• Tidak ada hasil yang ditemukan

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.4. Konsep Pendapatan Usahatan

Dalam melakukan analisis usahatani, ada tiga variabel yang perlu diketahui yaitu penerimaan, biaya dan pendapatan. Cara analisis terhadap tiga variabel ini sering disebut dengan analisis anggaran arus uang tunai (cashflow

jual, biaya usahatani adalah semua pengeluaran yang dipergunakan dalam suatu usahatani, sedangkan yang dimaksud dengan pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan pengeluaran (Soekartawi 1995).

Hernanto (1989) mengungkapkan bahwa biaya produksi dalam usahatani dapat dibedakan menjadi:

1) Berdasarkan jumlah output yang dihasilkan, biaya terdiri atas:

1. Biaya tetap adalah biaya yang besar kecilnya tidak tergantung pada besar kecilnya produksi, misalnya pajak tanah, sewa tanah, penyusutan alat-alat bangunan pertanian dan bunga pinjaman.

2. Biaya variabel adalah biaya yang berhubungan langsung dengan jumlah produksi, misalkan pengeluaran untuk bibit, pupuk, obat-obatan dan biaya tenaga kerja.

2) Berdasarkan yang langsung dikeluarkan dan diperhitungkan terdiri:

1. Biaya tunai adalah biaya tetap dan biaya variabel yang dibayar tunai. Biaya tetap misalnya pajak tanah dan bunga pinjaman, sedangkan biaya variabel misalnya pengeluaran untuk bibit, pupuk, obat-obatan dan tenaga luar keluarga. Biaya tunai ini berguna untuk melihat pengalokasian modal yang dimiliki oleh petani.

2. Biaya tidak tunai (diperhitungkan) adalah biaya penyusutan alat-alat pertanian, sewa lahan milik sendiri (biaya tetap) dan tenaga dalam keluarga (biaya variabel). Biaya tidak tunai ini untuk melihat bagaimana manajemen suatu usahatani.

Pendapatan usahatani terbagi atas pendapatan tunai usahatani dan pendapatan total usahatani. Pendapatan kotor mengukur pendapatan kerja petani tanpa memasukkan biaya yang diperhitungkan sebagai komponen biaya. Pendapatan tunai usahatani merupakan selisih antara penerimaan usahatani dengan biaya tunai usahatani. Sedangkan pendapatan total usahatani mengukur pendapatan kerja petani dari seluruh biaya usahatani yang dikeluarkan. Pendapatan bersih usahatani diperoleh dari selisih penerimaan usahatani dengan biaya total usahatani.

Selain itu untuk mengetahui tingkat keuntungan dari suatu kegiatan usahatani dapat juga dilakukan analisis R/C ratio yang menunjukkan besar

penerimaan usahatani yang akan diperoleh petani untuk setiap rupiah yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani. Semakin besar nilai R/C maka semakin besar pula penerimaan yang diperoleh untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa kegiatan usahatani yang dilakukan tersebut menguntungkan dan layak untuk diusahakan.

Kegiatan usahatani dapat dikatakan layak apabila nilai R/C ratio lebih besar dari satu, artinya setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar daripada tambahan biaya sehingga dapat disimpulkan bahwa kegiatan usahatani tersebut menguntungkan. Sebaliknya apabila nilai R/C ratio lebih kecil dari satu, artinya setiap tambahan biaya menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih kecil sehingga kegiatan usahatani dikatakan tidak menguntungkan. Sedangkan jika nilai R/C ratio sama dengan satu, maka kegiatan usahatani memperoleh keuntungan normal.

