• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh penggunaan varietas unggul terhadap efisiensi, pendapatan dan distribusi pendapatan petani jagung di Provinsi Gorontalo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh penggunaan varietas unggul terhadap efisiensi, pendapatan dan distribusi pendapatan petani jagung di Provinsi Gorontalo"

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAPATAN PETANI JAGUNG DI PROVINSI GORONTALO

ANDI YULYANI FADWIWATI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Pengaruh Penggunaan Varietas Unggul Terhadap Efisiensi, Pendapatan dan Distribusi Pendapatan Petani Jagung Di Provinsi Gorontalo adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2013

Andi Yulyani Fadwiwati

(3)

ANDI YULYANI FADWIWATI. Pengaruh Penggunaan Varietas Unggul Terhadap Efisiensi, Pendapatan dan Distribusi Pendapatan Petani Jagung di Provinsi

Gorontalo (SRI HARTOYO sebagai Ketua, SRI UTAMI KUNCORO dan

I WAYAN RUSASTRA sebagai Anggota Komisi Pembimbing).

Penelitian ini bertujuan untuk : (1) menganalisis pengaruh penggunaan varietas unggul terhadap keragaan usahatani, kelayakan teknologi, dan struktur pendapatan, (2) menganalisis pengaruh penggunaan varietas unggul terhadap efisiensi dan faktor-faktor yang mempengaruhi inefisiensi petani jagung, (3) menganalisis pengaruh penggunaan varietas unggul terhadap pendapatan rumahtangga petani jagung, (4) menganalisis pengaruh penggunaan varietas unggul terhadap distribusi pendapatan rumahtangga petani jagung. Penelitian dilakukan di Provinsi Gorontalo, yaitu Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Boalemo dan Kabupaten Pohuwato. Metode

pengambilan sampel dengan metode random sampling, sampel sebanyak 355

rumahtangga petani. Menggunakan analisis R/C ratio, perubahan penggunaan teknologi dapat dievaluasi dengan menggunakan analisis anggaran parsial sederhana,

selanjutnya perubahan penggunaan varietas menggunakan fungsi produksi stochastik

frontier Cobb-Douglas, dan efisiensi alokatif dan ekonomis dianalisis menggunakan pendekatan dari sisi input. Sedangkan untuk mengetahui distribusi pendapatan rumah petani jagung dengan menggunakan Gini Ratio.

Hasil penelitian: (1) perubahan teknologi varietas dengan menggunakan varietas unggul baru menghasilkan tambahan keuntungan bagi petani jagung sehingga layak untuk diintroduksikan, (2) penggunaan varietas unggul baru lebih efisien dibandingkan dengan penggunaan varietas unggul lama. Faktor-faktor yang menjadi penyebab inefisiensi teknis adalah lama pendidikan, keanggotaan dalam kelompok tani, akses kredit dan penyuluhan, (3) penggunaan varietas unggul baru berdampak positif yang nyata terhadap peningkatan pendapatan usahatani jagung, (4) perubahan teknologi dalam hal ini teknologi varietas unggul baru tidak serta merta membuat distribusi pendapatan makin tidak merata, hal ini diakibatkan karena adanya pengalihan kegiatan dalam suatu rumahtangga petani jagung. Implikasi Kebijakan antara lain: (1) peningkatan efisien dapat dilakukan melalui peningkatan manajemen usahatani baik teknis maupun kapabilitas manajerial petani, (2) dibutuhkan ketersediaan dan akses kesempatan kerja dari luar usahatani jagung (khususnya non pertanian) melalui dukungan sarana dan prasarana serta peningkatan kapasitas tenaga kerja dalam rangka akselerasi diversifikasi dan peningkatan pendapatan rumahtangga petani, (3) ketersediaan dan akses lahan atau kapital dalam menunjang adopsi teknologi, serta peningkatan pendapatan usahatani jagung dan rumahtangga petani secara agregat. Ketersediaan dan akses kesempatan kerja dan berusaha di luar usahatani jagung dan non pertanian merupakan instrumen penting dalam peningkatan pendapatan rumahtangga petani.

(4)

ANDI YULYANI FADWIWATI. The Influence of High Yielding Variety Utilization on Efficiency, Income and Income Distribution of Corn Farmer at

Gorontalo Province. (SRI HARTOYOas Chairman, SRI UTAMI KUNCOROand

I WAYAN RUSASTRA as members of Counselor Commission).

The research aims to: (1) analyze the influence of high yielding variety utilization on farming feasibility, technological feasibility and income structure, (2) analyze the influence of high yielding variety utilization on efficiency and factors influencing corn farmer inefficiency, (3) analyze the influence of high yielding variety utilization on income of corn farmer household, (4) analyze the influence of high yielding variety utilization on income distribution of corn farmer household. The research is conducted in Gorontalo Province, which is in Boalemo and Pohuwato Districts of Gorontalo Regency. Random sampling method is used in the research with 355 samples of farmer household. Using R/C ratio analysis, the change in technology utilization can be evaluated with simple partial budget analysis; whereas losses and gains analysis is used to evaluate the feasibility of changing on variety utilization using Cobb-Douglas’s stochastic frontier. In addition, allocative and economic efficiency are analyzed using input approach, and gini ratio is used to find out the income distribution of corn farmer household.

Research results: (1) the change on variety technology by using new high yielding variety has produced additional profit for corn farmers; therefore the farming is feasible to be introduced, (2) the use of new high yielding variety is more efficient than the old variety. Factors causing technical inefficiency are year of education, membership in farmer group, access to credit and agriculture extension, (3) the use of new high yielding variety has significant and positive impact on income improvement of corn farming, (4) the change on technology, in this case, new high yielding variety, does not immediately shock income distribution due to activities shift in corn farmer household. Implication for policy, among others: (1) improvement on efficiency can be done through enhancement of farming management, either technical management or farmer’s managerial capability, (2) the availability of and access to job opportunity outside corn farming (especially non-agriculture) are needed through facilities and infrastructures support, and improvement on worker’s capacity to accelerate diversification and to increase income of small farmer household, (3) the availability of and access to field with supporting capital for the adoption of technology to increase corn farming and income of farmer household in aggregate. The availability of and access to job opportunity outside corn farming and non-agriculture are important instruments to increase farmer household’s income.

(5)

Hak cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(6)

PETANI JAGUNG DI PROVINSI GORONTALO

ANDI YULYANI FADWIWATI

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Staf Pengajar Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

2 Dr Ir Anna Fariyanti,MS

Staf Pengajar Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Penguji Luar Komisi Ujian Terbuka :

1 Dr Ir Harianto,MS

Staf Pengajar Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

2 Dr Ir Sumaryanto

(8)
(9)

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan kasih sayang dan rahmat-Nya kepada penulis sehingga penulisan disertasi ini dapat diselesaikan. Disertasi ini disusun sebagai tugas akhir dari tugas belajar di Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Terselesaikannya disertasi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan banyak pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada :

1 Dr Ir Sri Hartoyo, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing, Prof Dr Ir Sri Utami Kuntjoro, MS dan Prof Dr Ir I Wayan Rusastra, APU sebagai Anggota Komisi Pembimbing.

2 Tim penguji sidang tertutup Prof Dr Ir Kuntjoro, Dr Ir Anna Fariyanti,MS,

Dr Ir Meti Ekayani, Dr Aceng Hidayat serta tim penguji ujian terbuka Dr Ir

Harianto,MS, Dr Ir Sumaryanto, Dr Ir Yusman Syaukat, MEc, Dr Meti

Ekayani, SHut, MSc. Seluruh dosen Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian atas segala ilmu yang disampaikan selama masa perkuliahan dan semoga dapat dijadikan bekal penulis untuk mengembangkan ilmu ekonomi pertanian.

3 Kepala Badan Litbang Pertanian, Sekertaris Badan Litbang Pertanian

Kementerian Pertanian, Bapak Kepala Balai Besar Penelitian dan

Pengembangan Teknologi Pertanian, dan Bapak Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Gorontalo.

4 Dr Ir Abdul Gaffar Tahir, MSi yang telah banyak membantu dan berdiskusi

dengan membuka wawasan serta memberikan buku yang terkait dengan penelitian. Micha S. Ratu Rihi, MS yang berdiskusi terkait penelitian. 5 Penghargaan kepada keluarga penulis, yaitu kedua orangtua penulis Drs

Tadjuddin Rais dan Dr Hj Marwanting Tadjuddin,MS. Kedua mertua penulis Drs H Umar Alie dan Dra Hj Siti Alang.

6 Suami penulis Syamsul Bachri Umar,ST terima kasih atas pengertiannya yang mendalam, doa dan dorongan moril serta kesediaannya memberikan izin dan waktu pada penulis untuk menyelesaikan pendidikan, anak-anakku tersayang Dhiya Afifah Syamsul, Andi Muhammad Nur Fitrah Syamsul, Aulia Ramadhani Syamsul. Kakak penulis Ir Andi Apriany Fatmawati, MP dan adik Andi Ilham Djaya, ST.

7 Teman-teman EPN angkatan 2008 serta sekertariat Program Ilmu Ekonomi

Pertanian.

