• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis penyebab kemunduran kualitas produk ikan segar di Giant, Botani Square Botani Square

RECEIVING AREA

5.3.4 Analisis penyebab kemunduran kualitas produk ikan segar di Giant, Botani Square Botani Square

Parameter kesegaran ikan telah dimiliki Giant sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan operasional. Walaupun hasil analisis peta kendali p menunjukkan proses masih berada dalam pengendalian, tapi pada kenyataannya kemunduran kualitas ikan tetap tidak dapat dihindari. Semakin banyaknya proses yang terjadi sejak ikan tiba hingga ikan dijual kepada konsumen akan semakin meningkatkan kemungkinan kemunduran kualitas ikan. Hal itu disebabkan oleh beberapa akar permasalahan. Akar permasalahan tersebut memiliki faktor penyebab masing-masing dari aspek manusia, teknologi, material, dan metode.

Gambar 19 Diagram sebab-akibat kemunduran kualitas ikan segar sejak ikan tiba hingga ke tangan konsumen di Giant, Botani Square.

Faktor penyebab tersebut diantaranya adalah sebagai berikut (Gambar 19): 1) Pegawai

Pegawai adalah orang yang menangani produk ikan segar sejak tiba di Giant, Botani Square hingga dijual kepada konsumen, dalam hal ini Kepala Divisi Seafood dan seluruh staf Divisi Seafood. Akar permasalahan yang menjadi kunci kemunduran kualitas produk ikan segar dari faktor pegawai terdapat pada faktor keahlian, kepedulian, dan pengetahuan. Faktor penyebab akar dari faktor keahlian

Kerusakan Pelemparan ikan Pembongkaran Ikan Penaburan Es Material Metode Peletakan Ikan Pemajangan Suhu Ikan Segar Kapasitas Terbatas Chiller Teknologi Kemunduran Kualitas Ikan Segar Rasa memiliki Kepedulian Pengalaman Keahlian Pegawai Keterampilan Pendidikan rendah Pengetahuan Pengemasan

yaitu belum adanya pengalaman yang cukup dalam menangani produk ikan segar. Pegawai yang dapat dikatakan baru dipekerjakan oleh Giant, Botani Square belum memiliki pengalaman seperti yang telah dimiliki pegawai yang lebih senior. Bahkan pegawai yang lebih senior pun belum tentu menjamin keahliannya dalam mengendalikan kualitas produk ikan segar.

Faktor penyebab akar lainnya dari faktor keahlian adalah keterampilan. Tidak seluruh pegawai yang dipekerjakan memiliki keterampilan yang cukup dalam menangani ikan yang akan dijual. Keterampilan yang dimaksud di sini adalah baik dalam hal penanganan sejak ikan tiba di Giant, Botani Square hingga proses pemajangan. Keterampilan yang dimiliki setiap pegawai berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh perbedaan karakter setiap pegawai. Pegawai yang memiliki tingkat kreatifitas lebih rendah akan lebih lama menangani ikan dalam proses pemajangan dibandingkan pegawai yang kreatif sehingga semakin besar kemungkinan kemunduran kualitas produk ikan segar sampai produk diberi penanganan lebih lanjut seperti pemberian es, air, dan lain-lain.

Faktor lain yang mempengaruhi kemunduran kualitas produk ikan segar adalah pengetahuan. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang didapatkan pegawai di luar sekolah formal. Pengetahuan pegawai dapat dikatakan masih belum cukup dalam menjaga kualitas ikan segar. Hal ini dikarenakan sebagian besar pegawai memiliki tingkat pendidikan yang cukup rendah yaitu lulusan SMEA (SMA) sehingga tidak ada pendidikan dasar khusus mengenai penanganan ikan melainkan hanya berupa praktek di lapangan. Faktor lainnya yaitu kepedulian pegawai terhadap ikan yang akan dijual masih kurang. Sikap ini ditimbulkan karena para pegawai belum menanamkan rasa memiliki terhadap Giant, Botani Square yaitu tempat dimana mereka bekerja. Namun, tidak setiap pegawai memiliki sikap seperti itu.