3.2. Kerangka Operasional

Upaya Pemerintah Kota Depok untuk mengembangkan belimbing dewa sebagai ikon Kota Depok pada kenyataannya masih menemukan kendala dan permasalahan. Permasalahan yang dihadapi salah satunya adalah kapasitas produksi yang masih rendah. Hal ini dikarenakan lahan yang semakin terbatas, penerapan teknologi yang belum optimal, serta kurangnya modal yang dimiliki oleh petani. Keterbatasan modal serta sulitnya aksesibilitas petani terhadap kredit merupakan salah satu penyebab kurang optimalnya penerapan teknologi yang dilakukan oleh petani belimbing. Pemerintah Kota Depok mengupayakan akses kredit yang mudah bagi petani belimbing dewa di Kota Depok yaitu dengan bekerja sama dengan Bank Mandiri untuk penyalurannya.

Tujuan diadakannya kredit PKBL ini adalah untuk dapat meningkatkan modal usahatani sehingga petani dapat meningkatkan penggunaan input maupun teknologi dalam budidaya Belimbing Dewa. Peningkatan penggunaan input dan teknologi yang dilakukan oleh petani diharapkan mampu meningkatkan produksi Belimbing Dewa sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani Belimbing Dewa. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kredit terhadap

menganalisisi pengaruh kredit, penelitian ini dilakukan dengan cara membandingkan tingkat pendapatan usahatani belimbing petani sebelum menerima kredit dengan pendapatan petani setelah menerima kredit.

Dalam memproduksi belimbing dewa, petani menggunakan beberapa faktor produksi. Faktor-faktor produksi yang diduga berpengaruh dalam produksi Belimbing Dewa antara lain adalah pupuk kandang, pupuk NPK, pupuk urea, pupuk gandasil, pestisida, tenaga kerja, dan dummy kredit. Untuk memperoleh faktor-faktor produksi tersebut, petani akan dibebankan sejumlah biaya. Sedangkan dari produksi belimbing yang dihasilkan akan diperoleh penerimaan. Selisih dari penerimaan yang diterima petani dan biaya yang dikeluarkan disebut dengan pendapatan. Dalam penelitian ini akan dilakukan analisis pendapatan yang pada akhirnya akan dihasilkan tingkat pendapatan usahatani dan imbangan penerimaan dan biaya yang diperoleh petani belimbing dewa sebelum dan setelah menerima kredit. Selain analisis pendapatan, penelitian ini juga menganalisis faktor-faktor produksi apa saja yang berpengaruh terhadap produksi Belimbing Dewa sehingga akan dilakukan juga analisis fungsi produksi.

Dari hasil analisis pendapatan dan analisis fungsi produksi dapat disimpulkan mengenai pengaruh kredit terhadap usahatani belimbing dewa di Kota Depok. Alur kerangka pemikiran operasional dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Alur Kerangka Pemikiran Operasional Pengaruh Kredit terhadap Pendapatan dan Produksi Belimbing Dewa di Kota Depok

Peningkatan Modal Usahatani Belimbing Dewa Pengaruh Kredit Faktor –faktor yang mempengaruhi produksi: 1. Pupuk Kandang 2. Pupuk NPK 3. Pupuk Urea 4. Pestisida 5. Gandasil 6. Tenaga Kerja 7. Dummy kredit Analisis Usahatani Harga Output Output Penerimaan Harga Input Faktor Produksi (Input) Biaya Produksi

Tingkat Pendapatan dan Produksi sebagai Pengaruh

IV METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Pancoran Mas dan Kelurahan Rangkepan Jaya, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan Kelurahan Pancoran Mas dan Kelurahan Rangkepan Jaya merupakan lokasi petani yang tergabung dalam kelompok tani Sarijaya. Kelompok Tani Sarijaya merupakan kelompok tani yang memiliki jumlah petani terbanyak yang menerima kredit PKBL. Pelaksanaan kegiatan pengambilan data dilakukan sejak bulan Mei 2011 – Juli 2011.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Pengumpulan data an informasi dalam penelitian ini dilakukan dengan dua cara, yaitu:

1) Data primer, berupa informasi yang didapat secara langsung dari petani responden. Data yang diperoleh dari responden meliputi identitas responden, karakteristik responden, biaya usahatani yang dikeluarkan dalam satu satu tahun, serta produksi belimbing dewa dalam satu tahun. Selain itu, data primer juga diperoleh melalui wawancara dengan petugas Dinas Pertanian Kota Depok serta Penyuluh Pertanian.