Semoga segala bantuan dan dukungan yang telah diberikan mendapat balasan yang lebih baik dari Allah SWT. Harapan penulis semoga disertasi ini bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan dapat menambah referensi bagi yang memerlukannya.

Bogor, Agustus 2013

(10)

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR LAMPIRAN xiv

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 5

Manfaat Penelitian 6

Kebaruan Penelitian 6

Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian 6

2 TINJAUAN PUSTAKA 7

Program Peningkatan Produksi Jagung 7

Penyebaran Varietas Jagung di Indonesia 10

Varietas lokal 11

Varietas komposit 11

Varietas hibrida 12

Penelitian-Penelitian Tentang Efisiensi 13

Penelitian Tentang Pengaruh Perubahan Teknologi Pertanian 18

Kerangka Pemikiran 22

Efisiensi alokatif dan efisiensi ekonomi 22

Pendekatan stochastik frontier 23

Pengaruh penggunaan varietas unggul terhadap pendapatan dan distribusi pendapatan

Distribusi pendapatan

25

27

3 METODOLOGI PENELITIAN 29

Lokasi, Waktu, dan Tempat Penelitian 29

Jenis dan Sumber Data 29

Metode Pengambilan Contoh 29

Model dan Analisis Data 31

Analisis usahatani dan kelayakan perubahan teknologi 31

Spesifikasi model fungsi produksi stochastik frontier 31

Analisis efisiensi alokatif dan ekonomis 33

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan rumahtangga petani

35

Distribusi pendapatan rumahtangga petani 36

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN DAN GAMBARAN

UMUM RUMAHTANGGA PETANI JAGUNG DI PROVINSI GORONTALO

37

Keadaan Umum Daerah Penelitian 37

(11)

Gambaran Umum Rumahtangga Petani Jagung 40

Karakteristik rumahtangga petani jagung 40

Keanggotaan dalam kelompok tani 43

Akses terhadap kredit 44

Pola Tanam dan Diversifikasi Usahatani Jagung 45

Pola tanam lahan kering 45

Diversifikasi usahatani 46

5 ANALISIS USAHATANI, KELAYAKAN TEKNOLOGI DAN

STRUKTUR PENDAPATAN RUMAHTANGGA PETANI

JAGUNG

48

Keragaan Usahatani 48

Input produksi usahatani jagung 48

Analisis usahatani jagung 52

Analisis usahatani padi 53

Usahatani sayuran 54

Analisis usahatani ternak 55

Kelayakan Perubahan Teknologi 56

Analisis titik impas harga output 56

Struktur Pendapatan Rumahtangga Petani Jagung 57

Struktur pendapatan menurut luas penggunaan lahan 57

6 ANALISIS PRODUKSI DAN EFISIENSI USAHATANI JAGUNG 59

Pemilihan Model Fungsi Produksi 59

Pendugaan Fungsi Produksi Stochastik Frontier Jagung di Provinsi Gorontalo

61

Efisiensi teknis dan faktor-faktor yang mempengaruhi inefisiensi teknis petani jagung di Provinsi Gorontalo

66

Efisiensi alokatif petani jagung di Provinsi Gorontalo 72

Efisiensi ekonomi petani jagung di Provinsi Gorontalo 73

7 ANALISIS PENDAPATAN DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN

RUMAHTANGGA PETANI JAGUNG DI PROVINSI

GORONTALO

75

Faktor Berpengaruh Terhadap Pendapatan Rumahtangga Petani Jagung

75

Distribusi Pendapatan Rumahtangga Petani Jagung 77

8 SIMPULAN DAN SARAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 78

Simpulan 78

Saran Implikasi Kebijakan 79

DAFTAR PUSTAKA 80

(12)

1 Penyebaran varietas jagung lokal yang dominan di Indonesia pada MT 2005 dan 2006

11

2 Penyebaran varietas jagung komposit di Indonesia pada MT 2005 dan 2006

12

3 Penyebaran varietas jagung di Indonesia dalam periode 2002 sampai 2005 dan 2006

12

4 Rencana pergeseran penggunaan varietas jagung di Indonesia 13

5 Pembagian responden menurut lokasi penelitian dan varietas jagung di Provinsi Gorontalo pada tahun 2012

30

6 Data iklim di Provinsi Gorontalo Tahun 2010 37

7 Tataguna lahan di Provinsi Gorontalo Tahun 2010 38

8 Jumlah penduduk menurut jenis kelamin, dan kepadatan

penduduk di Provinsi Gorontalo Tahun 2010

39

9 Mata pencaharian penduduk usia 15 tahun keatas di Provinsi Gorontalo Tahun 2010

40

10 Jumlah petani jagung (responden) berdasarkan umur, pendidikan dan pengalaman usahatani jagung di Provinsi Gorontalo Tahun 2012

41

11 Karakteristik anggota rumahtangga petani jagung di Provinsi Gorontalo Tahun 2012

42

12 Kepemilikan lahan dan status petani jagung responden di Provinsi Gorontalo Tahun 2012

43

13 Keanggotaan dalam kelompok petani jagung di Provinsi Gorontalo Tahun 2012

44

14 Akses terhadap penyuluhan petani jagung di Provinsi Gorontalo Tahun 2012

44

15 Akses terhadap kredit petani jagung di Provinsi Gorontalo Tahun 2012

45

16 Jumlah petani jagung dan penerapan pola tanam lahan kering di Provinsi Gorontalo Tahun 2012

45

17 Jumlah rumahtangga petani yang memelihara ternak di Provinsi Gorontalo Tahun 2012

47

18 Jumlah petani jagung yang menggunakan input produksi pada usahatani jagung di Provinsi Gorontalo Tahun 2012

49

19 Rata-rata penggunaan input dan produksi rata-rata yang dihasilkan oleh petani jagung VUB dan VUL Provinsi Gorontalo Tahun 2012

50

20 Rincian harga rata-rata input yang digunakan dan harga rata-rata output dari petani jagung VUB dan petani jagung VUL di Provinsi Gorontalo Tahun 2012

52

21 Analisis usahatani jagung dan produksi rata-rata di Provinsi Gorontalo, 2012

53

22 Analisis usahatani padi di Provinsi Gorontalo Tahun 2012 54

23 Analisis usahatani sayuran di Provinsi Gorontalo Tahun 2012 55

(13)

penguasaan lahan di Provinsi Gorontalo Tahun 2012

27 Hasil pendugaan fungsi produksi jagung varietas unggul baru, varietas unggul lama, gabungan tanpa dummydan gabungan dengan

dummydi Provinsi Gorontalo Tahun 2012

61

28 Hasil pendugaan fungsi produksi stochastic frontier pada usahatani jagung dengan menggunakan metode Maximum Likelihood

Estimation (MLE) di Provinsi Gorontalo Tahun 2012

62

29 Distribusi frekuensi efisiensi teknis petani jagung varietas unggul baru, petani jagung varietas unggul lama dan gabungan responden di Provinsi Gorontalo Tahun 2012

67

30 Hasil estimasi parameter model efek inefisiensi teknis produksi Stochastic Frontier jagung varietas unggul baru dan varietas unggul lama di Provinsi Gorontalo Tahun 2012

69

31 Distribusi frekuensi efisiensi alokatif petani jagung varietas unggul baru, petani jagung varietas unggul lama dan gabungan responden di Provinsi Gorontalo Tahun 2012

73

32 Distribusi frekuensi efisiensi ekonomi petani jagung varietas unggul baru, petani jagung varietas unggul lama dan gabungan responden di Provinsi Gorontalo Tahun 2012

74

33 Estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan rumahtangga petani jagung di Provinsi Gorontalo Tahun 2012

76

34 Distribusi pendapatan rumahtangga petani jagung di Provinsi Gorontalo Tahun 2012

78

DAFTAR GAMBAR

1 Isokuan, isocost, efisiensi teknis (TE), efisiensi alokatif (AE) dan efisiensi ekonomis (EE) dengan pendekatan input

23

2 Fungsi Produksi Stochastic Frontier 24

3 Kurva kemungkinan produksi rumahtangga yang menggunakan dan

tidak menggunakan varietas unggul baru

26

(14)

1 Konsumsi domestik jagung di Indonesia pada tahun 2007-2011 87 2 Perkembangan produksi jagung berdasarkan provinsi pada tahun

