• Tidak ada hasil yang ditemukan

SISTEM PENYEDIAAN DAN PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK IKAN SEGAR DI GIANT, BOTANI SQUARE MARINA NARESWARI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SISTEM PENYEDIAAN DAN PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK IKAN SEGAR DI GIANT, BOTANI SQUARE MARINA NARESWARI"

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

MARINA NARESWARI

PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2010

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ”Sistem Penyediaan dan Pengendalian Kualitas Produk Ikan Segar di Giant, Botani Square” adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan tercantum dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2010

Marina Nareswari C44060422

(3)

MARINA NARESWARI, C44060422. Sistem Penyediaan dan Pengendalian Kualitas Produk Ikan Segar di Giant, Botani Square. Dibimbing oleh TRI WIJI NURANI dan JULIA EKA ASTARINI.

Giant adalah hypermarket yang dimiliki oleh PT Hero Supermarket Tbk yang menawarkan berbagai kebutuhan rumah tangga mulai dari peralatan rumah tangga, alat-alat elektronik sampai aneka bahan makanan. Salah satu bahan makanan yang ditawarkan oleh Giant adalah produk ikan segar. Sistem penyediaan dan pengendalian kualitas produk ikan segar penting dalam memenuhi kebutuhan konsumen dan keberlangsungan Giant, Botani Square dengan kualitas produk yang baik dan tepat waktu. Penelitian ditujukan untuk mengkaji sistem penyediaan dan pengendalian kualitas produk ikan segar di Giant. Analisis yang digunakan adalah analisis ABC, metode pemulusan eksponensial tunggal, peta kendali p, dan diagram sebab-akibat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa produk ikan segar yang harus dikendalikan dengan baik oleh Giant, Botani Square adalah udang jerbung dan udang pancet kecil yang merupakan produk kategori A. Produk kategori A ini menghabiskan biaya mencapai Rp 1.158.979.112,00 yaitu sebesar 73,7% dari total biaya persediaan seafood dalam 1 tahun dan mencapai 2.394,24 kg yaitu sebesar 8% dari total jumlah persediaan seafood dalam 1 tahun. Jumlah yang harus dipesan dalam penyediaan udang jerbung di Giant, Botani Square setiap bulannya pada tahun 2010 paling baik menggunakan metode pemulusan eksponensial tunggal dengan parameter pemulus (α) 0,9. Hal ini karena hasil nilai MAPE α=0,9 merupakan yang paling kecil dan pergerakan grafik peramalan pemesanan α=0,9 hampir menyerupai pergerakan grafik data aktual setiap bulannya. Proporsi produk ikan cacat (udang jerbung) di Giant, Botani Square masih dalam pengendalian karena berada di antara batas atas dan batas bawah peta kendali p. Kondisi tersebut diharapkan tetap dapat dipertahankan serta ditingkatkan oleh Divisi Seafood Giant dengan memperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh dalam sistem pengendalian kualitas produk ikan segar yaitu dari aspek manusia, teknologi, material, dan metode.

Kata kunci : sistem penyediaan, pengendalian kualitas, pemulusan eksponensial tunggal, produk ikan segar, Giant hypermarket

(4)

MARINA NARESWARI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2010

(5)

Nama Mahasiswa : Marina Nareswari

NRP : C44060422

Program Studi : Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

Disetujui:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si Julia Eka Astarini, S.Pi, M.Si NIP: 19650624 198903 2 002 NIP: 19750711 200701 2 001

Diketahui:

Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc NIP: 19621223 198703 1001

(6)

Skripsi dengan judul “Sistem Penyediaan dan Pengendalian Kualitas Produk Ikan Segar di Giant, Botani Square” ditujukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan pada bulan Februari-Maret 2010 di Giant, Botani Square, Bogor, Jawa Barat.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1) Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si dan Julia Eka Astarini, S.Pi, M.Si selaku komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingannya. 2) Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si selaku dosen pengujji.

3) Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc selaku Ketua Departemen PSP dan Dr. Ir. Muhammad Imron, M.Si selaku Komisi Pendidikan Departemen PSP. 4) Bapak Untung Kartika, Bapak Tajudin Noor, Bapak Hilman Fauzi selaku

Kepala Divisi Seafood dan seluruh staf Divisi Seafood serta staf-staf divisi lainnya di Giant, Botani Square dan PT Hero Supermarket Tbk atas informasi dan bantuannya.

5) Orang tua dan ketiga orang kakak penulis atas dukungan dan doa yang tak pernah terhenti.

6) Pihak lain yang telah membantu hingga terselesaikannya skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan pengetahuan baru bagi pembaca.