2) Data sekunder, berupa data yang diperoleh dari beberapa sumber antara lain Dinas Pertanian Kota Depok dan Pemasaran Buah dan Olahan Belimbing Dewa Depok (PKPBDD).

4.3. Metode Penentuan Sampel

Pemilihan petani responden dilakukan secara random sampling dari populasi petani yang ada di lokasi penelitian. Teknik sampling ini digunakan dengan alasan populasi petani bersifat homogen sehingga semua petani dalam populasi memiliki kesempatan yang sama untuk diambil sebagai sampel dalam penelitian ini. Petani responden berasal dari Kelompok Tani Sarijaya di Kelurahan Pancoran Mas dan Kelurahan Rangkepan Jaya yang menerima kredit PKBL. Daftar nama petani diperoleh dari ketua Kelompok Tani Sarijaya. Dari total 61

petani yang menerima kredit PKBL, 33 petani dijadikan responden dalam penelitian ini.

4.4. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara langsung kepada responden dengan menggunakan alat bantu kuesioner. Kuesioner tersebut berisi pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan kepada responden dengan harapan dapat memperoleh informasi-informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Responden dalam penelitian ini adalah petani belimbing dewa anggota Kelompok Tani Sarijaya yang memperoleh dana kredit PKBL.

4.5. Metode Pengolahan Data

Data yang terkumpul akan dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan gambaran umum lokasi penelitian, karakteristik petani, gambaran umum usahatani belimbing dewa di lokasi penelitian. Analisis kuantitatif yang dilakukan pada penelitian ini antara lain adalah analisis pendapatan usahatani, analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C rasio) serta analisis fungsi produksi. Data yang dianalisis secara kuantitatif akan diolah dengan bantuan program Microsoft Excel 2007, SPSS 17.0

for windows dan Minitab 15.0 for windows kemudian disajikan secara tabulasi dan diintrepetasikan serta diuraikan secara deskriptif.

4.5.1. Analisis Pendapatan Usahatani dan R/C Ratio

Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan biaya yang telah dikeluarkan. Pendapatan usahatani dibedakan menjadi dua yaitu pendapatan atas seluruh biaya tunai yang disebut sebagai pendapatan tunai dan pendapatan atas biaya total yang sering disebut sebagai pendapatan total. Tingkat pendapatan usahatani dapat dinyatakan dalam persamaan matematika sebagai berikut :

Itunai= NP - BT

Keterangan :

Itunai = Tingkat pendapatan bersih tunai Itotal = Tingkat pendapatan bersih total

NP = Nilai produk, merupakan hasil perkalian jumlah output dengan harga BT = Biaya tunai

BD = Biaya diperhitungkan

Analisis pendapatan usahatani selalu disertai dengan pengukuran efisiensi pendapatan usahatani. Untuk mengetahui efisiensi suatu usahatani terhadap penggunaan satu unit input dapat digambarkan oleh nilai rasio penerimaan dan biaya yang merupakan perbandingan antara penerimaan kotor yang diterima usahatani dari setiap rupiah yang dikeluarkan dalam proses produksi atau yang biasa dikenal dengan analisis imbangan penerimaan dan biaya atau analisis R/C rasio. Perhitungan R/C rasio dapat dirumuskan sebagai berikut :

R/C rasio atas biaya tunai = R/C rasio atas biaya total =

Keterangan:

Y = Total Produksi Py = Harga Produk BT = Biaya Tunai

BD = Biaya Diperhitungkan

Usahatani dapat dikatakan menguntungkan apabila nilai R/C rasio lebih besar dari satu, hal ini menunjukkan bahwa kegiatan usahatani memberikan penerimaan yang lebih besar dari biaya yang dikeluarkan. Semakin besar nilai R/C rasio, semakin menguntungkan usahatani tersebut.