2008-2012

87

3 Perkembangan luas panen, produktivitas dan produksi jagung di Indonesia pada tahun 2008 - 2012

88

4 Perkembangan luas panen, produktivitas dan produksi jagung di Provinsi Gorontalo pada tahun 2008 - 2012

88

5 Potensi pengembangan jagung di Provinsi Gorontalo pada tahun 2011 88

6 Diskripsi jagung varietas unggul lama 89

7 Diskripsi jagung varietas unggul baru 92

8 Analisis varians untuk pengujian kesamaan koefisien regresi jagung varietas unggul di Provinsi Gorontalo tahun 2012

95

9 Hasil analisis pendugaan fungsi produksi jagung varietas unggul baru di Provinsi Gorontalo tahun 2012

95

10 Hasil analisis pendugaan fungsi produksi jagung varietas unggul lama di Provinsi Gorontalo tahun 2012

96

11 Hasil analisis pendugaan fungsi produksi jagung gabungan tanpa

dummyvarietas di Provinsi Gorontalo tahun 2012

97

12 Hasil analisis pendugaan fungsi produksi jagung gabungan dengan

dummyvarietas di Provinsi Gorontalo tahun 2012

98

13 Hasil analisis pendugaan fungsi produksi jagung gabungan dengan

dummyvarietas tanpa retriksi di Provinsi Gorontalo tahun 2012

99

14 Hasil analisis pendugaan fungsi produksi jagung gabungan dengan

dummyvarietas terektriksi di Provinsi Gorontalo tahun 2012

100

15 Hasil estimasi fungsi produksi dan inefisiensi teknis usahatani jagung di Provinsi Gorontalo pada tahun 2012

101

16 Analisis anggaran parsial sederhana usahatani jagung per hektar di Provinsi Gorontalo pada tahun 2012

111

17 Analisis kelayakan perubahan teknologi usahatani jagung di Provinsi Gorontalo pada tahun 2012

112

18 Analisis titik impas harga output usahatani jagung di Provinsi Gorontalo pada tahun 2012

112

19 Analisis titik impas tambahan produksi usahatani jagung di Provinsi Gorontalo pada tahun 2012

112

20 Uji statistik rata-rata penggunaan input dan produksi rata-rata yang dihasilkan oleh petani jagung VUB dan VUL di Provinsi Gorontalo tahun 2012

113

(15)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan pertanian masih memegang peran strategis dalam

perekonomian nasional. Peran strategis tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata dalam pembentukan kapital, penyediaan bahan pangan, bahan baku industri, pakan dan bio energi, penyerapan tenaga kerja, sumber devisa negara dan sumber pendapatan. Kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2012 mencapai 15.14 persen meningkat sebesar 0.42 persen dibandingkan pada tahun 2011 yang hanya mencapai 14.72 persen. Salah satu komoditas subsektor pertanian yang sangat berperan dari sisi ekonomi, sosial maupun politik adalah tanaman pangan. Tanaman pangan merupakan salah satu subsektor yang bermanfaat bagi pemenuhan kebutuhan pangan dan sebagai sumber pendapatan bagi petani.

Petani tanaman pangan pada umumnya memiliki penguasaan lahan yang sangat sempit dan ketidakberdayaan dalam menentukan harga. Sementara itu, pelaku usaha (petani) tanaman pangan dituntut untuk berpartisipasi dalam membangun kekuatan pangan nasional melalui peningkatan produktivitas maupun peningkatan indeks pertanaman. Tuntutan tersebut sering kali terbentur pada ketidakberdayaan petani dalam menerapkan (mengadopsi) teknologi karena keterbatasan modal usaha.

Salah satu tanaman pangan strategis yang bernilai ekonomis tinggi adalah jagung. Jagung (Zea mays) mempunyai peluang untuk dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat dan protein setelah beras (Zubachtirodin et al. 2007). Posisi jagung dalam diversifikasi konsumsi pangan berfungsi mengurangi ketergantungan terhadap permintaan beras, selain itu juga mempunyai arti penting dalam pengembangan industri karena merupakan bahan baku industri pangan dan pakan khususnya pakan ternak monogastrik. Penggunaan jagung yang relatif tinggi pada industri pakan disebabkan oleh harga jagung yang murah, mengandung kalori yang tinggi, mempunyai protein dengan kandungan asam amino yang lengkap, mudah diproduksi dan digemari oleh ternak (Tangendjaya et al. 2005).

Permintaan jagung Indonesia meningkat dari tahun ke tahun sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk, industri pakan dan pangan. Konsumsi jagung dalam negeri meningkat selama lima tahun terakhir (2007 sampai 2011) sebesar 11 197 776 ton tahun 2007 menjadi 15 492 170 ton tahun 2011 atau meningkat sebesar 35.2 persen per tahun, kebutuhan untuk pakan ternak sebesar 8 892 551 ton tahun 2007 meningkat menjadi 12 929 854 ton tahun 2011 atau meningkat sebesar 38 persen per tahun, kebutuhan untuk pangan sebesar 432 353 ton tahun 2010 meningkat menjadi 445 127 ton tahun 2011 atau meningkat sebesar 0.35 persen (Lampiran 1).

(16)

berpengaruh terhadap kinerja pembangunan peternakan dan penyediaan protein hewani yang sangat dibutuhkan dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

Sementara itu, perkembangan produksi jagung nasional pada periode 2008 sampai 2012 mengalami peningkatan rata-rata sebesar 3.94 persen per tahun dari 16.32 juta ton pipilan kering pada tahun 2008 menjadi 18.96 juta ton pipilan kering pada tahun 2012, sedangkan laju peningkatan produktivitas mencapai 4.05 persen per tahun dan luas panen rata-rata menurun sebesar 0.14 persen per tahun (Lampiran 2 dan Lampiran 3). Data produksi apabila disandingkan dengan total kebutuhan jagung nasional maka diketahui bahwa produksi jagung masih dibawah total kebutuhan jagung secara nasional. Oleh karena itu, untuk mencukupi kebutuhan konsumsi, bahan baku pakan ternak dan bahan baku industri pangan telah dilakukan impor pada kurun waktu 2007 sampai 2011 dengan kisaran 169 359 ton sampai 2 585 981 ton (Lampiran 1). Selanjutnya kebutuhan jagung tahun 2012 mencapai 22 juta ton sementara produksi nasional hanya sebesar 18.96 juta ton, sedangkan impor jagung sekitar 200 000 ton. Sehingga impor diperlukan untuk menjaga stabilitas produksi secara merata sepanjang tahun.

Masih rendahnya kinerja produksi jagung secara umum dalam memenuhi kebutuhan disebabkan oleh rendahnya rata-rata produktivitas jagung nasional yaitu sebesar 4.8 ton per hektar (BPS 2012). Menurut Kasryno et al. (2007) bahwa potensi produktivitas jagung hibrida dapat mencapai 7 ton per hektar. Produktivitas jagung nasional relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan produktivitas jagung negara produsen seperti Amerika Serikat yang telah mencapai 10.34 ton per hektar dan Cina mencapai 5.35 ton per hektar.

Rendahnya produktivitas jagung secara rataan nasional sejalan dengan penelitian Bachtiar et al. (2007) yang mengungkapkan bahwa pada beberapa sentra produksi jagung seperti di Sulawesi Selatan, Lampung, Sumatera Utara dan Jawa Timur masih banyak petani yang menggunakan varietas lokal dan varietas unggul lama yang benihnya telah mengalami degradasi secara genetik dan belum dimurnikan.

Penggunaan benih jagung hibrida tahun 2009 sampai 2010 sekitar 50 persen dari total pemakaian benih jagung di Indonesia. Disamping itu pemerintah pada tahun yang sama telah mengalokasikan subsidi benih jagung unggul sebanyak 4 266 ton untuk areal tanam seluas 225 534 hektar (Bisnis Indonesia 2010). Permasalahan dalam penyebaran benih unggul dalam hal ini adalah tidak tersedianya benih ditingkat petani pada saat waktu tanam dan harga benih unggul yang cendrung meningkat terutama jagung hibrida.

Peningkatan produksi jagung secara nasional pada tahun 2013

(17)

ini produksi jagung secara nasional mulai menunjukkan peningkatan, meskipun belum mampu memenuhi permintaan dalam negeri secara keseluruhan.

Di Indonesia terdapat beberapa sentra produksi tanaman jagung antara lain Sulawesi Selatan, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Lampung, Jawa Tengah, Sumatera Utara dan Jawa Barat. Provinsi Gorontalo menempatkan pertanian sebagai sektor unggulan serta komoditas andalan jagung yang bertujuan untuk memacu peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat khususnya petani yang sekaligus menjadi penggerak utama pembangunan ekonomi daerah. Pertumbuhan ekonomi tertinggi dialami oleh sektor pertanian yang tumbuh sebesar 11.32 persen. Sektor pertanian mampu menyumbang 3.04 persen terhadap pertumbuhan ekonomi triwulan I tahun 2012 (BPS 2012). Share produksi jagung Gorontalo pada tahun 2012 adalah 3.5 persen dari total produksi jagung nasional sebesar 18 961 645 ton (Lampiran 2). Share produksi jagung Gorontalo masih tergolong rendah apabila dibandingkan dengan wilayah sentra produksi lainnya seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, Sulawesi Selatan dan Sumatera Utara, masing-masing sebesar 31.6 persen, 15.8 persen, 9.2 persen, 7.7 persen dan 7.2 persen.

Komoditas jagung di Provinsi Gorontalo merupakan komoditas unggulan, namun terdapat permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan usahatani jagung yaitu penurunan luas panen, produksi dan produktivitas. Dalam lima tahun terakhir (2008 sampai 2012) luas panen jagung menurun sekitar 2.13 persen per tahun, produksi menurun rata-rata 1.68 persen per tahun dan produktivitas menurun sebesar 0.06 persen per tahun (Lampiran 4). Pencapaian produktivitas jagung di Provinsi Gorontalo sebesar 4.5 ton per ha lebih rendah 0.3 ton per hektar dibandingkan produktivitas jagung nasional yang mencapai 4.8 ton per ha.

