• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lingkungan kerja bengkel dalam penelitian ini dinilai dengan melakukan pengukuran pada parameter seperti CO pada udara ambien, debu, pencahayaan, kebisingan, iklim kerja yang mencakup ISBB dan kelembaban udara. Selain itu, juga dilakukan penilaian lingkungan kerja bengkel dengan menggunakan kuesioner terhadap para mekanik sepeda motor selaku karyawan yang bekerja di

104

bengkel tersebut dan memberikan penilaian terhadap beberapa parameter yang telah disiapkan menyangkut lingkungan kerja dan pelaksanaan standar operasional prosedur.

Di samping kedua hal di atas, disiapkan pula checklistyang digunakan untuk menilai beberapa aspek di lingkungan kerja bengkel seperti ijin bengkel, prosedur kerja tetap, ketersediaan alat pelindung diri, ventilasi, toilet, kelengkapan P3K, ceceran oli di lantai ruang kerja, tempat sampah, ruang istirahat, fasilitas cuci tangan serta catatan lainnya yang meliputi volume servis harian bengkel, jadwal ambilan limbah oleh pihak ketiga dan supervisi dari instansi terkait ke bengkel tersebut. Pengisian checklist dilakukan oleh peneliti dengan menanyakan kepada manajemen bengkel atau staf manajemen yang berwenang dan melalui observasi saat penelitian berlangsung. Isian checklist berisi komponen isian jawaban ada atau tidak. Selengkapnya tentang hasil pengujian lingkungan kerja bengkel servis sepeda motor di Kota Denpasar dapat dilihat pada Lampiran 3.

Apabila dilihat lingkungan kerja bengkel melalui kegiatan pengukuran lingkungan yang dibantu oleh staf laboratorium dari UPT. Balai Hiperkes dan Keselamatan Kerja Propinsi Bali, didapatkan data hasil pengukuran seperti pada Tabel 5.7. Data hasil pengukuran tersebut kemudian dibandingkan dengan baku mutu. Adapun baku mutu yang digunakan antara lain :

a. Peraturan Gubernur Bali No. 8 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Lingkungan (Gubernur Bali, 2007), Lampiran X tentang Baku Mutu Udara Ambien yang memberikan acuan NAB (Nilai Ambang Batas) pengukuran gas CO dan debu.

b. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Per.13/Men/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Kimia di Tempat Kerja (Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, 2011) pada Lampiran I yang memberikan acuan terhadap NAB ISBB yang merupakan cerminan iklim kerja dan NAB kebisingan di tempat kerja.

c. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang persyaratan kesehatan lingkungan kerja perkantoran dan industri yang memberikan acuan NAB untuk suhu, kelembaban ruang kerja, dan pencahayaan ruang kerja industri (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2002).

5.4.1 Gas Karbonmonoksida Pada Ruang Kerja Mekanik Bengkel

Pengukuran gas CO dilakukan dengan menggunakan alat impinger dari Balai Hiperkes Bali, seperti tampak pada Gambar 5.11. Dari 20 sampel bengkel yang diambil menunjukkan nilai pengukuran CO masih berada di bawah baku mutu yang dipersyaratkan dalam Peraturan Gubernur Bali NO. 8 Tahun 2007 Lampiran X, yaitu < 30.000 µg/m-3 (dalam 1 jam pengukuran), di mana nilai pengukuran gas CO di 20 sampel itu berada pada rentang nilai 313,33 - 606,67 µg/m-3.

Setelah dibandingkan dengan baku mutu, dapat disimpulkan bahwa nilai kadar gas pencemar CO di lingkungan udara ambien ruang kerja servis mekanik bengkel berada dalam batas normal. Apabila diklasifikasikan lagi, diketahui untuk bengkel kelas A memiliki rentang kadar CO sebesar 341,33 – 586,67 µg/m3,

106

bengkel kelas B antara 352,00 - 606,67 µg/m-3 serta bengkel kelas C dengan rentang nilai 286,70 – 530,22 µg/m-3.