2) Teknologi

Teknologi adalah mesin dan peralatan yang digunakan untuk mengendalikan kualitas produk ikan segar. Teknologi sangat membantu Divisi Seafood dalam menjaga kualitas produk ikan segar yang dijual. Akar permasalahan yang menjadi kunci kemunduran kualitas produk ikan segar dari faktor teknologi terdapat pada faktor chiller. Faktor penyebab dari chiller adalah kerusakan dan kapasitas yang

terbatas. Pada saat peneliti melakukan pengamatan di lapangan, chiller mengalami kerusakan sehingga tidak dapat menghasilkan es yang digunakan untuk tembok es, lapisan es di meja display, dan taburan es. Kerusakan chiller tersebut semakin mempercepat kemunduran kualitas ikan segar.

Kapasitas chiller yang terbatas juga mempengaruhi kemunduran kualitas ikan segar. Hal ini terjadi karena apabila persediaan yang tersisa terlalu banyak maka persediaan tersebut akan ditumpuk-tumpuk di dalam box supaya muat untuk diletakkan di dalam chiller. Padahal untuk menjaga kualitas ikan segar, ikan tidak boleh ditumpuk-tumpuk dalam jumlah yang banyak karena akan merusak kelenturan daging dan akan tergores sisik ikan yang satu dengan yang lain akibat gesekan tumpukan jumlah ikan yang berlebihan.

3) Material

Akar masalah dari aspek material yang mempengaruhi kemunduran kualitas ikan segar adalah ikan itu sendiri. Faktor penyebabnya adalah suhu ikan tersebut. Suhu ikan yang harus stabil sangat sulit untuk dipenuhi. Walaupun suhu telah dijaga dengan melakukan pengendalian kualitas berupa tembok es, lapisan es, dan taburan es, tapi kemunduran kualitas ikan tetap tidak dapat dihindari.

4) Metode

Akar masalah dari aspek metode yang menjadi kunci kemunduran kualitas produk ikan segar adalah pemajangan dan pembongkaran ikan. Faktor penyebab akar dari pemajangan adalah peletakkan ikan dan penaburan es. Peletakkan ikan pada saat pemajangan terkadang tidak teratur atau asal-asalan. Strategi FIFO yang telah disebutkan juga kadang terlupakan karena lebih terfokus pada tata letak yang menarik untuk konsumen daripada kualitas ikan tersebut. Penaburan es yang terlalu menumpuk atau berlebihan di atas ikan juga mempengaruhi kualitas ikan tersebut (Lampiran 19). Suhu yang tidak sesuai karena taburan es yang berlebih dapat mempercepat kemunduran kualitas ikan. Suhu yang dikehendaki oleh Divisi Seafood adalah 2o hingga 5oC.

Pembongkaran ikan merupakan metode yang cukup rentan terhadap kualitas ikan selanjutnya saat memasuki toko hingga ikan dijual. Faktor penyebab akar pada faktor pembongkaran adalah pelemparan ikan dan pengemasan. Pelemparan ikan yang terlalu keras pada saat ikan dipindahkan ke box lain untuk ditimbang

dan pada tahap pemajangan dapat menyebabkan kemunduran kualitas ikan segar tanpa disadari oleh staf Divisi Seafood. Selain itu, pengemasan ikan ketika pembongkaran hingga tahap pemajangan juga mempengaruhi kualitas ikan segar apabila tidak dikendalikan dengan baik.

