• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.5. Analisis Pengaruh Komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Barat

Analisis pengaruh komponen pendapatan asli daerah terhadap indeks pembangunan manusia kabupaten/kota di Propinsi Jawa Barat diestimasi dengan menggunakan data panel dengan 16 kabupaten dan 6 kota sebagai komponen cross

section. Sedangkan sebagai komponen time series digunakan data 5 tahunan dari tahun

2002 hingga tahun 2006.

Analisis pengaruh komponen pendapatan asli daerah terhadap indeks pembangunan manusia kabupaten/kota di Propinsi Jawa Barat dilakukan dengan menggunakan variabel Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebagai variabel terikatnya, yang dihubungkan dengan beberapa variabel bebas (penjelas) yaitu pajak daerah, retribusi daerah, bagi hasil usaha milik daerah (BHUMD) dan pendapatan asli daerah lainnya yang sah.

5.5.1 Hasil Estimasi Model dan Uji Asumsi OLS Klasik 5.5.1.1 Uji Kesesuaian Model

Dalam metode panel data ada tiga metode yang digunakan yaitu pooled least

square, fixed effect dan random effect. Model pooled least square mengasumsikan

bahwa intersept dan slope dari persamaan regresi dianggap konstan baik antar individu maupun antar waktu, maka model pooled tidak dapat digunakan dalam penelitian ini. Sehingga model yang digunakan adalah model fixed effect dan random effect. Untuk mengetahui model yang akan dipilih, maka dapat dilakukan uji Hausman (Hausman Test). Berdasarkan uji Hausman, didapat nilai statistik Hausman antara model fixed

effect dan random effect pada taraf nyata 5 persen adalah sebesar 9,2461 dengan

probabilitas (p-value) sebesar 0,0552. Karena nilai statisik Hausman Test yang lebih kecil dari nilai kritis sebaran χ2 yang terdistribusi dengan derajat bebas 4 atau sebesar 9,4877 sehingga dapat disimpulkan bahwa model random effect lebih sesuai untuk menganalisis hubungan antara indeks pembangunan manusia dengan komponen pendapatan asli daerah kabupaten/kota di Propinsi Jawa Barat daripada dengan model

fixed effect.

Output dari pengolahan dengan menggunakan model random effect

menghasilkan estimasi seperti pada Tabel 5.9

Tabel 5.9 Hasil Estimasi Panel Data dengan Model Efek Acak tanpa Pembobotan

(Cross Section Weights) dan White Cross Section Covariance

Dependent variable : IPM

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 3,351555 0,117367 28,55613 0,0000 PAJAK 0,022214 0,008459 2,626101 0,0099 RETRIBUSI 0,016882 0,006392 2,641290 0,0095 BHUMD 0,017653 0,004433 3,982319 0,0001 LAIN -0,000720 0,004571 -0,157462 0,8752 Weighted Statistics

R-squared 0,901347 Sum squared resid 0,036107 Adjusted R-squared 0,897588 Durbin-Watson stat 1,206217

Unweighted Statistics

R-squared 0,922374 Sum squared resid 0,028411 Adjusted R-squared 0,919416 Durbin-Watson stat 1,532948

Nilai R2 atau koefisien determinasi pada hasil estimasi model adalah sebesar 0,901347, hal ini menunjukkan bahwa 90,13 persen keragaman Indeks Pembangunan Manusia yang terjadi di kabupaten/kota di Propinsi Jawa Barat dapat dijelaskan oleh model diatas, sedangkan sisanya dijelaskan diluar model. Hasil uji ini diperkuat dengan nilai probabilitas F-statistik yang tinggi dan signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen dan tingkat α = 5 persen yaitu sebesar 0.00 yang artinya minimal ada satu variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap variabel terikat sehingga model penduga sudah layak untuk menduga parameter dalam fungsi.

Dalam pemilihan model yang terbaik harus memenuhi asumsi klasik regresi (Gujarati, 1995). Oleh karena itu, model random effect tanpa pembobotan (cross section

weights) dan white cross section covariance, harus dilakukan uji OLS klasik yang harus

terbebas dari autokolerasi, heteroskedastisitas dan multikolinearitas.