Peningkatan produktivitas jagung dapat dilakukan melalui dua cara yaitu mengembangkan dan mengadopsi teknologi baru serta menggunakan sumber daya yang tersedia secara lebih efisien. Teknologi merupakan bagian dalam pembangunan pertanian untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani karena teknologi merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam proses produksi (Jatileksono 1992; Nicholson 1998). Salah satu teknologi baru yang dikembangkan adalah teknologi varietas. Varietas unggul baru (hibrida) pada dasarnya memiliki berbagai kelebihan yaitu mempunyai kemampuan berproduksi lebih tinggi, pertumbuhan tanaman tegak, seragam, tahan rebah, dan tahan terhadap serangan hama dan penyakit. Dengan demikian penggunaan varietas unggul baru merupakan salah satu bentuk teknologi yang dapat meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani. Perubahan pendapatan yang mengarah kepada pemerataan distribusi pendapatan menandakan bahwa pembangunan ekonomi sektor pertanian di daerah tersebut berjalan sesuai dengan tujuan pembangunan, karena apabila tidak maka akan terjadi ketimpangan.

Perumusan Masalah

(18)

varietas unggul sangat strategis karena terkait dengan beberapa hal yakni: (a) dapat meningkatkan hasil per satuan luas, (b) tahan terhadap hama dan penyakit, (c) daya adaptasi tinggi, dan (d) merupakan komponen teknologi yang relatif mudah.

Pengembangan tanaman jagung di Provinsi Gorontalo pada awalnya banyak menggunakan varietas komposit terutama varietas Lamuru (varietas unggul lama) yang merupakan varietas unggul hasil temuan dari Balai Penelitian Tanaman Serealia (Balitsereal). Namun dalam perjalanannya selama enam tahun terakhir terjadi perubahan penggunaan varietas jagung dari varietas unggul lama ke varietas unggul baru (hibrida). Petani di Provinsi Gorontalo menanam jagung varietas unggul baru (hibrida) karena hasilnya relatif lebih tinggi daripada jagung varietas unggul lama (komposit dan lokal). Hasil penelitian Bahua (2008) di Kecamatan Limboto Kabupaten Gorontalo mengungkapkan bahwa produksi jagung hibrida lebih tinggi dibandingkan jagung komposit masing-masing sebesar 5.4 ton per hektar dan 3.4 ton per hektar. Sedangkan hasil penelitian Antara (2010) mengatakan bahwa produksi jagung hibrida lebih tinggi daripada jagung non hibrida masing-masing sebesar 4 505 kg per hektar pipilan kering dan 2 720 kg per hektar pipilan kering.

Varietas unggul baru (hibrida) diperkenalkan sejak tahun 2002, namun tidak semua petani jagung dapat mengadopsi varietas tersebut. Hal ini karena ketersediaan benih pada saat dibutuhkan relatif terbatas. Disamping itu harga benih varietas unggul baru relatif tinggi, sehingga petani memilih untuk menanam benih hasil produksi sebelumnya, walaupun kualitas benihnya telah menurun.

Peningkatan produktivitas jagung tidak terlepas dari petani sebagai pelaku utama yang memiliki kemampuan untuk mengaplikasikan teknologi yang dibutuhkan dalam kegiatan usahataninya, termasuk kegiatan pendampingan dan penyuluhan. Untuk mengadopsi teknologi varietas unggul baru peran penyuluh sangat penting dalam mengembangkan kemampuan petani. Kapabilitas manajerial petani akan menentukan rasionalitas petani dalam mengambil keputusan untuk usahataninya. Disamping itu petani juga harus memiliki sifat progressif untuk melakukan perubahan dan inovatif terhadap sesuatu (inovasi baru) serta terampil melaksanakan berbagai kegiatan yang bermanfaat bagi peningkatan produktivitas, pendapatan atau keuntungan, maupun kesejahteraan keluarga. Idiong (2007) membuktikan bahwa pada kondisi tingkat adopsi teknologi yang rendah di Cross River State Nigeria, maka pilihan terbaik untuk meningkatkan produktivitas dalam jangka pendek yaitu melalui peningkatan efisiensi, namun dalam jangka panjang peningkatan produktivitas dapat dilakukan melalui teknologi.

Kegiatan pendampingan teknologi sebagai pembelajaran untuk

(19)

lama. Pertanyaannya adalah sampai sejauhmana penggunaan varietas unggul baru mempengaruhi tingkat efisiensi petani jagung ?.

Adanya adopsi teknologi varietas unggul baru mengakibatkan produksi serta tingkat efisiensi yang lebih tinggi. Dengan anggapan permintaan jagung tetap maka kenaikan produksi akan berakibat harga jagung menurun. Walaupun harga jagung menurun namun karena kenaikan produksi yang jauh lebih tinggi maka adopsi varietas unggul baru ini masih menyebabkan peningkatan pendapatan. Seperti yang telah disampaikan sebelumnya bahwa disatu sisi masih terdapat petani yang tidak mengadopsi varietas unggul baru yang produktivitasnya relatif tetap, tetapi di sisi lain harganya turun, maka diduga akan berakibat pada pendapatan jagungnya menurun. Pertanyaannya adalah sampai sejauhmana pengaruh penggunaan varietas unggul terhadap pendapatan petani jagung ?.

Petani di Provinsi Gorontalo selain menanam jagung juga menanam komoditas lain seperti tanaman padi, sayuran dan perkebunan. Bagi petani yang mengadopsi varietas unggul baru karena pendapatan dari usahatani jagung yang meningkat, akan menyebabkan realokasi sumber daya lahan dan tenaga kerja dari usahatani selain jagung dan non pertanian ke usahatani jagung. Sementara itu, bagi petani yang tidak mengadopsi teknologi varietas unggul baru karena pendapatan yang menurun sebagai akibat dari turunnya harga maka diduga akan merealokasikan sumber daya lahannya dan tenaga kerja dalam keluarga dari usahatani jagung ke usahatani selain jagung dan non pertanian, sehingga di duga pendapatan petani yang tidak mengadopsi varietas unggul baru yang berasal dari tanaman selain jagung dan non pertanian juga akan meningkat. Disatu sisi pendapatan usahatani jagung bagi petani yang mengadopsi varietas unggul baru meningkat, di sisi lain pendapatan petani yang tidak mengadopsi diduga pendapatannya juga meningkat, karena pendapatan yang diperoleh petani berasal dari usahatani non jagung dan non pertanian. Lin (1999) mengungkapkan bahwa teknologi baru memberikan dampak pada pendapatan rumahtangga baik yang mengadopsi maupun yang tidak mengadopsi. Namun apakah tercapainya peningkatan pendapatan juga diikuti dengan tingkat pemerataan distribusi pendapatan terhadap rumahtangga petani. Pertanyaannya adalah sampai sejauhmana penggunaan varietas unggul baru berpengaruh terhadap distribusi pendapatan rumahtangga petani ?.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pada rumusan masalah, maka dapat disusun beberapa tujuan penelitian, yaitu :

1 Menganalisis pengaruh penggunaan varietas unggul terhadap keragaan usahatani, kelayakan teknologi dan struktur pendapatan

2 Menganalisis pengaruh penggunaan varietas unggul terhadap efisiensi dan faktor-faktor yang mempengaruhi inefisiensi petani jagung.

3 Menganalisis pengaruh penggunaan varietas unggul terhadap pendapatan rumahtangga petani jagung.

(20)

Manfaat Penelitian

Secara umum hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan informasi terhadap upaya pemerintah khususnya di Provinsi Gorontalo untuk mengembangkan usahatani jagung dengan menggunakan varietas unggul baru yang berdampak terhadap efisiensi, pendapatan dan distribusi pendapatan rumahtangga petani. Secara khusus hasil penelitian ini diharapkan mampu:

1 Memberi masukan dan informasi bagi pihak pengambil kebijakan khususnya pemerintah daerah dalam merumuskan langkah kebijakan yang berhubungan dengan efisiensi, pendapatan dan distribusi pendapatan rumahtangga petani jagung yang menjadi komoditas unggulan Provinsi Gorontalo.

2 Bagi petani jagung, sebagai pertimbangan untuk menentukan apa yang sebaiknya dilakukan untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi dan pendapatan usahatani.

3 Sumbangan pemikiran bagi penelitian lanjutan.

Kebaruan Penelitian

Penelitian ini mempertimbangkan varietas unggul lama (VUL) dan varietas unggul baru (VUB), sehingga: (1) Dapat diketahui kelayakan perubahan teknologi; (2) Dapat dikomparasi tingkat efisiensi teknis dan faktor yang berpengaruh; (3) Implikasi kebijakan peningkatan produksi jagung melalui penyebaran varietas unggul baru dapat dirumuskan lebih tegas dan komprehensif.

Kebanyakan penelitian tentang dampak dari perubahan teknologi mengarah kepada ketimpangan pendapatan rumahtangga, yaitu penelitian Gotsch (1972), Raju (1976), Suparmoko (1980), Singh (1999), Zuhaida (2000) dan Kusrini et al. (2009). Namun penelitian ini membuktikan bahwa penggunaan varietas unggul baru tidak berdampak terhadap disparitas pendapatan rumahtangga petani jagung, karena dimungkinkan adanya realokasi sumber daya antar kegiatan dalam rumahtangga petani.

