II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.2. Indeks Pembangunan Manusia
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indeks komposit yang digunakan untuk mengukur pencapaian rata-rata suatu negara dalam tiga hal mendasar pembangunan manusia, yaitu : lama hidup, yang diukur dengan angka harapan ketika lahir; penddidikan yang diukur berdasarkan rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf penduduk usia 15 tahun ke atas dan standar hidup yang diukur dengan konsumsi per kapita. Nilai indeks ini berkisar antara 0-100.
Menurut UNDP (2004) IPM memberikan suatu ukuran gabungan tiga dimensi tentang pembangunan manusia: panjang umur dan menjalani hidup sehat (diukur dari
usia harapan hidup), terdidik (diukur dari tingkat kemampuan baca tulis orang dewasa dan tingkat pendaftaran di sekolah dasar, lanjutan dan tinggi) dan memiliki standar hidup yang layak (diukur dari paritas daya beli/ PPP, penghasilan). Indeks tersebut bukanlah suatu ukuran yang menyeluruh tentang pembangunan manusia. Sebagai contoh, IPM tidak menyertakan indikator-indikator penting seperti misalnya ketidaksetaraan dan sulit mengukur indikator-indikator seperti penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia dan kebebasan politik. Indeks ini memberikan sudut pandang yang lebih luas untuk menilai kemajuan manusia serta meninjau hubungan yang rumit antara penghasilan dan kesejahteraan.
Indikator Indeks Pembangunan Manusia merupakan salah satu indikator untuk mengukur taraf kualitas fisik dan non fisik penduduk . Kualitas fisik; tercermin dari angka harapan hidup; sedangkan kualitas non fisik (intelektualitas) melalui lamanya rata-rata penduduk bersekolah dan angka melek huruf; dan mempertimbangkan kemampuan ekonomi masyarakat yang tercermin dari nilai purcashing power parity
index (PPP) (BPS, 2007).
IPM mengukur pencapaian keseluruhan dari satu daerah/negara dalam tiga dimensi dasar pembangunan manusia, yaitu lamanya hidup, pengetahuan dan status standar hidup yang layak. Ketiganya diukur dengan angka harapan hidup, pencapaian pendidikan dan pengeluaran per kapita.
Secara lebih lengkap, tiga dimensi pembangunan manusia tersebut, yaitu (1) Dimensi ekonomi yang diwujudkan oleh kehidupan yang layak dan diukur dengan indikator pengetahuan per kapita riil; (2) Dimensi sosial, diwujudkan oleh tingkat pengetahuan dan diukur oleh angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah; (3) Dimensi
kesehatan, perwujudannya adalah umur panjang dan sehat dengan indikator yaitu angka harapan hidup saat lahir (Siregar dalam Hidayat, 2008).
DIMENSI Umur panjang
dan sehat
Pengetahuan Kehidupan
yang layak
INDIKATOR Angka harapan
hidup pada saat lahir Angka Melek Huruf (AMH) Rata-rata Lama Sekolah (RLS) Pengeluaran per kapita riil yang
disesuaikan (PPP)
Indeks AMH Indeks RLS
INDEKS DIMENSI
Indeks harapan hidup
Indeks pendidikan Indeks
pendapatan
INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA Sumber : BPS, BAPPENAS, UNDP (2004)
Gambar 2.1 Gambaran Umum Indeks Pembangunan Manusia
Angka Harapan Hidup ketika lahir merupakan suatu perkiraan rata-rata lamanya hidup sejak lahir yang akan dicapai oleh sekelompok penduduk yang dilahirkan pada tahun tersebut (BPS, 2006). Angka Harapan Hidup ini dapat dijadikan sebagai tolok ukur indikator kesehatan. Semakin tinggi Angka Harapan Hidup (AHH) suatu masyarakat mengindikasikan tingginya derajat kesehatan masyarakat tersebut.
Angka Melek Huruf (AMH) adalah persentase penduduk usia 15 tahun keatas yang bisa membaca dan menulis serta mengerti sebuah kalimat sederhana dalam kehidupan sehari-hari (BPS, 2006) dan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) adalah lama sekolah (tahun) penduduk usia 15 tahun keatas. Seperti halnya Angka Harapan Hidup sebagai indikator kesehatan, Angka Melek Huruf (AMH) dan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) menggambarkan status keadaan pendidikan suatu masyarakat. BPS (2006) mengemukakan bahwa rendahnya Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah
dapat disebabkan oleh kurangnya fasilitas pendidikan dan biaya pendidikan yang mahal dan terkait dengan kemiskinan.