Bogor, Juli 2010

Marina Nareswari C44060422

(7)

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1) Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si dan Julia Eka Astarini, S.Pi, M.Si selaku dosen pembimbing atas arahan dan bimbingan yang telah diberikan dalam penyusunan skripsi ini;

2) Dosen Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan atas ilmu yang telah diberikan selama ini;

3) Bapak Untung Kartika, Bapak Tajudin Noor, Bapak Hilman Fauzi selaku Kepala Divisi Seafood Giant dan staf Divisi Seafood lainnya atas segala informasi dan bantuannya;

4) Papa, Mama, dan semua kakakku tercinta atas semua nasihat, semangat, doa serta kasih sayang kepada penulis;

5) Indra Yulie Prasetyo atas kesabaran, nasihat, dan semangatnya kepada penulis;

6) Sahabat tercinta (Raisa, Muti, Eka, Enggan, Ghina, Dita Febriane, Raya, Bima, Roby, Refi, Seli, Alvi, Pipih, Kak Gina dan Kak Fati) atas doa, semangat dan persahabatan yang tulus kepada penulis;

7) Teman-teman seperjuangan PSP 43 (Intan, Ratih, Mardia, Nurul Mardiana, Caesario, Shinta, Rizky, Troy, Riyanti, Fajrina Aulia, Heru, Septa Pradipta, Rusdi, Rezki, Siska Magnawati, Bayu, Raissa Wina Wisudawan, Siska Aprilia, Amnihani, Enur Janah, Maria Putri Widhyasari, Ardi Yasa, Gini Al Ghazali, Ghea, Rachman, Tiara Anggia Rahmi, Uty, Viona, Fatra, Alfian, Dedi Putra, Firman Fajar, Aditya Jaka S, Ratu Ladya, Mertha S, Septi Aminah, Rd Ladia Inizianti, Nita Sri Kurniawati, Esther, Hanif Fansurya, Syamsul Arif, Alina H, Ari Widiastuti, Soraya Gigentika, Mukhlis Adi, Nanda K, Qbee, Elwidya B, Kimul, Riema, Afryan, Indah) atas segala bantuannya dalam penulisan skripsi ini serta persahabatan, kenangan, dan pengalaman suka dan duka selama perkuliahan di Departemen PSP.

8) Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas bantuan dalam proses penyelesaian skripsi ini.

(8)

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 3 Maret 1988

dari pasangan Sugeng Widodo dan Mimin Djuningsih. Penulis merupakan anak terakhir dari empat bersaudara. Pendidikan dasar diselesaikan penulis di SDN Polisi 1 Bogor pada tahun 2000, kemudian melanjutkan pendidikan ke SLTPN 1 Bogor dan lulus pada tahun 2003.

Penulis lulus dari SMA Negeri 3 Bogor pada tahun 2006 dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Selama menjalani perkuliahan, penulis aktif di berbagai organisasi kampus IPB seperti Sekretaris 1 UKM MAX!! (Music Agriculture X-pression) pada periode 2008-2009, Staf Departemen Informasi dan Komunikasi Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (HIMAFARIN) periode 2008-2009, dan Staf Badan Pengawas Harian (BPH) HIMAFARIN periode 2009-2010. Dalam rangka menyelesaikan tugas akhir, penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul ”Sistem Penyediaan dan Pengendalian Kualitas Produk Ikan Segar di Giant, Botani Square”.

(9)

Halaman

DAFTAR TABEL ...

x

DAFTAR GAMBAR ...

xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Perumusan Masalah ... 3 1.3 Tujuan ... 4 1.4 Manfaat ... 4

2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Persediaan ... 5

2.1.1 Arti dan peranan persediaan ... 5

2.1.2 Jenis-jenis persediaan ... 6

2.1.3 Arti dan tujuan sistem pengendalian persediaan ... 7

2.2 Perputaran Persediaan (Inventory Turn Over) ... 9

2.3 Model Persediaan ... 10

2.4 Pengawasan Persediaan yang Baik dan Efektif ... 10

2.5 Metode Analisis ABC (ABC Analysis Method) ... 11

2.6 Metode Peramalan ... 12

2.6.1 Jenis-jenis peramalan ... 13

2.6.2 Metode serial waktu ... 14

2.6.3 Metode pemulusan eksponensial (exponential smoothing) 17

2.6.4 Pengukuran ketelitian dari prakiraan ... 18

2.7 Kualitas/Mutu Produk ... 20

2.7.1 Pengertian kualitas/mutu ... 20

2.7.2 Arti dan tujuan pengendalian kualitas ... 21

2.8 Kualitas Produk Ikan Segar ... 22

2.8.1 Ikan segar ... 22

2.8.2 Parameter kesegaran ikan ... 23

2.8.3 Penentuan kesegaran ikan ... 24

2.9 Penerapan Teknik Statistika dalam Proses Pengendalian Kualitas Produk Ikan Segar di Giant, Botani Square ... 26

2.9.1 Peta kendali p ... 26

2.9.2 Diagram sebab-akibat ... 27

3

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 28

3.2 Pengumpulan Data ... 28

3.3 Teknik Penentuan Sampel ... 28

3.4 Metode Analisis Data ... 29

(10)

3.4.2 Metode pemulusan eksponensial tunggal (single

exponential smoothing) ... 31

3.4.3 Peta kendali p ... 32

3.4.4 Diagram sebab-akibat ... 35

4

KEADAAN UMUM PERUSAHAAN

4.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan ... 37

4.2 Visi, Misi, dan Falsafah Perusahaan ... 40

4.3 Lokasi Toko ... 40

4.4 Struktur Organisasi Toko ... 41

4.5 Deskripsi Pekerjaan di Toko ... 41

4.6 Kegiatan Usaha Toko ... 44

4.7 Hero Sentral Distribusi ... 44

4.8 Lingkungan Internal Toko... 45

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Kategori Produk Ikan Segar di Giant, Botani Square ... 48