Analisis dampak penggunaan jagung varietas unggul baru terhadap distribusi pendapatan rumahtangga mempertimbangkan kegiatan usahatani jagung, kegiatan usahatani selain jagung dan non pertanian, sehingga: (1) Dapat diketahui dampak penggunaan varietas unggul terhadap distribusi pendapatan; (2) Dapat diketahui jenis kegiatan yang berkontribusi terhadap penurunan disparitas pendapatan; dan (3) Implikasinya terhadap transformasi struktural ekonomi pertanian pedesaan dapat dirumuskan lebih baik.

Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada usahatani jagung di tiga kabupaten sentra produksi yaitu Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Boalemo dan Kabupaten Pohuwato.

(21)

adalah varietas komposit dan varietas lokal. Varietas unggul baru merupakan varietas yang bersumber dari balai penelitian ataupun perusahaan swasta. Varietas unggul lama bersumber dari balai penelitian ataupun perusahaan swasta maupun dari petani yang benihnya ditanam dua sampai tiga kali musim tanam dengan tingkat produktivitas yang lebih rendah dari varietas unggul baru.

Analisis menggunakan data cross section pada tahun 2012, sehingga tidak dapat menangkap fenomena antar waktu. Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan melalui metode survei dan wawancara dengan bantuan kuesioner meliputi tingkat produksi jagung, harga-harga input produksi, harga-harga produksi jagung di tingkat petani, jumlah penggunaan tenaga kerja, data sosial ekonomi rumahtangga petani, penggunaan input usahatani dan sumber pendapatan rumahtangga. Data sekunder terkait dengan kondisi wilayah geografis, suhu udara atau iklim, jenis penggunaan lahan serta penduduk dan mata pencahariannya. Data sekunder diperoleh dari berbagai terbitan dari instansi terkait, seperti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Gorontalo, Badan Pusat Statistik (BPS) baik tingkat nasional, provinsi maupun kabupaten, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Gorontalo, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Badan Pusat Informasi Jagung (BPIJ), dan instansi lain yang terkait dengan kebutuhan penelitian.

Penelitian ini terbatas pada analisis usahatani, analisis anggaran parsial, fungsi produksi stochastic frontier dengan model produksi frontier Cobb-Douglas. Selanjutnya pendekatan Gini Ratio untuk melihat distribusi pendapatan rumahtangga petani.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Program Peningkatan Produksi Jagung

(22)

ton per hektar, dengan keuntungan yang diraih masing-masing sebesar 2.9 juta rupiah dan 2.1 juta rupiah per hektar.

Pengembangan produksi jagung dapat dilakukan melalui peningkatan produktivitas maupun perluasan areal tanam. Beberapa tantangan dalam pengembangan jagung antara lain; (1) kebutuhan jagung yang terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk yaitu untuk pangan dan bahan baku industri makanan, serta untuk pemenuhan kebutuhan pakan ternak dimana hasil produk peternakan untuk penyediaan protein hewani; (2) produksi jagung yang belum merata sepanjang tahun, dan saat ini masih dominan ditanam dilahan kering (tadah hujan); (3) jagung masih dianggap sebagai tanaman kedua setelah padi (secondary crop); (4) untuk komoditas jagung masih belum terdapat jaminan harga jual seperti halnya komoditas padi yang telah memiliki referensi harga pembelian pemerintah; dan (5) penerapan teknologi yang belum sepenuhnya sesuai anjuran, sementara introduksi teknologi spesifik lokasi cukup intensif disebarkan ke tingkat petani baik pemerintah maupun swasta (Departemen Pertanian 2010).

Sementara itu, peningkatan produksi memiliki peluang yang besar melalui; (1) peningkatan produktivitas jagung, dimana produktivitas saat ini masih dibawah produktivitas potensial dengan semakin meningkatnya varietas unggul baru (hibrida); (2) terdapatnya peran swasta yang aktif dalam pengembangan industri benih, teknologi budidaya dan pemasaran hasil; (3) harga jagung yang semakin meningkat; (4) dukungan pemerintah daerah dalam pengembangan jagung; dan (5) masih memungkinnya perluasan areal pertanaman jagung pada lahan-lahan yang belum diusahakan dan yang belum dimanfaatkan. Menurut Rusastra dan Kasryno (2005) bahwa terdapat beberapa kebijakan strategis yang

perlu dilakukan dalam pengembangan usahatani jagung terutama pada

agroekosistem lahan kering yaitu; (1) introduksi varietas komposit yang berdaya hasil tinggi, berumur genjah, tipe tanaman pendek dan berbatang kokoh; (2) penerapan teknologi usahatani konservasi sistem budidaya lorong (alley cropping); (3) pemanfaatan pupuk kandang untuk meningkatkan bahan organik tanah; (4) penanaman tepat waktu pada awal musim hujan; (5) introduksi teknologi tanpa olah tanah dan hemat tenaga kerja; dan (6) intensifikasi program penyuluhan untuk memperbaiki kemampuan manajemen petani.

Peningkatan produksi dapat ditempuh melalui;(1) peningkatan produktivitas terutama melalui penyebaran benih varietas unggul baru (hibrida) dan komposit unggul; (2) perluasan areal tanam yang diarahkan keluar Jawa yang memiliki potensi cukup luas melalui pemanfaatan lahan sawah selama musim kemarau yang tidak ditanami padi serta mengoptimalkan dan menambah luas lahan kering; (3) pengamanan produksi atas gangguan organisme pengganggu tanaman (OPT) jagung, dampak fenomena iklim dan menekan kehilangan hasil saat penanganan panen dan pasca panen yang kurang baik; (4) penguatan kelembagaan agribisnis ditingkat petani, kelembagaan usaha dan pemerintah sesuai perannya masing-masing; dan (5) pembiayaan dalam pengembangan produksi jagung, melalui pola Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK), pendampingan teknologi, fasilitasi kredit pertanian dan program pengembangan jagung melalui kemitraan usaha (Purwanto 2007).

(23)

pemerintah telah mencanangkan program pengembangan agropolitan berbasis jagung, sebagai salah satu dari 3 (tiga) program unggulan Provinsi Gorontalo. Keberhasilan ini didukung oleh berbagai program yang telah dijalankan diantaranya pengembangan kawasan jagung Sulawesi atau Celebes Corn Belt (CCB)dan program saat ini adalah peningkatan produksi jagung 2 juta ton.

Program CCB dicanangkan oleh Wakil Presiden pada tanggal 6 Agustus 2006, merupakan kegiatan yang diturunkan dan dipertajam dari program nasional yaitu Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK) yang dicanangkan oleh Presiden RI pada tanggal 11 Juni 2005. Sedangkan program peningkatan produksi jagung 2 juta ton merupakan kebijakan terbaru dari pemerintah provinsi Gorontalo di Tahun 2008 dalam upaya menjadikan jagung sebagai salah satu komoditas unggulan Provinsi Gorontalo selain beras. Percepatan peningkatan produksi jagung tersebut dapat tercapai dengan penggunaan varietas unggul. Program tersebut menekankan pada usaha intensifikasi (peningkatan intensitas pertanaman, IP) maupun ekstensifikasi.

Program lainnya yang ikut mendukung program nasional dalam rangka meningkatkan produksi pertanian khususnya jagung dengan melalui Badan Litbang Pertanian, adalah program Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU),

Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP), Program Rintisan

Pemasyarakatan Inovasi Pertanian (PRIMATANI), Farmer Empowerment

Trought Agricultural Technology and Information(FEATI), dan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT). Program-program tersebut lebih menekankan pada penerapan dan pengembangan teknologi budidaya di tingkat petani dan optimalisasi pembinaan melalui pendampingan dan pengawalan.

Terkait dengan penggunaan benih unggul untuk mendukung peningkatan produksi jagung, pemerintah telah memberikan subsidi benih kepada petani jagung. Selain subsidi benih, pemerintah juga memberikan bantuan langsung benih unggul dan bantuan benih dari cadangan benih nasional. Subsidi benih dilakukan sejak tahun 1986 yang bertujuan untuk mendorong peningkatan produksi dan penggunaan benih bermutu, meningkatkan pengamanan produksi pangan, membantu petani dalam meningkatkan kesejahteraan.

(24)

Keberadaan teknologi tersebut juga akan dapat mendorong terwujudnya pengembangan komoditas unggulan yang spesifik lokasi yang pada akhirnya dapat mendorong terciptanya produk unggulan di bidang pertanian yang berwawasan agribisnis kerakyatan (sistem perusahaan pertanian pedesaan). Kondisi saat ini (existing condition), maka dalam upaya pengembangan PTT secara nasional, Kementerian Pertanian meluncurkan program Sekolah Lapang (SL) PTT.