Kemampuan Daya Beli Penduduk atau Purchasing Power Parity (PPP) merupakan suatu indikator yang digunakan untuk melihat kondisi ekonomi masyarakat dalam menghitung IPM. Kemampuan daya beli ini lebih mencerminkan kemampuan masyarakat secara ekonomi dalam memenuhi kebutuhan konsumsinya, dan sangat jauh berbeda dengan PDRB per kapita atau yang dikenal dengan income per capita. Untuk mengukur standar hidup layak, data PDRB per kapita tidak dapat digunakan karena bukan ukuran yang peka untuk kemampuan daya beli penduduk. Oleh sebab itu, penghitungan daya beli penduduk menggunakan konsumsi per kapita yang kemudian disesuaikan.
Sumber data yang digunakan meliputi jumlah pengeluran per kapita baik konsumsi makanan maupun non makanan. Komoditi yang digunakan dalam perhitungan paritas daya beli (PPP) terdapat 27 komoditi yang terdiri dari konsumsi makanan dan konsumsi non makanan. Komoditi-komoditi tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1
Tabel 2.1 Daftar Komoditi Terpilih untuk Menghitung Paritas Daya Beli (PPP)
No Komoditi Unit
1 Beras lokal Kg
2 Tepung terigu Kg
3 Ketela pon Kg
4 Ikan Kg
5 Ikan teri Ons
6 Daging sapi Kg
7 Daging ayam kampung Kg
8 Telur ayam Butir
9 Susu kental manis 397 gram
10 Bayam Kg 11 Kacang panjang Kg 12 Kacang tanah Kg 13 Tempe Kg 14 Jeruk Kg 15 Pepaya Kg
16 Kelapa Butir
17 Gula pasir Ons
18 Kopi bubuk Ons
19 Garam Ons
20 Merica/lada Ons
21 Mie instan 80 gram
22 Rokok kretek/filter 10 batang
23 Listrik Kwh
24 Air minum m3
25 Bensin Liter
26 Minyak tanah Liter
27 Sewa rumah Unit
Sumber : BPS (2006)
IPM mencoba untuk memberikan peringkat semua negara dari skala 0 (tingkat pembangunan manusia yang paling rendah) hingga 100 (tingkat pembangunan manusia yang paling tinggi). Hal ini dapat digunakan untuk mengevaluasi keberhasilan pembangunan suatu daerah atau negara. BPS memberikan pemeringkatan dalam empat kriteria, dimana IPM tergolong kategori rendah jika nilai IPM<50, IPM tergolong kategori menengah rendah jika nilai IPM antara 50-65, jika nilai IPM antara 66-80 maka tergolong kriteria menengah tinggi, nilai IPM tergolong tinggi jika diatas 80.
Tabel 2.2 Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM
Indikator IPM Nilai
Maksimum
Nilai Minimum
Catatan Angka Harapan Hidup
Angka Melek Huruf Rata-rata Lama Sekolah Konsumsi per Kapita yang Disesuaikan 2005 85 100 15 732.720a) 25 0 0 300.000b)
Sesuai Standar Global (UNDP)
Sesuai Standar Global (UNDP)
Sesuai Standar Global (UNDP)
UNDP Menggunakan PDB per Kapita Riil yang
Disesuaikan
Catatan:
a) Proyeksi pengeluaran riil/unit/tahun untuk propinsi yang memiliki angka tertinggi (Jakarta) pada tahun 2018 setelah disesuaikan dengan formula Atkinson. Proyeksi mengasumsikan kenaikan 6,5 persen per tahun selama kurun 1996-2018.
b) Setara dengan dua kali garis kemiskinan untuk propinsi yang memiliki angka terendah tahun 1996 di Papua.
Sumber: BPS, BAPPENAS, UNDP (2004)
Secara teknis, IPM dapat dirumuskan sebagai berikut (BPS, BAPPENAS, UNDP, 2004):
IPM = ( indeks X1 + indeks X2 + indeks X3) (2.1)
X2 = X12 + X22 (2.2)
dimana :
X1 = indeks lamanya hidup (tahun) X2 = indeks tingkat pendidikan
X3 = indeks pengeluaran riil per kapita (Rp 000) X12 = rata-rata lama bersekolah (tahun)
X22 = angka melek huruf (persen)
Perhitungan indeks dari masing-masing indikator tersebut adalah : X (ij) + X (i-min)
Indeks X(ij) = (2.3)
X (i-max) + X (i-min)
dimana :
X (ij) = indikator ke-i dari daerah j X (i-min) = nilai minimum dari Xi X (i-max) = nilai maximum dari Xi