5.2 Sistem Penyediaan Produk Ikan Segar di Giant, Botani Square .... 52

5.2.1 Prosedur penyediaan produk ikan segar ... 52

5.2.2 Estimasi produk ikan segar yang dilakukan oleh Division Seafood Giant, Botani Square ... 54

5.2.3 Teknik Peramalan... 58

5.3 Sistem Pengendalian Kualitas Produk Ikan Segar di Giant, Botani Square ... 68

5.3.1 Standar kualitas produk ikan segar di Giant, Botani Square 68 5.3.2 Pengendalian kualitas produk ikan segar di Giant, Botani Square ... 70

5.3.3 Analisis peta kendali p ... 73

5.3.4 Analisis penyebab kemunduran kualitas produk ikan segar di Giant, Botani Square ... 76

5.4 Pembahasan ... 79

6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ... 85

6.2 Saran ... 86

DAFTAR PUSTAKA

... 87

(11)

Halaman

1 Notasi yang digunakan dalam metode serial waktu ... 16

2 Ciri-ciri ikan segar dan ikan yang mulai membusuk ... 25

3 Data yang dikumpulkan ... 29

4 Ciri-ciri organoleptik menurut Divisi Seafood Giant, Botani Square .. 33

5 Standar suhu ruang (oC) Hero Sentral Distribusi Cibitung ... 45

6 Fasilitas Hero Sentral Distribusi ... 46

7 Kategori produk ikan di Giant, Botani Square ... 48

8 Kategori produk ikan segar dalam analisis ABC ... 51

9 Estimasi penyediaan udang jerbung setiap minggu pada setiap bulan pada tahun 2009 ... 57

(12)

Halaman

1 Pola dasar dalam serial waktu ... 15

2 Kesalahan dalam prakiraan ... 19

3 Diagram sebab-akibat ... 27

4 Kategori produk ikan segar menggunakan analisis ABC ... 50

5 Peramalan pemesanan udang jerbung Januari 2010 berdasarkan estimasi penyediaan Januari 2009 ... 59

6 Peramalan pemesanan udang jerbung Februari 2010 berdasarkan estimasi penyediaan Februari 2009 ... 59

7 Peramalan pemesanan udang jerbung Maret 2010 berdasarkan estimasi penyediaan Maret 2009 ... 60

8 Peramalan pemesanan udang jerbung April 2010 berdasarkan estimasi penyediaan April 2009 ... 61

9 Peramalan pemesanan udang jerbung Mei 2010 berdasarkan estimasi penyediaan Mei 2009 ... 62

10 Peramalan pemesanan udang jerbung Juni 2010 berdasarkan estimasi penyediaan Juni 2009 ... 63

11 Peramalan pemesanan udang jerbung Juli 2010 berdasarkan estimasi penyediaan Juli 2009 ... 64

12 Peramalan pemesanan udang jerbung Agustus 2010 berdasarkan estimasi penyediaan Agustus 2009 ... 65

13 Peramalan pemesanan udang jerbung September 2010 berdasarkan estimasi penyediaan September 2009 ... 66

14 Peramalan pemesanan udang jerbung Oktober 2010 berdasarkan estimasi penyediaan Oktober 2009 ... 67

15 Peramalan pemesanan udang jerbung November 2010 berdasarkan estimasi penyediaan November 2009 ... 67

16 Peramalan pemesanan udang jerbung Desember 2010 berdasarkan estimasi penyediaan Desember 2009 ... 68

17 Siklus 5 pokok manajemen fresh ... 72

18 Peta kendali p ... 75

19 Diagram sebab-akibat kemunduran kualitas ikan segar sejak tiba hingga ke tangan konsumen di Giant, Botani Square ... 76

(13)

Halaman

1 Struktur organisasi store Giant Hypermarket ... 89

2 Tata letak Hero Sentral Distribusi ... 90

3 Diagram alir sistem distribusi dan penggudangan ... 91

4 Estimasi penyediaan udang jerbung tahun 2009 ... 92

5 Peramalan pemesanan udang jerbung Januari 2010 berdasarkan estimasi penyediaan Januari 2009 ... 93

6 Peramalan pemesanan udang jerbung Februari 2010 berdasarkan estimasi penyediaan Februari 2009 ... 94

7 Peramalan pemesanan udang jerbung Maret 2010 berdasarkan estimasi penyediaan Maret 2009 ... 95

8 Peramalan pemesanan udang jerbung April 2010 berdasarkan estimasi penyediaan April 2009 ... 96

9 Peramalan pemesanan udang jerbung Mei 2010 berdasarkan estimasi penyediaan Mei 2009 ... 97

10 Peramalan pemesanan udang jerbung Juni 2010 berdasarkan estimasi penyediaan Juni 2009 ... 98

11 Peramalan pemesanan udang jerbung Juli 2010 berdasarkan estimasi penyediaan Juli 2009 ... 99

12 Peramalan pemesanan udang jerbung Agustus 2010 berdasarkan estimasi penyediaan Agustus 2009 ... 100

13 Peramalan pemesanan udang jerbung September 2010 berdasarkan estimasi penyediaan September 2009 ... 101

14 Peramalan pemesanan udang jerbung Oktober 2010 berdasarkan estimasi penyediaan Oktober 2009 ... 102

15 Peramalan pemesanan udang jerbung November 2010 berdasarkan estimasi penyediaan November 2009 ... 103

16 Peramalan pemesanan udang jerbung AK 60-70 Desember 2010 berdasarkan estimasi penyediaan Desember 2009 ... 104

17 Parameter produk ikan segar yang dipajang di Divisi Seafood Giant, Botani Square ... 105

18 Contoh perhitungan peta kendali p ... 106

19 Aktivitas pembongkaran produk ikan segar di bagian receiving ... 107

20 Peralatan yang digunakan dalam aktivitas pemajangan ... 108

21 Aktivitas pemajangan produk ikan segar di Divisi Seafood Giant, Botani Square ... 109

(14)