Panduan SL-PTT jagung ini dimaksudkan sebagai; (1) acuan dalam pelaksanaan SL-PTT jagung dalam upaya peningkatan produksi nasional; (2) pedoman dalam koordinasi dan keterpaduan pelaksanaan program peningkatan produksi jagung baik di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota; (3) acuan dalam penerapan komponen teknologi PTT jagung oleh petani sehingga dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam mengelola usahataninya sebagai upaya peningkatan produksi; dan (4) pedoman dalam peningkatan produktivitas, produksi, pendapatan, dan kesejahteraan petani jagung. Rusastra et al. (2011) bahwa SL-PTT salah satu program andalan Kementerian Pertanian dalam mendukung peningkatan produksi jagung yang dimulai sejak tahun 2008. SL-PTT jagung pada tahun 2011 mencakup luasan areal pertanaman 206 730 ha, ditujukan untuk peningkatan produktivitas. Cakupan areal secara spasial dan keterlibatan kelompok tani dalam pelaksanaan SL-PTT jagung varietas hibrida seluas 206 730 ha melibatkan 13 780 kelompok tani di 25 provinsi pada 237 kabupaten/kota.

Berbagai kebijakan diatas pada intinya adalah agar keuntungan dan pendapatan usahatani jagung dapat lebih meningkat. Upaya peningkatan produksi jagung senantiasa diikuti upaya peningkatan efisiensi. Proses produksi usahatani dikatakan efisien apabila faktor-faktor produksi yang digunakan dalam usahatani tersebut dapat dialokasikan.

Penyebaran Varietas Jagung di Indonesia

(25)

Varietas lokal

Varietas lokal adalah varietas yang di produksi di daerah setempat dan dikembangkan secara turun temurun. Hingga saat ini masih banyak petani yang menanam varietas lokal yang benihnya belum pernah diperbaharui. Nama sebagian varietas lokal yang ditanam bahkan tidak lagi dikenal. Areal pertanaman varietas lokal lebih dari 200 ribu ha (Tabel 1). Penyebaran varietas lokal yang spesifik, seperti varietas Manado Kuning, hanya di Sulawesi Utara, Kretek dan Genjah Kertas di beberapa daerah di Jawa.

Tabel 1 Penyebaran varietas jagung lokal yang dominan di Indonesia pada MT 2005 dan 2006

Varietas Luas tanam Daerah penyebaran terluas Jumlah provinsi Ha persentase

Lokal tanpa nama 135 028 70.35 Jatim, NTT, Jateng, Sultra, Gorontalo

23

Lain-lain 46 320 21.29 Lampung, Jabar, Gorontalo, Sulut, Bengkulu

10

Kretek 7 009 3.22 Jatim, Jabar 2 Genjah Kertas 5 982 2.75 Jatim, DIY, Jateng 3 Manado Kuning 5 192 2.39 Sulut 1 Jumlah 217 531 100

Sumber: Bachtiar et al. (2007)

Salah satu varietas lokal yang berasal dari Provinsi Gorontalo adalah jagung motor. Jagung tersebut mempunyai sifat antara lain dapat disimpan lebih lama, disamping itu berumur genjah kurang lebih 80 hari, mempunyai butiran padat, serta toleran terhadap kekeringan.

Varietas komposit

(26)

Tabel 2 Penyebaran varietas jagung komposit di Indonesia pada MT 2005 dan 2006

Varietas Luas tanam Daerah penyebaran terluas Jumlah provinsi ha persentase

Arjuna 62 756 38.42 Jatim, Lampung, Sulteng, Sulsel, dan Sumut 22 Bisma 57 514 35.21 Jatim, Sulteng, Sulut, Sumut, dan Lampung 21 Kalingga 15 443 9.45 Sulut, Sulteng, NTT, Jateng, dan Riau 11 Lamuru 11 067 6.77 Gorontalo, Sulsel, Sulteng, Lampung, dan NTT 13 Harapan 6 070 3.72 NTT, Jatim, Jabar, Sumbar, dan Sumsel 5 Kresna 3 751 2.30 Sulteng, NTT, Sumbar, dan NTB 4 Sukmaraga 1 641 1.00 Lampung, Sultra, Gorontalo, Kalsel, dan Jabar 7 Gumarang 107 0.07 NTT dan Kalbar 2

Palakka 45 0.03 Lampung 1

Lagaligo 44 0.03 Sulsel 1

Srikandi 32 0.02 Sumbar dan Maluku 2 Jumlah 163 359 100

Sumber : Bachtiaret al. (2007)

Dampak dari inovasi varietas unggul Bisma, Lamuru, dan Semar-10 selama tahun 2000 sampai 2003 adalah terjadinya peningkatan nilai tambah akibat peningkatan produksi senilai sekitar Rp73.30 milyar (Suryana 2006). Nilai tambah sebagai dampak inovasi varietas akan terus meningkat pada tahun-tahun mendatang seiring dengan semakin meluasnya areal tanam ketiga varietas tersebut. Keuntungan pemakaian varietas komposit adalah benihnya tidak mahal dan dapat diproduksi oleh petani, kendati hasil produksinya lebih rendah dibandingkan varietas hibrida.

Varietas hibrida

Varietas hibrida merupakan generasi pertama hasil persilangan antara tetua berupa galur inhibrida.

(27)

Bisi, Pioneer dan NK. Jagung hibrida varietas Semar 10 dan Bima 1 benihnya diproduksi oleh swasta nasional. Penyebaran varietas jagung di Indonesia dalam periode 2002 sampai 2006 dapat dilihat pada Tabel 3.

Peningkatan hasil di areal yang tingkat produktivitasnya masih rendah (< 5.0 ton per hektar), diprogramkan adanya pergeseran penggunaan jagung ke jenis hibrida dan komposit dengan benih berkualitas. Adapun rencana pergeseran penggunaan varietas jagung di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Rencana pergeseran penggunaan varietas jagung di Indonesia

Tahun Hibrida (persentase)

Komposit (persentase) Unggul benih

berkualitas

Unggul benih Petani

Lokal benih petani

2005 30 5 40 25

2010 50 25 10 15

2015 60 25 5 10

2020 70 25 0 5

2025 75 20 0 5

Sumber : Suryana et al. (2007)

Upaya peningkatan produksi jagung melalui penggunaan benih bermutu merupakan langkah yang strategis. Pada tahun 2010 penggunaan benih hibrida diharapkan sudah mencapai 50 persen, komposit unggul 25 persen, sisanya komposit turunan dan lokal. Pada umumnya jagung varietas hibrida yang terbaik akan memberikan hasil lebih tinggi dari pada jagung komposit. Namun terdapat beberapa kelemahan dari penggunaan varietas jagung hibrida, sebagai berikut yaitu: (1) untuk mendapatkan hasil yang maksimum, varietas hibrida memerlukan pemupukan yang tinggi dan lingkungan tumbuh yang lebih baik; (2) setiap musim pertanaman, petani harus membeli benih baru (F1) yang harganya relatif mahal; dan (3) produksi benihnya sukar dan mahal.

Penelitian-Penelitian Tentang Efisiensi

Penelitian tentang efisiensi sudah banyak dilakukan di negara berkembang maupun negara sedang berkembang. Hal ini penting terutama di negara sedang berkembang dimana berpotensi untuk meningkatkan produksi pertanian melalui peningkatan dan pengembangan area serta adopsi teknologi baru yang terbatas. Efisiensi teknis merupakan sebuah ukuran relatif dari kemampuan manajerial petani pada tingkat teknologi yang ada. Efisiensi teknis terjadi karena adanya perbaikan keterampilan teknis dan kemampuan manajerial dari petani. Berkaitan studi dengan menggunakan pendekatan Stochastic Production Frontier telah dilakukan oleh beberapa peneliti antara lain: Aye dan Mungatana (2010); Seyoum

et al. (1996); Binam et al. (2004); Ojo (2007); Isaac (2011); Kurniawan (2008); Kibaara (2005); Bravo-Ureta dan Pinheiro (1997); Awudu dan Eberlin (2001); Muslimin (2012); Wakili (2012); Oyewo dan Fabiyi (2008); Mignouna et al.

(28)

Aye dan Mungatana (2010) membandingkan efisiensi teknis pada petani jagung hibrida dan lokal di Benue Nigeria selama tahun 2008 dan 2009, dengan jumlah petani responden 240, menggunakan model Stochastic Input Distance Function (SIDF), Stochastic Frontier Production Function (SFPF) dan Non Parametrik Data Envelopment Approach (DEA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata efisiensi teknis jagung hibrida dengan model SIDF, SFPF, DEA VRS dan DEA CRS masing-masing adalah 88.5 persen, 88.7 persen, 87.4 persen dan 82.2 persen, sedangkan untuk jagung lokal dengan model yang sama masing-masing adalah 84.4 persen, 79.4 persen, 78.2 persen dan 72.1 persen. Pendidikan dan penyuluhan nyata berpengaruh positif dalam model (SFPF, SIDF, DEA VRS, DEA CRS).

