• Tidak ada hasil yang ditemukan

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA

6.6. Analisis Pendapatan Usahatani Belimbing Dewa

Analisis pendapatan usahatani belimbing dewa terdiri atas analisis pendapatan tunai dan analisis pendapatan total. Untuk komponen biaya, pada analisis pendapatan ini dibagi menjadi dua kelompok, yakni biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai terdiri atas biaya sarana produksi seperti biaya pupuk dan biaya pestisida, tangga, kertas karbon, biaya tenaga kerja yang berasal dari luar keluarga (TKLK) serta biaya pajak lahan dan sewa lahan. Sedangkan yang termasuk biaya diperhitungkan antara lain biaya penyusutan dan biaya tenaga kerja yang berasal dari dalam keluarga (TKDK). Pada akhir analisis pendapatan akan dilakukan perhitungan terhadap nilai R/C rasio atau nilai imbangan antara penerimaan dan biaya yang merupakan perbandingan antara penerimaan kotor yang diterima usahatani belimbing dewa dari setiap rupiah yang dikeluarkan dalam proses produksi.

Tabel 24. Analisis Pendapatan Usahatani Belimbing DewaTahun 2007 dan 2010 Uraian 2007 2010 Penerimaan Tunai Rp % Rp % Tanpa Grade 8.426.155 99,22 1.672.626 22,01 Grade A - - 4.408.480 58,02 Grade B - - 1.241.471 16,34 Grade C - - 198.616 2,61

Total Penerimaan Tunai 8.426.155 7.521.193

Penerimaan diperhitungkan 65.920 0,78 77.044 1,01 Total Penerimaan 8.492.076 100,00 7.598.237 100,00 Biaya Tunai Pupuk Kandang 229.339 6,47 278.455 7,24 Pupuk NPK 104.838 2,96 127.364 3,31 Ppupuk Urea 58.311 1,64 66.629 1,73 Pupuk Ganadasil 181.348 5,11 137.496 3,57 Curacron 280.409 7,91 192.260 5,00 Decis 209.094 5,90 182.214 4,74 Petrogenol 15.080 0,43 22.371 0,58 Tangga 71.156 2,01 73.760 1,92 Kertas Karbon 368.603 10,39 170.282 4,43 TKLK 1.494.411 42,14 1.937.622 50,37 Pajak Lahan 47.915 1,35 53.030 1,38 Sewa Lahan 240.507 6,78 307.311 7,99 Bagi Hasil 245.197 6,91 297.733 7,74

Total Biaya Tunai 3.546.209 100,00 3.846.528 100,00

Biaya Diperhitungkan TKDK 1.565.440 87,76 1.970.182 76,92 Penyusutan 218.283 12,24 591.068 23,08 Total Biaya Diperhitungkan 1.783.723 100,00 2.561.250 100,00 Total Biaya 5.329.932 6.407.777 Pendapatan Tunai 4.879.946 3.674.665 Pendapatan Total 3.162.143 1.190.460 R/C Tunai 2,38 1,96 R/C Total 1,59 1,19

Perhitungan pendapatan usahatani diperoleh dari selisih antara penerimaan dengan biaya usahatani. Analisis pendapatan usahatani belimbing dewa tahun 2007 dan 2010 dapat dilihat pada Tabel 24. Pendapatan tunai dan pendapatan total petani pada tahun 2007 lebih besar dari tahun 2010. Hal ini diakibatkan pada

dan cuaca yang tidak menentu. Jika dilihat dari besarnya biaya, biaya tunai yang dikeluarkan petani pada tahun 2010 (Rp.3.846.528) lebih besar dari tahun 2007 (Rp.3.546.209). Besarnya biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani responden pada tahun 2010 diakibatkan peningkatan harga input produksi pada tahun 2010.

Dari Tabel 24, dapat dketahui komponen penyusun biaya tunai pada tahun 2010 selalu lebih besar dari tahun 2007, kecuali untuk biaya kertas karbon. Hal ini dikarenakan pada tahun 2010 banyak petani yang beralih menggunakan plastik mulsa dikarenakan semakin langkanya kertas karbon yang beredar di pasar. Selain itu banyak petani yang beralih menggunakan plastik mulsa karena penggunaannya yang dapat digunakan sebanyak sembilan kali musim panen, berbeda dengan kertas karbon yang hanya dapat dipakai sebanyak tiga kali musim panen.

Persentase biaya tunai terbesar pada tahun 2007 dan 2010 adalah biaya TKLK yaitu sebesar 42,14 persen untuk tahun 2007 dan 50,37 persen untuk tahun 2010. Dalam usahatani belimbing dewa, input tenaga kerja adalah input yang penting terutama untuk kegiatan pembungkusan dan penjarangan buah, sehingga biaya TKLK memiliki proporsi yang besar dari seluruh biaya tunai usahatani belimbing dewa.

Untuk biaya diperhitungkan, persentase biaya terbesar adalah biaya TKDK yaitu sebesar 89,18 persen untuk tahun 2007 dan untuk tahun 2010 adalah sebesar 71,75 persen. Pada budidaya belimbing dewa, input tenaga kerja merupakan input terbesar karena untuk kegiatan sanitasi dan penyemprotan memerlukan waktu yang lama sehingga biaya TKDK memiliki proporsi yang sangat besar dari biaya diperhitungkan dalam usahatani belimbing dewa. Untuk biaya penyusutan terjadi peningkatan pada tahun 2010 menjadi Rp. 775.537 dari semula sebesar Rp.189.886 (tahun 2007). Peningkatan biaya penyusutan pada tahun 2010 terjadi karena pada tahun 2010 banyak petani yang beralih menggunakan plastik mulsa. Selain itu, pada tahun 2010 petani menggunakan dana yang diperoleh dari kredit untuk membuat sumur dan membeli mesin penyemprot yang baru.

