• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Penerapan Kurikulum Sistem Mayor-Minor di Institut

IV. METODOLOGI PENELITIAN

5.5. Analisis Penerapan Kurikulum Sistem Mayor-Minor di Institut

1. Persepsi Mahasiswa terhadap Penerapan Kurikulum Sistem Mayor-Minor Sistem mayor-minor merupakan sistem yang didalammya setiap mahasiswa wajib memilih mayor sebagai kompetensi utama dan dapat memilih minor sebagai kompetensi penunjang. Berdasarkan hal tersebut, berikut disajikan Tabel 5 mengenai persepsi mahasiswa tentang penerapan sistem mayor-minor yang meliputi penguasaan mayor, pemilihan minor atau SC dan praktikum sebagai penunjang pemahaman materi kuliah. Tabel 5. Persepsi Mahasiswa tentang Penerapan Kurikulum Sistem

Mayor-Minor

No Deskripsi Pernyataan tentang Mayor-Minor Skor Rataan

Keterangan

1. Mengikuti perkuliahan mendukung pemahaman

mayor sebagai kompetensi utama 3,04 Setuju

2. Minor atau SC mendukung pemahaman mayor

2,97 Setuju

3. Praktikum/Praktek lapang menunjang

pemahaman materi kuliah mayor 3,40 Sangat Setuju

Total 3,14 Setuju

Persepsi mahasiswa setelah mengikuti perkuliahan mayor yang mereka ambil adalah perkuliahan tersebut dapat membantu penguasaan mayor sebagai kompetensi utama dan minor yang mereka ambil harus sesuai dengan mayor yang dipilih sehingga dapat menunjang pemahaman mahasiswa terhadap mayornya. Praktikum dan praktek lapang merupakan

variabel yang menurut mahasiswa sangat membantu dalam pemahaman dan penguasaan mayor yang mereka ambil.

2. Persepsi Mahasiswa Berdasarkan Kendala dalam Melaksanakan Kurikulum Sistem Mayor-Minor

Penerapan kurikulum sistem mayor-minor di Institut Pertanian Bogor dirasakan oleh para mahasiswa memiliki banyak kendala, oleh karena itu melalui pertanyaan terbuka yang diajukan dalam kuesioner, maka dapat diketahui kendala yang dihadapi mahasiswa diantaranya: a. Jadwal kuliah antara mayor-dan minor yang berbenturan

b. Ruang kelas yang tidak memadai

c. Padatnya materi perkuliahan sehingga materi menjadi sulit dipahami dengan baik

d. Biaya kuliah yang tinggi

e. Sistem KRS Online yang bermasalah f. Birokrasi yang rumit

g. Tenaga pengajar kurang tersedia

h. Kesulitan mengambil minor yang diinginkan

Kendala di atas hanya sebagian dari seluruh pernyataan yang dikemukakan oleh mahasiswa, yaitu kendala yang secara kuantitas dialami oleh lebih dari satu mahasiswa. Jumlah mahasiswa yang mengemukakan kendala tersebut di atas dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 6. Kendala dalam Penerapan Kurikulum Sistem Mayor-Minor

Kendala Jumlah Responden Persentase

Jadwal kuliah antara mayor dan minor yang berbenturan

88 74,6

Ruang kelas yang tidak memadai 22 18,64

Padatnya materi perkuliahan sehingga materi menjadi sulit dipahami dengan baik

12 10.17

Biaya kuliah yang tinggi 12 10,17

Sistem KRS Online yang bermasalah 14 11,86

Birokrasi yang rumit 13 11

Tenaga pengajar kurang tersedia 5 4,24

Kesulitan mengambil minor yang diinginkan

5 4,24

Merujuk pada Tabel 6 diketahui bahwa dalam pelaksanaannya kurikulum sistem mayor-minor masih dirasakan memiliki kendala.

Kendala terbesar yang terjadi adalah jadwal yang berbenturan antara mayor dan minor, hal ini terlihat dari jumlah mahasiswa yang menyatakan permasalahan ini yaitu sebesar 88 orang atau sekitar 74,6% dari total mahasiswa. Kendala jadwal yang berbenturan ini meliputi jadwal kuliah mayor yang sama waktunya dengan jadwal kuliah minor, jadwal ujian mayor yang sama waktunya dengan jadwal ujian minor, serta ruang kelas yang dipakai untuk mayor digunakan juga untuk minor dalam waktu yang bersamaan. Jadwal kuliah yang berbenturan antara mayor yang diambil dengan minor yang diinginkan ini menyebabkan banyak mahasiswa yang akhirnya harus mengganti minor yang diinginkan dengan minor lain yang jadwalnya tidak berbenturan dengan mayor yang diambil.