Perbandingan efisiensi dan inefisiensi teknis antara dua kelompok petani jagung skala kecil yang mengikuti proyek Sasakawa Global 2000 (SG 2000) dengan petani jagung yang tidak mengikuti proyek tersebut dibeberapa distrik di Negara Etiopia bagian Timur yang diteliti oleh Seyoum et al. (1996). Penelitian tersebut menggunakan variabel bebas dalam model stochastic frontier adalah jumlah hari kerja petani, jumlah hari kerja ternak (bagi petani SG 2000) dan jumlah hari kerja traktor (bagi petani di luar SG 2000) serta variabel boneka kabupaten. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil batas dari petani SG 2000 antara satu distrik dengan distrik yang lainnya tidak berbeda secara nyata dibandingkan dengan petani diluar SG 2000. Sedangkan dari sisi efek inefisiensi teknis, ditemukan bahwa umur petani mempengaruhi efisiensi teknis petani baik pada petani SG 2000 maupun petani diluarnya. Petani yang lebih muda secara teknis lebih efisien di bandingkan petani yang lebih tua. Sementara itu efek lama pendidikan berpengaruh positif terhadap efisiensi teknis pada petani SG 2000 dan tidak berpengaruh sama sekali pada petani diluarnya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi usahatani dilakukan oleh Binam et al. (2004) dengan melakukan penelitian survei intensif lima desa sub distrik Makak, lima desa sub distrik Nkometou dan lima desa di subdistrik Biamo yang mewakili kawasan peladang berpindah di Kamerun. Total sebanyak 500 rumahtangga usahatani dengan sistem yang dipilih untuk analisis adalah monocrop jagung, monocrop intercrop kacang tanah dan jagung/kacang tanah.

Hasil pendugaan Maximum Likelihood dari fungsi batas stochastik

memperlihatkan bahwa variabel independen yang berpengaruh nyata dari ketiga sistem adalah lahan, tenaga kerja, dan modal. Sedangkan karakteristik sosial ekonomi yang menjelaskan inefisiensi teknis yang berpengaruh adalah indek kesuburan tanah, anggota kelompok tani, dan akses terhadap kredit.

(29)

dengan rata-rata 0.91. Distribusi frekuensi TE menunjukkan bahwa sekitar 96 persen petani yam memiliki TE > 0.70. Ini berimplikasi bahwa petani yam relatif efisien secara teknis. Produksi yam sangat menguntungkan di wilayah studi meskipun semua variabel teknis dan sosial ekonomi dalam produksi yam adalah dalam tahap alokasi sumber daya yang efisien, level pendidikan petani masih belum efisien. Produktivitas keseluruhan dari produksi yam, return to scale

(RTS) adalah zone irasional dalam fungsi produksi, jadi memberikan ruang untuk ekspansi lebih lanjut pada output dan produktivitas. Efisiensi teknis (TE) petani bervariasi nyata dengan ragam 97 persen pada outputnya yang disebabkan perbedaan pada TE petani. Meskipun tipe usahatani cenderung meningkatkan TE, sumber lahan, tipe tenaga kerja dan jarak lahan yam menurunkan TE.

Kurniawan (2008) melakukan penelitian tentang analisis efisiensi ekonomi usahatani jagung pada lahan kering di Kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan dengan menggunakan model fungsi produksi stochastic frontier. Rata-rata efisiensi teknis, efisiensi ekonomis dan efisiensi alokatif petani di daerah penelitian masing-masing adalah 0.887 (TE); 0.512 (EE); dan 0.581 (EA). Jumlah petani memiliki nilai efisiensi teknis lebih besar dari 0.8 adalah 89.48 persen, sehingga sebagian besar usahatani jagung yang diusahakan telah efisien secara teknis, maka untuk meningkatkan output perlu dilakukan introduksi teknologi baru seperti benih unggul yang lebih sesuai dengan kondisi agroklimat dan mekanisasi pertanian. Faktor umur, pendidikan, pengalaman dan keanggotaan dalam kelompok tani tidak berpengaruh secara nyata terhadap inefisiensi teknis.

Kibaara (2005) meneliti tentang efisiensi teknis pada produksi jagung di Kenya dengan kisaran 49 persen, selanjutnya dikatakan bahwa dummykredit dan pembelian benih hibrida bertanda negatif, mengindikasikan bahwa kredit mengurangi inefisiensi teknis (meningkatkan efisiensi teknis). Hubungan ini nyata pada tingkat kepercayaan satu persen, penggunaan traktor dalam pengolahan lahan mengurangi inefisiensi teknis. Dibandingkan penggunaan tenaga kerja manual, penggunaan traktor memungkinkan dalam pengolahan tanah untuk meningkatkan hasil. Selain itu, penggunaan traktor memastikan persiapan lahan tepat waktu, penanaman dan penyiangan. Penemuan ini sejalan dengan penelitian Bravo-Ureta dan Pinheiro (1997) untuk petani kecil di Paraguay Timur, mereka menemukan bukti bahwa kredit mempunyai dampak positif dalam efisiensi teknis.

Awudu dan Eberlin (2001) menggunakan translog stochastic frontiermodel untuk pendugaan efisiensi teknis jagung dan kacang-kacangan di Nigaragua. Rata-rata efisiensi teknis adalah 69.8 persen dan 74.2 persen untuk jagung dan kacang-kacangan. Pendidikan, akses kredit dan pengalaman usahatani berkontribusi positif terhadap efisiensi produksi, ketika petani partisipasi dalam pekerjaan off-farmcendrung untuk mengurangi efisiensi produksi. Keluarga besar kelihatan lebih efisien daripada keluarga kecil, walaupun ukuran keluarga besar mengurangi pendapatan usahatani yang digunakan untuk pengeluaran makanan dan pakaian, namun dapat menjamin tenaga kerja keluarga dalam kesiapan bekerja yang tepat waktu.

(30)

benih, ZA, SP-36, insektisida cair, dan tenaga kerja luar keluarga berpengaruh nyata terhadap produktivitas padi sawah VUB, sedangkan pupuk benih, urea, ZA, phonska, tenaga kerja dalam keluarga berpengaruh nyata terhadap produktivitas padi sawah VUL (Muslimin 2012). Selanjutnya sumber-sumber inefisiensi teknis menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan formal, umur dan jumlah anggota keluarga berpengaruh nyata maka akan menurunkan inefisiensi teknis usahatani padi sawah.

Efisiensi teknis produksi jagung juga diteliti oleh Isaac (2011) menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi dari usahatani jagung adalah luas lahan usahatani jagung dan jumlah benih nyata pada taraf 10 persen dan 1 persen. Pendugaan parameter gamma () adalah 0.12 yang mengindikasikan bahwa 12 persen dari total variasi output jagung disebabkan oleh inefisiensi teknis. Rata-rata efisiensi teknis adalah 0.961 sedangkan return to scale (RTS) adalah 0.59. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa kesempatan untuk meningkatkan produksi jagung sebasar 0.39 persen dengan teknologi yang ada sekarang. Studi ini mengkonfirmasi bahwa lebih banyak lahan yang terbuka untuk produksi jagung di daerah tersebut dengan tingkat input saat digunakan.

Penelitian efisiensi teknis usahatani jagung juga diteliti oleh Wakili (2012) pada petani jagung di daerah Gambi, Adamawa State, Nigeria. Penelitian ini menggunakan 120 contoh petani jagung. Hasil pendugaan menunjukkan bahwa sigma square (2)dan gamma ( )berpengaruh nyata pada tanaman jagung dan memperlihatkan 84 persen variasi dari output jagung disebabkan oleh perbedaan efisiensi teknis. Hasil ini menunjukkan bahwa petani tidak sepenuhnya efisien secara teknis, dengan demikian memberikan ruang 15.8 persen untuk meningkatkan produksi dengan menggunakan input produksi dan teknologi yang ada. Selanjutnya dikatakan bahwa efek inefisiensi dipengaruhi oleh umur, pendidikan, dan pengalaman usahatani.

Oyewo dan Fabiyi (2008) melakukan penelitian efisiensi teknis usahatani jagung di Surulere Local Government Area Oyo State Nigeria, menemukan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi jagung adalah luas lahan dan jumlah benih yang digunakan, sedangkan faktor yang menurunkan inefisiensi adalah lama pendidikan dan pengalaman berusahatani. Rata-rata tingkat efisiensi teknis yang dicapai sebesar 60 persen dan nilai gamma ( )sebesar 0.56.

Mignouna et al. (2012) melakukan penelitian dengan menggunakan

Imazapyr Resistant Maize (IRM) yang merupakan teknologi pengendalian gulma. Penelitian dilakukan di daerah rawan Striga sp di Kenya Barat. Penelitian menggunakan teknik multistage random sampling untuk memilih sebanyak 600 rumahtangga dari Nyanza dan Provinsi Barat. Analisis produksi stochastic frontier adalah metode analisis yang digunakan dan hasil penelitian menunjukkan bahwa efisiensi teknis rata-rata di sektor produksi jagung adalah 70 persen menunjukkan beberapa inefisiensi produksi jagung. Efek inefisiensi teknis dipengaruhi oleh ukuran rumahtangga bersama dengan ukuran pertanian. Meningkatkan efisiensi teknis akan meningkatkan laba bersih perusahaan produksi jagung, sehingga meningkatkan mata pencaharian produsen jagung.

