• Tidak ada hasil yang ditemukan

5.7.1 Pengaruh Kualitas Lingkungan Kerja dan Penerapan Standar Operasional Prosedur Terhadap Keluhan Kesehatan Mekanik Bengkel Sepeda Motor di Kota Denpasar

Kualitas lingkungan kerja dalam penelitian ini terdiri dari parameter CO (karbonmonoksida), debu, pencahayaan lingkungan kerja, kebisingan ruang kerja serta ISBB (iklim kerja). Standar operasional prosedur merupakan prosedur dan ketetapan dari unit kerja tentang bagaimana seharusnya pekerjaan servis dilakukan serta tentang gambaran manajemen pelaksanaan K3 yang selama ini dilakukan sesuai denganchecklistpengamatan dalam penelitian ini.

152

Parameter kesehatan dicerminkan dari keluhan muskuloskeletal dan kelelahan para mekanik di bengkel sepeda motor. Dalam menganilisis pengaruh kualitas lingkungan kerja dilakukan dengan menggunakan software SPSS 17.0 for Windows version dari IBM. Analisis statistik yang digunakan adalah regresi sederhana yang digunakan untuk menganalisis pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel tergantung. Dalam hal ini variabel bebas adalah kualitas lingkungan kerja yang terdiri dari parameter CO, debu, kebisingan, pencahayaan serta ISBB (iklim kerja); dan variabel tergantung adalah kesehatan pekerja yang berupa keluhan muskuloskeletal dan kelelahan pekerja. Melalui software SPSS dapat diperoleh hasil analisa statistik seperti pada Lampiran 10, dan nilai rekap masing-masing variabel ditampilkan pada Tabel 5.13.

Tabel 5.13

Nilai Statistik Analisis Regresi Sederhana Kualitas Lingkungan dan Penerapan Standar Operasional Prosedur Terhadap Keluhan Kesehatan Mekanik Sepeda

Motor di Kota Denpasar Tahun 2015

No Variabel bebas (X) Kode

Analisis Regresi Sederhana

R R2 Sig Persamaan (p < 0,15) 1 CO X1 0,255 0,065 0,001 Y = 77,329 + 0,037 X1 2 DEBU X2 0,157 0,025 0,117 Y = 85,560 + 0,026 X2 3 PENCAHAYAAN X3 0,211 0,045 0,034 Y = 99,637 - 0,023 X3 4 KEBISINGAN X4 0,288 0,083 0,004 Y = 39,349 + 0,732 X4 5 ISBB X5 0,249 0,062 0,012 Y = -10,094 + 3,819 X5 6 PELAKSANAAN SOP X6 0,245 0,060 0,014 Y = 70,619 + 0,850 X6

a. Pengaruh CO terhadap Keluhan Kesehatan Mekanik Sepeda Motor di Kota Denpasar

Tabel 5.13 menunjukkan bahwa persamaan regresi karbonmonoksida (CO) dengan keluhan kesehatan pekerja yaitu Y = 77,329 + 0,037 X1, di mana Y = keluhan kesehatan pekerja mekanik bengkel dalam hal ini keluhan paa muskuloskeletal dan X1= nilai konsentrasi gas CO di udara ambien ruang kerja; dengan nilai probabilitas regresi sebesar 0,001 (p < 0,15). Melihat persamaan tersebut diketahui bahwa nilai R = 0,255 dan R2= 0,065. Nilai R merupakan nilai korelasi yang menyatakan bahwa terdapat hubungan atau pengaruh antara kedua variabel, di mana dalam hal ini tingkat hubungan antara gas CO dan keluhan kesehatan muskuloskeletal mekanik pekerja di bengkel sepeda motor sebesar 25,5%. Nilai R2merupakan koefisien determinasi dari faktor X1 (CO) dengan Y (keluhan kesehatan muskuloskeletal). Koefisien determinasi menerangkan bahwa seberapa variasi Y yang timbul akibat X. Berdasarkan nilai tersebut dapat dikatakan bahwa besarnya variasi keluhan kesehatan muskuloskeletal pekerja akibat CO adalah 6,5%.

Melalui persamaan Y = 77,329 + 0,037 X1 diketahui bahwa CO memiliki pengaruh terhadap terjadinya keluhan kesehatan muskuloskeletal pekerja. Ini dikarenakan nilai probabilitas nilai regresi CO (0,001) lebih kecil dari 0,15. Berdasarkan persamaan regresi di atas, dapat disimpulkan bahwa apabila nilai CO pada udara ambien lingkungan kerja adalah nol, maka keluhan kesehatan pada muskuloskeletal karyawan yang terjadi sebesar 77,329. Apabila terjadi kenaikan nilai konsentrasi gas CO sebesar satu satuan maka hal tersebut mengakibatkan kenaikan keluhan kesehatan muskuloskeletal karyawan sebesar 0,037.

