• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Standar Operasional Prosedur Bengkel Servis Sepeda Motor di Kota Denpasar Tahun 2015

Selain pengukuran terhadap kualitas lingkungan kerja seperti yang dijelaskan di atas, juga dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaan standar operasional prosedur (S O P) di bengkel servis kendaraan di Kota Denpasar. Hal ini dilakukan dengan melengkapi checklist pengamatan dan panduan wawancara yang telah disiapkan sebelumnya. Tentang hal tersebut telah dilakukan pengamatan di lingkungan kerja bengkel selama servis berlangsung (Gambar 5.15) dan melakukan wawancara dengan petugas di bengkel tersebut, terutama dengan

116

kepala bengkel atau supervisor mekanik bengkel seputar pelaksanaan S O P di bengkel yang bersangkutan.

Gambar 5.15

Pengamatan Proses Kerja Mekanik dan Penilaian Pelaksanaan SOP oleh Petugas (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015)

Checklist untuk penilaian S O P di bengkel sepeda motor mencakup pertanyaan tentang keberadaan ijin bengkel, kepemilikan dokumen S O P kerja bengkel, ketersediaan alat pelindung diri, ventilasi yang digunakan di ruang kerja, keberadaan dan kebersihan toilet, kelengkapan kotak P3K, keberadaan ceceran oli di lantai ruang kerja yang berpotensi menyebabkan kecelakaan kerja. Selain itu, juga terdapat penilaian keberadaan tempat sampah, fasilitas ruang istirahat mekanik, keberadaan fasilitas cuci tangan, serta catatan tentang volume servis harian, jadwal ambilan limbah B3 oleh pihak ketiga dan riwayat supervisi bengkel yang dilakukan oleh instansi pemerintah terkait. Data tentang penilaian standar operasional prosedur bengkel servis sepeda motor di Kota Denpasar yang diperoleh darichecklistdapat diuraikan sebagai berikut :

a. Ijin bengkel

Dari 20 (dua puluh) bengkel yang diambil sebagai sampel penelitian berdasarkan data dari Dinas Perijinan Kota Denpasar, diketahui bahwa semua sampel bengkel (100%) dalam penelitian ini telah mengantongi ijin dari Dinas Perijinan Kota Denpasar. Akan tetapi, ijin yang dimaksud hanya berupa SIUP (Surat Ijin Usaha Perdagangan) dan atau SITU (Surat Ijin Tempat Usaha) dan Ijin Gangguan (HO/Hinderordonnantie) yang berlaku dalam waktu 5 (lima) tahun.

b. Standar operasional prosedur (S O P)

Apabila dilihat dari kepemilikan dokumen S O P bengkel, seluruh bengkel dalam penelitian ini telah memiliki dokumen tersebut. Dokumen S O P dikeluarkan oleh pihakmain dealer ATPM yang mengacu kepada norma kerja yang aman di masing-masing brand sepeda motor. Pada bengkel dengan klasifikasi yang baik (Kelas A), dokumen S O P pelayanan servis ditempatkan di masing-masing pit dan bahkan digantung pada kendaraan yang akan diservis.

Urutan langkah kerja dalam dokumen tersebut wajib ditaati oleh setiap mekanik yang bekerja. Pada Gambar 5.16 diperlihatkan beberapa contoh S O P kerja yang dimiliki oleh bengkel sepeda motor. Urutan langkah kerja yang tertuang dalam dokumen SOP merupakan suatu upaya dari bengkel untuk membuat pekerjaan servis dapat dilakukan dengan baik, sesuai dengan prosedur, serta para pekerja melakukan pekerjaan tersebut

118

dengan aman (safe act) untuk menghindari terjadinya hal yang tidak diinginkan seperti kasus kecelakaan kerja.