Essilfie et al. (2011) memperkirakan tingkat efisiensi teknis pada produksi jagung skala kecil di kota Mfantseman Ghana dengan menggunakan pendekatan

(31)

rata-rata produksi jagung skala kecil adalah 58 persen atau berkisar 17 sampai 99 persen. Selain itu pendidikan formal, usia petani, ukuran rumahtangga dan pendapatan off farm berdampak pada efisiensi teknis. Pendugaan marginal physical products menunjukan bahwa, ceteris paribus, setiap tambahan unit benih jagung meningkatkan output 31 kg (0.31 bags). Pupuk juga meningkatkan output 12 kg (0.12 bags), tenaga kerja meningkatkan output 29 kg (0.29 bags). Pendugaan return to scale adalah 1.49 menunjukkan peningkatan atas skala produksi jagung di daerah penelitian.

Kontak dengan pelayanan penyuluhan adalah penting dalam menerangkan inefisiensi teknis. Beberapa studi yang dilakukan oleh Kalirajan (1981), Kalirajan (1984), Kalirajan dan Flinn (1983), Kalirajan dan Shand (1989) menunjukkan bahwa penyuluhan ternyata berhubungan negatif dengan inefisiensi teknis. Selanjutnya menemukan bahwa akses terhadap kredit berhubungan negatif dengan inefisiensi teknis pada petani padi.

Msuya et al. (2008) melakukan penelitian yang bertujuan untuk menduga tingkat efisiensi teknis dan inefisiensi dari 233 petani jagung di Tanzania, menggunakan fungsi produksi stochastic frontier. Efisiensi teknis bervariasi antara 1.1 persen sampai 91 persen dengan rata-rata TE sekitar 60.6 persen, nilai gamma sebesar 0.96. Faktor yang mempunyai pengaruh negatif terhadap efisiensi teknis yaitu pendidikan rendah, tidak mengakses kredit, keterbatasan kapital, fragmentasi lahan, ketidaktersediaan input, dan tingginya harga input. Petani yang mempunyai pendapatan diluar usahatani ditemukan lebih efisien, dan petani yang menggunakan pestisida kimia kurang efisien dalam mengusahakan usahataninya.

Pengukuran efisiensi dengan membandingkan usahatani yang telah menggunakan mekanisasi dengan yang belum, dilakukan oleh Ajao et al. (2005). Studi yang dilakukan bertujuan untuk membandingkan efisiensi teknis usahatani jagung yang menggunakan mesin dengan usahatani yang tidak menggunakan mesin di Oyo State Nigeria, dengan menggunakan pendekatan frontier stokastik. Hasil analisis menunjukkan bahwa rata-rata efisiensi teknis petani sebesar 0.72 untuk usahatani mekanis dan 0.62 usahatani non mekanis. Berdasarkan observasi, pendapatan yang diperoleh akan lebih baik jika sumber daya digunakan secara efisien dengan menggunakan teknologi yang ada. Sehingga dalam jangka pendek ada potensi sebesar 28 persen untuk menaikkan produksi jagung dengan mengadopsi teknologi yang ada (yang sudah menggunakan teknologi mesin), sementara ada potensi sebesar 38 persen untuk menaikkan produksi jagung pada usahatani yang tidak menggunakan mesin. Dari keseluruhan variabel yang dimasukkan dalam model efisiensi, hanya variabel pupuk yang berpengaruh positif baik pada usahatani yang menggunakan mesin maupun pada usahatani yang tidak menggunakan mesin. Ini berimplikasi bahwa penggunaan pupuk dalam usahatani jagung tidak bisa diabaikan. Hasil penemuan lainnya adalah variabel tenaga kerja dan biaya lain berpengaruh secara nyata terhadap usahatani jagung yang menggunakan mesin.

Penelitian tentang efisiensi teknis, alokatif dan ekonomis terhadap 60 petani yang memiliki skala usaha kecil di wilayah Dajabon Republik Dominica telah dilakukan oleh Bravo-Ureta dan Pinheiro (1997). Teknik Maximum Likelihood

(32)

kemudian digunakan sebagai dasar pengukuran tingkat efisiensi. Berdasarkan hasil analisis didapat rata-rata tingkat efisiensi teknis, alokatif dan ekonomis masing-masing sebesar 70 persen, 44 persen, dan 31 persen. Implikasi dari hasil ini adalah penurunan biaya atau peningkatan input masih dapat dicapai dengan memaksimumkan penggunaan teknologi yang ada.

Selanjutnya analisis yang kedua dilakukan untuk mengetahui sumber-sumber inefisiensi teknis, alokatif dan ekonomis. Hasil analisis menunjukkan bahwa petani yang usianya lebih muda dan tingkat pendidikannya yang lebih tinggi dapat meningkatkan efisiensi teknis. Sedangkan petani yang memiliki kontrak dengan perusahaan agribisnis, usahatani yang berukuran sedang dan reformasi status agraria berpengaruh dalam meningkatkan efisiensi alokatif dan ekonomis. Berdasarkan analisis direkomendasikan beberapa kebijakan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan efisiensi yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan petani; (1) pemerintah memfasilitasi hubungan kerjasama antara petani dengan perusahaan agribisnis; (2) pemerintah membantu perkembangan skala usahatani supaya petani yang skala usahanya kecil menjadi petani yang skala usahanya menengah; dan (3) pemerintah harus membantu petani dalam mengakses informasi tentang usahatani yang baik. Penelitian ini belum memasukkan faktor-faktor lain yang diperkirakan juga mempengaruhi efisiensi diantaranya risiko, ketidaksempurnaan pasar, terbatasnya dana tunai, dan status sosial.

Kusnadi et al. (2011) menganalisis tingkat efisiensi teknis produksi padi dibeberapa sentra produksi padi nasional, hasil penelitian menunjukkan bahwa usahatani padi di lima provinsi di Indonesia telah efisien dengan rata-rata efisiensi 91.86 persen, faktor yang berpengaruh nyata terhadap inefisiensi yaitu umur,

pendidikan petani, dummy musim, dummy kelompok tani, dummy status

kepemilikan lahan, kepemilikan persil, dan dummylokasi Jawa dan luar Jawa. Peningkatan atau kenaikan dari koefisien penduga faktor-faktor inefisiensi teknis dapat mengurangi inefisiensi teknis usahatani. Dengan kata lain, perbaikan atau peningkatan dari koefisien penduga faktor-faktor inefisiensi teknis diharapkan dapat meningkatkan efisiensi teknis usahatani khususnya usahatani jagung.

Penelitian Tentang Pengaruh Perubahan Teknologi Pertanian

Beberapa penelitian yang dilakukan untuk mengukur pengaruh perubahan teknologi pertanian antara lain Gotsch (1972); Raju (1976); Grant dan Posada (1978); Suparmoko (1980); Mintoro (1984); Rasahan (1988); Lin (1999); Singh (1999); Zuhaida (2000); Djuwari (2002); Bahua (2008); Antara (2010); Kusrini et al(2009); Mantau (2011); dan Muslimin (2012).

Kemajuan teknologi dapat bersumber dari tiga hal yaitu (1) peningkatan produktivitas manusianya seperti peningkatan keterampilan sebagai dampak pendidikan dan pelatihan, (2) mesin yang lebih produktif dan efisien, (3) perbaikan organisasi produksi dan teknik budidaya. Jika dilihat dari adopsi teknologi baru seperti benih unggul dan pupuk buatan, ditemukan bahwa ternyata petani kecil lebih ketinggalan dalam adopsi teknologi baru pada awalnya, namun

Gambar

Tabel 2   Penyebaran varietas jagung komposit  di Indonesia pada MT  2005 dan
Tabel 4  Rencana pergeseran penggunaan varietas jagung  di Indonesia
Gambar 2   Fungsi produksi stokastik frontier
Gambar  3     Kurva kemungkinan produksi rumahtangga yang menggunakan dan tidak
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengujian langsung keterikatan merek terhadap minat menggunakan kembali branded apps menunjukkan hasil yang positif dan signifikan, dimana nilai beta yaitu 0,596

Fenomena yang paling umum dari ketidak berhasilan program-rogram tersebut adalah dimana sampai sekarang kita masih mengandalkan produk impor dalam pemenuhan

Oleh karena F hitung lebih besar dari F tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima, atau dapat diartikan bahwa secara serentak (bersama-sama) antara variabel independen (ekspor

Berdasarkan tabel 4.13 diketahui bahwa kedua variabel gaya kepemimpinan spiritual dan budaya organisasi berpengaruh secara simultan terhadap kinerja karyawan pada

Penduduk yang bekerja pada Februari 2017 bertambah sebanyak 150,8 ribu orang dibanding keadaan Agustus 2016 dan sebanyak 227,3 ribu orang dibanding keadaan setahun

Berbagai temuan tersebut didukung kondisi dan keletakannya pada bagian lereng yang tinggi dan cukup terjal, serta informasi dari masyarakat menggambarkan adanya aktivitas

Kombinasi varietas Roberto dan pemangkasan pada 28 hst mampu meningkatkan jumlah cabang produktif dan berat kering total tanaman, namun menurukan panjang tanaman

Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data yang dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut: Terdapat pengaruh yang signifikan antara latihan Star Drill With Bear Crawl