• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pendapatan dan Kelayakan Usaha Tambak Polikultur Kepiting–Nila Kepiting–Nila

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.4. Analisis Pendapatan dan Kelayakan Usaha Tambak Polikultur Kepiting–Nila Kepiting–Nila

549.590.395/petani dan Rp 3.578.010.857/ha. Tinggi rendahnya penerimaan dipengaruhi oleh kualitas, harga jual dan jumlah produksi. Semakin mahal harga jual produksi tambak polikultur kepiting-nila dan semakin banyak jumlah produksi dan semakin baik kualitasnya maka semakin besar pula penerimaan usaha yang diperoleh petambak, begitu juga sebaliknya.

5.4. Analisis Pendapatan dan Kelayakan Usaha Tambak Polikultur Kepiting–Nila

Pendapatan usaha tambak merupakan total penerimaan usaha tambak polikultur kepiting-nila dikurangi dengan jumlah biaya produksi yang dikeluarkan selama proses produksi berlangsung. Berikut ini diperlihatkan rata-rata pendapatan usaha yang diperoleh dari usaha tambak polikultur kepiting-nila selama 1 tahun(10 periode) di daerah penelitian.

Tabel 13. Rata-rata Pendapatan Usaha tambak polikultur kepiting-nila Per Petani dan Per Ha Selama 1 Tahun(10 periode) di Daerah Penelitian

No Pendapatan

Usahatani

Kepiting Ikan Nila Total Pendapatan (Rp)

1 Per Petani 239,265,186 9,415,990 248.681.177

Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 10a dan 10b

Dari Tabel 13, dapat dilihat bahwa total pendapatan usaha tambak kepiting-ikan nila di daerah penelitian 1 tahun adalah Rp 248.681.177/petani. Pendapatan petambak dapat dikatakan tinggi karena dilihat dari rata-rata pendapatan kepiting per tahun per petani yaitu sebesar Rp. 239,265,186 atau sebesar Rp. 23.926.518 per periode yaitu lebih besar dari pendapatan usaha tambak kepiting daerah lain sebesar Rp. 17.175.000 per periode. Sedangkan untuk pendapatan ikan nila yaitu sebesar Rp. 9,415,990 per tahun atau sebesar Rp. 4.707.995 per periode yaitu lebih besar dari pendapatan ikan nila daerah lain sebesar Rp. 3.584.400 per periode. Sehingga pendapatan total usaha tambak polikultur kepiting-ikan nila dapat dikatakan tinggi karena lebih besar dari total pendapatan usaha tambak kepiting dan ikan nila pada daerah lain.(Lampiran 8a-8b).

Untuk melihat kelayakan dari usaha polikultur tambak kepiting-ikan nila di daerah penelitian dapat dianalisis dengan metode analisis R/C sesuai dengan pernyataan Soekartawi (1995) yang menyatakan bahwa, usaha dapat dikatakan layak, apabila memiliki R/C > 1.

Tabel 14. Nilai Rata-rata R/C ratio Usaha Tambak Polikultur Kepiting – Ikan Nila Per Petani dan Per Ha Selama 1 tahun(10 periode) di Daerah Penelitian

No Uraian Per Petani

(Rp)

Per Ha (Rp)

1 Total Penerimaan 549.590.395 3.578.010.857

2 Total Biaya Produksi 289.590.022 1.949.227.969

3 R/C ratio 1,81 1,83

Dari Tabel 14, dapat diketahui bahwa rata-rata R/C ratio per petani dan per ha per tahun adalah sebesar 1,81 dan 1,83 yaitu > 1, yang artinya setiap penggunaan biaya yang dikeluarkan usahatani sebesar Rp 1,00 maka usaha tambak polikultur kepiting-nila akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,81 per petani dan Rp 1,83 per ha sebagai hasil kegiatan usahatani ini, maka usaha polikultur tambak kepiting-ikan nila di daerah penelitian layak untuk diusahakan.

Selain itu menurut Butar-butar (2010), kelayakan suatu usaha dapat dilihat dari sisi produktivitas tenaga kerja. Berikut ini tabel Rata-rata produktivitas tenaga kerja pertahun didaerah penelitian:

Tabel 15. Nilai Rata-rata produktivitas Tenaga Kerja Usaha Tambak Polikultur Kepiting – Ikan Nila Per Petani dan Per Ha Selama 1 tahun(10 periode) di Daerah Penelitian

No Uraian Penerimaan Curahan

Tenaga Kerja Produktivitas Tenaga Kerja Tingkat Upah berlaku 1 Per Petani 549.590.395 837.99 663,664 500.000 2 Per Ha 3.578.010.857 5419.87 663,616 500.000

Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 12a dan 12b

Dari Tabel 15, dapat dilihat bahwa rata-rata penerimaan usaha tambak polikultur kepiting-ikan nila yaitu sebesar Rp. 549.590.395/petani dan Rp. 3.578.010.857/ha dan rata-rata curahan Tenaga kerja usaha tambak polikultur kepiting-ikan nila yaitu sebesar 837,99/petani dan 5419,87/ha maka, produktivitas tenaga kerja usaha tambak polikultur kepiting-nila di daerah penelitian adalah sebesar Rp 663.664/HKO per petani dan Rp 663.616/HKO per ha, maka produktivitas tenaga kerja usaha tambak polikultur kepiting-nila dapat dikatakan layak karena lebih besar dari tingkat upah yang berlaku yaitu sebesar Rp. 50.000 per tahun (Lampiran 12a-12b).