Gambar 5.16

Beberapa Contoh S O P di Dalam Ruang Servis Kendaraan (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015)

Keberadaan SOP merupakan suatu jaminan bahwa pekerjaan tersebut dilakukan oleh pekerja yang benar, melakukan tugas pelayanan servis yang benar serta di lingkungan kerja yang sesuai dengan dipersyaratkan dalam menjamin keselamatan dan kesehatan kerja (K3) para pekerja mekanik dan seluruh karyawan maupun costumer yang datang ke bengkel.

c. Ketersediaan Alat Pelindung Diri

Alat pelindung diri (APD) dalam suatu usaha perbengkelan merupakan suatu kewajiban sekaligus sebagai suatu kebutuhan. Di dalam ruang kerja bengkel terdapat banyak hazard yang berpotensi menimbulkan keluhan kesehatan bagi pekerjanya. Keberadaan alat pelindung diri dan disiplin dalam pemakaiannya akan mengurangi risiko kesehatan yang terganggu akibat lingkungan kerja. Alat pelindung diri yang dimaksud dalam penelitian ini seperti ear plug, gloves, sepatu,googles, masker dan apron dan atau baju kerja. Kepemilikan alat pelindung diri belum mencapai angka 100%, bahkan cenderung rendah. Kepemilikan earplug hanya pada 2 (dua) bengkel kelas A dan 1 (satu) bengkel kelas B. Bengkel dengan kelas C belum ditemukan memiliki dan memakai ear plug. Ear plugsangat berguna bagi pekerja untuk menekanimpactkebisingan yang masuk ke telinga, sehingga risiko berkurangnya kualitas pendengaran akibat bising kerja dapat diminimalkan. Hal yang hampir sama juga terjadi kepada kepemilikan dan penggunaan gloves dalam bekerja, di mana yang memiliki gloveshanya pada 2 bengkel kelas A dan 2 bengkel kelas B. Pekerjaan mengunakan gerinda atau servis blok mesin biasanya menggunakan gloves yang telah dipersyaratkan. Kepemilikan dan penggunaan alat pelindung diri yang belum optimal mencerminkan rendahnya pengetahuan dan kesadaran serta kepedulian baik pemilik bengkel (pengusaha) maupun karyawan sendiri akan kebutuhan di bidang K3. Aspek K3 penting dilakukan dalam upaya menjaga karyawan dan

120

pengusaha dari kerugian materiil yang timbul sebagai akibat kecelakaan kerja. Sebagaimana disebutkan oleh Suma’mur (1980) dan Harrianto (2010), bahwa kejadian kecelakaan kerja timbul sebagai akibatunsafe act (perilaku yang tidak aman) dan unsafe condition(lingkungan kerja yang tidak aman), sehingga dalam upaya pencegahan terjadinya kecelakaan kerja maupu n penyakit akibat kerja, maka penggunaan alat pelindung diri mutlak diperlukan.

d. Ventilasi

Ventilasi merupakan faktor kunci terciptanya kenyamanan dan kesehatan ruang kerja. Ventilasi memegang peranan dalam menjamin ketersediaan dan kecukupan pertukaran udara di ruang kerja. Kementerian Kesehatan RI dalam Keputusan Nomor 1405 Tahun 2002 bahkan telah mengatur tentang batasan kecukupan pertukaran udara di ruang kerja yang tidak menggunakan pendingin dipersyaratkan ventilasi minimal seluas 15% dari luas lantai dengan ventilasi silang (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2002). Di samping itu, laju pertukaran udara 0,15 - 0,25 ms-1. Pada pengamatan di ruang kerja bengkel sepeda motor, terutama ruang servis kendaraan, sebagian besar bengkel menggunakan kipas angin sebagai alat bantu ventilasi dan menjaga aliran udara. Hanya 1 (satu) bengkel saja yang menerapkan penyejuk ruangan pada ruang kerja servis, yaitu pada bengkel A2 (Gambar 5.17), sehingga ruang kerja pada bengkel ini terasa lebih nyaman dibandingkan bengkel yang lain. Secara

umum keberadaan jendela diganti dengan luasnya pintu masuk ruang servis.