154

b. Pengaruh Debu Terhadap Keluhan Kesehatan Mekanik Sepeda Motor di Kota Denpasar

Tabel 5.13 menunjukkan hubungan regresi sederhana antara debu dengan keluhan kesehatan muskuloskeletal pekerja sebagai Y = 85,560 + 0,026 X2, di mana X2 merupakan nilai debu lingkungan kerja bengkel, dengan nilai korelasi (R) = 0,157 dan koefiesien determinasi (R2) sebesar 0,025.

Dari nilai R diketahui bahwa debu total di lingkungan kerja bengkel memiliki pengaruh atau hubungan dengan keluhan kesehatan muskuloskeletal mekanik bengkel sebesar 15,7% dan berdasarkan nilai R2diketahui bahwa besarnya variasi keluhan kesehatan pekerja akibat debu total sebesar 2,5%. Sisanya sebesar 97,5% ditentukan oleh faktor lainn di luar persamaan ini.

Berdasarkan persamaan tersebut diketahui bahwa debu berpengaruh terhadap keluhan kesehatan muskuloskeletal karyawan mekanik bengkel sepeda motor. Hal ini diperkuat dengan nilai probabilitas debu (Tabel 5.13) lebih kecil dari 0,15 (Sig = 0,117; p < 0,15). Apabila dilihat dari persamaan regresi yang muncul maka dapat disimpulkan bahwa keluhan kesehatan muskuloskeletal karyawan sebesar 85,560 jika nilai debu total lingkungan kerja adalah nol. Nilai tersebut akan meningkat sebesar 0,026 apabila terjadi peningkatan konsentrasi debu total sebesar satu satuan.

c. Pengaruh Pencahayaan terhadap Keluhan Kesehatan Mekanik Sepeda Motor di Kota Denpasar

Pencahayaan (X3) memiliki persamaan regresi dengan keluhan kesehatan pekerja sebagai berikut Y = 99,637 - 0,023 X3. Dari Tabel 5.13 diketahui nilai R = 0,211, dan R2 = 0,045 (Sig 0,034; p < 0,15). Hal ini memiliki makna bahwa

pencahayaan berpengaruh terhadap terjadinya keluhan kesehatan muskuloskeletal pada para mekanik sepeda motor sebesar 21,1%, serta variasi keluhan muskuloskeletal pekerja yang ditimbulkan oleh pencahayaan sebesar 4,5%.

Berdasarkan atas persamaan Y = 99,637 - 0,023 X3, dapat diartikan bahwa pencahayaan memiliki hubungan negatif terhadap keluhan muskuloskeletal pada para pekerja mekanik bengkel. Artinya, bahwa setiap penambahan pencahayaan sebesar satu satuan maka keluhan muskuloskeletal karyawan akan berkurang 0,023.

d. Pengaruh Kebisingan terhadap Keluhan Kesehatan Mekanik Sepeda Motor di Kota Denpasar

Tabel 5.13 menunjukkan bahwa berdasarkan analisis regresi yang telah dilakukan maka diketahui nilai korelasi (R) faktor kebisingan dengan keluhan muskuloskeletal pekerja sebesar 0,288 yang berarti bahwa kebisingan berpengaruh terhadap terjadinya keluhan kesehatan muskuloskeletal di pekerja mekanik bengkel sebesar 28,8% (Sig 0,004; p < 0,15). Nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,083, yang berarti bahwa variasi kebisingan terhadap timbulnya keluhan kesehatan muskuloskeletal sebesar 8,3%.