Tabel 5.7

Rekapitulasi Nilai Pengukuran Variabel Lingkungan Kerja Bengkel di Kota Denpasar Tahun 2015

NO KELAS KODE PENGUJIAN LINGKUNGAN KERJA

CO DEBU PENCAHAYAAN KEBISINGAN ISBB RH WS

(µgm-3) (µgm-3) (lux) (dBA) (˚C) (%) ms-1 1 A A1 586,67 470,50 408,40 76,90 25,85 84,00 0,4 2 A A2 341,33 208,00 363,20 67,56 27,30 67,00 0,5 3 A A3 389,33 281,14 230,60 69,28 27,70 77,00 0,3 4 B B1 536,00 326,67 353,20 77,34 27,40 74,50 0,3 5 B B2 352,00 214,75 326,40 66,26 26,00 73,50 0,5 6 B B3 394,67 263,00 167,20 76,68 26,30 74,00 0,3 7 B B4 532,33 352,45 51,60 73,86 27,50 86,67 0,4 8 B B5 313,33 321,67 51,67 76,70 28,60 77,50 0,4 9 B B6 580,00 493.67 355,60 83,94 27,45 75,00 0,5 10 B B7 606,67 354,50 454,20 81,16 27,97 63,67 0,5 11 B B8 598,20 361,00 291,60 76,72 28,00 74,00 0,3 12 B B9 412,77 239,33 159,40 70,44 27,55 75,50 0,3 13 C C1 462,67 320,50 137,60 81,88 25,70 78,00 0,3 14 C C2 286,70 360,12 515,20 75,61 28,01 78,50 0,6 15 C C3 501,42 461,14 120,15 80,12 27,25 79,00 0,5 16 C C4 361,20 312,01 230,00 73,56 26,15 85,25 0,5 17 C C5 471,55 360,15 327,12 72,46 26,00 80,45 0,4 18 C C6 371,42 281,17 231,19 71,80 27,50 78,00 0,5 19 C C7 381,90 330,10 409,10 76,15 28,20 78,00 0,6 20 C C8 530,22 370,18 127,70 81,15 28,61 76,50 0,3

Keterangan Tabel 5.7 Nilai Baku Mutu Pengujian Lingkungan

No Parameter NAB

1 CO 30.000 µgm-3 Pengukuran 1 jam 2 Debu total 230 µgm-3 Pengukuran 24 jam

200 lux : pekerjaan dengan mesin dan perakitan kasar 4 Kebisingan 85 dBA Untuk pemaparan harian 8 jam

5 ISBB 28-31 ˚C 6 RH (Kelembaban) 65%-95% 7 WS(wind speed) 0,15 -0,25 ms-1 Keterangan 200-300 lux Pencahayaan

3 300 lux : R.Administrasi, R. Kontrol, pekerjaan mesin dan perakitan/penyusun

Beban kerja ringan - sedang dengan pengaturan waktu kerja setiap jam 75-100%

Gambar 5.11

Visualisasi Pengukuran Gas CO Ruang Servis Sepeda Motor Kota Denpasar dengan Memakai Alat Impinger Tahun 2015

(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015)

Hal ini berarti bahwa kadar karbonmonoksida di lingkungan udara ambien ruang kerja bengkel masih dalam batas aman bagi pekerja dan orang yang berada di lingkungan kerja tersebut. Nilai lengkap hasil pengukuran gas CO dijelaskan lebih rinci pada Tabel 5.7.