5.5. Pembahasan

Usaha tambak polikultur kepiting-nila semakin banyak diminati saat ini karena dalam usaha ini petambak mendapatkan keuntungan yang sangat besar. Melihat cerahnya bisnis ini, maka petambak tidak menutup kemungkinan tetap menjalankan usaha polikultur kepiting soka-ikan nila sebagai pencaharian yang dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarga.

Dengan keuntungan dan peminat yang besar, usaha polikultur kepiting soka – ikan nila telah menarik perhatian konsumen dan pemodal. Dimana, utamanya usaha tambak polikultur kepiting-nila ini membutuhkan waktu yang cukup cepat untuk dapat dihasilkan meskipun dengan modal yang sangat besar. Usaha tambak polikultur ini membutuhkan waktu 1 bulan untuk siap jual untuk kepiting sedangkan untuk ikan nila dapat dipanen dalam waktu 3-4 bulan, hingga mendapatkan nilai ekonomi yang tinggi dan juga merupakan bisnis yang menciptakan investasi berharga dimasa depan.

Keuntungan usaha atau pendapatan usaha tambak polikultur kepiting-ikan nila di daerah penelitian sangat berpengaruh terhadap ekspektasi petani tambak, karena keuntungan akan menjadi insentif bagi petambak dalam menjalankan usaha polikultur tambak kepiting-ikan nila ke depan nya, pada penelitian ini pendapatan usaha polikultur dilihat dari hasil pengurangan penerimaan usaha dengan biaya yang di keluarkan pada usaha ini, sesuai dengan pernyataan Sunaryo (2001) yang menyatakan bahwa Keuntungan adalah selisih antara total penerimaan (TR) dan total biaya (TC), pada daerah penelitian, rata-rata total pendapatan usaha tambak polikultur kepiting-nila di daerah penelitian selama 1 tahun adalah sebesar Rp 248.681.177/petani. Pendapatan petambak dari usaha tambak polikultur

kepiting-nila dapat dikatakan tinggi karena dilihat dari rata-rata pendapatan kepiting per tahun per petani yaitu sebesar Rp. 239,265,186 atau sebesar Rp. 23.926.518 per periode yaitu lebih besar dari pendapatan usaha tambak kepiting daerah lain sebesar Rp. 17.175.000 per periode. Sedangkan untuk pendapatan ikan nila yaitu sebesar Rp. 9,415,990 per tahun atau sebesar Rp. 4.707.995 per periode yaitu lebih besar dari pendapatan ikan nila daerah lain sebesar Rp. 3.584.400 per periode, Sehingga total pendapatan usaha tambak polikultur kepiting ikan nila pada daerah penelitian dapat dikatakan tinggi karena lebih besar dari pendapatan daerah lain maka hipotesis kedua yang menyatakan pendapatan usaha polikultur tambak kepiting-ikan nila di daerah penelitian adalah tinggi dapat diterima.

Dari ke 21 sampel di daerah penelitian keuntungan yang paling tinggi adalah sebesar Rp 466.687.333 per petani dan per ha sebesar Rp 1.960.502.000 dalam satu tahun (10 periode) (Lampiran 10a dan 10b). Tinggi rendahnya pendapatan petani tergantung pada jumlah produksi, harga jual dan jumlah biaya yang dikeluarkan oleh petani dalam kegiatan usaha tambak polikultur kepiting-nila di daerah penelitian.

Kelayakan usaha tambak polikultur kepiting-nila di daerah penelitian juga sangat berperan dalam menentukan peluang pengembangan usaha polikultur kepiting soka–ikan nila di masa yang akan datang, yaitu dengan menganalisis apakah layak atau tidak untuk dijalankan atau dikembangkan di daerah penelitian. Menurut Soekartawi (1995), Kelayakan usaha tambak polikultur kepiting-nila ini juga dapat dianalisis dengan menggunakan metode analisis R/C, yaitu perbandingan antara nilai penerimaan dengan total biaya produksi, tinggi rendahnya penerimaan dipengaruhi oleh kualitas, harga jual dan jumlah produksi. Semakin mahal harga

jual produksi tambak polikultur kepiting-nila dan semakin banyak jumlah produksi dan semakin baik kualitasnya maka semakin besar pula penerimaan usaha yang diperoleh petambak, begitu juga sebaliknya. Semakin banyaknya petani yang membudidayakan kepiting soka dan ikan nila di daerah penelitian, maka usaha tambak polikultur kepiting-nila layak untuk dikembangkan, dapat dilihat dari nilai rata-rata R/C seluruh sampel adalah sebesar 1,81/petani dan 1,83/ha. Nilai ini memiliki arti setiap penggunaan biaya yang dikeluarkan usahatani sebesar Rp 1,00 maka usaha tambak polikultur kepiting-nila akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,8.

Selain itu menurut Butar-butar (2010), kelayakan suatu usaha dapat dilihat dari sisi produktivitas tenaga kerja. Kelayakan usaha polikultur kepiting-ikan nila dianalisis dengan metode analisis produktivitas tenaga kerja, yaitu melihat perbandingan antar penerimaan dengan curahan tenaga kerja. Dilihat dari besarnya penerimaan yang diperoleh oleh petambak dibandingkan dengan curahan tenaga kerja yaitu sebesar Rp 663.664/HKO per petani dan Rp 663.616/HKO per ha dimana nilai tersebut lebih besar dari tingkat upah yang berlaku yaitu sebesar Rp 50.000 per HKO sehingga usaha tambak ini merupakan usaha yang layak untuk diusahakan dan dikembangkan. Melihat besarnya hasil perbandingan maka dengan demikian, hipotesis kedua yang menyatakan usaha tambak polikultur kepiting-nila adalah layak untuk diusahakan di daerah penelitian, dapat diterima.

Dokumen terkait