Gambar 5.17

Visualisasi Upaya Bengkel Dalam Menjaga Pertukaran Udara dengan Penyediaan Sarana Seperti Penyejuk Ruangan atau Kipas Angin

Pada Ruang Servis

(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015)

Ventilasi di bengkel A2 merupakan contoh yang baik bagi bengkel sepeda motor. Dikatakan baik bukan hanya karena dia memakai pendingin udara, tetapi lebih kepada pertukaran udara yang terjadi dengan adekuat sehingga udara bersih dapat dipasok ke ruang kerja dengan lebih baik. Keberadaan exhaust juga dirasakan sangat membantu. Pada beberapa bengkel seperti bengkel B1, B4, C3 dan C8 ventilasi ruangan terkesan agak kurang, di mana ruang servis yang terletak agak di dalam, dan tidak adanya jendela yang berfungsi mengalirkan udara segar ke dalam ruang kerja. Ruangan pada bengkel ini hanya mengandalkan kipas angin untuk aliran udara, tidak dilengkapi dengan exhaust fan untuk mengalirkan udara kotor di dalam ruangan keluar ruang kerja.

122

Akibatnya, uap bensin yang berasal dari pekerjaan servis tercium dalam waktu cukup lama dan mengurangi kenyamanan dalam bekerja.

e. Toilet

Pada bengkel yang merupakan sampel penelitian ini, telah semuanya memiliki toilet untuk para karyawannya, tetapi tidak semuanya memisahkan toilet pria dan wanita. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 1405/Menkes/SK/XI/2002 (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2002), diatur bahwa toilet pria dan wanita harus dipisahkan, dan memiliki jumlah yang cukup sesuai dengan rasio karyawan.

Bagi tempat usaha dengan karyawan < 25 orang dipersyaratkan memiliki kamar mandi 1 buah, jumlah jamban 1 buah, jumlah peturasan dan wastafel masing-masing sebanyak 2 buah. Oleh karena jumlah karyawan bengkel umumnya kurang 25 orang, sehingga toilet yang disediakan hanya 1 buah. Umumnya toilet tersebut juga dipakai oleh para pelanggan, sehingga rasionya menjadi berkurang, sehingga terkadang dijumpai toilet yang akhirnya kurang terawat dan kotor (Gambar 5.18). Hal ini menjadi suatu catatan, karena kebersihan toilet akan berpengaruh juga terhadap higiene karyawan dan kesehatan para tenaga kerja lainnya. Pada penelitian ini, yang memiliki toilet wanita hanya 30% pada sampel bengkel kelas B, 12,5 % pada bengkel kelas C. Pada bengkel kelas A, semua toilet sudah dibedakan antara pria dan wanita.

Gambar 5.19

Viasualisasi Kondisi Toilet Pada Sejumlah Bengkel di Kota Denpasar Tahun 2015 (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015)

f. Kelengkapan P3K (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan)

Kelengkapan P3K di tempat kerja menjadi satu hal yang penting dan wajib dilakukan oleh pengusaha dan juga karyawan. Sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No. 15/Men/VIII/2008 Tentang Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan di Tempat Kerja disebutkan bahwa pengusaha wajib menyediakan petugas P3K dan fasilitas P3K di tempat kerja (Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, 2008). Fasilitas yang dimaksud di sini antara lain ruangan, kotak P3K beserta isinya, alat evakuasi/transportasi serta alat pelindung diri dan kelengkapan lainnya. Dalam Lampiran II peraturan ini (Tabel 5.8) disebut dan diatur dengan jelas tentang kelengkapan isi minimal yang harus disediakan oleh pengusaha dalam Kotak P3K di tempat kerja. Berdasarkan pengamatan di lapangan diketahui bahwa

124

pengusaha tidak melengkapi kotak P3K seperti yang dipersyaratkan oleh peraturan di atas.