4.5.2. Uji-t Berpasangan (Paired t-Test)

Analisis Paired t-Test digunakan untuk menguji apakah terdapat perbedaan pendapatan petani Belimbing Dewa sesudah menerima kredit PKBL. Pertimbangan yang dilakukan yaitu:

H0 : X2 – X1 = 0 H1 : X2 – X1 ≠ 0

Dimana:

H0 = Rata-rata kondisi sebelum dan sesudah menerima kredit adalah sama (tidak berpengaruh nyata)

H1 = Rata-rata kondisi sebelum dan sesudah menerima kredit adalah tidak sama (berpengaruh nyata)

Dasar pengambilan keputusan dilakukan dengan membandingkan nilai P-

value dengan nilai α, yaitu jika probabilitas atau P-value> α, maka terima H0, tetapi jika P-value> α, maka tolak H0. Besarnya selang kepercayaan (α) yang akan

menjadi batas penerimaan maupun penolakan H0 adalah 0,05.

4.5.3. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi

Soekartawi (1994) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan analisis fungsi produksi adalah analisis atau pendugaan hubungan kuantitatif antara masukan (input) dan produksi (output). Ada berbagai macam bentuk aljabar fungsi produksi, diantaranya adalah fungsi produksi linear, kuadratik (polinominal kuadratik), eksponensial, CES (Constant Elasticity of Substitution), Transcendental dan Translog. Ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam memilih bentuk aljabar fungsi produksi, yaitu:

1) Bentuk fungsi produksi harus dapat menggambarkan dan mendekati keadaan yang sebenarnya.

2) Bentuk aljabar fungsi produksi yang dipakai harus mudah diukur atau dihitung secara statistik.

3) Fungsi produksi itu dapat dengan mudah diartikan, khususnya arti ekonomi dari parameter yang menyusun fungsi produksi tersebut.

Sistematika yang lazim diikuti dalam pembentukan model (model building) fungsi produksi menurut Soekartawi (1994) adalah sebagai berikut : 1. Menentukan variabel yang difungsikan sebagai variabel yang dijelaskan (Y)

2. Menetapkan variabel X sebanyak yang relevan dengan teori dan logik bahwa memang variabel X tersebut diduga mempengaruhi Y.

3. Membuat diagram sebaran titik (scatter diagram) antara masing-masing X dan Y.

4. Menetapkan variabel X yang mempunyai hubungan (korelasi) relatif tinggi dengan Y dan menetapkan bahwa X tersebut dipakai pada model.

5. Menetapkan bentuk fungsi produksi yang akan dipakai. Model fungsi produksi yang ditetapkan harus didasarkan pada sebaran titik yang diperoleh pada diagram sebaran titik tersebut.

Model penduga fungsi produksi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Fungsi Produksi Cobb Douglas. Fungsi Cobb Douglas merupakan suatu fungsi yang melibatkan dua atau lebih variabel (Soekartawi 2002). Ada tiga alasan pokok mengapa fungsi Cobb Douglas lebih sering digunakan, yaitu :

1. Penyelesaian fungsi Cobb Douglas relatif lebih mudah dibandingkan dengan fungsi lain. Fungsi Cobb Douglas dapat dengan mudah ditransfer ke bentuk linear.

2. Hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb Douglas akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus juga menunjukkan besaran elastisitas.

3. Besaran elastisitas tersebut sekaligus menunjukkan besaran returns to scale.

Secara matematis fungsi produksi Cobb Douglas dapat ditulis sebagai berikut :

Y = aX1b1X2b2… Xibi eu

Untuk memudahkan pendugaan terhadap persamaan maka persamaan tersebut diubah menjadi bentuk linear berganda dengan cara melogaritmakan persamaan tersebut dan dapat dituliskan sebagai berikut :

Keterangan :

Y : Produksi Belimbing Dewa (kg) X1 : Pupuk Kandang (kg)