Persamaan regresi kebisingan (X4) terhadap keluhan muskuloskeletal (Y) dinyatakan, Y = 39,349 + 0,732 X4, dapat disimpulkan bahwa kebisingan memiliki korelasi positif terhadap terjadinya keluhan pada karyawan. Apabila kebisingan di ruang kerja adalah nol, maka keluhan muskuloskeletal karyawan mekanik hanya sebesar 39,349. Apabila kebisingan meningkat sebesar satu

156

satuan, maka hal tersebut mengakibatkan peningkatan keluhan muskuloskeletal sebesar 0,732.

e. Pengaruh ISBB terhadap Keluhan Kesehatan Mekanik Sepeda Motor di Kota Denpasar

Indeks suhu basah bola (ISBB) (X5) mencerminkan iklim kerja atau mikroklimat ruang kerja. Dari Tabel 5.13 diketahui bahwa nilai korelasi (R) ISBB dengan keluhan kesehatan muskuloskeletal pekerja = 0,249, yang berarti bahwa ISBB memiliki pengaruh terhadap terjadinya keluhan kesehatan muskuloskeletal sebesar 24,9 %. Nilai R2pada ISBB sebesar 0,062, yang berarti variasi timbulnya keluhan kesehatan muskuloskeletal yang disebabkan oleh ISBB sebesar 6,2%.

Dari persamaan regresi ISBB (X5) terhadap keluhan kesehatan (Y) muskuloskeletal, yaitu Y = -10,094 + 3,819 X5 (Sig 0,012; p < 015), memiliki makna ISBB memiliki korelasi yang negatif terhadap keluhan kesehatan karyawan, di mana penambahan nilai ke suhu nyaman pada ISBB ruang kerja akan memberikan pengaruh perubahan terbalik terhadap keluhan kesehatan berupa penurunan keluhan muskuloskeletal karyawan sebesar 3,819.

f. Pengaruh Pelaksanaan Standar Operasional Prosedur terhadap terhadap Keluhan Kesehatan muskuloskeletal Mekanik Sepeda Motor di Kota Denpasar

Pengaruh pelaksanaan standar operasional prosedur bengkel (X6) terhadap keluhan muskuloskeletal (Y) ditunjukkan pada Tabel 5.13. Dari Tabel 5.13 diketahui nilai korelasi (R) = 0,245 (Sig 0,014; p < 0,15), yang berarti hubungan antara pelaksanaan standar operasional prosedur bengkel sepeda motor dengan keluhan kesehatan muskuloskeletal pekerja mekanik memiliki hubungan sebesar 24,5%. Selain itu variasi keluhan kesehatan muskuloskeletal karyawan mekanik

sejumlah 6,0% (R2 = 0,060). Dari Tabel 5.13 diketahui persamaan regresi yang menggambarkan pengaruh pelaksanaan standar operasional prosedur terhadap keluhan kesehatan muskuloskeletal karyawan sebagai berikut : Y = 70,619 + 0,850 X6. Persamaan ini menunjukkan bahwa pelaksanaan standar operasional prosedur bengkel memiliki hubungan yang positif terhadap terjadinya keluhan muskuloskeletal karyawan mekanik. Apabila standar operasional prosedur bengkel tidak dilaksanakan maka keluhan karyawan mekanik sebesar 70,619. Apabila pelaksanaan standar operasional prosedur tidak dilakukan secara optimal maka hal tersebut akan menimbulkan keluhan kesehatan karyawan mekanik sebesar 0,850.

Untuk mengetahui pengaruh variabel bebas di atas terhadap timbulnya keluhan muskuloskeletal para pekerja mekanik bengkel di Kota Denpasar, dilanjutkan dengan melakukan analisis regresi berganda untuk melihat pengaruh secara bersama-sama dari 6 (enam) variabel bebas terhadap keluhan kesehatan para mekanik sepeda motor di Kota Denpasar diperoleh hasil seperti pada Tabel 5.14.

Dari Tabel 5.14, maka dapat dibuat suatu persamaan hubungan Pengaruh Kualitas Lingkungan dan Penerapan Standar Operasional Prosedur Terhadap Keluhan Kesehatan Mekanik Sepeda Motor di Kota Denpasar sebagai berikut : Y = - 56, 132 + 0, 030X1 – 0,040X2 – 0,022X3 + 0,690X4 + 2,775X5 + 1,024X6, dengan nilai R (nilai korelasi) = 0,502 dan R2(koefisien determinasi) = 0,252.

Dari persamaan di atas dapat diketahui bahwa semua variabel kualitas lingkungan kerja yang terdiri dari CO (X1), Debu (X2), pencahayaan (X3),

158

kebisingan (X4) dan ISBB (X5) serta pelaksanaan S O P (X6) memiliki tingkat hubungan sebesar 50,2% dengan keluhan kesehatan muskuloskeletal pada para mekanik sepeda motor di Kota Denpasar. Berdasarkan nilai R2 dapat dijelaskan bahwa sebanyak 25,2% keluhan kesehatan muskuloskeletal pada karyawan mekanik sepeda motor di Kota Denpasar disebabkan oleh interaksi secara bersama-sama kelima variabel tersebut.