Menurut Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara, yang dimaksud dengan udara ambien adalah udara bebas di permukaan bumi yang berada pada lapisan troposfir yang dibutuhkan dan dapat mempengaruhi kesehatan manusia, makhluk hidup serta unsur lingkungan hidup lainnya (Presiden Republik Indonesia, 1999). Kualitas udara ambien ini sendiri merupakan tahap awal dalam memahami dampak negatif dari cemaran udara

108

terhadap lingkungan, dimana kualitas udara ambien dalam hal ini ditentukan oleh (Azizah dan Agnestisia, 2011):

1. Kuantitas emisi cemaran dari sumber cemaran.

2. Proses transportasi, konversi dan penghilangan cemaran di atmosfer (Gambar 5.13), dimana kualitas udara ambien akan menentukan dampak negatif cemaran udara terhadap kesehatan masyarakat dan kesejahteraan masyarakat seperti tumbuhan, hewan, material dan yang lainnya.

Gambar 5.12

Skema Rantai Emisi-Dampak Cemaran Udara

(Sumber : Setyowati (2009) dalam Azizah dan Agnestisia, 2011)

Apabila diperhatikan skema rantai emisi (Gambar 5.13) dapat diketahui bahwa gas CO yang dihasilkan dalam suatu proses kerja perbengkelan yang timbul saat pembakaran tidak sempurna, bahan bakar kendaraan akan mengalami proses transportasi, konversi dan dilusi di udara ambien. Proses tersebut mengakibatkan nilai konsentrasi zat pencemar dapat turun dan berada dalam level yang tidak berbahaya bagi kesehatan manusia secara akut.

Meskipun gas CO bukan merupakan gas racun yang sifatnya akumulatif bagi manusia, paparan kronik rendah hingga sedang dapat menimbulkan serangan pengambilan oksigen berulang dan efek resultan termasuk kerusakan kardiovaskuler atau sistem saraf pusat. Tanda dan gejala yang dilaporkan meliputi Emisi dari sumber

pencemar

Proses transportasi, konversi dan penghilangan

Konsentrasi

polisitemia (Hb berlebih/diatas normal), keletihan, malaise, anoreksia, mual, muntah, sakit kepala, pusing, ataksia, pingsan, glikosuria, kelemahan anggota badan, nyeri sendi dan neuromuskuler, spasme otot, hilangnya sensasi pada jari, tanda Romberg positif, gangguan pendengaran dan penglihatan serta gangguan kewaspadaan. Juga mungkin terjadi iritabilitas, perubahan kepribadian, gangguan daya ingat dan kesulitan berkonsentrasi (Badan POM RI, 2010).

5.4.2 Debu Total Lingkungan Kerja Bengkel

Berkebalikan dengan nilai CO yang 100% masih berada dalam level normal, maka nilai pengukuran kadar debu total/TSP (total suspended particle) dari 20 sampel debu ruang kerja yang diuji dengan menggunakan alat Nephelometer (Gambar 5.13), ditemukan bahwa saat puncakserviskendaraan ditemukan rentang nilai debu total adalah 208,00 – 494,67 µgm-3.

Dari rentang tersebut diketahui bahwa 90% ruang kerja bengkel memiliki kadar debu total di atas nilai baku mutu berdasarkan Peraturan Gubernur Bali No. 8 Tahun 2007 (Gubernur Bali, 2007). Di antara jumlah tersebut sebanyak 2 (dua) bengkel merupakan bengkel kelas A, kemudian masing-masing sebanyak 8 (delapan) bengkel merupakan kelas B dan C. Apabila diambil di masing-masing kelas bengkel maka dapat diketahui nilai kadar debu total sebagai berikut: bengkel kelas A dengan kadar debu total sebesar 208-470,5 µgm-3, bengkel kelas B sebesar 214,75 – 493,67 µgm-3, sedangkan bengkel kelas C dengan rentang nilai debu total sebesar 281,17 – 461,14 µgm-3.

