• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar Rupiah Terhadap US Dollar dan PDB dengan Return Portofolio Saham

2 TINJAUAN PUSTAKA Investas

E. Analisis Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar Rupiah Terhadap US Dollar dan PDB dengan Return Portofolio Saham

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah yang masih bersifat praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya. Berdasarkan permasalahan penelitian yang sudah diuraikan dan kajian teori serta penelitian terdahulu maka hipotesis dalam penelitian ini adalah :

Ha1 : Nilai inflasi berpengaruh negatif terhadap return portofolio saham

Ha2 :Nilai tukar rupiah terhadap dolar berpengaruh positif terhadap return

portofolio saham

Ha3 : Nilai PDB berpengaruh signifikan terhadap return portofolio saham

H a4: Krisis ekonomi berpengaruh signifikan terhadap return portofolio

saham

Pengujian terhadap hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda. Analisis regresi linier berganda merupakan pengembangan

27 dari analisis regresi sederhana dimana terdapat lebih dari satu variabel independen X. Persamaan regresi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Y = a + b1x1 + b2x2+ b3x3+ b4x4+e ………..(3.27)

Keterangan :

Y = Return Portofolio Saham a = Konstanta

b1 = Koefisien regresi Inflasi

b2 = Koefisien regresi Nilai tukar rupiah terhadap US dollar

b3 = Koefisien regresi PDB

b4 = Koefisien regresi dummy variabel

x1 = Inflasi

x2 = Nilai tukar rupiah terhadap US dollar

x3 = PDB

x4 = Dummy variabel (nilai satu (1) = terjadi krisis ekonomi) (nilai nol (0) =

tidak terjadi krisis ekonomi) e = Standard error

Penggunaan variabel dummy ini untuk menunjukkan periode krisis ekonomi dan periode tidak terjadi krisis ekonomi. Model regresi linier berganda dapat disebut sebagai model yang baik jika model tersebut memenuhi asumsi normalitas data dan terbebas dari asumsi klasik statistik, baik itu multikolineritas, autokorelasi dan heteroskesdastisitas.

a. Uji Asumsi Klasik

1) Uji normalitas dilakukan untuk menguji apakah nilai residual yang telah terstandarisasi pada model regresi terdistribusi normal atau tidak. Nilai residual tersebut dikatakan berdistribusi normal jika nilai residual terstandarisasi tersebut mengikuti nilai rata-ratanya. Model regresi yang baik adalah model yang distribusi data nya normal atau mendekati normal. Penyebab utama tidak terpenuhinya uji asumsi klasik normalitas ini adalah karena terdapat nilai ekstrem yang disebabkan oleh kesalahan pengambilan data, kesalahan dalam input data, atau karena karakteristik data tersebut sangat jauh dari rata-rata.

Uji jarque-bera merupakan uji normalitas dengan berdasarkan pada koefisien keruncingan (kurtosis) dan koefisien kemiringan (skewness). Nilai statistik jarque-bera yang dihasilkan akan dibandingkan dengan nilai χ2 tabel. Jika nilai Jarque-bera ≤ χ2 tabel maka nilai terstandarisasi dinyatakan berdistribusi normal.

Untuk menghitung nilai statistik Jarque-Bera digunakan rumus:

!"= !! !! 6 + !−3 ! 24 ……….…………(3.28) Keterangan : JB = Statistik Jarque-Bera S = Koefisien Skewness K = Koefisien Kurtosis

2) Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam uji regresi yang terbentuk terdapat korelasi yang tinggi atau sempurna di antara variabel bebas atau tidak. Uji multikolinearitas dilakukan dengan melihat

correlation matrix dari masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat. Model regresi tidak mengalami gejala multikolinearitas apabila

