada VUB dan 40.6 persen pada VUL. Pengalaman usahatani jagung varietas unggul lama (VUL) lebih tinggi daripada petani jagung varietas unggul baru (VUB). Selanjutnya pada petani VUB adalah sebagian besar pendatang pada saat program transmigrasi pada awal tahun 1980- an yang memulai hidup di daerah baru dengan membuka lahan pertanian dengan menanam jagung, petani jagung varietas unggul lama (VUL) sebagian besar adalah penduduk asli di daerah tersebut dan sekitar 85.5 persen adalah pendatang berikutnya dari luar Provinsi Gorontalo dan 14.5 persen adalah penduduk lokal dimana penduduk lokal memulai usahatani bersama-sama dengan petani pendatang. Pengalaman berusahatani yang relatif baru beberapa tahun atau

kurang dari 10 tahun adalah mereka yang terlahir di daerah penelitian dan meneruskan pekerjaan orangtuanya walaupun diantara mereka ada yang lebih memilih bekerja di luar pertanian.

Seperti halnya kepala keluarga, pendidikan ibu rumahtangga juga setingkat SD, kecuali pada kelompok petani responden pada jagung VUB yaitu rata-rata tamat SMP bahkan ada yang tamat SMA (5.75 persen), sedangkan pada kelompok petani jagung VUL pendidikan ibu rumahtangga hanya SD tidak tamat. Tabel 11 memperlihatkan karakteristik ibu rumahtangga dan anggota keluarga petani responden.

Dilihat dari jumlah anggota rumahtangga yang masih menjadi tanggung jawab kepala keluarga petani bervariasi antara 2 hingga 9 orang dengan rata-rata 4 orang per rumahtangga, sedangkan anggota rumahtangga yang bekerja dan sebagai tulang punggung keluarga rata-rata adalah 1 orang yaitu kepala keluarga, sedangkan ibu rumahtangga jika ikut membantu bekerja untuk mendapatkan upah adalah bekerja sebagai buruh tani pada saat tanam dan panen. Apabila dalam rumahtangga terdapat anak yang sudah dewasa dan belum berumahtangga maka anak juga ikut bekerja sebagai buruh tani maupun buruh di luar pertanian, sebagian pendapatan digunakan untuk keperluan keluarga dan sebagian lainnya digunakan untuk keperluan sendiri. Di sisi lain jumlah anggota keluarga yang bersekolah rata-rata satu sampai tiga orang per rumahtangga.

Tabel 11 Karakteristik anggota rumahtangga petani jagung di Provinsi Gorontalo pada tahun 2012

Uraian

Petani jagung (VUB) Petani jagung (VUL) Jumlah (orang) Persentase Jumlah (orang) Persentase Ibu rumahtangga 227 128

Rata-rata umur (tahun) 41 42.8 43 45.6 Rata-rata pendidikan (thn) 6 64.5 5 71.3 Anggota rumahtangga 901 476

Rata-rata jumlah anggota keluarga 4 41.3 4 49.4 Rata-rata jumlah yang bekerja 1 14.7 2 18.2 Rata-rata jumlah anak sekolah 3 37.6 2 42.8

Dari sisi penguasaan lahan garapan untuk sahatani jagung sebagian besar lahan adalah milik sendiri dan digarap sendiri (95.15 persen) hanya sedikit petani yang berstatus sebagai penyakap atau penggarap (4.85 persen). Luas kepemilikan lahan bervariasi antara 0.10 sampai 3.0 ha. Sempitnya kepemilikan lahan disebabkan telah terbaginya lahan yang dimiliki ke anggota keluarga lainnya yang telah berumahtangga. Petani responden pada lahan jagung VUB yang memiliki lahan sempit (0.1 ha sampai 0.5 ha) yaitu sebesar 5 persen, sedangkan petani jagung VUL sebesar 3.7 persen dengan rata-rata luas lahan 1.26 hektar (VUB) dan 1.18 hektar (VUL). Gambaran kepemilikan lahan dan status petani disajikan pada Tabel 12.