5.4 Pembahasan

Produk ikan segar yang datang setiap hari di Giant, Botani Square tidak seluruhnya dipajang karena keterbatasan tempat pemajangan yang tidak sebanding dengan beragamnya jenis produk dengan jumlah yang berbeda-beda setiap pemesanan. Selain itu, fasilitas penyimpanan untuk produk sisa dengan kapasitas terbatas juga menyebabkan Giant berusaha untuk menghabiskan persediaan dalam satu hari. Kendala tersebut menyebabkan Divisi Seafood Giant, Botani Square berusaha meminimalkan produk cacat dan mengatur jumlah produk ikan segar yang dijual agar kerugian perusahaan tidak terlalu besar.

Menurut Ristono (2009) pada perusahaan-perusahaan besar biasanya terdapat ribuan jenis bahan (items) yang harus diteliti dan diawasi sehingga diperlukan kebijaksanaan pengawasan dengan pertimbangan efisiensi dan keefektifan. Kebijaksanaan yang dipilih oleh Divisi Seafood Giant, Botani Square adalah dengan melakukan estimasi penyediaan untuk setiap pemesanan. Namun, estimasi yang dilakukan Divisi Seafood tanpa perhitungan dengan metode tertentu dan hanya berdasarkan pengalaman serta intuisi. Berdasarkan Herjanto (2007) estimasi seperti ini termasuk dalam kategori pengukuran secara kualitatif karena pengukuran berdasarkan pendapat (judgment) dari yang melakukan peramalan. Oleh karena itu, estimasi yang sudah dilakukan Divisi Seafood terkadang tidak tepat dan lebih buruknya lagi tidak digunakan. Hal ini terjadi karena adanya kesalahan estimasi dan alokasi sejumlah produk ikan segar tertentu dari pusat yang tidak dapat ditolak oleh Divisi Seafood sehingga merusak perputaran persediaan secara keseluruhan. Alokasi tersebut dilakukan oleh pusat untuk melakukan promosi produk tertentu di setiap cabang pada event-event tertentu. Produk ikan yang biasa dialokasikan yaitu udang jerbung dan ikan bandeng super EL. Estimasi yang buruk tersebut akan mempengaruhi perusahaan secara

keseluruhan seperti telah disebutkan oleh Herjanto (2007) karena bagian yang satu selalu mempunyai keterkaitan dengan bagian lain dalam setiap perusahaan.

Produk ikan segar yang cukup banyak jenisnya menyebabkan Divisi Seafood perlu menentukan kebijaksanaan pengawasan persediaan yang ketat dan agak longgar terhadap jenis-jenis bahan yang ada dalam persediaan. Hal ini sesuai dengan Machfud (2009) bahwa metode yang dapat digunakan yaitu metode analisis ABC (ABC Analysis Method) yang menekankan pengawasan persediaan yang ketat terhadap jenis-jenis persediaan yang mempunyai nilai penggunaan yang terbesar, yang biasanya jenis bahan (items)nya tidak terlalu banyak. Tidak efisien dan efektif apabila melakukan pengawasan yang ketat terhadap jenis-jenis bahan yang mempunyai nilai penggunaan yang rendah.

Berdasarkan hasil yang diperoleh, ditunjukkan bahwa kesalahan estimasi penyediaan udang jerbung berpengaruh cukup besar terhadap kerugian perusahaan karena merupakan salah satu produk kategori A yang menghabiskan Rp 1.158.979.112,00 yaitu sebesar 73,7% dari total volume biaya perusahaan dalam 1 tahun, walaupun persentase jumlah persediaannya paling kecil dibandingkan kategori B dan kategori C yaitu sebesar 2.394,24 kg (8%). Oleh karena itu, Divisi Seafood harus lebih ketat dalam penyediaan dan pengendaliannya terhadap produk-produk kategori A dibandingkan kategori B, penyediaan produk ikan segar yang ketat terhadap produk kategori B, dan kurang ketat produk-produk dalam kategori C. Hal ini dikarenakan produk-produk kategori A merupakan resiko tertinggi dibandingkan produk kategori B dan kategori C.