1.1 Latar Belakang

Ikan merupakan produk yang mudah membusuk, hal ini disebabkan dalam waktu sekitar 8 jam sejak ikan ditangkap dan didaratkan telah terjadi proses perubahan yang mengarah pada kerusakan. Ikan akan mengalami perubahan biokimiawi setelah mati yang diikuti dengan perubahan fisika pada dagingnya (Adawyah, 2007). Perubahan itu berlangsung terus, hingga ikan akan menjadi bahan pangan yang layak dikonsumsi. Kualitas ikan akan berkurang dan menurun diikuti dengan perubahan fisik daging menjadi berair dan akhirnya ikan membusuk.

Seperti kita ketahui bahwa ikan yang baik adalah ikan yang masih segar. Kesegaran merupakan tolak ukur untuk membedakan baik atau tidaknya kualitas ikan. Ikan segar dapat kita peroleh apabila penanganan dan sanitasi baik, karena semakin lama ikan dibiarkan setelah ditangkap tanpa penanganan yang baik maka akan menurunkan kesegarannya (Adawyah, 2007). Kondisi ini kadang terlupakan oleh pemasok (supplier), baik dalam hal penanganan maupun ketika dikirim, sehingga masih cukup banyak ikan yang disalurkan kepada konsumen dengan kondisi yang kurang layak untuk dikonsumsi.

Salah satu pilihan konsumen rumah tangga umumnya adalah produk ikan segar karena dapat diolah menjadi berbagai macam masakan. Produk ikan segar dapat dibeli di pasar dan lembaga pemasaran alternatif lainnya yang menjadi pilihan masyarakat. Salah satu lembaga pemasaran yang menjadi pilihan terutama masyarakat menengah ke atas adalah hypermarket atau pasar swalayan. Faktor utama yang lebih dipertimbangkan oleh masyarakat dalam membeli produk di hypermarket atau pasar swalayan antara lain kualitas produk, manfaat produk, kecepatan pelayanan, dan sebagainya. Harga bukan lagi menjadi faktor utama yang dipertimbangkan dalam pembelian suatu produk. Selain itu, kecenderungan masyarakat membeli produk ikan segar di pasar tradisional yang makin menurun dan beralih ke pasar modern dipicu isu keamanan makanan dan faktor psikologis. Konsumen lebih merasa yakin membeli produk di hypermarket, karena menilai pengelolanya melakukan seleksi serta pengecekan secara ketat pada setiap produk

(15)

yang dipasok. Konsumen juga merasa dapat mengajukan tuntutan kepada hypermarket apabila produk ikan segar yang dibeli ternyata dalam kondisi tidak baik. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya suatu lembaga pemasaran dalam memenuhi kepuasan pelanggan yang menginginkan suatu produk dengan kualitas terbaik. Terlebih lagi apabila produk tersebut, dalam hal ini produk ikan segar, merupakan produk yang sangat mudah membusuk. Keyakinan konsumen terhadap kualitas produk ikan segar perlu didukung oleh pengelolaan yang baik dari hypermarket tersebut. Menurut Gaspersz (1992) tindakan pengendalian dapat membantu mempertahankan unjuk kerja (performance) sistem di dalam batas-batas toleransi yang dispesifikasikan.

Kuantitas ketersediaan produk ikan segar juga merupakan faktor pemikat minat konsumen untuk tetap berbelanja pada suatu tempat, karena apabila jenis ikan yang hendak dibeli tidak tersedia di tempat tersebut, maka dengan mudah konsumen akan berpindah ke tempat lain yang menurut mereka lebih lengkap. Berdasarkan Sulistiya (2008), hypermarket perlu mengetahui seberapa banyak persediaan, waktu pemesanan yang tepat untuk pengiriman persediaan serta handling product sejak produk datang sampai tahap pemajangan (display). Selain itu, tidak dapat dipungkiri bahwa ikan merupakan produk musiman sehingga sangat diperlukan sistem penyediaan yang baik. Sejalan dengan keinginan hypermarket untuk memberikan respon yang cepat dan tepat terhadap permintaan pasar yang tidak menentu di masa datang serta menjadi lebih ilmiah dalam menghadapi perubahan lingkungan, maka peramalan produk ikan segar semakin bertambah penting. Oleh karena itu, setiap hypermarket dituntut untuk melakukan peramalan produk ikan segar yang baik agar pemborosan dapat dikurangi, dapat lebih terkonsentrasi pada sasaran tertentu serta memiliki perencanaan yang lebih baik sehingga dapat memenuhi kebutuhan konsumen.