Status petani penggarap lebih banyak pada lahan jagung VUB pada lokasi penelitian. Petani yang berstatus sebagai penggarap disebabkan oleh : (1) tidak mempunyai lahan sendiri, (2) mengerjakan lahan milik orang lain yang telah berusia lanjut sehingga sudah tidak mampu bertani, dan (3) mencari tambahan pendapatan lain dengan mengerjakan lahan orang lain. Bagi petani yang tidak

memiliki lahan sendiri dan hanya mengerjakan lahan orang lain semata-mata bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pangan pokok keluarga.

Tabel 12 Kepemilikan lahan dan status petani jagung responden di Provinsi Gorontalo pada tahun 2012

Kisaran VUB VUL Jumlah (orang) Persentase Jumlah (orang) Persentase

Luas lahan (ha)

0.10 – 0.50 32 4.8 14 3.7 0.51 – 1.00 59 18.1 24 11.4 1.10 – 1.50 85 37.0 70 57.7 1.51 – 2.00 22 14.3 11 12.2 > 2.00 29 25.7 9 15 Jumlah 227 100 128 100 Kepemilikan lahan Pemilik penggarap 216 95.15 124 96.87 Penggarap 11 4.85 4 3.13 Jumlah 227 100 128 100

Keanggotaan dalam kelompok tani

Dilihat dari keanggotaan kelompok tani, petani varietas unggul baru dan petani varietas unggul lama yang tidak ikut dalam kelompok tani masing-masing sebesar 16.30 persen dan 46.87 persen, sedangkan yang ikut dalam keanggotaan kelompok tani masing-masing sebesar 83.70 persen dan 53.13 persen. Persentase petani jagung yang menjadi anggota kelompok tani lebih banyak dibandingkan petani yang tidak ikut dalam kelompok tani.

Beberapa alasan yang dikemukakan petani jagung menjadi anggota kelompok tani adalah; (1) meningkatkan pengetahuan melalui pendidikan non formal, (2) meningkatkan kemampuan manajerialnya, (3) meningkatkan aksesibilitas terhadap teknologi dan inovasi baru, dan (4) meningkatkan aksesibilitas terhadap bantuan kredit dan bantuan lainnya, karena umumnya disalurkan melalui kelompok tani. Namun ada juga petani yang belum merasakan manfaat berkelompok sehingga memutuskan untuk tidak menjadi anggota kelompok tani.

Kelompok tani merupakan wadah bagi petani jagung untuk berbagi

pengetahuan, pengalaman, keterampilan serta merencanakan aktivitas

usahataninya. Idealnya dalam kelompok tani petani memperoleh tambahan pengetahuan baik melalui diskusi diantara mereka maupun melalui transfer teknologi yang diberikan oleh penyuluh pertanian lapangan (PPL). Keberadaan penyuluh menjadi hal yang penting untuk keberlanjutan suatu kelompok tani, disamping sebagai motivator anggota kelompok tani itu sendiri. Penyuluh berperan sebagai agen penyampai teknologi sekaligus sebagai motivator dalam aktivitas usahatani anggota kelompok tani.

Berdasarkan hasil wawancara dengan petani responden, petani jagung varietas unggul baru dan petani jagung varietas unggul lama yang mendapat akses terhadap penyuluhan masing-masing sekitar 77.97 persen dan 71.09 persen. Sedangkan petani jagung varietas unggul baru dan petani jagung varietas unggul lama yang tidak mendapat akses terhadap penyuluhan masing-masing sekitar

22.03 persen dan 28.91 persen. Lebih dari 50 persen petani jagung merasakan manfaat yang besar terhadap penyuluhan.

Tabel 13 Keanggotaan dalam kelompok petani jagung di Provinsi Gorontalo pada tahun 2012

Uraian

Varietas unggul baru Varietas unggul lama Jumlah petani

(orang)

Persentase Jumlah petani (orang)

Persentase

Tidak ikut dalam keanggotaan 37 16.30 60 46.87 Ikut dalam keanggotaan 190 83.70 68 53.13

Total 227 100 128 100

Pada umumnya kelembagaan penyuluhan yang ada di lokasi penelitian sudah terbentuk dengan baik. Namun kelemahan yang ada, selain materi penyuluhan, juga jumlah penyuluh lapangan yang relatif masih kurang. Para penyuluh yang ada biasanya jangkauan wilayah kerjanya cukup luas sehingga sebagian besar petani bertemu dengan penyuluh 2 sampai 3 kali dalam sebulan. Tabel 14 Akses terhadap penyuluhan petani jagung di Provinsi Gorontalo pada

tahun 2012

Uraian

Varietas unggul baru Varietas unggul lama Jumlah petani

(orang)