Tabel 5.8

Rekomendasi Daftar Isian Kotak P3K di Tempat Kerja

NO ISI KOTAK A KOTAKB KOTAKC (untuk≤25 pekerja) (untuk≤50 pekerja) (untuk≤100 pekerja)

1 Kasa steril terbungkus 20 40 40

2 Perban (lebar 5 cm) 2 4 6

3 Perban (lebar 10 cm) 2 4 6

4 Plester (lebar 1,25 cm) 2 4 6

5 Plester cepat 10 15 20

6 Kapas (25 gram) 1 2 3

7 Kain segitiga / mittela 2 4 6

8 Gunting 1 1 1

9 Peniti 12 12 12

10 Sarung tangan sekali pakai 2 3 4

11 Masker 2 4 6

12 Pinset 1 1 1

13 lampu senter 1 1 1

14 Gelas untuk cuci mata 1 1 1

15 Kantong plastik bersih 1 2 3

16 Aquades (100 ml lat. Saline) 1 1 1

17 Povidon iodin (60 ml0 1 1 1

18 Alkohol 70% 1 1 1

19 Buku Panduan P3K di tempatkerja 1 1 1

20 Buku catatan 1 1 1

Daftar isi kotak 1 1 1

Sumber : Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI (2008)

Pengusaha mengatakan bahwa selama ini tidak mengetahui adanya peraturan tentang P3K di tempat kerja, dan juga dari dinas terkait tidak pernah melakukan supervisi, sosialisasi peraturan dan memberikan rekomendasi terkait pelaksanaan usaha perbengkelan. Sebagai gambaran

dapat ditampilkan kotak P3K di bengkel Kota Denpasar seperti pada Gambar 5.19.

Berdasarkan Gambar 5.19, dapat dilihat isian kotak P3K di tempat kerja jauh dari kata lengkap. Kotak P3K umumnya hanya berisikan alkohol 70%, povidone iodin, perban gulung, dan plester luka serta kapas. Kelengkapan yang penting seperti catatan, buku kontrol obat serta tim P3K tidak dimiliki. Pada satu bengkel yaitu bengkel B4, kotak P3K yang dimilikinya hanya menjadi hiasan dinding saja karena di dalam kotak tidak tersedia obat ataupun kelengkapan P3K. Dari wawancara juga diketahui bahwa pelatihan petugas terkait P3K di tempat kerja juga belum pernah dilakukan di bengkel – bengkel di Kota Denpasar.

Gambar 5.19

Visualisasi Kotak P3K dan Isiannya di Bengkel Sepeda Motor di Kota Denpasar Tahun 2015

(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015) g. Ceceran Oli di Lantai Ruang Kerja

Oli merupakan bagian penting dari kendaraan yang melumasi mesin saat mesin motor melakukan tugasnya. Pergantian oli untuk kendaraan motor

126

pada umumnya dilakukan setiap 2000-2500 km atau setiap 3 bulan sekali. Penggantian oli kendaraan merupakan suatu rutinitas rutin yang dikerjakan dalam servis kendaraan. Namun, pekerjaan tersebut terkadang tidak dilakukan dengan cermat sehingga meninggalkan ceceran oli bekas di lantai kerja ruang servis seperti tampak pada Gambar 5.20.

Gambar 5.20

Visualisasi Kondisi Lantai Ruang Kerja Bengkel Yang Berisi Ceceran Oli (lingkaran merah) Pasca Servis Kendaraan di Bengkel

di Kota Denpasar Tahun 2015 (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015)

Ceceran oli merupakan salah satu potensi bahaya di ruang kerja tidak saja bagi semua pekerja, tetapi juga kepada siapa saja yang lewat di ruang tersebut. Oli bekas berpotensi menyebabkan kecelakaan kerja karena terpeleset yang diakibatkan lantai yang licin. Dari cheklist pengamatan, diketahui bahwa ceceran oli ditemukan di semua Bengkel kelas C, 88 % bengkel kelas B dan 66 % bengkel kelas A. Untuk menghindari 126

pada umumnya dilakukan setiap 2000-2500 km atau setiap 3 bulan sekali. Penggantian oli kendaraan merupakan suatu rutinitas rutin yang dikerjakan dalam servis kendaraan. Namun, pekerjaan tersebut terkadang tidak dilakukan dengan cermat sehingga meninggalkan ceceran oli bekas di lantai kerja ruang servis seperti tampak pada Gambar 5.20.

