• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V bab ini adalah penutup yang merupakan kesimpulan dari keseluruhan bab terdahulu yang mana didalamnya juga dikemukakan saran-saran sebagai jalan

PUTUSAN HAKIM PENGADILAN AGAMA RANGKABITUNG TERHADAP IZIN POLIGAMI

D. Analisis Penulis

Poligami dalam Islam merupakan praktik yang diperbolehkan (mubah, tidak dilarang namun tidak dianjurkan). Islam memperbolehkan seorang pria beristri hingga empat orang istri dengan syarat suami harus dapat berbuat adil terhadap seluruh istrinya, hal ini sebagaimana tertulis dalam Al-Qur’an pada

surat An-nisa ayat 3.

                                             

dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.

Menurut penulis, kasus permohonan izin poligami di mana suami meminta izin poligami karena pemohon sangat khawatir apabila antara pemohon dengan calon istri pemohon tidak segera melangsungkan pernikahan akan terjadi hal-hal yang bertentangan dengan ketentuan hukum Islam dan ingin membantu sebuah keluarga atau calon istri ke dua dari segi ekonomi.

Agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan maka suami ingin poligami dan isteripun memberikan izinya. Dalam hal ini sepertinya isteri mendapat tekanan untuk memberikan izin poligami karena isteri pertama sudah

mempunyai keturunan dua orang anak dan isteripun tidak cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan.

Putusan hakim agama Rangkasbitung tentang putusan sesuai masalah pada keadilan, adapun keadilan dalam ajaran Islam merupakan ajaran sentral dalam Islam dan bersifat universal. Sifat universal itu dapat dilihat dari keberadaan manusia di mana pun dan kapan pun yang selalu mendambakan hadirnya keadilan. Dalam diri manusia, terdapat potensi ruhaniah yang membisikkan perasaan keadilan sebagai sesuatu yang benar dan harus ditegakkan. Penyimpangan terhadap keadilan menodai esensi kemanusiaan. Karena itu, Islam yang bermisi utama rahmatan li al-alamin, pembawa rahmat bagi seluruh alam, menempatkan keadilan sebagai sesuatu yang asasi.

Walaupun secara hakekat tidak ada yang bisa menilai atau menentukan dalam berpoligami apalagi dalam al-Qur’an di tegaskan bahwa akan sangat sulit

untuk berbuat adil meskipun kita sangat ingin melakukanya sehingga dalam Islam lebih ditekankan untuk beristeri satu orang saja (monogami) supaya keadilan lebih terjamin dan terwujud. Namun, saya melihat hakim dalam memutus perkara izin

poligami perpengang pada hadis nabi “nahnu nakhumu bi adz-dzohahir” artinya kami menghukumi dengan yang Nampak jelas. Maka keadilan dalam berpoligami secara formal sudah terpenuhi dengan adanya bukti surat pernyataan kesanggupan berbuat adil.

Padalah syarat alteratif dalam poligami adalah isteri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai seorang isteri, isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan isteri tidak dapat melahirkan

keturunan, nyatanya itu semua tidak terpenuhi. Tetapi hakim melihat kepada kemaslahatan rumah tangga dengan isteri pertama supaya tidak jadi perceraian karena perceraian merupakan perbuatan mubah yang sangat dibenci Allah.

Putusan hakim tentang permohonan sudah memenuhi unsur kepastian hokum sehubungan dengan putusan untuk memberikan izin pada suami untuk menikah lagi (poligami) pada setatus perkawinan dengan isteri ke dua terjadi kepastian hukum berdasarkan alasan termohon dalam jawabanya secara tegas mengaku dan membenarkan dalil pemohon shinggan dalil pemohon harus dinyatakan terbukti karena pengakuan yang bulat dan murni tanpa disertai dengan klausula menurut hukum mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, mengingat dan menentukan merupakan persangkaan undang-undang yang tidak dapat dibuktikan lebih lanjut dengan bukti yang lainya.

Bahwa alasan dukabulkan poligami sudah memenuhi unsur kemaslahatan atau kemanfaatan atau menolak madharat, (sesuatu yang menimbulkan kerugian) namun, tidaklah demikian yang dikehendaki karena sebab mencapai kemanfaatan dan menafikan kemadharatan adalah merupakan tujuan atau maksud dari makhluk, adapun kebaikan atau kemaslahatan makhluk terletak pada tercapainya tujuan mereka, akan tetapi yang dimaksudkan dengan maslahat adalah menjaga atau memelihara tujuan syara. Walaupun syarat alternati dalam izin poligami tidak terpenuhi sesuai undang-undang Nomor 1 tahun 1974 pada pasal 4 ayat 2 yakni, isteri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai seorang isteri, isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan isteri tidak dapat melahirkan keturunan. Tetapi hakim melihat kepada faktor keadilan yang sudah di

buktikan dengan surat-surat pernyataan yang salah satunya adalah surat pernyataan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anaknya.