28

nilai nya kurang dari 0,8 (Winarno, 2007). Uji multikoliniearitas digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya hubungan antara beberapa variabel independen dalam model regresi, artinya adalah jika diantara variabel independen sama sekali tidak berkorelasi satu dengan yang lainnya maka dapat dikatakan bahwa tidak terjadi multikoliniearitas. Menurut Winarno (2007) alternatif dalam menghadapi masalah multikolinearitas adalah (1) Tambahkan datanya bila memungkinkan, karena masalah multikolinear biasanya muncul karena jumlah observasinya sedikit, (2) Hilangkan salah satu variabel independennya, terutama yang memiliki hubungan yang kuat dengan variabel lain, (3) Transformasikan salah satu (atau beberapa) variabel, termasuk misalnya dengan melakukan diferensi. Dan (4) Biarkan saja model kita mengandung multikolinieritas, karena estimatornya masih dapat bersifat BLUE.

3) Uji autokorelasi dapat didefinisikan adanya terjadi korelasi diantara data pengamatan sebelumnya. Dengan kata lain bahwa munculnya satu data dipengaruhi oleh data sebelumnya. Uji autokorelasi dilakukan untuk melihat adanya korelasi antar anggota serangkaian data observasi yang diuraikan menurut waktu (time series) maupun ruang(cross section). Uji autokorelasi yang digunakan adalah uji Durbin Watson atau dengan metode Breusch Godfrey. Dimana uji ini melihat apakah antar residual terdapat korelasi yang tinggi dengan melihat data residual acak atau tidak ( Winarno, 2007 ). Uji autokorelasi menggunakan rumus:

!"=

!!!

!! !

!!! ……….………(3.29) Keterangan:

DW = Nilai Durbin-Watson Test e = Nilai residual

e t-1 = Nilai residual satu periode sebelumnya

Sedangkan metode Breusch Godfrey atau lebih dikenal dengan uji Lagrange Multiplier (LM) yaitu dengan prosedur uji sebagai berikut :

• Estimasi persamaan dengan metode OLS dan kita dapatkan residualnya

• Melakukan regresi residual dengan variabel independen X dan lag dari residual kemudian dapatkan nilai R square dari regresi persamaannya.

• Uji ini mengikuti distribusi chi-squares dengan df sebanyak p. Jika chi square hitung lebih besar daripada nilai kritis chi square (X) pada derajat kepercayaan tertentu maka terjadi autokorelasi. Jika nilai chi squares hitug lebih kecil daripada nilai kritisnya maka model tidak mengandung unsure autokorelasi.

4) Uji heteroskesdastisitas, merupakan uji yang dilakukan untuk menguji apakah dalam model regresi terdapat ketidaksamaan varian dan residual satu pengamatan ke pengamatan yang lainnya.

b. Uji Simultan dengan F-Test

Uji simultan dengan F-test ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh-pengaruh bersama-sama variabel independen terhadap variabel dependen. Hasil F-test ini pada output SPSS dapat dilihat pada tabel Anova. Hasil F-test menunjukkan variabel independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen jika p-value (pada kolom sig.). lebih kecil dari level of

29 significant yang ditentukan yaitu dengan nilai prob < 0,05 atau F hitung (pada kolom F) lebih besar dari F tabel.

c. Uji Parsial dengan T-Test

T-test ini bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh masing-masing variabel independen secara individual (parsial) terhadap variabel dependen. Hasil uji pada output SPSS dapat dilihat pada tabel coefficenta. Nilai dari uji t- test dapat dilihat dari p-value (pada kolom sig) pada masing-masing variabel independent. Jika p-value lebih kecil dari level of significant yang ditentukan, atau t-hitung (pada kolom t) lebih besar dari t-tabel (dihitung dari two-tailed

α= 5% df-k, k merupakan jumlah variabel independen maka secara parsial ada pengaruh signifikan antaravariabel independen dengan variabel dependen. d. Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi (R2) bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan variabel independen menjelaskan variabel dependen. Dalam output SPSS, koefisien determinasi ini terletak pada Model Summaryb dan tertulis R Square dikatakan baik jika diatas 0,5 karena nilai R square berkisar antara 0 sampai dengan 1.

Dokumen terkait