Udang jerbung digunakan sebagai objek dalam perhitungan peramalan dan peta kendali p karena memiliki persentase paling tinggi dari total volume biaya perusahaan dalam 1 tahun dan termasuk dalam kategori A. Metode peramalan untuk pemesanan yang digunakan adalah metode pemulusan eksponensial tunggal (single exponential smoothing). Metode ini menggunakan data masa lalu, yaitu data penyediaan udang jerbung pada tahun 2009 per bulan dilakukan untuk mengetahui pola pergerakan grafik setiap minggu per bulannya sehingga dapat menjadi alternatif solusi bagi perusahaan dalam melakukan pemesanan untuk tahun 2010. Hal ini sesuai dengan Buffa dan Sarin (1996) bahwa cakrawala waktu peramalan harus disesuaikan dengan keputusan yang dipengaruhi peramalan.

Sebenarnya, metode pemulusan eksponensial tunggal ini dapat digunakan untuk produk ikan segar lainnya. Namun, karena jenis produk ikan segar cukup banyak maka diambil satu produk saja sebagai contoh agar lebih efektif dan efisien.

Seperti telah disebutkan dalam Herjanto (2007) untuk dapat melakukan prakiraan yang selalu tepat sangat sukar, bahkan dapat dikatakan tidak mungkin. Peramalan pemesanan memang tidak akan mungkin tepat seperti data aktual, namun dicari teknik peramalan yang memiliki kesalahan (error) terkecil terhadap data aktual atau data sebenarnya. Hal ini dapat diketahui dengan melihat teknik peramalan dengan nilai MAPE terkecil. Peramalan pemesanan udang jerbung dilakukan dengan menggunakan 3 parameter pemulus (α), yaitu α=0,1; α=0,5; dan α=0,9. Berdasarkan Machfud (2009) semua parameter pemulus berkisar antara 0 dan 1. Dalam penelitian ini, parameter pemulus ditentukan berdasarkan jarak masing-masing yaitu 0,4. Hal ini dimaksudkan agar perbedaan pergerakan grafik dapat lebih terlihat perbedaannya antara grafik yang satu dan yang lainnya.

Berdasarkan grafik peramalan pemesanan per bulan, dapat diketahui bahwa penyediaan produk meningkat pada minggu pertama dan minggu terakhir. Hal tersebut dipengaruhi oleh pendapatan konsumen yang tinggi pada minggu tersebut akibat adanya gaji bulanan. Hasil kuesioner menunjukkan bahwa konsumen udang jerbung di Giant, Botani Square merupakan pegawai negeri sipil dan swasta sehingga Divisi Seafood menyediakan lebih banyak stok untuk minggu-minggu tersebut. Namun apabila dilihat secara mingguan, peramalan pemesanan meningkat pada saat weekend. Hal ini terjadi karena konsumen lebih memilih untuk membeli produk ikan segar pada saat weekend dibandingkan hari-hari biasa sehingga Divisi Seafood menyediakan jumlah yang lebih banyak untuk memenuhi fluktuasi tersebut.

Estimasi penyediaan tersebut tentu mempengaruhi pola grafik peramalan pemesanan karena data yang diolah berasal dari data estimasi penyediaan sehingga terlihat menyerupai pola grafik data aktualnya. Parameter pemulus yang hampir menyerupai pergerakan grafik data aktual per bulan yaitu 0,9 apabila dibandingkan 0,1 dan 0,5. Hal tersebut menunjukkan bahwa peramalan pemesanan yang paling baik digunakan per bulan pada tahun 2010 yaitu dengan parameter pemulus (α) 0,9. Divisi Seafood dapat memilih peramalan dengan α

0,1; 0,5; atau 0,9. Namun, untuk aplikasi di lapangan lebih dianjurkan menggunakan peramalan pemesanan dengan α 0,9 agar jumlah produk sisa dapat diminimalisir dan pemesanan yang dilakukan lebih efektif dan efisien.