Jikalau melihat sifat hukum dari penetapan tersebut, dapat dikategorikan penetapan tersebut berupa penetapan konstitutif yang berarti menciptakan keadaan hukum baru bagi pemohon yaitu adanya izin kepada pemohon untuk menikah lagi dengan cara poligami dengan perempuan yang tercantum dalam surat pemohon. Meskipun, pemohon masih terikat dalam perkawinan yang sah dengan isteri terdahulunya.

Akan tetapi penulis juga tidak gegabah dalam menganalisa suatu putusan berdasarkan fisiknya saja, hal lain perlu dilihat dengan melihat dari asas yang berlaku dalam hukum perdata yang harus dijunjung tinggi oleh perundang-undangan dan beberapa pernyataan pertimbangan Majelis Hakim.

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Dari uraian pada bab-bab sebelumnya, penulis mengemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Urgensi izin isteri dalam poligami adalah memberikan izin kepada pemohon untuk menikah lagi dengan calon isteri ke dua dengan alasan bahwa termohon dalam jawabanya secara lisan di muka persidangan mengemukakan bahwa termohon membenarkan seluruh dalil-dalil yang dikemukakan oleh pemohon dan termohon tidak keberatan apabila pemohon bermaksud hendak beristeri lagi (poligami).

2. Hakim Agama Rangkasbitung sudah mengabulkan permohonan poligami karena sudah memenuhi syarat alternatif dan kumulatif sesuai aturan perundangan yang berlaku, yaitu berdasarkan pasal 4 undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan yang lebih ditekankan pada adanya izin dari isteri pertama dan adanya kekawatiran suami berbuat zina. Dan adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anaknya yang dibuktikan dengan keterangan penghasilan baik melalui surat maupun saksi-saksi.

B. Saran-saran

1. Dalam masalah poligami sebaiknyan suami lebih mempertimbangkan masalah perasaan dan kepentingan isteri dan anak-anaknya meskipun isteri rela dimadu.

2. Perlu disosialisasikan kepada mayarakat bahwa poligami tidak dapat dilakukan tanpa mendapat izin dari isteri dan pengadilan setempat. Poligami harus dilakukan sesuai dengan ketentuan Undang-undang Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 pasal 4 ayat 2

3. Untuk Majelis Hakim Pengadilan Agama agar lebih teliti dan berhati-hati dalam memutuskan suatu perkara, khususnya poligami sehingga poligami yang dimaksud tidak merusak norma-norma perkawinan yang sudah ada.

DAFTAR PUSTAKA

Abu Hamid Muhammad, Al-Ghazali, Al-Mustashfa, Beirut: Mu’assasah ar -Risalah, 1997.Juz I

Ali, Zainudin. Hukum Perdata Islam di Indoneia, Jakarta: PT. Sinar Grafika, 2006, Cet Ke-1

Al-Shabui, Ali. Tafsir Ayat al-Ahkam Minal Qur’an, juz 1.

Arifin, jaenal dan Kamarusdiana. Perbandingan Hukum Perdata. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007. Cet Ke-1

Arivia, Gadis. Menggalang Perubahan Perlunya Persfektif Jender. YJP. Jakarta. 2004.

Berbagai macam permasalahan keadilan dan kaitannya dengan hukum yang berkembang dari berbagai aliran pemikiran dapat dibaca pada buku W. Friedmann, Teori dan Filasafat Hukum; diterjemahkan oleh Muhamad Arifin, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1994.

Bisri, Cik Hasan. Kompilasi Hukum Islam Dalam Peradilan Agama, Jakarta: Logos Wacana Ilmu. 1999) Cet- Ke-2

Djalil, Basiq. Peradilan Agama di Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2006.

Farhat, Kamal Hilmi. Poligami dalam Pandangan Islam, Nasrani dan Yahudi, Jakarta: Darul Haq, 2007.

Ghojali, Abdul Rahman. Fikih Munakahat. Jakarta: Perdana Media Group, 2012. Cet. ke-5.

Gusmain, Islah. Mengapa Nabi Muhammad Berpoligami. Yogyakarta : Pustaka Warna, 2007. Cet. Ke -1.

Harahap, Yahya. Informasi Materil Kompilasi Hukum Islam: Mempositifkan Abstraksi Hukum Islam, Dalam Brbagai Pandangan Terhadap Kompilasi Hukum Islam, Jakarta: 1991.

http://www.bartleby.com/61/83/PO398300.html.

Jaiz, Hartono Ahmad. Wanita Antara Jodoh, Poligami dan Perselingkuhan. Jakarta : Pustaka Alkatsar, 2007. Cet. Ke-1.

Laporan tahunan Pengadilan Agama Rangaksbitung 2013.

Manan, Abdul. Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta : Perdana Media Group, 2008.

Manan, Abdul. Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama. Jakarta: Prenada Media Group. 2005.

Mertokusumo, Soedikno. Hukum Acara Perdata Indonesia.

Mulia, Siti Muhdah. Isalam Menggugat Poligami. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004.