Persentase Jumlah petani (orang)

Persentase

Tidak mengakses penyuluhan 50 22.03 37 28.91

Mengakses 177 77.97 91 71.09

Total 227 100 128 100

Akses terhadap kredit

Petani mengakses kredit melalui lembaga formal maupun lembaga informal. Kredit formal seperti bank yang memberikan kredit kepada petani adalah bank BRI (Bank Rakyat Indonesia) yang berada dilokasi penelitian. Petani yang mengakses kredit dari bank pada umumnya adalah petani yang membutuhkan modal yang lebih besar untuk menjalankan usahataninya. Untuk mendapatkan kredit dari bank, petani harus memiliki agunan dan cara pengembaliannya adalah angsuran per bulan. Dengan adanya syarat harus ada agunan membuat petani kecil atau petani yang tidak punya lahan tidak dapat mengakses kredit ke perbankan.

Kredit informal adalah jenis kredit yang berasal dari lembaga keuangan dimana dalam operasionalnya tidak diawasi oleh pemerintah antara lain tengkulak, para pedagang atau petani kaya dan sistem kontrak pinjaman tidak menggunakan collateral atau agunan sebagai jaminan akan tetapi semata-mata berdasarkan rasa saling percaya (trust).

Berdasarkan hasil wawancara dengan petani responden, petani jagung varietas unggul baru dan petani jagung varietas unggul lama yang mendapat akses terhadap kredit masing-masing sebesar 65.64 persen dan 46.09 persen. Sedangkan petani jagung varietas unggul baru dan petani jagung varietas unggul

lama yang tidak mendapat akses terhadap kredit masing-masing sekitar 34.36 persen dan 53.91 persen.

Tabel 15 Akses terhadap kredit petani jagung di Provinsi Gorontalo pada tahun 2012

Uraian

Varietas unggul baru Varietas unggul lama Jumlah petani

(orang)

Persentase Jumlah petani (orang)

Persentase

Tidak mengakses kredit 78 34.36 69 53.91

Mengakses 149 65.64 59 46.09

Total 227 100 128 100

Pola Tanam dan Diversifikasi Usahatani Jagung Pola tanam lahan kering

Usahatani jagung merupakan mata pencaharian pokok bagi petani di daerah penelitian baik di lahan sawah tadah hujan maupun lahan kering. Meskipun demikian aktivitas petani pada usahatani tidak hanya terfokus pada satu jenis komoditi saja, melainkan pada beberapa jenis komoditi baik yang diusahakan di lahan sawah maupun pada lahan kering. Hal ini dilakukan sebagai penunjang ekonomi keluarga apabila terjadi kemarau panjang atau adanya serangan hama dan penyakit karena usahatani terutama padi rentan terhadap anomali iklim.

Optimalisasi pengelolaan lahan kering sangat ditentukan oleh ketersediaan air. Pada lahan kering yang memiliki sumber air tanah petani bisa mengelola lahan hingga dua kali tanam (IP 200) dengan pola tanam palawija-palawija atau padi gogo-palawija, namun pada lahan kering air merupakan faktor pembatas bagi petani untuk memaksimalkan pengelolaan lahan secara optimal sehingga pola tanam petani lahan kering yang jauh dari sumber air adalah palawija-bera atau palawija-palawija-bera.

Ketersediaan (supply) air pada lahan kering di daerah penelitian berasal dari air hujan dan sungai yang berjarak antara 0.2 sampai 2 km. Pada saat MT I/2011 petani menggunakan air hujan untuk mengairi lahan dan pada MT II/2011 menggunakan penampungan air yang relatif tidak mencukupi areal lahan karena curah hujan yang relatif kecil. Oleh karena itu usahatani pada MT II sebagian petani menggunakan air sungai dengan sistem pompanisasi.