Kendala yang menjadi urutan kedua adalah tidak tersedianya ruang kelas yang memadai. Jumlah Mahasiswa yang menyatakan kendala ini mencapai 22 orang atau 18,64% dari total mahasiswa. Menurut pemaparan mahasiswa hal ini terjadi karena sering kali kuliah mayor, kuliah minor bahkan kuliah mata kuliah pilihan (SC) digabung menjadi satu, sehingga kelas menjadi sangat padat. Selain itu ada beberapa minor dan mata kuliah pilihan (SC) yang memiliki banyak peminat, sehingga kelas menjadi padat dan mahasiswa mengalami kesulitan untuk berkonsentrasi mendengarkan materi kuliah yang disampaikan dosen misalnya pada mata kuliah ekonomi syariah.

Pada pelaksanaan KRS online mahasiswa masih merasa kesulitan ketika melakukan pengisian KRS online, hal ini terjadi karena pengisian KRS dilakukan secara serempak sehingga jaringan menjadi sangat sibuk dan akhirnya mengakibatkan kekacauan dan waktu tunggu yang cukup lama. Kendala berikutnya adalah birokrasi yang rumit. Apabila terjadi jadwal yang bentrok dan ketidaksesuaian minor atau SC maka untuk mengubahnya membutuhkan proses yang rumit dan membutuhkan waktu tunggu yang cukup lama, sehingga bagi mahasiswa ini menjadi permasalahan yang cukup banyak dirasakan yaitu sebanyak 13 orang atau sekitar 11% dari total mahasiswa memaparkannya.

Kendala kepadatan materi perkuliahan yang harus dikuasai disebabkan mahasiswa yang ingin lulus dengan waktu lulus standar yaitu 4 tahun harus memenuhi SKS minimal tiap semesternya yaitu sekitar 25 SKS. Selain itu mahasiswa juga dituntut untuk dapat menguasai mayor sebagai kompetensi utama dan minor sebagai kompetensi penunjang mayor. Kedua hal inilah yang menyebabkan kesulitan bagi mahasiswa untuk menguasai setiap mata kuliah yang dipilihnya.

Biaya kuliah yang tinggi merupakan hal yang menjadi kendala bagi mahasiswa dalam kelancaran studinya. Berdasarkan data jumlah mahasiswa yang melakukan penundaan SPP, terlihat jumlah yang semakin berkurang. Pada semester ganjil periode 2006/2007 jumlahnya mencapai 139 orang, kemudian pada semester genap periode 2006/2007 berkurang menjadi 100 orang dan pada data terakhir yaitu untuk periode semester ganjil 2007/2008 jumlahnya hanya 59 orang. Jumlah yang semakin berkurang ini dikarenakan adanya program pemberian beasiswa yang semakin efektif dan sistem pembayaran SPP melalui auto debet. Namun demikian masih terdapat mahasiswa yang melakukan penundaan SPP. Hal ini menunjukkan bagi beberapa mahasiswa SPP masih tinggi. Terlihat pada tabel sekitar 12 orang atau 10,17% dari total keseluruhan mahasiswa menyatakan biaya kuliah semakin berat setelah diterapkannya sistem mayor-minor.

Terkait dengan ketersediaan tenaga pengajar ini sangat berhubungan dengan jumlah optimum yang ditetapkan untuk masing- masing departemen dan terkait juga dengan jumlah SKS (Maksimum 12 SKS, nilai ini termasuk aktivitasnya sebagai tenaga pengajar dan sebagai pejabat dalam struktur institusi) yang dipegang oleh dosen tersebut. Hal ini menyebabkan butuh kajian yang mendalam dari pihak institusi karena dengan posisi tersebut mahasiswa merasakan permasalahan ketersediaan tenaga pengajar ini sangat mempengaruhi kelancaran proses pembelajaran.

Berdasarkan kedua poin yang telah dipaparkan terkait pelaksanaan mayor-minor di IPB maka dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan mayor-

minor dinilai positif oleh para responden namun dalam penerapannya dirasakan masih kurang efektif sehingga perlu dilakukan perbaikan terutama pada aspek pengaturan jadwal, ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai seperti ruang kelas, sistem teknologi informasi dan fasilitas penunjang lainnya.

Dokumen terkait