Nurbowo, Apiko JM. Indahnya Poligami, pengalaman Sakinah Puspo Wardono. Jakarta : Khaairul Bayan, 2003. Cet. ke-1.

Nuruddin, Amiur dan Azhari Akmal Tarigan. Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta: Perdana Media, 2004.

Nuruddin, Amiur dan Azhari Akmal Tarigan. Hukum Perdata Islam di Indonesia: Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih UU No 1/1974 sampai KHI. Jakarta: Perdana Media Group, 2006. Cet. Ke-3.

Pasal 5 ayat 2 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan

Pengadilan Agama Rangkasbitung, Artikel diakses pada 06 mei 2014 dari http://pa-rangkasbitung.net/index.php/profil/sejarah.

Prawiro, Bambang AM. Majelis Ukhuwah Penulis Bersyariah dari http://majelispenulis.blogspot.com

Prodjohamidjojo, Matriman. Hukum Perkawinan Indonesia, Jakarta: Indonesia Legal Center Publishing. 2011. Cet ke-3

Sholeh, Asrorun Ni’am. Fatwa-Fatwa Masalah Pernikahan dan Keluarga. Jakarta : Graha Paramuda. 2008. Cet. Ke-2.

Sopyan, Yayan. Islam - Negara: Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum Nasional. Jakarta: PT. Wahana Semesta Intermedia, 2012. Cet-2 Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap.

Jakarta: PT. RajaGrapindo Persada, 2009.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Wawancara Pribadi Dengan Agus Faisal Yusuf. Rangukasbitung, 9 Juni 2014

www. Ngobrolinhukum.com/2013/02/05/memahami-kepastian-dalam-hukum/. Di akses pada tanggal 08-04-2015. Jam. 13.39

Zuhdi, Masjfuk. Studi Islam Jilid III: Muamalah. Jakarrta: Pt. Raja Grapindo Persada, 1993.

Al-Shabui, Ali. Tafsir Ayat al-Ahkam Minal Qur’an, juz 1.

Arifin, jaenal dan Kamarusdiana. Perbandingan Hukum Perdata. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007. Cet Ke-1

Arivia, Gadis. Menggalang Perubahan Perlunya Persfektif Jender. YJP. Jakarta. 2004.

Bisri, Cik Hasan. Kompilasi Hukum Islam Dalam Peradilan Agama, Jakarta: Logos Wacana Ilmu. 1999) Cet- Ke-2

Djalil, Basiq. Peradilan Agama di Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2006. Farhat, Kamal Hilmi. Poligami dalam Pandangan Islam, Nasrani dan Yahudi, Jakarta: Darul

Haq, 2007.

Ghojali, Abdul Rahman. Fikih Munakahat. Jakarta: Perdana Media Group, 2012. Cet. ke-5. Gusmain, Islah. Mengapa Nabi Muhammad Berpoligami. Yogyakarta : Pustaka Warna, 2007.

Cet. Ke -1.

Harahap, Yahya. Informasi Materil Kompilasi Hukum Islam: Mempositifkan Abstraksi Hukum Islam, Dalam Brbagai Pandangan Terhadap Kompilasi Hukum Islam, Jakarta: 1991. Jaiz, Hartono Ahmad. Wanita Antara Jodoh, Poligami dan Perselingkuhan. Jakarta : Pustaka Alkatsar, 2007. Cet. Ke-1.

Laporan tahunan Pengadilan Agama Rangaksbitung 2013.

Manan, Abdul. Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta : Perdana Media Group, 2008.

Manan, Abdul. Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama. Jakarta: Prenada Media Group. 2005.

Nurbowo, Apiko JM. Indahnya Poligami, pengalaman Sakinah Puspo Wardono. Jakarta : Khaairul Bayan, 2003. Cet. ke-1.

Nuruddin, Amiur dan Azhari Akmal Tarigan. Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta: Perdana Media, 2004.

Nuruddin, Amiur dan Azhari Akmal Tarigan. Hukum Perdata Islam di Indonesia: Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih UU No 1/1974 sampai KHI. Jakarta: Perdana Media Group, 2006. Cet. Ke-3.

Pasal 5 ayat 2 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan

Pengadilan Agama Rangkasbitung, Artikel diakses pada 06 mei 2014 dari http://pa-rangkasbitung.net/index.php/profil/sejarah.

Prodjohamidjojo, Matriman. Hukum Perkawinan Indonesia, Jakarta: Indonesia Legal Center Publishing. 2011. Cet ke-3

Sholeh, Asrorun Ni’am. Fatwa-Fatwa Masalah Pernikahan dan Keluarga. Jakarta : Graha Paramuda. 2008). Cet. Ke- 2.

Sopyan, Yayan. Islam - Negara: Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum Nasional. Jakarta: PT. Wahana Semesta Intermedia, 2012.

Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap. Jakarta: PT. RajaGrapindo Persada, 2009.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Wawancara pribadi dengan Agus Faisal Yusuf. Rangukasbitung, 9 Juni 2014

Dokumen terkait