Tabel 16 Jumlah petani jagung dan penerapan pola tanam lahan kering di Provinsi Gorontalo pada tahun 2012

Jenis pola Tanam

Lahan kering (tegalan) Lahan sawah tadah hujan Jumlah (orang) Persentase Jumlah (orang) Persentase Palawija – bera 285 80.28 7 1.97 Palawija – padi 14 3.94 57 16.06 Padi – palawija 8 2.25 283 79.72 Palawija- palawija 048 13.52 8 02.25 Jumlah 355 100 355 100

Dengan adanya perbedaan ketersediaan air dan pilihan komoditi maka petani mempunyai pola tanam yang berbeda pada setiap jenis lahan. Adapun pola tanam yang diterapkan oleh petani di daerah penelitian disajikan pada Tabel 16.

Sebagian besar petani responden menerapkan pola tanam dua kali setahun dengan pola tanam palawija-bera pada lahan kering (tegalan). Di sisi lain jika lahan tersebut dekat dari sumber air maka petani menerapkan pola tanam dua kali yaitu palawija-padi dan padi-palawija atau pada saat MT II lahan diberakan karena supply air kurang dan petani tersebut yang mempunyai lahan sawah yang produktif sehingga untuk kebutuhan rumahtangga dapat dipenuhi dari hasil lahan sawah. Petani responden (jagung VUB) lebih banyak mengelola lahan dengan dua kali tanam, yaitu palawija-palawija. Dengan pola tanam yang lebih dari satu kali berarti petani telah berusaha mengoptimalkan lahan sehingga produktivitas tanaman dapat dipertahankan. Pola tanam palawija-palawija/sayuran/bera terutama rotasi tanaman serealia dengan leguminosa dapat memotong siklus hidup hama penyakit dan mempertahankan produktivitas tanaman. Selain itu pola tanam tersebut juga memberikan kesempatan kondisi fisik-kimia tanah (recovery) untuk mencegah kondisi kelelahan tanah (soil fatique) sehingga produktivitas lahan bisa terjaga (Sitorus 2004).

Diversifikasi usahatani

Menghadapi risiko gagal produksi maka petani tidak hanya terfokus pada satu jenis komoditas saja melainkan juga mengusahakan berbagai komoditas baik pada lahan yang sama maupun pada lahan yang berbeda. Jenis lahan yang dimiliki oleh petani responden selain lahan kering juga lahan sawah. Beberapa komoditas yang diusahakan petani baik di lahan kering maupun lahan sawah adalah beberapa jenis sayuran, ubi kayu, ubi jalar dan beberapa tanaman tahunan seperti lada dan kakao. Diversifikasi usahatani dalam penelitian ini diartikan sebagai sikap atau tindakan petani menanam beberapa komoditas yang berbeda pada lahan yang sama atau lahan yang berbeda dalam waktu yang sama. Diversifikasi usahatani ini sangat dirasakan manfaatnya oleh petani sebagai penopang pendapatan rumahtangga.

Secara empiris pendapatan diversifikasi usahatani sangat bervariasi tergantung pada jenis, produktivitas dan pasar komoditas yang bersangkutan. Usahatani sayuran pada lahan sawah dengan menggunakan sistem surjan, yaitu sistem pertanaman kombinasi padi sawah dengan tanaman sayuran dalam satu areal. Pada bagian lahan sawah dibuat gundukan-gundukan untuk menanam sayuran.

Diversifikasi usahatani jagung dengan usahatani tanaman sayuran lebih mendominasi usahatani yang dilakukan petani di daerah penelitian. Petani yang memilih komoditas sayuran karena dalam satu tahun bisa menanam dua hingga tiga kali, mudah dalam memasarkan produk dan bisa mengkonsumsinya. Menurut Sumaryanto (2006) pada umumnya petani melakukan diversifikasi usahatani dipengaruhi oleh jumlah tenaga kerja keluarga, permodalan, peranan usahatani dalam ekonomi rumahtangga, dan ketersediaan air.

Hasil wawancara dengan petani responden, ketua Gapoktan, dan petugas pertanian lainnya yang ada di wilayah penelitian mengatakan bahwa pilihan komoditas dalam diversifikasi didasarkan atas beberapa alasan sebagai berikut :

1 Mengurangi adanya risiko produksi yang dihadapi rumahtangga bila hanya menanam satu komoditas saja (usahatani jagung/padi), artinya untuk menghadapi kemungkinan gagal produksi dari usahatani jagung ataupun padi rumahtangga masih tetap mendapatkan sumber pendapatan dari usahatani yang lain.

2 Beberapa komoditas pilihan tidak memerlukan biaya produksi yang tinggi

Dokumen terkait