Hasil analisis R/C ratio pada tahun 2007 dan 2010 memiliki penerimaan usahatani yang lebih besar dibandingkan dengan biaya usahatani. Nilai R/C rasio atas biaya tunai petani responden pada tahun 2007 dan 2010 masing-masing adalah 2,38 dan 1,96. Ini berarti dari setiap satu rupiah yang dikeluarkan oleh

petani dapat menghasilkan penerimaan sebesar Rp. 2,38 untuk tahun 2007 dan Rp.1,96 untuk tahun 2010. Sedangkan untuk R/C ratio atas biaya total pada tahun 2007 adalah sebesar 1,60 dan sebesar 1,15 untuk tahun 2010. Hal ini dapat diartikan bahwa untuk setiap satu rupiah yang dikeluarkan oleh petani untuk usahatani belimbing ini, dapat menghasilkan penerimaan untuk tahun 2007 dan 2010 sebesar Rp. 1,60 dan Rp. 1,15.

Berdasarkan nilai R/C rasio tersebut, usahatani belimbing dewa dapat dikatakan layak untuk dijalankan karena memiliki nilai R/C ratio yang lebih besar dari satu. Pengaruh kredit PKBL di lokasi penelitian belum memberikan dampak yang terlalu besar terhadap pendapatan usahatani petani responden. Hal ini disimpulkan dari besarnya nilai R/C rasio petani responden setelah menerima kredit (tahun 2010) yang lebih kecil dari R/C rasio sebelum menerima kredit (tahun 2007). Namun, berkurangnya R/C rasio yang diperoleh petani pada tahun 2007 disebabkan oleh serangan HPT dan kondisi cuaca yang tidak baik seperti hujan dan angin. Sehingga banyak petani yang mengalami gagal panen pada tahun 2010.

Nilai R/C rasio yang diperoleh dari perhitungan analisis pendapatan usahatani Belimbing Dewa pada tahun 2007 (sebelum kredit) dan 2010 (sesudah kredit) akan diuji secara statistik dengan menggunakan uji-t berpasangan. Pengujian ini bertujuan untuk melihat ada atau tidak hubungan antara nilai R/C rasio sebelum dan sesudah adanya kredit PKBL, apakah nilai R/C rasio sebelum dan sesudah menerima kredit yang diperoleh sama atau berbeda (lebih besar atau lebih kecil).

Rata-rata R/C rasio tunai tahun 2007 adalah sebesar2,42 sedangkan untuk tahun 2010rata-rata R/C rasio tunai petani responden turun menjadi 1,98 (Lampiran 4). Hal ini dikarenakan pada tahun 2010 petani mengalami penurunan jumlah panen akibat serangan HPT dan cuaca buruk seperti angin dan hujan. Dari hasil uji berpasangan dapat dilihat bahwa rata-rata perbedaan antara R/C rasio tunai pada tahun 2007 dan 2010 adalah menurun sebesar 0,43. Output tersebut menghasilkan nilai Sig (2 tailed) sebesar 0,002. Karena nilai sig < α (0,05) maka dapat diartikan secara statistik bahwa rata-rata pendapatan sebelum dan sesudah

disimpulkan bahwa adanya kredit PKBL tidak mempengaruhi peningkatan pendapatan pada petani melainkan terjadinya penurunan pendapatan. Namun, penurunan pendapatan usahatani ini bukan dikarenakan pengaruh dari kredit PKBL melainkan akibat dari penurunan jumlah produksi belimbing dewa yang diakibatkan oleh serangan HPT dan cuaca buruk pada tahun 2010.

Hasil uji berpasangan untuk R/C rasio total juga dapat dilihat pada Lampiran 4. Nilai rata-rata R/C rasio total pada tahun 2007 adalah sebesar 1,57 dan untuk tahun 2010 adalah sebesar 1,18. Penurunan nilai rata-rata R/C total sebesar ini dikarenakan terjadinya penurunan jumlah produksi dari petani petani. Penurunan jumlah produksi ini diakibatkan meningkatnya serangan HPT dan perubahan cuaca buruk. Dari hasil uji berpasangan untuk R/C rasio total, diketahui nilai signifikansi kurang dari α (0,000). Hal ini dapat diartikan bahwa secara statistik rata-rata pendapatan sebelum dan sesudah menerima kredit mengalami perubahan atau berpengaruh nyata. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terjadi perubahan yang nyata terhadap R/C total petani responden, yaitu terjadi penurunan pendapatan.

Apabila dilihat dari hasil uji berpasangan untuk R/C rasio atas biaya tunai maupun atas biaya total, pengaruh kredit terhadap usahatani belimbing dewa dapat dikatakan tidak mempengaruhi peningkatan produksi. Namun, apabila tidak terdapat kredit pada tahun 2010, ada kemungkinan R/C rasio yang diperoleh petani responden lebih kecil dari hasil yang diperoleh saat ini. apabila petani tidak memperoleh kredit pada tahun 2010.

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI USAHATANI

Dokumen terkait