Tabel 5.14

Hasil Analisa Regresi Berganda Kualitas Lingkungan Kerja Bengkel Terhadap Keluhan Kesehatan Mekanik Sepeda Motor di Kota Denpasar

Model Summaryb

Model R Rsquare R SquareAdjusted Std. Error ofthe Estimate

1 0,502a 0,252 0,204 11,926

a. Predictor : (Constant),PELAKSANAAN SOP. DEBU ISBB, PENCAHAYAAN, CO, KEBISINGAN

b. Dependent Variable: KELUHAN KESEHATAN

Coefficientsa

Model

Unstandardized

coefficients StandardizedCoefficients t Sig.

B ErrorStd. Beta 1 (Constant) -56,132 42,747 -1,313 0,192 CO 0,030 0,019 0,210 1,558 0,123 DEBU -0,040 0,027 -0,245 -1,470 0,145 PENCAHAYAAN -0,022 0,010 -0,197 -2,086 0,040 KEBISINGAN 0,690 0,406 0,271 1,701 0,092 ISBB 2,775 1,423 0,181 1,950 0,054 PELAKSANAAN SOP 1,024 0,319 0,295 3,212 0,002

a. Dependent Variable :KELUHAN KESEHATAN

Berdasarkan Tabel 5.14, dapat ditentukan variabel yang merupakan variabel bebas (X) dominan, yang memberikan pengaruh paling besar terhadap terjadinya keluhan kesehatan pada sistem muskuloskeletal karyawan mekanik. Dalam

menentukan variabel dominan, dapat dilihat besaran nilai Standardized Coefficients Beta pada Tabel 5.14. Variabel dengan nilai koefisien terbesar merupakan variabel yang dominan memberikan pengaruh terhadap variabel Y (variabel tergantung). Oleh karena itu, diketahui bahwa variabel pelaksanaan SOP memiliki nilai koefisien terbesar (0,295), dan memberikan pengaruh terbesar (29,5 %) terhadap terjadinya keluhan kesehatan pada sistem muskuloskeletal pada penelitian ini. Hal ini dapat menjelaskan bahwa apabila para mekanik sepeda motor bekerja tanpa melakukan SOP secara benar, maka tingkat keluhan yang akan mereka alami semakin meningkat. Ini terjadi sebagai akibat pekerjaan dilakukan dengan tidak semestinya (di luar SOP), di samping itu pekerjaan dilakukan tidak dengan posisi yang benar sesuai ergonomi, serta tidak memakai alat pelindung diri yang dipersyaratkan dalam pekerjaan (Tarwakaet al, 2004). . 5.7.2 Pengaruh Kualitas Lingkungan Kerja dan Penerapan Standar Operasional

Prosedur Terhadap Kelelahan Mekanik Bengkel Sepeda Motor di Kota Denpasar

Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. Tarwaka et al. (2004) menyebutkan bahwa secara umum gejala kelelahan dapat dimulai dari yang ringan sampai perasaan yang sangat melelahkan. Menurutnya kelelahan subjektif biasanya terjadi pada akhir jam kerja, apabila rata-rata beban kerja melebihi 30-40% dari tenaga aerobik maksimal (Astrand dan Rodahl, 1977 dalam Tarwakaet al., 2004).

160

Berdasarkan atas analisis statistik yang dilakukan terhadap kelelahan terhadap para pekerja yang didasarkan atas variabel kualitas lingkungan kerja dapat ditemukan hasil analisis seperti yang disajikan pada Tabel 5.15. Berikut akan dibahas pengaruh masing-masing kualitas lingkungan kerja di bengkel kendaraan terhadap kelelahan para mekanik sepeda motor di Kota Denpasar.

a. Pengaruh CO terhadap Kelelahan Mekanik Sepeda Motor di Kota Denpasar Berdasarkan data analisis pada Tabel 5.15, diketahui nilai korelasi (R) = 0,521 dan nilai koefisien determinasi (R2) = 0,271 (Sig < 0,001; p < 0,15). Nilai R tersebut berarti bahwa nilai CO memiliki tingkat hubungan sebesar 52,1% dengan kelelahan pekerja mekanik sepeda motor dan dari nilai R2 memiliki makna bahwa CO memberikan variasi terjadinya kelelahan kerja kepada mekanik kendaraan sebesar 27,1%. Sebesar 72,9% sisanya disebabkan oleh faktor non CO.