Giant adalah hypermarket yang dimiliki oleh PT Hero Supermarket Tbk yang merupakan ritel modern terbesar di Indonesia. Giant sebagai salah satu lembaga pemasaran modern menawarkan berbagai macam kebutuhan rumah tangga mulai dari peralatan rumah tangga, alat-alat elektronik sampai aneka bahan makanan (Sulistiya, 2008). Bagi masyarakat, Giant dapat memberikan pilihan baru dalam tempat berbelanja. Giant hadir dengan menawarkan konsep ”One Stop

(16)

Shopping, Lower Prices Everyday” serta kualitas yang terjamin. Salah satu bahan makanan yang ditawarkan di Giant adalah produk ikan segar. Hal ini merupakan kesempatan bagi produk perikanan khususnya ikan segar untuk diperkenalkan kepada konsumen. Oleh karena itu, sistem penyediaan dan pengendalian kualitas produk ikan segar di Giant, Botani Square penting untuk diteliti karena akan berpengaruh cukup besar terhadap perusahaan dan keberlangsungan produk tersebut di masyarakat.

1.2 Perumusan Masalah

Seperti kita ketahui bahwa ikan merupakan produk yang sangat mudah membusuk. Kesegarannya merupakan tolak ukur untuk membedakan baik atau tidaknya kualitas ikan tersebut. Kualitas produk adalah hal yang utama, mengingat produk ikan segar sangat rentan terhadap kerusakan sehingga perlu penanganan yang tepat. Permasalahan yang dihadapi adalah persediaan produk ikan segar, yaitu persediaan yang rusak (broken stock) sering kali berlebihan sehingga banyak ikan yang membusuk dan Giant mengalami kerugian. Selain itu, handling product yang kurang baik dari barang datang sampai tahap pemajangan (display) juga merupakan permasalahan yang semakin memperparah broken stock. Kerusakan mekanis pada ikan ini cukup berpengaruh terhadap penampilan dan penerimaan konsumen.

Permasalahan lain yang sering dihadapi yaitu permintaan konsumen terhadap produk ikan segar yang seringkali berfluktuasi sehingga kuantitas persediaan produk harus dapat memenuhi fluktuasi tersebut. Akibat dari fluktuasi ini, tak jarang Giant mengalami broken stock yang cukup besar karena estimasi yang tidak tepat. Untuk menjaga kuantitas persediaan, manajemen Giant sangat perlu menentukan kuantitas pemesanan dan waktu yang tepat untuk melakukan pemesanan kembali terhadap produk ikan segar tersebut serta tingkat persediaan pengaman yang harus disediakan. Kuantitas dan pemesanan pada waktu yang tepat menjamin ketersediaan produk sehingga mencukupi untuk memenuhi permintaan pasar.

Produk ikan segar adalah produk pelengkap, namun memiliki arti yang sangat penting dalam kelengkapan suatu hypermarket, dalam hal ini Giant di Botani Square sebagai ritel modern yang menyediakan segala kebutuhan

(17)

konsumen. Produk ikan segar yang masih utuh atau belum disiangi tentu memerlukan sistem penyediaan dan pengendalian kualitas demi keberlangsungan suatu hypermarket. Namun, dalam pelaksanaannya masih banyak komponen yang berpengaruh terhadap faktor-faktor penyediaan dan pengendalian produk ikan segar baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal yang perlu diperhatikan adalah cara untuk mempertahankan kualitas produk ikan segar tersebut agar layak dikonsumsi, serta kuantitas dan pemesanan pada waktu yang tepat sehingga performansi produk tersebut sangat baik bagi masyarakat (konsumen) maupun perusahaan itu sendiri.

Berdasarkan permasalahan serta alasan-alasan yang telah dikemukakan, maka penelitian tentang sistem penyediaan dan pengendalian kualitas produk ikan segar di Giant, Botani Square penting untuk dilaksanakan.

1.3 Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Menentukan produk ikan segar yang paling penting (kategori A) untuk diperhatikan dalam sistem penyediaan produk ikan segar di Giant, Botani Square.

2. Menentukan jumlah yang harus dipesan dalam penyediaan produk ikan segar (kategori A) di Giant, Botani Square.

3. Menentukan hal-hal yang berhubungan dengan proporsi produk ikan segar (kategori A) yang tidak memenuhi kualitas dalam rangka pengendalian kualitas ikan segar di Giant, Botani Square sehingga dapat diputuskan apakah perlu tindakan korektif atau tidak.

4. Menentukan faktor-faktor yang berpengaruh dalam sistem pengendalian kualitas produk ikan segar di Giant, Botani Square.

1.4 Manfaat

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai bahan acuan bagi pihak-pihak yang berkepentingan seperti pihak-pihak pengelola Giant, Botani Square. Selain itu juga dapat digunakan untuk memperbaiki sistem penyediaan dan pengendalian produk ikan segar di Giant, Botani Square serta hypermarket dan lembaga pemasaran alternatif lainnya dalam rangka meningkatkan efektivitasnya.

(18)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Persediaan

2.1.1 Arti dan peranan persediaan

Menurut Handoko (1984) persediaan (inventory) adalah suatu istilah umum yang menunjukkan segala sesuatu atau sumberdaya-sumberdaya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan. Persediaan adalah suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha yang normal, atau persediaan barang-barang yang masih dalam pengerjaan/proses produksi, ataupun persediaan barang baku yang menunggu penggunaannya dalam suatu proses produksi (Assauri, 1998).

Persediaan menurut Assauri (1998) merupakan salah satu unsur yang paling aktif dalam operasi perusahaan yang secara kontinu diperoleh, diubah, yang kemudian dijual kembali. Nilai dari persediaan juga harus dicatat, digolong-golongkan menurut jenisnya dan kemudian dibuatkan perincian dari masing-masing barangnya dalam suatu periode yang bersangkutan. Pengertian lain dari barang persediaan adalah barang-barang yang biasanya dapat dijumpai di gudang tertutup, lapangan, gudang terbuka, atau tempat-tempat penyimpanan lain. Barang-barang tersebut dapat berupa bahan baku, barang setengah jadi, barang jadi, barang-barang untuk keperluan operasi, atau barang-barang untuk keperluan suatu proyek (Indrajit, 2003).

