• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pengaruh Tata Kelola Ekonomi Daerah terhadap Realisasi Investasi di Provinsi Jawa Timur

5.3. Pengaruh Tata Kelola Pemerintahan Daerah terhadap Realisasi Investasi di Provinsi Jawa Timur

5.4.3. Analisis Pengaruh Tata Kelola Ekonomi Daerah terhadap Realisasi Investasi di Provinsi Jawa Timur

5.4.3.1 Analisis Pengaruh Tata Kelola Ekonomi Daerah terhadap Realisasi PMDN di Provinsi Jawa Timur.

Berdasarkan hasil estimasi model, terlihat bahwa semua variabel bebas berpengaruh signifikan terhadap realisasi PMDN di kabupaten/kota di provinsi Jawa Tengah. Kelima variabel bebas itu adalah PMA, belanja modal, pertumbuhan ekonomi, persentase perusahaan yang memiliki TDP, dan dummy program pengembangan usaha swasta (PPUS) berupa promosi produk lokal kepada investor potensial. Hal ini dapat kita lihat dari p-value masing-masing variabel yang berada di bawah taraf nyata 10 %.

Variabel PMA berpengaruh positif terhadap PMDN dengan nilai koefisien 0.289785. Hal ini berarti bahwa peningkatan realisasi PMA sebesar 1% akan meningkatkan realisasi PMDN sebesar 0.289785%, cateris paribus. Dengan kata lain, keberadaan PMA di kabupaten/kota di Jawa Timur justru bukan menjadi substitusi PMDN melainkan saling melengkapi (bersifat komplementer) dengan PMA. Aliran PMA ini secara relatif masih banyak manfaatnya dalam bentuk penciptaan kesempatan kerja,penyerapan teknologi,manajemen, pengetahuan dan pengalaman asalkan tidak terlalu banyak campur tangan asing dalam pengelolaan problem domestik dari kabupaten/kota tempat modal itu ditanamkan (Damanhuri, 2010).

Keberadaan PMA yang justru menstimulasi realisasi PMDN ini sejalan dengan penelitian di Korea Selatan oleh Kim dan Seo (2003), bahwa PMA mampu menstimulasi dan mendorong berkembangnya PMDN. Ini terbukti dengan munculnya Korea Selatan menjadi salah satu raksasa baru Asia dalam hal pertumbuhan ekonomi akibat banyaknya PMA yang berinvestasi di era 90-an. PMA dan PMDN di dalamnya tidak saling mensubstitusi karena PMA yang masuk tidak bersifat resource seeking yang akan menyebabkan perebutan sumber daya, tapi sudah bersifat market seeking, sehingga tujuan utamanya hanyalah memperluas marketnya saja dengan lebih mendekatkan diri kepada pangsa pasarnya.

Variabel berikutnya yaitu belanja modal ternyata berpengaruh positif terhadap realisasi PMDN dengan nilai koefisien 9.280199. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa setiap kenaikan belanja modal sebesar 1% akan menyebabkan kenaikan realisasi PMDN sebesar 9.280199%, cateris paribus. Seperti halnya pengaruh PMA terhadap PMDN, belanja modal pemerintahpun bersifat komplementer terhadap realisasi PMDN. Sejalan dengan penelitian Atukeren (2005), keberadaan investasi pemerintah dapat menjadi komplementer saat investasi pemerintah sangat mendukung pengembangan investasi swasta. Contoh nyatanya adalah investasi pemerintah dalam bidang infrastruktur, sangat mendorong produktivitas sektor swasta karena mengurangi biaya tambahan akibat transportasi yang buruk. Sedangkan investasi dalam pendidikan dan kesehatan, akan meningkatkan kualitas human capital dari para pelaku usaha, sehingga realisasi investasi swasta dalam jangka panjang akan meningkat.

Pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap investasi dalam bentuk

causal relationship. Investasi mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, dan

sebaliknya pertumbuhan ekonomipun mempengaruhi realisasi investasi. Dalam model PMDN ini, pertumbuhan ekonomilah yang mempengaruhi realisasi investasi secara signifikan positif. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa setiap kenaikan dalam pertumbuhan ekonomi sebesar 0.1%, akan menyebabkan kenaikan realisasi PMDN sebesar 0.022%, cateris paribus. Easterly dan Levine (2001) juga berargumen bahwa hubungan positif antara investasi dan pertumbuhan ekonomi dapat terjadi dari hubungan timbal balik yaitu kecenderungan pertumbuhan ekonomilah yang menyebabkan akumulasi kapital.

Beranjak lebih jauh ke dalam variabel tata kelola pemerintahan, variabel persentase kepemilikan TDP secara signifikan berpengaruh positif terhadap realisasi PMDN dengan nilai koefisien 0.073570. Nilai ini dapat diinterpretasikan setiap kenaikan 1% dalam persentase pelaku usaha yang memiliki TDP akan meningkatkan realisasi PMDN sebesar 0.073570%, cateris paribus. Dalam berinvestasi baik yang modalnya berasal dari dalam negeri atapun asing, kepemilikan TDP merupakan hal yang sangat penting, karena tanpa adanya izin ini, seluruh kegiatan usaha tidak dapat dilaksanakan. Dengan demikian secara linear dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin meningkatnya persentase

perusahaan yang memiliki TDP, semakin tinggi realisasi investasi di kabupaten/kota tersebut.

Variabel tata kelola pemerintahan yang juga berpengaruh positif dan signifikan terhadap realisasi PMDN adalah dummy PPUS berupa promosi produk lokal kepada investor potensial. Dummy yang digunakan adalah persepsi bahwa pemerintah mengadakan PPUS berupa promosi produk lokal kepada investor potensial. Koefisien variabel dummy ini adalah sebesar 6.207752, yang berarti rata-rata perbedaan realisasi PMDN antara kabupaten/kota dimana Pemdanya melaksanakan PPUS berupa promosi produk lokal kepada investor potensial dan yang tidak melaksanakan PPUS ini adalah sebesar 6.207752%, cateris paribus. Promosi produk lokal ini adalah sangat penting dalam meningkatkan kesadaran masyarakat terutama investor potensial akan keberadaan produk lokal yang menjadi unggulan. Dengan dipromosikannya produk lokal unggulan diharapkan akan menimbulkan ketertarikan investor baru untuk berinvestasi di daerah tersebut, tentunya dengan didukung oleh tata kelola pemerintah daerah yang juga berkualitas baik.

Untuk realisasi PMDN, hal yang mendasari mengapa hanya variabel tata kelola berupa persentase perusahaan yang memiliki TDP dan dummy PPUS berupa promosi produk lokal kepada investor potensiallah yang berpengaruh positif terhadap realisasi PMDN adalah karakteristik PMDNnya sendiri. PMDN di Jawa Timur dominan bergerak dalam sektor industri makanan serta industri mineral non logam. Industri makanan yang sangat tidak terbatas dalam bentuk dan kreativitasnya contohnya, sangat membutuhkan promosi yang ditujukan investor potensial. Industri makanan yang besar juga sangat membutuhkan TDP agar dalam proses pengurusan izin untuk dapat pendapatkan fasilitas PMDN tidak melewati kendala. Demikian pula industri mineral, sangatlah perlu dipromosikan kepada para investor potensial supaya mereka menyadari potensi sumber daya alam berupa mineral yang belum sempat tereksplorasi karena kekurangan permodalan.

5.4.3.2 Analisis Pengaruh Tata Kelola Ekonomi Daerah terhadap Realisasi PMA di Provinsi Jawa Timur.

Berdasarkan hasil estimasi model, terlihat bahwa hanya ada 5 variabel bebas berpengaruh signifikan terhadap realisasi PMDN di kabupaten/kota di provinsi Jawa Tengah. Kelima variabel bebas itu adalah PMDN, belanja modal,dummy kualitas infrastruktur jalan (DQ78AR1), dummy tingkat hambatan donasi terhadap Pemda (DQ67CR1), dan dummy pemahaman kepala daerah terhadap masalah dunia usaha (DQ61R1. Hal ini dapat kita lihat dari p-value masing-masing variabel yang berada di bawah taraf nyata 10 %.