Ada atau tidaknya autokolerasi dapat dilihat dari nilai Durbin-Watson (DW), dimana jika DW mendekati 2 maka diasumsikan model tidak mengandung autokolerasi. Hasil estimasi dalam penelitian ini menunjukkan tidak dapat ditentukan ada atau tidaknya autokorelasi, dimana dl(0.96)<1.2062<du(1.80), sehingga asumsi adanya autokorelasi dalam penelitian ini dapat diabaikan.

Heteroskedastisitas dapat dideteksi dengan pendekatan atau metode General

Least Square (Cross Section Weights). Dengan membandingkan nilai Sum Square Resid

Weighted Statistics dengan Sum Square Resid Unweighted Statistics yaitu Sum Square

Weighted Statistics (0.028411 < 0.036107), maka dalam estimasi model asumsi adanya heteroskedastisitas dapat diabaikan.

Untuk melihat ada atau tidaknya multikolinearitas dapat dilihat dari hasil t dan F-statistik hasil regresi. Dari statistik hasil regresi dapat dilihat bahwa seluruh variable bebas signifikan dan probabilitas F-statistik signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen dan taraf nyata α = 5 persen sebesar 0.00 sehingga asumsi adanya multikolinearitas dapat diabaikan.

5.5.1.2 Intepretasi Model

Dari hasil pengolahan data, diketahui bahwa variabel pajak daerah, retribusi, dan bagi hasil usaha milik daerah (BHUMD) berpengaruh secara signifikan sedangkan pendapatan asli daerah lainnya yang sah tidak berpengaruh terhadap IPM kabupaten/kota di Propinsi Jawa Barat pada taraf nyata 5 persen.

Pajak daerah berpengaruh secara signifikan terhadap IPM kabupaten/kota di Propinsi Jawa Barat pada taraf nyata 5 persen. Nilai koefisien regresi dari variabel pajak sebesar 0,0222 dengan nilai probabilitas (p-value) sebesar 0,0099. Artinya jika pajak meningkat sebesar 1 persen, maka nilai IPM kabupaten/kota di Propinsi Jawa Barat meningkat sebesar 0,0222 persen. Semakin tinggi pajak di kabupaten/kota di Propinsi Jawa Barat, maka semakin tinggi IPM kabupaten/kota di Propinsi Jawa Barat, ceteris paribus.

Hubungan yang positif dan signifikannya variabel pajak terhadap IPM kabupaten/kota di Propinsi Jawa Barat telah sesuai dengan teori dan hipotesis awal. Pajak daerah merupakan salah satu sumber pendapatan asli daerah yang cukup potensial, rata-rata kabupaten/kota di Propinsi Jawa Barat memiliki porsi pajak terhadap

PAD yang cukup besar. Oleh sebab itu, peningkatan pajak akan semakin meningkatkan penerimaan daerah. Sumber-sumber penerimaan keuangan yang semakin besar akan memberikan keleluasaan bagi pelaksanaan pembangunan daerah. Pembangunan daerah akan meningkatkan fasilitas pelayanan publik seperti sekolah, puskesmas, rumah sakit, jalan raya, pasar dan lainnya sehingga dengan demikian pembangunan daerah akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kualitas manusia. Kualitas manusia yang meningkat dapat terlihat dari angka indeks pembangunan manusia yang tinggi.

Retribusi sebagai salah satu komponen PAD berpengaruh secara signifikan terhadap IPM kabupaten/kota di Propinsi Jawa Barat pada taraf nyata 5 persen. Hasil estimasi hubungan antara IPM dengan retribusi daerah diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0,0169 dengan probabilitas (p-value) sebesar 0,0095. Artinya setiap kenaikan retribusi daerah sebesar 1 persen, maka nilai IPM akan meningkat sebesar 0,0169 persen. Semakin tinggi retribusi daerah, semakin tinggi IPM kabupaten/kota di Propinsi Jawa Barat, ceteris paribus.