X2 : Pupuk NPK (kg) X3 : Pupuk Urea (kg) X4 : Pupuk Gandasil (kg) X5 : Pestisida (liter) X6 : Tenaga Kerja (HOK)

D1 : Dummy: 2= sesudah kredit dan 1= sebelum kredit a, b, c : Koefisien yang akan diduga

u : sisa (residual)

Penyelesaian fungsi Cobb Douglas selalu dilogaritmakan dan diubah dalam bentuk fungsi linear, sehingga Soekartawi (2002) menyatakan bahwa penggunaan fungsi produksi Cobb Douglas harus memenuhi beberapa persyaratan diantaranya adalah :

1. Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol, sebab logaritma dari nol adalah suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui (infinite)

2. Harus memenuhi asumsi bahwa tidak ada perbedaan teknologi pada setiap pengamatan (non neutral difference in the respective technologies). Artinya jika fungsi Cobb Douglas yang digunakan sebagai model dalam suatu pengamatan dan jika diperlukan analisis yang memerlukan lebih dari satu model maka perbedaan antar model terletak pada intercept dan bukan pada

slope model tersebut.

3. Tiap variabel X adalah perfect competition.

4. Perbedaan lokasi (pada fungsi produksi) seperti iklim adalah sudah tercakup pada faktor kesalahan (u).

Faktor-faktor produksi yang diduga berpengaruh terhadap produksi belimbing dewa yaitu pupuk kandang, pupuk NPK, pupuk urea, pupuk gandasil, pestisida, tenaga kerja, dan dummy kredit. Tenaga kerja yang dimaksud dalam

belimbing dewa, baik yang berasal dari dalam keluarga maupun luar keluarga. Variabel-variabel tersebut kemudian akan dicoba ke dalam model penduga fungsi produksi. Pengujian hipotesis secara statistik dilakukan untuk hasil regresi dari model fungsi produksi yang dihasilkan dari pengolahan data. Dari analisis regresi akan diperoleh besarnya nilai t-hitung, F-hitung dan koefisien determinasi (R2).

Nilai t-hitung digunakan untuk menguji secara statistik apakah koefisien regresidari masing-masing parameter bebas (Xi) yang dipakai secara terpisah berpengaruh nyata atau tidak terhadap parameter tidak bebas (Y). Apabila nilai |thitung| lebih besar dari t-tabel berarti parameter yang diuji berpengaruh nyata terhadap parameter tidak bebas dan bila |t-hitung| lebih kecil dari t-tabel berarti parameter yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap parameter bebas.

Nilai F-hitung digunakan untuk melihat apakah parameter bebas (X) yang digunakan secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap parameter tidak bebas (Y), atau dengan kata lain apakah model penduga yang digunakan sudah layak untuk menduga parameter dalam fungsi produksi. Bila F-hitung lebih besar dari F-tabel maka secara bersama-sama parameter bebas berpengaruh nyata terhadap parameter tidak bebas. Sedangkan nilai R2 digunakan untuk melihat sampai sejauh mana keragaman yang diterangkan oleh parameter bebas (X) terhadap parameter tidak bebas (Y).

Pengujian hipotesis yang dilakukan adalah sebagai berikut : a. Pengujian terhadap model penduga

Tujuan dari pengujian terhadap model penduga ini adalah untuk mengetahui apakah model penduga yang diajukan sudah layak untuk menduga parameter dan fungsi produksi.

Hipotesis :

H0: b1= b2= … = bi = 0

H1 : paling tidak ada satu bi ≠0

Pada pengujian terhadap model penduga ini, uji statistik yang digunakan adalah uji F, yaitu :

F-tabel = Fα(k-1,n-k) Keterangan :