Variabel PMDN berpengaruh positif terhadap PMA dengan nilai koefisien 0,344604. Hal ini berarti bahwa peningkatan realisasi PMDN sebesar 1% akan meningkatkan realisasi PMDN sebesar 0.344604 %, cateris paribus. Dengan kata lain, keberadaan PMDN di kabupaten/kota di Jawa Timur justru bukan menjadi substitusi PMA melainkan saling melengkapi (bersifat komplementer) dengan PMDN.

Variabel berikutnya yaitu belanja modal ternyata berpengaruh positif terhadap realisasi PMA dengan nilai koefisien 7.414464. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa setiap kenaikan belanja modal sebesar 1% akan menyebabkan kenaikan realisasi PMDN sebesar 7.414464 %, cateris paribus. Seperti halnya pengaruh PMDN terhadap PMA, belanja modal pemerintahpun bersifat komplementer terhadap realisasi PMA. Investasi yang dilakukan pemerintah banyak yang bekerjasama dengan investor asing, sehingga keberadaannya saling melengkapi dan bukannya saling mensubstitusi.

Dummy tata kelola yang berpengaruh positif terhadap realisasi investasi adalah dummy kualitas infrastruktur jalan (DQ78AR1). Infrastruktur sebagai penopang utama kegiatan produksi dan distribusi merupakan hal yang sangat vital dan sangat mempengaruhi keputusan investor pada saat ingin menanamkan modalnya. Ketersediaan infrastruktur jalan yang baik di Jawa Timur antara lain jalan tol Surabaya-Gempol dan jembatan Suramadu, sangat menarik bagi aliran modal untuk masuk ke wilayah ini. Rata-rata perbedaan realisasi PMA antara kabupaten/kota yang memiliki infrastruktur jalan yang baik dengan yang tidak adalah sekitar 7.32%, cateris paribus.

Selain infrastruktur jalan, investor PMA juga sangat menaruh perhatian pada unsur biaya transaksi (DQ67CR1). Semakin biaya transaksi kecil hambatannya terhadap kinerja perusahaan, semakin tinggi realisasi PMA di kabupaten/kota tersebut. Rata-rata perbedaan realisasi PMA antara kabupaten/kota yang hambatan biaya transaksinya kecil dan besar terhadap kinerja perusahaan adalah sekitar 7.50%, cateris paribus.

Variabel tata kelola yang tidak kalah pentingnya adalah pemahaman kepala daerah terhadap masalah dunia usaha (DQ61R1). Semakin kepala daerah memiliki pemahaman yang baik tentang dunia bisnis, semakin tinggi realisasi PMA di kabupaten/kota tersebut. Rata-rata perbedaaan realisasi PMA antara kabupaten/kota yang kepala daerahnya paham akan permasalahan dunia usaha dengan yang tidak adalah sekitar 5.79%, cateris paribus.

Untuk realisasi PMA, hal yang mendasari mengapa hanya variabel tata kelola berupa kualitas infrastruktur jalan, pemahaman kepala daerah terhadap permasalahan dunia usaha, dan tingkat hambatan donasi Pemda yang berpengaruh positif terhadap realisasi PMA adalah karakteristik PMAnya sendiri. PMA di Jawa Timur banyak bergerak di sektor Listrik, Gas dan Air serta industri kimia dasar dan terpusat di Jawa Timur bagian tengah yang dikenal dengan nama SUGRESID (Surabaya, Gresik, Sidoarjo). Sektor Listrik Gas dan Air serta industri kimia dasar dan barang farmasi sangat tergantung pada kualitas infrastruktur jalan untuk dapat mendukung distribusi produknya. Daerah SUGRESID dapat mengakomodir kebutuhan ini, karena infrastruktur jalannya relatif baik. Demikian pula industri kimia dasar dengan modal awal yang tinggi akan dapat berkembang pesat jika tingkat hambatan donasi kepada Pemda kecil dan kepala daerah memiliki pemahaman yang baik terhadap permasalahan di dunia usaha.