Berdasarkan hasil peramalan, diketahui bahwa penyediaan udang jerbung dengan α 0,9 memiliki kuantitas pemesanan pada hari biasa (hari Senin hingga hari Kamis) berkisar 30-60 kg dan pada hari libur serta weekend hingga 60-100 kg. Kuantitas pemesanan pada minggu pertama dan akhir bulan berkisar antara 300-480 kg. Kuantitas pemesanan untuk setiap minggu berkisar antara 300-570 kg dan meningkat pada akhir tahun menjadi 710 kg. Kuantitas pemesanan ini dapat berubah karena hal ini tergantung dari produk sisa harian.

Analisis dengan peta kendali p dilakukan dengan mencatat hasil seleksi Divisi Seafood. Divisi Seafood melakukan seleksi terhadap udang jerbung yang tersedia setiap harinya dan hasil seleksi tersebut dicatat untuk analisis peta kendali p. Hal ini sesuai dengan Gasperz (1992) yaitu item yang tidak memenuhi standar pada satu atau lebih karakteristik, maka item itu digolongkan tidak memenuhi syarat. Penentuan kesegaran ikan dilakukan dengan menggunakan parameter yang terdapat di Divisi Seafood. Hal ini telah disebutkan dalam Nasution (2005) meskipun tidak ada suatu definisi mengenai kualitas yang diterima secara universal, namun secara umum orang menyatakan bahwa kualitas adalah sesuatu yang mencirikan dimana produk tersebut mampu memenuhi keinginan atau harapan konsumen. Pada analisis ini tidak dilakukan uji organoleptik lanjutan. Hal ini dikarenakan udang jerbung yang tersedia akan dijual kepada konsumen sehingga pengecekan cukup dilakukan oleh Divisi Seafood. Namun, tidak setiap hari terdapat produk udang jerbung yang cacat. Hal ini mengakibatkan data yang ada hanya sekitar 21 data. Oleh karena itu, hanya diambil 20 data untuk analisis peta kendali p ini.

Peta kendali p menunjukkan bahwa nilai batas atas dan garis tengah memiliki jarak yang cukup jauh. Sebenarnya batas atas dan bawah bawah terhadap garis tengah memiliki jarak yang sama. Namun, karena batas bawah yang sebenarnya bernilai -0,0240 diubah menjadi 0,0000 menyebabkan batas atas terlihat sangat jauh jaraknya dibandingkan batas bawahnya. Berdasarkan grafik peta kendali p dapat dilihat bahwa proses pengendalian kualitas udang jerbung

pada tahun 2009 masih dalam pengendalian. Oleh karena itu, diharapkan Divisi Seafood dapat mempertahankan dan meningkatkan sistem pengendalian kualitas supaya lebih baik lagi dalam memenuhi kebutuhan konsumen dan perusahaan. Walaupun begitu, kemunduran kualitas tetap tidak dapat dihindari oleh Divisi Seafood.

Kemunduran kualitas yang terjadi disebabkan oleh beberapa akar permasalahan. Seperti telah disebutkan oleh Ishikawa (1989) bahwa permasalahan mutu dalam suatu kegiatan usaha hampir tidak terhitung. Namun, menurut Gasperz (1992) dapat dilakukan identifikasi secara tepat hal-hal yang menyebabkan persoalan kemudian mencoba menanggulanginya. Akar permasalahan pengendalian kualitas produk ikan segar di Giant, Botani Square memiliki faktor penyebab masing-masing yaitu dari aspek manusia, teknologi, material, dan metode.