Hubungan positif dan signifikan variabel retribusi daerah kabupaten/kota di Propinsi Jawa Barat telah sesuai dengan teori dan hipotesis awal. Retribusi adalah pembayaran yang dilakukan oleh perorangan atau badan kepada negara atas sebuah jasa atau perizinan yang telah diberikan. Jika jumlah retribusi yang diterima pemerintah daerah meningkat berarti banyak masyarakat yang menggunakan jasa pelayanan publik pemerintah daerah, peningkatan retribusi memberikan manfaat secara langsung kepada masyarakat. Peningkatan retribusi akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara langsung karena terpenuhinya kebutuhan sosial dan ekonomi masyarakat. Kesejahteraan masyarakat yang tinggi dapat dilihat dari nilai IPM yang semakin meningkat.

Bagi Hasil Usaha Milik Daerah (BHUMD) berpengaruh secara signifikan dengan IPM kabupaten/kota di Propinsi Jawa Barat pada taraf nyata 5 persen. Nilai koefisien regresi dari variabel BHUMD sebesar 0,0177 dengan probabilitas (p-value) sebesar 0,0001. Artinya, jika terjadi kenaikan BHUMD sebesar 1 persen maka akan meningkatkan IPM kabupaten/kota di Propinsi Jawa Barat sebesar 0,0054 persen. Semakin tinggi BHUMD, maka semakin tinggi IPM kabupaten/kota di Propinsi Jawa Barat, ceteris paribus.

Badan usaha milik daerah (BUMD) menjalankan dua fungsi ganda yaitu fungsi sosial dan fungsi ekonomi. Pemenuhan fungsi sosial oleh perusahaan daerah dan keharusan untuk mendapat keuntungan yang memungkinkan perusahaan daerah dapat memberikan sumbangan bagi pendapatan daerah, bukanlah dua pilihan yang saling bertolak belakang. Artinya bahwa pemenuhan fungsi sosial perusahaan daerah berjalan seiring dengan pemenuhan fungsi ekonominya sebagai badan ekonomi yang bertujuan untuk mendapatkan laba/keuntungan. Jika laba BUMD cukup besar dapat diartikan bahwa BUMD tersebut dapat menjalankan fungsi ekonominya dengan baik sehingga BUMD akan mampu melaksanakan fungsi sosialnya sebagai perusahaan pemerintah daerah. Fungsi sosial BUMD dilaksanakan dan dibiayai dari kegiatan ekonominya. Semakin besar keuntungan atau bagi hasil dari BUMD maka semakin besar pula fungsi sosial yang dijalankan oleh BUMD. Sehingga semakin besar bagi hasil BUMD semakin besar manfaat sosial yang diberikan kepada masyarakat di daerah. Dengan demikian akan semakin meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan masyarakat yang meningkat maka akan semakin meningkatkan IPM.

Variabel pendapatan asli daerah lainnya yang sah mempengaruhi secara tidak signifikan terhadap IPM kabupaten/kota di Propinsi Jawa Barat pada taraf nyata 5

persen. Hasil estimasi hubungan antara IPM dengan pendapatan asli daerah lainnya yang sah diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0,0007 dengan probabilitas (p-value) sebesar 0,8752.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Pasal 6, yang termasuk pendapatan asli daerah lainnya yang sah adalah meliputi hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, dan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah.

Pendapatan asli daerah lainnya yang sah adalah komponen PAD yang bersifat kurang produktif misalnya seperti pendapatan bunga atau selisisih nilai tukar rupiah. Pendapatan asli daerah lainnya yang sah ini cenderung tidak dipergunakan untuk pembiayaan pembangunan daerah melainkan banyak disimpan di Bank Pembangunan Daerah (BPD) dan Bank Indonesia (BI). Dana Pemerintah Propinsi Jawa Barat yang didimpan dalam bentuk SBI mencapai 2,43 triliun. Dana ini berasal dari dana propinsi, dana kabupaten/kota dan dana perorangan (Kompas, 2007). Dana dari pendapatan asli daerah lainnya yang sah ini tidak dipergunakan untuk pembangunan daerah sehingga tidak memberikan dampak terhadap pembangunan masyarakat.

Dokumen terkait