R2 = Koefisien determinasi

k = Jumlah variabel termasuk intersep n = Jumlah pengamatan

Kriteria Uji :

|F-hitung| >Fα(k-1,n-k), maka tolak H0 |F-hitung| <Fα(k-1,n-k), maka terima H0

Apabila nilai |F-hitung| lebih besar dari F-tabel (tolak H0) berarti secara bersama-sama parameter bebas dalam proses produksi mempunyai pengaruh yang nyata terhadap hasil produksi (Y). Sebaliknya jika |F-hitung| lebih kecil dari F- tabel (terima H0) berarti secara bersama-sama parameter bebas dalam proses produksi tidak berpengaruh nyata terhadap hasil produksi (Y). Untuk memperhitungkan pengujian, maka perlu dihitung besarnya nilai koefisien determinasi (R2), yang bertujuan untuk mengetahui berapa jauh keragaman yang dapat diterangkan oleh parameter bebas yang terpilih terhadap parameter tidak bebas (Y). Koefisien determinasi dapat dirumuskan sebagai berikut :

Keterangan:

Σei2 = jumlah kuadrat unsur sisa (galat) Σyi2 = jumlah kuadrat total

b. Pengujian untuk masing-masing parameter

Hipotesis : H0: bi = 0 H1 : bi≠0

Uji statistik yang digunakan adalah uji t, yaitu :

t-tabel = tα/2(n-k) Keterangan :

bi = parameter penduga

Se (bi) = parameter penduga dari unsur sisa n = jumlah pengamatan

k = jumlah koefisien regresi dugaan Kriteria uji :

|t-hitung| >tα/2(n-k), maka tolak H0 |t-hitung| <tα/2(n-k), maka terima H0

Jika |t-hitung| lebih besar dari t-tabel (tolak H0) maka parameter yang diuji (faktor produksi) berpengaruh nyata terhadap parameter tidak bebas (hasil produksi). Sebaliknya |t-hitung| lebih kecil dari t-tabel (terima H0) berarti parameter yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap parameter tak bebas.

Metode penduga yang digunakan adalah metode kuadrat terkecil atau

Ordinary Least Square (OLS), sehingga ada beberapa asumsi yang harus dipenuhi. Kelayakan model diuji berdasarkan asumsi OLS yaitu multikolinearitas, homoskedastisitas dan normalitas error. Peubah bebas yang dilibatkan dalam model fungsi produksi belimbing dewa petani responden cukup banyak. Peubah- peubah bebas tersebut seharusnya saling bebas satu dengan yang lain sehingga model yang diperoleh tidak bias. Keterkaitan atau hubungan antar peubah bebas dikenal dengan istilah multikolinearitas. Uji multikolinearitas dilakukan dengan pendekatan Varians Inflation Factors (VIF). Nilai VIF digunakan sebagai indikator dalam uji tersebut. Nilai VIF lebih besar dari 10 berarti terdapat kolinear

antar peubah bebas (Gujarati 1978). Untuk mengetahui adanya autokorelasi dapat dilakukan dengan uji Durbin-Watson. Apabila nilai d mendekati 2, maka dapat dikatakan bahwa tidak terdapat autokorelasi pada komponen error. Asumsi OLS tentang heteroskedastisitas dan normalitas sisaan diuji dengan pendekatan grafis.

Dalam penelitian ini, hipotesis faktor-faktor yang diduga mempengaruhi jumlah produksi Belimbing Dewa petani Belimbing Dewa di Kota Depok adalah: 1. Pupuk kandang, diduga berpengaruh positif terhadap produksi belimbing

dewa. Hal ini dikarenakan pupuk kandang memiliki fungsi untuk menambah dan memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah.

2. Pupuk NPK, diduga berpengaruh positif terhadap produksi belimbing dewa. Hal ini dikarenakan pupuk NPK memiliki fungsi untuk pertumbuhan tunas dan buah belimbing.