Jadi, persediaan merupakan sejumlah bahan-bahan, parts yang disediakan dan bahan-bahan dalam proses yang terdapat dalam perusahaan untuk proses produksi, serta barang-barang jadi/produk yang disediakan untuk memenuhi permintaan dari konsumen atau langganan setiap waktu (Assauri, 1998).

Adapun alasan diperlakukannya persediaan oleh suatu perusahaan pabrik adalah karena (Assauri, 1998):

1) Dibutuhkannya waktu untuk menyelesaikan operasi produksi untuk memindahkan produk dari suatu tingkat ke tingkat proses yang lain, yang disebut persediaan dalam proses dan pemindahan.

2) Alasan organisasi, untuk memungkinkan satu unit atau bagian membuat skedul operasinya secara bebas, tidak tergantung dari yang lainnya.

(19)

Hal ini berarti dengan adanya persediaan memungkinkan terlaksananya operasi produksi, karena faktor waktu antara operasi itu dapat dihilangkan sama sekali, walaupun sebenarnya dapat diminimumkan (Assauri, 1998).

2.1.2 Jenis-jenis persediaan

Menurut Assauri (1998) dilihat dari fungsinya, persediaan dapat dibedakan atas:

1) Batch stock atau lot size inventory yaitu persediaan yang diadakan karena kita membeli atau membuat bahan-bahan/barang-barang dalam jumlah yang lebih besar daripada jumlah yang dibutuhkan pada saat itu. Terjadinya persediaan karena pengadaan bahan/barang yang dilakukan lebih banyak daripada yang dibutuhkan.

2) Fluctuation stock adalah persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan konsumen yang tidak dapat diramalkan. Dalam hal ini perusahaan mengadakan persediaan untuk dapat memenuhi permintaan konsumen, apabila tingkat permintaan menunjukkan keadaan yang tidak beraturan atau tidak tetap dan fluktuasi permintaan tidak dapat diramalkan lebih dahulu.

3) Anticipation stock yaitu persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat diramalkan, berdasarkan pola musiman yang terdapat dalam satu tahun dan untuk menghadapi penggunaan atau penjualan permintaan yang meningkat. Anticipation stock dimaksudkan pula untuk menjaga kemungkinan sukarnya diperoleh bahan-bahan sehingga tidak menganggu jalannya produk atau menghindari kemacetan produksi. Walaupun kita mengetahui bahwa persediaan dapat dibedakan menurut fungsinya, tetapi perlu kita ketahui bahwa persediaan itu sendiri merupakan fungsi cadangan dan karena itu hendaknya harus dapat digunakan secara efisien (Assauri, 1998).

Selain perbedaan menurut fungsi, persediaan dapat pula dibedakan atau dikelompokkan menurut jenis dan posisi barang tersebut di dalam urutan pengerjaan produk yaitu (Assauri, 1998):

1) Persediaan bahan baku (raw materials stock) yaitu persediaan dari barang-barang berwujud yang digunakan dalam proses produksi, barang-barang mana dapat diperoleh dari sumber-sumber alam ataupun dibeli dari supplier atau

(20)

perusahaan yang menghasilkan bahan baku bagi perusahaan pabrik yang menggunakannya.

2) Persediaan bagian produk atau parts yang dibeli (purchased parts/komponen stock) yaitu persediaan barang-barang yang terdiri dari parts yang diterima dari perusahaan lain, yang dapat secara langsung diassembling dengan parts lain, tanpa melalui proses produksi sebelumnya. 3) Persediaan bahan-bahan pembantu atau barang-barang perlengkapan

(supplies stock) yaitu persediaan barang-barang atau bahan-bahan yang diperlukan dalam proses produksi untuk membantu berhasilnya produksi atau yang dipergunakan dalam bekerjanya suatu perusahaan, tetapi tidak merupakan bagian atau komponen dari barang jadi.

4) Persediaan barang setengah jadi atau barang dalam proses (work in process/progress stock) yaitu persediaan barang-barang yang keluar dari tiap-tiap bagian dalam suatu pabrik atau bahan-bahan yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi lebih perlu diproses kembali untuk kemudian menjadi barang jadi.

5) Persediaan barang jadi (finished goods stock) yaitu persediaan barang-barang yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk dijual kepada pelanggan atau perusahaan lain. Jadi, barang jadi ini adalah merupakan produk selesai dan telah siap untuk dijual.

2.1.3 Arti dan tujuan sistem pengendalian persediaan

Setiap perusahaan perlu mengadakan persediaan untuk dapat menjamin kelangsungan hidup usahanya. Untuk mengadakan persediaan dibutuhkan sejumlah uang yang diinvestasikan dalam persediaan tersebut. Oleh karena itu, setiap perusahaan haruslah dapat mempertahankan suatu jumlah persediaan yang optimum yang dapat menjamin kebutuhan bagi kelancaran kegiatan perusahaan dalam jumlah dan mutu tepat serta dengan biaya yang serendah-rendahnya (Assauri, 1998).