Gambar 5.20

Visualisasi Kondisi Lantai Ruang Kerja Bengkel Yang Berisi Ceceran Oli (lingkaran merah) Pasca Servis Kendaraan di Bengkel

di Kota Denpasar Tahun 2015 (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015)

Ceceran oli merupakan salah satu potensi bahaya di ruang kerja tidak saja bagi semua pekerja, tetapi juga kepada siapa saja yang lewat di ruang tersebut. Oli bekas berpotensi menyebabkan kecelakaan kerja karena terpeleset yang diakibatkan lantai yang licin. Dari cheklist pengamatan, diketahui bahwa ceceran oli ditemukan di semua Bengkel kelas C, 88 % bengkel kelas B dan 66 % bengkel kelas A. Untuk menghindari 126

pada umumnya dilakukan setiap 2000-2500 km atau setiap 3 bulan sekali. Penggantian oli kendaraan merupakan suatu rutinitas rutin yang dikerjakan dalam servis kendaraan. Namun, pekerjaan tersebut terkadang tidak dilakukan dengan cermat sehingga meninggalkan ceceran oli bekas di lantai kerja ruang servis seperti tampak pada Gambar 5.20.

Gambar 5.20

Visualisasi Kondisi Lantai Ruang Kerja Bengkel Yang Berisi Ceceran Oli (lingkaran merah) Pasca Servis Kendaraan di Bengkel

di Kota Denpasar Tahun 2015 (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015)

Ceceran oli merupakan salah satu potensi bahaya di ruang kerja tidak saja bagi semua pekerja, tetapi juga kepada siapa saja yang lewat di ruang tersebut. Oli bekas berpotensi menyebabkan kecelakaan kerja karena terpeleset yang diakibatkan lantai yang licin. Dari cheklist pengamatan, diketahui bahwa ceceran oli ditemukan di semua Bengkel kelas C, 88 % bengkel kelas B dan 66 % bengkel kelas A. Untuk menghindari

terjadinya kecelakaan kerja, ceceran oli umumnya akan ditutup dengan menggunakan kardus bekas (seperti pada Gambar 5.20) atau dengan menggunakan pasir.

Pembersihan oli dan lantai ruang kerja dilakukan 2 kali dalam sehari yaitu pagi sebelum buka servis, dan sore setelah servis selesai. Salah satu contoh yang baik dalam menjaga lingkungan kerja tetap bersih dan baik ada pada bengkel A2, di mana lantai ruang kerja setiap selesai servis dibersihkan dengan teratur serta lantai ruang kerja dilapisi oleh karet anti slip sehingga para mekanik akan terhindar dari resiko terpeleset selama malakukan servis.

Oli bekas merupakan suatu bahan B3 yang memerlukan penanganan khusus agar tidak mencemari lingkungan. Presiden Republik Indonesia (2014) dalam Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) mewajibkan setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan upaya pengurangan, penyimpanan dan pengelolaan terhadap limbah B3 yang dihasilkannya. Pada pasal 15 ayat 1 pada peraturan Pemerintah tersebut diatur dengan jelas tentang syarat fasilitas penyimpanan limbah B3, yaitu harus memiliki

1. Bangunan

2. Tangki/kontainer 3. Silo

128

5. Waste Impaundment

6. Bentuk lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pada setiap bengkel memiliki tempat penampungan khusus untuk limbah B3 terutama untuk oli bekas maupun minyak atau pelarut kimia lainnya seperti ditampilkan pada Gambar 5.21. Tempat penampungan sementara oli bekas dan limbah B3 lainnya yang bersifat cair dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu ditempatkan di atas permukaan tanah dan di bawah permukaan tanah. Penempatan limbah B3 di atas permukaan tanah bisa berupa drum tabung khusus penyimpan oli bekas. Untuk yang ditempatkan di bawah permukaan tanah, bengkel memiliki suatu sumur yang terbuat dari beton dan tertutup oleh sebuah pintu logam. Penampungan limbah oli dengan metode ini memiliki kapasitas yang lebih besar dibandingkan dengan yang dipermukaan tanah. Inlet pembuangannya ditempatkan di setiap pit servis.