Tabel 5.15

Nilai Statistik Analisis Regresi Sederhana Kualitas Lingkungan dan Penerapan Standar Operasional Prosedur Terhadap Kelelahan Pekerja Mekanik Sepeda

Motor di Kota Denpasar Tahun 2015

No Variabel bebas (X) Kode Analisis Regresi Sederhana

R R2 Sig Persamaan (p < 0,15) 1 CO X1 0,521 0,271 0,000 Y = 3,136 + 0,021 X1 2 DEBU X2 0,408 0,166 0,000 Y = 6,513 + 0,018 X2 3 PENCAHAYAAN X3 0,148 0,022 0,141 Y = 13,522 - 0,004 X3 4 KEBISINGAN X4 0,258 0,066 0,009 Y = - 1,045 + 0,181 X4 5 ISBB X5 0,178 0,032 0,075 Y = - 8,006 + 0,750 X5 6 PELAKSANAAN SOP X6 0,141 0,020 0,148 Y = 8,705 + 0,135 X6 Persamaan regresi yang diperoleh yang menjelaskan pengaruh CO terhadap kelelahan yaitu Y = 3,136 + 0,021X1 (Sig < 0,001; p < 0,15). Yang dapat

diartikan bahwa peningkatan nilai CO sebesar satu satuan akan menyebabkan peningkatan kelelahan pekerja sebesar 0,021.

b. Pengaruh Debu terhadap Kelelahan Mekanik Sepeda Motor

Dalam analisis regresi debu (X2) terhadap kelelahan mekanik sepeda motor (Y) di Kota Denpasar ditemukan hubungan persamaan Y = 6,513 + 0,018 X2, dengan nilai R = 0,408 dan R2 = 0,166 (Sig < 0,001; p < 0,15). Dengan nilai R = 0,408 berarti debu memiliki tingkat hubungan sebesar 40,8 % dengan kelelahan pada mekanik sepeda motor. Berdasarkan nilai R2maka debu memberikan 16,6 % variasi terjadinya kelelahan pada mekanik sepeda motor, di mana sisanya sebesar 83,4% disebabkan oleh faktor selain debu. Apabila debu di ruang kerja bernilai nol, maka keluhan kelelahan karyawan yang muncul sebesar 6,513, dan apabila nilai debu meningkat sebesar satu satuan, hal tersebut menimbulkan peningkatan pada kelelahan karyawan sebesar 0,018.

c. Pengaruh Pencahayaan terhadap Kelelahan Mekanik Sepeda Motor

Pencahayaan merupakan variabel bebas dengan kode X3, di mana dalam analisis regresi sederhana ini pencahayaan diketahui memiliki hubungan persamaan dengan kelelahan pekerja mekanik (Y) sebagai berikut: Y = 13,522 -0,004 X3, dengan nilai korelasi sebesar (R) = 0,148 dan koefisien determinasi (R2) = 0,022. Tingkat hubungan yang dimiliki pencahayaan dengan faktor kelelahan pada mekanik sepeda motor sebesar 14,8%, dengan variasi pengaruh yang ditimbulkan sebesar 2,2 % (Sig 0,141; p < 0,15). Apabila pencahayaan di ruang kerja bernilai nol maka kelelahan yang muncul sebesar 13,522, sedangkan

162

apabila pencahayaan diperbaiki hal tersebut akan memperbaiki kelelahan karyawan sebesar 0,004.

d. Pengaruh Kebisingan terhadap Kelelahan Mekanik Sepeda Motor

Faktor kebisingan (X4) di ruang kerja para mekanik memiliki hubungan dengan terjadinya tingkat kelelahan para mekanik di ruang servis kendaraan. Ini dibuktikan dengan bahwa tingkat korelasi di antara keduanya sebesar 25,8 % (nilai R = 0,258), serta memberikan variasi terjadinya keluhan kelelahan sebesar 6,6% (R2= 0,066). Hubungan persamaan statistik regresi di antara kebisingan dan kelelahan dapat dinyatakan sebagai berikut: Y = - 1,045 + 0,181 X4, (sig 0, 009, p < 0,15). Hal tersebut berarti bahwa kebisingan memiliki korelasi positif, di mana setiap peningkatan nilai kebisingan sebesar satu satuan akan meningkatkan kelelahan sebesar 0, 181.

e. Pengaruh ISBB terhadap Kelelahan Mekanik Sepeda Motor

Iklim kerja yang dicerminkan oleh nilai ISBB merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh terhadap terjadinya kelelahan terhadap para mekanik sepeda motor di Kota Denpasar. Nilai R = 0,178 (sig 0,075; p < 0,15) menjelaskan bahwa ISBB memiliki tingkat hubungan 17,8 % terhadap kelelahan para mekanik sepeda motor. Selain itu, nilai koefisien determinasi R2 = 0,032 menyatakan bahwa nilai ISBB memberikan variasi pengaruh sebesar 3,2%, sedangkan sisanya sebesar 96,8% ditentukan oleh faktor selain ISBB.