Khusus untuk persediaan produk, pengendaliannya menjadi semakin penting jika dikaitkan dengan tingkat pelayanan (service factor) terhadap pemenuhan kebutuhan konsumen, on time delivery, tingkat kepercayaan konsumen serta resiko beralihnya pelanggan kepada produk saingan karena tidak tersedianya

(21)

produk (Machfud, 2009). Untuk dapat mengatur tersedianya suatu tingkat persediaan yang optimum, maka diperlukan suatu sistem pengendalian persediaan yang harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut (Assauri, 1998): 1) Terdapatnya gudang yang cukup luas dan teratur dengan pengaturan tempat

bahan/barang yang tetap dan identifikasi bahan/barang tertentu.

2) Sentralisasi kekuasaan dan tanggung jawab pada satu orang yang dapat dipercaya, terutama penjaga gudang.

3) Suatu sistem pencatatan dan pemeriksaan atas penerimaan bahan/barang. 4) Pengendalian mutlak atas pengeluaran bahan/barang.

5) Pencatatan yang cukup teliti yang menunjukkan jumlah yang dipesan, yang dibagikan/dikeluarkan dan yang tersedia dalam gudang.

6) Pemeriksaan fisik bahan/barang yang ada dalam persediaan secara langsung. 7) Perencanaan untuk menggantikan barang-barang yang telah lama dalam

gudang, dan barang-barang yang sudah usang dan ketinggalan zaman. 8) Pengecekan untuk menjamin dapat efektifnya kegiatan rutin.

Pengendalian persediaan merupakan salah satu kegiatan dari urutan kegiatan-kegiatan yang bertautan erat satu sama lain dalam seluruh operasi produksi perusahaan tersebut sesuai dengan apa yang telah direncanakan terlebih dahulu baik waktu, jumlah, kualitas, maupun biayanya (Assauri, 1998). Sebenarnya kegiatan pengendalian persediaan tidak terbatas pada penentuan atas perencanaan tingkat dan komposisi persediaan, tetapi juga termasuk pengaturan dan pengendalian atas pelaksanaan pengadaan bahan-bahan/barang-barang yang diperlukan sesuai dengan jumlah dan waktu yang dibutuhkan serta dengan biaya-biaya yang serendah-rendahnya. Jadi, kegiatan pengendalian persediaan meliputi perencanaan persediaan, scheduling untuk pemesanan, pengaturan penyimpanan dan lainnya (Assauri, 1998).

Suatu pengendalian persediaan yang dijalankan oleh suatu perusahaan sudah tentu mempunyai tujuan-tujuan tertentu. Tujuan sistem pengendalian persediaan secara terinci dapatlah dinyatakan sebagai usaha untuk (Assauri, 1998):

1) Menjaga jangan sampai perusahaan kehabisan persediaan sehingga dapat mengakibatkan terhentinya kegiatan produksi.

(22)

2) Menjaga agar pembentukan persediaan oleh perusahaan tidak terlalu besar atau berlebih-lebihan, sehingga biaya-biaya yang timbul dari persediaan tidak terlalu besar.

3) Menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindari karena ini akan berakibat biaya pemesanan menjadi besar.

Dalam rangka mencapai tujuan di atas, bagian pengawasan persediaan mengadakan perencanaan bahan-bahan apa yang dibutuhkan baik dalam jumlah maupun kualitasnya yang sesuai dengan kebutuhan untuk produksi serta kapan pesanan (order) dilakukan dan berapa besarnya yang dapat dibenarkan.

2.2 Perputaran Persediaan (Inventory Turn Over)

Perputaran persediaan (inventory turn over) merupakan angka yang menunjukkan kecepatan penggantian persediaan dalam suatu periode tertentu, biasanya satu tahun. Angka ini diperoleh dengan membagi semua harga persediaan yang terdiri dari bahan-bahan dan barang-barang yang dipergunakan selama setahun dengan jumlah nilai rata-rata persediaan (Assauri, 1998).

Perhitungan inventory turn over dapat dilakukan untuk semua persediaan yang ada dalam perusahaan. Akan tetapi untuk memberikan gambaran lebih jelas, maka inventory turn over yang akan diuraikan berikut diperinci untuk masing-masing jenis persediaan (Assauri, 1998):

1) Persediaan bahan baku

Inventory turn over untuk bahan baku dapat dihitung dengan membagi total nilai/harga persediaan bahan baku yang telah terpakai selama satu tahun dengan nilai/harga persediaan bahan baku rata-rata selama satu tahun. Nilai/harga persediaan bahan baku rata-rata selama satu tahun diperoleh dengan membagi tiga belas jumlah nilai persediaan pada setiap awal bulan mulai awal Januari sampai dengan awal Desember ditambah nilai persediaan 31 Desember. Oleh karena sulit untuk memperoleh nilai persediaan bahan baku rata-rata selama satu tahun, maka dapat dihitung dengan membagi dua jumlah nilai persediaan pada awal tahun ditambah nilai persediaan pada akhir bulan.

2) Persediaan barang setengah jadi

Inventory turn over untuk barang-barang setengah jadi dapat sama seperti persediaan bahan baku, yaitu dengan membagi nilai perselisihan barang setengah

(23)

jadi yang terpakai selama satu tahun dengan nilai persediaan barang setengah jadi rata-rata selama satu tahun. Nilai persediaan barang setengah jadi rata-rata diperoleh dengan membagi dua jumlah nilai persediaan pada awal tahun ditambah nilai persediaan pada akhir tahun.