110

Gambar 5.13

Visualisasi Pengukuran Debu Total di Ruang Servis Kendaraan Sepeda Motor Kota Denpasar dengan Menggunakan Nephelometer Tahun 2015

(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015)

Menurut peraturan tersebut nilai baku mutu untuk debu total/TSP adalah 230 µgm-3 (Gubernur Bali, 2007). Tentunya ini merupakan hal yang memberikan situasi lingkungan kerja yang tidak sehat terhadap para mekanik dan costumer yang berada di dekat ruang servis. Penelitian yang dilakukan oleh Bonro (2013) mendapatkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara kadar debu lingkungan kerja dengan penurunan fungsi paru karyawan. Selain itu, Riyadina (1996) dalam Mayasari (2011) menjelaskan bahwa efek biologis paparan debu di udara terhadap kesehatan manusia atau pekerja terdiri dari:

a. Efek Fibrogenik b. Efek Iritan

c. Efek Alergi

d. Efek Karsinogenik e. Efek Sistemik Toksik f. Efek pada Kulit

Berdasarkan atas fakta di atas, maka kadar debu yang melebihi baku mutu di ruang kerja para mekanik sepeda motor sudah barang tentu akan dapat memberikan efek atau dampak bagi kesehatan fisik mereka dalam jangka waktu tertentu

5.4.3 Pencahayaan di Lingkungan Kerja Bengkel

Servis kendaraan bermotor merupakan suatu pekerjaan rutin yang bersifat kasar dan terus menerus yang dilakukan dengan menggunakan mesin dan melakukan perakitan mesin. Di dalam ruang servis kendaraan terdapat ruang penerimaan order (admin bengkel), ruang pekerjaan mesin dan perakitan. Menurut Kemenkes RI No. 1405 Tahun 2002, disebutkan pencahayaan yang diperlukan untuk jenis pekerjaan seperti di ruang servis kendaraan sepeda motor adalah sebesar 200-300 lux (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2002).

Dari pengamatan lapangan diketahui, selain menggunakan pencahayaan alami, ruang kerja servis kendaraan telah dilengkapi dengan pencahayaan buatan dengan menggunakan lampu neon, dengan penempatan sedemikian rupa (Gambar 5.14) sehingga cukup terang untuk karyawan dan tidak menyilaukan. Berdasarkan data pada Tabel 5.7 ditemukan bahwa pencahayaan di bengkel sepeda motor di Kota Denpasar diketahui pada rentang 51,6 - 515,2 lux. Sebanyak 35% dari jumlah bengkel yang diukur diketahui memiliki intensitas pencahayaan yang

112

masih kurang dari NAB yang dipersyaratkan yaitu 4 bengkel termasuk kelas B dan 3 bengkel di kelas C.

Gambar 5.14

Pencahayaan Ruang Kerja Servis Sepeda Motor di Kota Denpasar dan Pengukuran Pencahayaan Ruang Kerja Oleh Petugas

(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015)

Dalam Peraturan Menteri Perburuhan No. 7 Tahun 1964 Tentang Syarat Kesehatan, Kebersihan Serta Penerangan Dalam Tempat Kerja yaitu pada pasal 14 (6) juga dengan jelas diatur bahwa syarat minimal untuk penerangan di ruang kerja dengan menggunakan mesin seperti bengkel yang melakukan percobaan terhadap barang-barang harus disediakan penerangan dengan kekuatan paling sedikit 200 lux (20ft candles) (Menteri Perburuhan RI, 1964).

Pencahayaan/penerangan di tempat kerja sangat berarti bagi keselamatan kerja, operasi kerja dan semangat kerja (Daryanto, 2010). Penerangan yang baik dapat mengurangi gangguan kerja dan dapat meningkatkan kesenangan kerja, dan

penerangan yang memadai akan memberi pemandangan yang baik dan menyegarkan (Harrianto, 2010). Penerangan ruang kerja yang optimal dapat membuat produktivitas kerja meningkat. Padmanaba (2008) telah meneliti pengaruh penerangan terhadap produktivitas pada mahasiswa design interior ISI Denpasar dan mendapatkan hasil, bahwa dengan mengubah penerangan ruang kerja mahasiswa design interior dapat meningkatkan produktivitas karya mahasiswa dan mempersingkat waktu produksi yang diperlukan mahasiswa designinterior FSRD ISI Denpasar.