Di setiap tempat penampungan sementara limbah B3 dilengkapi dengan pengaman berupa kunci gembok atau ditempatkan di sebuah ruangan dengan ventilasi yang baik serta dilengkapi dengan teralis pengaman seperti yang terlihat pada Gambar 5.21.

h. Tempat Sampah

Sampah yang dihasilkan kegiatan servis sepeda motor di tiap pit berupa plastik, botol oli, botol minuman dan kertas bekas. Tempat sampah ditempatkan di masing-masing pit dengan tujuan para mekanik dapat

membuang sampah pada tempatnya dan sampah yang bukan barang berbahaya tidak tercampur dengan sampah yang berbahaya.

Keberadaan atau jumlah tong sampah disesuaikan dengan masing-masing pit. Semua bengkel (100%) yang menjadi sampel dalam penelitian ini memiliki tempat sampah dalam jumlah yang sesuai dengan jumlah pit

Gambar 5.21

Tempat Penampungan Oli Bekas atau Limbah B3 Cair di Bengkel Sepeda Motor di Kota Denpasar Tahun 2015

(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015)

layanan. Tempat sampah yang ditempatkan di masing-masing pit berupa tempat sampah tanpa tutup, dan satu tempat sampah besar dengan tutup membuang sampah pada tempatnya dan sampah yang bukan barang berbahaya tidak tercampur dengan sampah yang berbahaya.

Keberadaan atau jumlah tong sampah disesuaikan dengan masing-masing pit. Semua bengkel (100%) yang menjadi sampel dalam penelitian ini memiliki tempat sampah dalam jumlah yang sesuai dengan jumlah pit

Gambar 5.21

Tempat Penampungan Oli Bekas atau Limbah B3 Cair di Bengkel Sepeda Motor di Kota Denpasar Tahun 2015

(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015)

layanan. Tempat sampah yang ditempatkan di masing-masing pit berupa tempat sampah tanpa tutup, dan satu tempat sampah besar dengan tutup membuang sampah pada tempatnya dan sampah yang bukan barang berbahaya tidak tercampur dengan sampah yang berbahaya.

Keberadaan atau jumlah tong sampah disesuaikan dengan masing-masing pit. Semua bengkel (100%) yang menjadi sampel dalam penelitian ini memiliki tempat sampah dalam jumlah yang sesuai dengan jumlah pit

Gambar 5.21

Tempat Penampungan Oli Bekas atau Limbah B3 Cair di Bengkel Sepeda Motor di Kota Denpasar Tahun 2015

(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015)

layanan. Tempat sampah yang ditempatkan di masing-masing pit berupa tempat sampah tanpa tutup, dan satu tempat sampah besar dengan tutup

130

umumnya ditempatkan di luar area servis seperti yang tampak pada Gambar 5.22. Tempat sampah tanpa tutup di area pit memudahkan para mekanik dalam membuang sampah sisa dari kegiatan servis.

Gambar 5.22

Visualisasi Tempat Sampah yang Ditempatkan di Bengkel Sepeda motor di Kota Denpasar Tahun 2015

(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015) i. Ruang Istirahat dan Fasilitas Cuci Tangan

Ruang istirahat karyawan biasanya dipakai oleh para karyawan untuk duduk atau makan selama jam istirahat. Di dalam ruang istirahat terdapat meja kursi dan pantrydi mana para karyawan di bengkel dapat membuat makanan atau minuman selama istirahat berlangsung. Seharusnya ruang istirahat selalu dalam keadaan rapi dan bersih dan cukup untuk para karyawan untuk beristirahat. Di beberapa bengkel, keberadaan ruang istirahat terkesan sekedar ada, bahkan kondisinya jauh dari layak. Dari

pengamatan lapangan semua bengkel (100%) menyediakan ruang istirahat dan fasilitas cuci tangan bagi para karyawannya. Dekat dengan ruang istirahat juga telah disediakan fasilitas kamar mandi atau wastafel tempat untuk membersihkan tangan dari bekas oli dan kotoran yang menempel. Sebagai gambaran ruang istirahat karyawan dapat dilihat pada Gambar 5.23.