Akar permasalahan yang menjadi kunci kemunduran kualitas produk ikan segar dari aspek pegawai terdapat pada faktor keahlian, kepedulian, dan pengetahuan. Menurut Garvin dan Davis (1994) vide Nasution (2005) kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia/tenaga kerja, proses/tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan atau konsumen. Berdasarkan hal tersebut, pegawai harus dapat mengendalikan kualitas produk, memajang produk, dan memiliki pengetahuan yang cukup untuk menjaga agar tidak terjadi kemunduran kualitas produk ikan segar. Oleh karena itu, pelatihan untuk setiap pegawai dan pengalaman yang cukup sangat diperlukan untuk mencapai hasil yang maksimal. Pelatihan dengan proses yang baik dan benar serta keinginan pegawai yang kuat untuk menjaga kualitas produk ikan segar akan dengan mudah mencapai tujuan perusahaan.

Akar permasalahan yang menjadi kunci kemunduran kualitas produk ikan segar dari faktor teknologi terdapat pada faktor chiller. Hal ini sesuai dengan yang telah disebutkan oleh Garvin dan Davis (1994) vide Nasution (2005). Chiller merupakan teknologi yang paling penting dalam menjaga kualitas produk ikan segar di Giant, Botani Square. Hal itu karena chiller adalah tempat penyimpanan untuk produk sisa ikan segar yang tidak dipajang atau sisa produk ikan yang dijual hari sebelumnya. Oleh karena itu, sangat besar pengaruhnya apabila terjadi

kerusakan chiller untuk semua produk ikan segar yang akan dijual. Divisi Seafood sebaiknya menyediakan tempat alternatif apabila terjadi lagi kerusakan chiller agar dapat meminimalisir kemunduran kualitas produk ikan segar tersebut. Selain itu, kapasitas chiller yang tidak terlalu besar perlu juga diperhatikan dan dijadikan pertimbangan perusahaan untuk memperluas atau mengatur pemesanan produk ikan segar dengan kuantitas tertentu.

Akar masalah dari aspek material yang mempengaruhi kemunduran kualitas ikan segar adalah ikan itu sendiri. Hal ini sesuai dengan Adawyah (2007) yang menyatakan bahwa ikan akan mengalami perubahan biokimiawi setelah mati yang diikuti dengan perubahan fisika pada dagingnya. Perubahan-perubahan itu akan dapat dilihat dari kondisi fisiknya. Oleh karena itu, Divisi Seafood harus memperhatikan bagaimana cara untuk mempertahankan kualitas ikan tersebut. Salah satunya yaitu dengan benar-benar memperhatikan suhu yang dibutuhkan oleh produk ikan segar tersebut. Hal ini dikarenakan suhu yang baik menurut mereka belum tentu baik untuk produk ikan tertentu.

Akar masalah dari aspek metode yang menjadi kunci kemunduran kualitas produk ikan segar adalah pemajangan dan pembongkaran ikan. Metode pemajangan dan pada saat pembongkaran perlu untuk diperhatikan karena juga mempengaruhi kemunduran kualitas produk ikan segar. Menurut Adawyah (2007) ikan segar dapat diperoleh jika penanganan dan sanitasi yang baik. Oleh karena itu, Divisi Seafood perlu mengingat cara yang tepat pada tahap pemajangan dan pembongkaran ikan sehingga kualitas ikan dapat dikendalikan dengan baik. Selain itu, penaburan es yang menumpuk atau berlebihan di atas ikan akan menyebabkan kadar es yang mencair mengenai ikan terlalu banyak dan mempengaruhi kualitas ikan tersebut sehingga mempercepat proses pembusukan ikan secara fisik. Pada tahap ini Divisi Seafood harus berhati-hati, karena akan berpengaruh terhadap kualitas produk ikan yang akan dijual. Apabila tidak berhati-hati, maka produk ikan segar akan cepat rusak atau cacat dan tidak terjual sehingga menyebabkan banyak produk sisa dan merugikan perusahaan. Pengemasan ikan segar juga merupakan hal yang penting untuk diperhatikan. Apabila kemasan ikan ketika pembongkaran hingga tahap pemajangan tidak diperhatikan, maka akan menurunkan kualitas ikan segar.