5.4.4 Kebisingan di Lingkungan Kerja Bengkel

Kebisingan ruang kerja merupakan salah satu faktor penting yang menyebabkan penyakit akibat kerja (Harrianto, 2010; Kurniawidjaja, 2012). Berdasarkan baku mutu yang ada pada Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Per.13/Men/X/2011 (Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, 2011) tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Kimia di Tempat Kerja Lampiran I, maka intensitas bising ruang kerja yang diperbolehkan dalam 8 jam kerja maksimum sebesar 85 dBA. Apabila nilai bising ruang kerja melebihi nilai tersebut maka harus dilakukan perlindungan terhadap pekerja dengan menggunakan alat pelindung diri dan menyesuaikan jam kerja karyawan untuk mengurangi paparan bising untuk meminimalisasi akibat buruk bising terhadap tubuh karyawan.

Pada pengukuran yang dilakukan di ruang kerja bengkel ditemukan bising kerja di bengkel kelas A berada dalam rentang 67,56 - 76,6 dBA. Nilai tersebut masih berada dalam rentang nilai kebisingan normal untuk lingkungan kerja. Di

114

bengkel kelas B kebisingan diketahui sebesar 66,26 – 83,94 dBA. Dari rentang tersebut, diketahui sebanyak 2 bengkel kelas B yang memiliki kebisingan yang telah mendekati NAB. Bengkel kelas C diketahui memiliki rentang kebisingan antara 71,80 – 81,88 dBA, dengan 3 bengkel di antaranya memiliki kebisingan lebih dari 80 dBA yang mendekati NAB (maksimal 85 dBA). Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.7.

5.4.5 Iklim Kerja Bengkel

Apabila ditinjau dari data kenyamanan iklim kerja di ruang kerja bengkel yang mencakup komponen ISBB (Indeks Suhu Basah Bola), kelembaban udara dan kecepatan udara di ruang servis kendaraan maka diketahui di bengkel kelas A memiliki rentang ISBB 25,85 – 27,7 ˚C; bengkel kelas B dengan rentang ISBB 26 – 28,60 ˚C; serta bengkel kelas C sebesar 25,7 – 28,61 ˚C.

Berdasarkan atas acuan baku mutu yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Per.13/Men/X/2011 (Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, 2011), Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Kimia di Tempat Kerja Lampiran I, disebutkan bahwa untuk beban kerja ringan dengan kebutuhan kalori sampai 200 kkal / jam dengan kontinuitas pekerjaan dan istirahat > 50% dipersyaratkan ISBB maksimum sebesar 31 ˚C. Jika dilihat dari acuan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405/Menkes/SK/XI/2002 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2002) ditetapkan suhu ideal untuk ruang kerja industri antara 18 – 30 ˚C. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa suhu ruang kerja di

bengkel servis sepeda motor di Kota Denpasar masih dalam rentang normal sesuai dengan baku mutu.

Kelembaban udara yang terukur di bengkel kelas A yaitu 67 - 84% dengan kecepatan udara 0,3 - 0,5 ms-1; bengkel kelas B 63,67 – 86,67% serta kecepatan udara 0,3 - 0,5 ms-1 dan di bengkel kelas C sebesar 76,50 - 85,25% dengan kecepatan udara 0,3 - 0,6 ms-1. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405/Menkes/SK/XI/2002 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2002) ditetapkan kelembaban ruangan kerja industri adalah sebesar 65 - 95%, dengan laju ventilasi antara 0,15 -0,25 ms-1. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kelembaban relatif ruangan kerja bengkel servis sepeda motor di Kota Denpasar masih dalam rentang normal sesuai dengan baku mutu. Namun, kecepatan atau laju ventilasi di ruang kerja tersebut cukup kencang dengan kecepatan angin > 0,3 ms-1.

5.5 Karakteristik Standar Operasional Prosedur Bengkel Servis Sepeda