Hubungan persamaan antara ISBB (X5) dan kelelahan (Y) mekanik sepeda motor dinyatakan sebagai Y = - 8,006 + 0,750 X5. Perbaikan nilai pada suhu

ruang kerja mekanik bengkel akan menurunkan tingkat kelelahan karyawan. Peningkatan nilai ISBB satu satuan di luar zone nyaman yang dipersyaratkan baku mutu akan menyebabkan peningkatan kelelahan sebesar 0,750.

f. Pengaruh Pelaksanaan Standar Operasional Prosedur Terhadap Kelelahan Mekanik Sepeda Motor

Standar operasional prosedur di bengkel sebenarnya dibuat untuk memudahkan para pekerja dalam melakukan tugasnya. Salah satu tujuannya adalah mengurangi tingkat pekerjaan yang tidak perlu dilakukan sehingga tidak ada waktu dan energi yang terbuang. Dalam analisis ini ditemukan nilai R = 0,141 (sig 0,148 ; p < 0,15) di mana hal tersebut menyatakan bahwa pelaksanaan standar operasional prosedur memiliki pengaruh sebesar 14,1%. Jika dilihat nilai R2 = 0,020 (sig 0,084; p < 0,15), yang berarti bahwa pelaksanaan standar operasional prosedur hanya memberikan variasi pengaruh sebesar 2,0%, sedangkan sisanya sebesar 98% dipengaruhi oleh hal selain SOP.

Hubungan persamaan regresi pelaksanaan standar operasional prosedur (X6) dengan kelelahan mekanik sepeda motor dinyatakan sebagai berikut Y = 8,705 + 0,135 X6, yang berarti bahwa peningkatan 1 satuan nilai standar operasional prosedur memberikan pengaruh sebesar 0,135 terhadap kelelahan.

Analisis regresi berganda untuk melihat pengaruh secara bersama dari 6 (enam) variabel bebas terhadap kelelahan para mekanik sepeda motor di Kota Denpasar diperoleh hasil (Tabel 5.16).

Berdasarkan data tersebut di atas maka dapat dibuat suatu persamaan hubungan Pengaruh Kualitas Lingkungan dan Penerapan Standar Operasional

164

Prosedur Terhadap Kelelahan Mekanik Sepeda Motor di Kota Denpasar sebagai berikut : Y = 0,460 + 0,021X1 + 0,015X2 - 0,005X3 – 0,313X4 + 0,644X5 + 0,165X6 dengan nilai R (nilai korelasi) = 0,620 dan R2 (koefisien determinasi) = 0,384.

Tabel 5.16

Hasil Analisis Regresi Berganda Variabel Bebas Terhadap Kelelahan Para Karyawan Mekanik Sepeda Motor di Kota Denpasar Tahun 2015

Model Summary b

Model R squareR Adjusted RSquare Std. Error ofthe Estimate 1 0,620a 0,384 0,345 2,981 a. Predictors : (Constant), PELAKSANAAN SOP, DEBU,

ISBB, PENCAHAYAAN, CO, KEBISINGAN b.Dependent Variable: KELELAHAN KERJA

Coefficientsa

Model

Unstandardized

coefficients StandardizedCoefficients t Sig.

B ErrorStd. Beta (Constant) 0,460 10,685 0,043 0,966 CO 0,021 0,005 0,542 4,429 0,000 DEBU 0,015 0,007 0,339 2,242 0,027 PENCAHAYAAN -0,005 0,003 -0,183 -2,129 0,036 KEBISINGAN -0,313 0,101 -0,445 -3,083 0,003 ISBB 0,644 0,356 0,153 1,812 0,073 PELAKSANAAN SOP 0,165 0,080 0,173 2,076 0,041

a. Dependent Variable: KELELAHAN KERJA

Dari persamaan di atas dapat diketahui bahwa keluhan kelelahan pada para mekanik sepeda motor memiliki tingkat hubungan sebesar 62,0% dengan semua variabel kualitas lingkungan kerja yang terdiri dari CO (X1), Debu (X2), pencahayaan (X3), kebisingan (X4) dan ISBB (X5) serta pelaksanaan S O P (X6).