3. Pupuk Urea, diduga berpengaruh negatif terhadap produksi belimbing dewa. Hal ini dikarenakan pupuk urea pada dasarnya bukan merupakan pupuk yang dianjurkan dalam SOP belimbing dewa di Kota Depok sehingga penggunaan pupuk urea diduga berpengaruh negatif terhadap produksi belimbing dewa. 4. Pupuk gandasil diduga berpengaruh positif terhadap produksi belimbing

dewa. Pendugaan ini diperoleh dari hasil penelitian Yulistia (2009) yang menyatakan bahwa pupuk gandasil berpengaruh positif terhadap produksi belimbing dewa. Hal ini dikarenakan pupuk gandasil berfungsi untuk merangsang pertumbuhan bunga sehingga meningkatnya penggunaan gandasil akan meningkatkan produksi belimbing dewa.

5. Pestisida diduga berpengaruh positif terhadap produksi belimbing dewa. Hal ini dikarenakan pestisida memiliki fungsi untuk mengendalikan HPT yang dapat mengakibatkan gagal panen sehingga penggunaan pestisida dapat mengurangi risiko gagal panen. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Zamani (2008) dan Yulistian (2009).

6. Tenaga kerja diduga berpengaruh positif terhadap produksi belimbing dewa. Menurut hasil penelitian Zamani (2008) dan Yulistian (2009), dalam usahatani belimbing dewa diperlukan banyak tenaga kerja. Salah satu fungsi tenaga kerja ini adalah untuk mengurangi risiko serangan hama, yaitu melalui

kegitan pembungkusan. Semakin banyak tenaga kerja yang digunakan dapat berpengaruh pada jumlah produksi belimbing dewa yang semakin meningkat. 7. Kredit PKBL diduga berpengaruh positif terhadap produksi belimbing dewa. Pendugaan ini diperoleh dari hasil penelitian Perdana (2008) dan Pratiwi (2009). Dalam penelitiannya, Perdana (2008) dan Pratiwi (2009) menyatakan bahwa pendapatan petani setelah menerima kredit mengalami peningkatan.

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1. Keadaan Umum, Geografis dan Iklim Kota Depok

Letak geografis Kota Depok berada pada 6,19 sampai 6,28 derajat Lintang Selatan dan 106,43 derajat Bujur Timur. Kota Depok merupakan daerah bentangan dengan dataran rendah perbukitan dengan ketinggian antara 50 sampai 140 meter di atas permukaan laut dan kemiringan lerengnya kurang dari 15 persen. Bentuk kemiringan wilayah ini sangat menentukan jenis penggunaan lahan diantaranya untuk keperluan pemukiman, industri dan pertanian. Kota Depok beribukota di Kecamatan Pancoran Mas, dengan luas wilayah 200,29 kilometer persegi. Kota Depok memiliki batas geografis diantaranya:

1. Sebelah Utara: Kecamatan Ciputat, Kabupaten Tangerang dan wilayah Kecamatan Pasar Minggu, Pasar Rebo, Cilandak, Propinsi DKI Jakarta.

2. Sebelah Timur: Kecamatan Pondok Gede, Kabupaten Bekasi dan Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor.

3. Sebelah Selatan: Kecamatan Cibinong dan Kecamatan Bojong Gede, Kabupaten Bogor.

4. Sebelah Barat: Kecamatan Parung dan Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor.

Kondisi iklim di daerah Depok relatif sama. Wilayah Kota Depok termasuk beriklim tropis dengan perbedaan curah hujan cukup kecil yang dipengaruhi oleh angin muson. Musim kemarau jatuh pada periode April sampai September dan musim penghujan jatuh pada periode Oktober sampai Maret. Curah hujan rata-rata bulanan di Kota Depok sebesar 327 millimeter dan banyaknya hari hujan dalam satu bulan berkisar 10 sampai 20 hari. Kondisi iklim Depok yang tropis dan kadar curah hujan yang kontinu sepanjang tahun, mendukung pemanfaatan lahan di Kota Depok sebagai lahan pertanian. Temperatur rata-rata harian di Kota Depok 24,3 sampai 33 derajat Celcius.

Kelembaban udara rata-rata 82 persen, penguapan udara rata-rata 3,9 millimeter per tahun, kecepatan angin rata-rata 3,3 knot dan penyinaran matahari

Dokumen terkait