Gambar 5.23

Gambaran Ruang Istirahat Karyawan Mekanik di Bengkel Sepeda Motor di Kota Denpasar

(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015)

Dari Gambar 5.23 dapat dilihat bahwa ruang istirahat mekanik bengkel belum sepenuhnya layak bagi para mekanik untuk dapat beristirahat secara optimal dan sehat. Ruang yang terbatas karena pada saat pengamatan ditemukan ruang istirahat dijadikan salah satu tempat untuk

132

gudang sparepart kendaraan dengan tumpukan kardus. Selain itu, terbatasnya meja dan kursi terkadang membuat para mekanik terpaksa duduk atau bahkan makan di atas lantai. Kondisi kebersihan ruangan tampak jauh dari kata baik dan sehat. Tampak ruangan tidak setiap hari dibersihkan, pengaturan barang yang tidak rapi, kebersihan loker dan ruang ganti serta kondisi ruangan yang cenderung agak pengap membuat suasanan ruang menjadi sangat tidak nyaman. Tentunya ini menjadi suatu pekerjaan rumah tidak saja bagi pengusaha yang berkewajiban menyediakan fasilitas yang layak, tetapi juga buat pemerintah.

j. Catatan Lainnya

Pada bagian ini dicatat tentang volume servis yang dilakukan bengkel setiap hari, jadwal pengambilan limbah serta adanya supervisi dari dinas pemerintah terkait dengan usaha perbengkelan sesuai dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia No. 551/MPP/Kep/10/1999 tentang Bengkel Umum Kendaraan Bermotor (Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI, 1999).

Dilihat dari volume servis kendaraan, dapat diketahui bahwa bengkel di Kota Denpasar mampu memberikan servis yang lumayan besar. Ini dapat dilihat dari rata-rata servis per hari yang mampu tercapai.

Pada bengkel kelas A rentang servis harian antara 15-80 kendaraan per 8 (delapan) jam kerja. Rata-rata servis harian terbesar diberikan oleh bengkel A2 yaitu sebesar 55-80 kendaraan per 8 jam kerja. Bengkel kelas B diketahui memiliki rata-rata servis yang lebih besar dibandingkan

dengan bengkel kelas A. Bengkel kelas B ternyata mendapatkan layanan servis per hari antara 10-100 kendaraan per 8 jam kerja. Bahkan pada bengkel B6 dan B8 menerapkan 12 jam kerja dengan 2 shift yaitu pagi dan sore mampu mencapai target servis hingga 150 kendaraan per hari. Apabila dirata-rata per bulan maka bengkel kelas B mampu mencapai jumlah layanan kendaraan sebesar 310 – 3000 kendaraan.

Begitu pula dengan bengkel kelas C, walaupun memiliki fasilitas tidak seluas bengkel kelas A dan B tetapi volume rata-rata servis yang mampu diberikan cukup tinggi yaitu 10-60 kendaraan per 8 jam kerja. Dengan servis rata-rata tertinggi diberikan oleh bengkel C1 dengan volume servis rata-rata harian sebanyak 40-60 kendaraan per 8 jam kerja.

Menurut wawancara yang dilakukan, volume servis tertinggi biasanya dicapai pada awal bulan kalender antara tanggal 1 hingga tanggal 10. Selengkapnya tentang volume servis yang diperoleh dari wawancara ditampilkan pada Tabel 5.9.

Catatan lainnya yang dalamchecklistadalah tentang jadwal pengambilan limbah oleh pihak ketiga. Sebagaimana disinggung di atas tentang limbah B3 bengkel, maka dalam menyikapi hal tersebut pihak bengkel menjalin kerja sama dengan pihak ketiga yang mengumpulkan limbah B3 bengkel seperti oli maupun bekas aki dan pelumas. Dari wawancara yang dilakukan, maka diketahui pihak ketiga melakukan pengambilan limbah setiap 1 bulan sekali. Pada bengkel dengan volume servis yang tinggi seperti pada Bengkel B6 dan C1, jadwal pengambilan limbah bengkel