Berdasarkan nilai R2 dapat dijelaskan bahwa variasi kelelahan pada mekanik sepeda motor sebanyak 38,4% merupakan akibat dari gabungan secara bersama-sama variabel CO, debu, pencahayaan, kebisingan, ISBB serta penerapan standar SOP di bengkel Kota Denpasar.

Berdasarkan Tabel 5.16, dapat ditentukan variabel yang merupakan variabel bebas (X) dominan, yang memberikan pengaruh paling besar terhadap terjadinya keluhan kelelahan pada karyawan mekanik. Dalam menentukan variabel dominan, dapat dilihat besaran nilai Standardized Coefficients Beta pada Tabel 5.16. Variabel dengan nilai koefisien terbesar merupakan variabel yang dominan memberikan pengaruh terhadap variabel Y (kelelahan karyawan). Oleh karena itu, diketahui bahwa variabel CO ambien lingkungan kerja (beta = 0,542) dan debu total (beta = 0,339) memiliki nilai koefisien yang besar di antara 6 (enam) variabel bebas, dan diketahui 2 (dua) variabel ini memberikan pengaruh terbesar terhadap terjadinya keluhan kelelahan pada karyawan mekanik bengkel sepeda motor di Kota Denpasar.

Besarnya nilai CO akan mengurangi kemampuan oksigenasi dalam tubuh. Oksigen yang berkurang dalam darah terjadi akibat kompetisi ikatan CO dengan oksigen, di mana CO memiliki kemampuan afiliasi yang lebih baik dibandingkan gas oksigen. Hal ini menimbulkan keadaan hipoksia yang mempercepat timbulnya kelelahan pada pekerja (Guyton dan Hall, 2012). Nilai debu total pada lingkungan menyebabkan udara menjadi banyak mengandung partikel terlarut, sehingga karyawan relatigf menjadi gangguan pernafasan. Gangguan pernafasan yang disertai dengan tingginya gas CO merupakan 2 (dua) faktor yang saling

166

berpotensiasi menimbulkan gangguan pernafasan dan oksigenasi. Hal inilah yang menyebabkan kelelahan menjadi cepat terjadi pada karyawan mekanik bengkel sepeda motor (Harrianto, 2010; Guyton dan Hall, 2012).

5.7.3 Pengaruh Kualitas Lingkungan dan Standar Operasional Prosedur Terhadap Fungsi Paru Mekanik Bengkel Sepeda Motor di Kota Denpasar

Tarwaka et al. (2004) dan Harrianto (2010) menyatakan bahwa lingkungan kerja sangat berpengaruh terhadap kualitas kesehatan pekerja. Aryasih (2011) juga menemukan bahwa debu dalam lingkungan kerja berpengaruh terhadap kualitas fungsi paru dengan cerminan penurunan pada kapasitas paru terhadap tenaga kerja pada sektor usaha penggilingan padi. Penelitian ini juga diperkuat dengan penelitian Bonro (2013) yang juga menemukan hubungan yang signifikan pengaruh debu pada industri mill terhadap fungsi paru tenaga kerja.

Budiono (2007) dan Daryanto (2010) mengatakan bahwa faktor risiko terjadinya gangguan fungsi paru di lingkungan kerja terutama berasal dari debu, polutan berupa gas, uap, maupun asap serta dari penerapan standar perlindungan diri karyawan yang tidak optimal dan tidak disiplin dalam memakai APD (alat pelindung diri). Berdasarkan atas hal tersebut, parameter kualitas lingkungan yang akan diuji adalah faktor debu dan gas emisi CO untuk melihat sejauh mana pengaruhnya terhadap fungsi paru para mekanik bengkel sepeda motor di Kota Denpasar. Selain faktor lingkungan yang berasal dari udara ambien berupa debu total dan CO, penerapan standar operasional prosedur juga akan diuji secara statistik untuk menilai sejauh mana signifikansi dari variabel tersebut dalam menilai kualitas fungsi paru mekanik sepeda motor. Hasil pengujian statistik 3

(tiga) variabel tersebut dengan menggunakan analisis regresi selengkapnya dapat dilihat pada Tabel. 5.17.

Tabel 5.17

Nilai Statistik Analisis Regresi Sederhana Kualitas Lingkungan dan Penerapan Standar Operasional Prosedur Terhadap Fungsi Paru Karyawan Mekanik Sepeda

Motor di Kota Denpasar Tahun 2015

No Variabel bebas (X) Kode R R2Analisis Regresi SederhanaSig Persamaan (p < 0,05)

1 CO X1 0,697 0,485 0,000 Y = 14,385 + 0,131 X1 2 DEBU X2 0,612 0,374 0,000 Y = 31,325 + 0,132 X2 3 PELAKSANAAN

SOP X3 0,153 0,024 0,126 Y = 54,257 + 0,699 X6

a. Pengaruh Gas CO di Ruang Kerja Terhadap Fungsi Paru Karyawan Mekanik Bengkel Sepeda Motor di Kota Denpasar.

Berdasarkan analisis statistik yang digunakan, diperoleh hasil sebagaimana ditampilkan pada Lampiran 10 dan direkapitulasi seperti pada Tabel 5.17. Dari analisis tersebut dapat dilihat pengaruh gas CO di ruang kerja terhadap fungsi paru mekanik sepeda motor memiliki tingkat hubungan (R) = 0,697 dengan koefisien determinasi (R2) = 0,485 (Sig < 0,001; p < 0,15). Hal tersebut berarti bahwa gas CO memiliki tingkat hubungan sebesar 69,7%. Selain itu, gas CO memberikan 48,5% pengaruh dalam timbulnya gangguan fungsi paru pada mekanik sepeda motor, sisanya sebesar 51,5% disebabkan oleh faktor selain gas CO.

Regresi sederhana juga mendapatkan hubungan persamaan pengaruh gas CO terhadap fungsi paru mekanik di bengkel sepeda motor sebagai berikut Y = 14,385 + 0,131X1; di mana Y = fungsi paru mekanik di Kota Denpasar dan X1 =

168

gas karbonmonoksida (CO). Persamaan ini berarti bahwa nilai CO pada ruang kerja memberikan pengaruh terhadap terjadinya gangguan fungsi paru para mekanik sepeda motor di Kota Denpasar. Apabila nilai CO di ruang kerja bernilai nol, maka keluhan kesehatan paru karyawan mekanik sebesar 14,385 serta apabila nilai CO ruang kerja meningkat sebesar satu satuan akan meberikan peningkatan keluhan paru karyawan mekanik sebesar 0,131.

b. Pengaruh Debu Total di ruang kerja terhadap Fungsi Paru Mekanik Bengkel Sepeda Motor di Kota Denpasar.

Pengaruh debu total di lingkungan kerja pada penelitian ini ditemukan memiliki nilai tingkat korelasi (R) = 0,612 (sig < 0,001; p < 0,15) dan nilai R2= 0,374. Nilai ini memberikan penjelasan bahwa debu lingkungan kerja memiliki tingkat korelasi sebesar 61,2 % terhadap fungsi paru mekanik di Kota Denpasar, dan memberikan kontribusi variasi pengaruh sebesar 37,4 % terhadap fungsi paru para mekanik. Sedangkan sejumlah 62,6% variasi pengaruh disebabkan faktor lain selain debu total.

Analisis regresi juga menunjukkan hubungan persamaan pengaruh debu total pada lingkungan kerja dengan fungsi paru para mekanik sebesar Y = 31,325 + 0,132 X2 (sig < 0,001 ; p < 0,15). Hal ini berarti bahwa terdapat pengaruh debu total lingkungan kerja terhadap fungsi paru. Apabila debu lingkungan kerja bernilai nol, maka keluhan kesehatan paru pekerja mekanik sebesar 31,325. Jika nilai debu total di lingkungan kerja bengkel meningkat sebesar satu satuan maka akan terjadi peningkatan gangguan fungsi paru karyawan sebesar 0,132.

c. Pengaruh Penerapan Standar Operasional Prosedur Bengkel Terhadap Fungsi Paru Mekanik Bengkel Sepeda Motor di Kota Denpasar.

Pengaruh penerapan standar operasional prosedur bengkel terhadap fungsi paru mekanik bengkel sepeda motor dapat dilihat pada Tabel 5.17. Di Tabel 5.17, diketahui nilai R (tingkat korelasi) = 0,153 (sig 0,126; p < 0,15), dan nilai R2 (koefisien determinasi) = 0,024. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan standar operasional prosedur di bengkel sepeda motor memiliki tingkat korelasi hubungan sebesar 15,3% dan memberikan variasi pengaruh terhadap fungsi paru sebesar