3) Persediaan barang jadi

Inventory turn over untuk barang jadi dapat dihitung sama seperti persediaan bahan baku dan barang setengah jadi, yaitu dengan membagi nilai persediaan barang jadi rata-rata selama satu tahun. Sedangkan nilai persediaan barang jadi rata-rata selama satu tahun diperoleh dengan membagi dua jumlah nilai persediaan pada awal tahun ditambah nilai persediaan pada akhir tahun.

2.3 Model Persediaan

Persediaan diadakan untuk memenuhi permintaan yang diramalkan (Mulyono, 2004). Menurut Ristono (2009), model yang ada dikembangkan untuk menjawab pertanyaan ”berapa banyak bahan harus dipesan dan kapan pemesanan dilakukan”. Ada dua jenis model utama dalam manajemen persediaan, yaitu (Ristono, 2009):

1) Model untuk persediaan independent 2) Model untuk persediaan dependent.

Permintaan independent biasanya pada barang jadi, berasal dari luar perusahaan, jadi tidak tergantung kegiatan internal perusahaan dan di luar kontrol perusahaan (Mulyono, 2004). Model persediaan independent adalah model penentuan jumlah pembelian bahan/barang yang bersifat bebas, biasanya diaplikasikan untuk pembelian persediaan dimana permintaannya bersifat kontinyu dari waktu ke waktu dan bersifat konstan. Pemesanan pembelian dapat dilakukan tanpa mempertimbangkan produk akhirnya (Ristono, 2009). Sedangkan yang dimaksud model persediaan dependent adalah sebaliknya. Permintaan dependent terjadi pada bahan mentah atau bahan dalam proses. Permintaan ini berasal dari dalam perusahaan untuk menghasilkan barang jadi (Mulyono, 2004).

2.4 Pengawasan Persediaan yang Baik dan Efektif

Adanya suatu sistem pengawasan persediaan yang dibina dan dilaksanakan secara sehat dan tepat, serta didukung oleh tenaga kerja yang cakap dengan

(24)

mempergunakan formulir dan teknik yang telah dikemukakan, akan mencapai beberapa keuntungan. Keuntungan-keuntungan yang diperoleh antara lain (Assauri, 1998):

1) Dapat terselenggaranya pengadaan dan penyimpanan persediaan bahan-bahan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan perusahaan pabrik baik dalam jumlah (kuantitas) maupun mutu (kualitas).

2) Dapat berkurangnya penanaman modal/investasi bahan-bahan sampai batas minimum.

3) Terjaminnya barang-barang yang diterima sesuai dengan spesifikasi yang dibuat pada purchase order.

4) Dilindungi semua bahan-bahan (dengan cara penyimpanan yang semestinya) terhadap pencurian, kerusakan, dan kemerosotan mutu.

5) Dapat dilayaninya bagian produksi dengan bahan-bahan yang dibutuhkan pada waktu dan tempat yang telah ditentukan serta mencegah penyalahgunaan dan penyelewengan.

6) Terselenggaranya pencatatan persediaan yang menunjukkan penerimaan, pengeluaran, penggunaan serta jumlah dan jenis barang yang ada dalam gudang.

2.5 Metode Analisis ABC (ABC Analysis Method)

Pada perusahaan-perusahaan besar biasanya terdapat ribuan jenis bahan (items) yang harus diteliti dan diawasi, sehingga untuk pengawasan persediaan pada perusahaan ini dibutuhkan banyaknya tenaga dan biaya. Oleh karena itu, perlu adanya kebijaksanaan pengawasan dengan pertimbangan efisiensi dan keefektifan, yaitu jenis bahan (items) mana yang memerlukan pengawasan yang agak ketat dan jenis bahan (items) mana yang pengawasannya dapat dilakukan agak longgar. Jenis bahan (items) yang memerlukan pengawasan agak ketat adalah jenis bahan yang mempunyai nilai penggunaan yang cukup besar (mahal). Sebaliknya, pengawasan yang agak longgar dapat dilakukan terhadap jenis bahan (items) yang mempunyai nilai penggunaan yang cukup rendah dan biasanya terdiri dari jenis-jenis bahan yang banyak (Ristono, 2009).

Menurut Machfud (2009) penentuan kebijaksanaan pengawasan persediaan yang ketat dan agak longgar terhadap jenis-jenis bahan yang ada dalam

(25)

persediaan, maka dapat digunakan metode analisis ABC (ABC Analysis Method). Metode analisis ABC ini menggunakan “Pareto Analysis”, yang menekankan bahwa sebagian kecil dari jenis-jenis bahan yang terdapat dalam persediaan mempunyai nilai penggunaan yang cukup besar yaitu mencakup kira-kira lebih dari 70% dari seluruh nilai penggunaan bahan yang terdapat dalam persediaan. Tidak efisien dan efektif apabila kita melakukan pengawasan yang ketat terhadap jenis-jenis bahan yang mempunyai nilai penggunaan yang rendah. Oleh karena itu, kita hanya menekankan pengawasan persediaan yang ketat terhadap jenis-jenis persediaan yang mempunyai nilai penggunaan yang terbesar, yang biasanya jenis bahan (items)nya tidak begitu banyak.

Teknik yang digunakan dalam analisis ABC pada dasarnya adalah membuat ranking terhadap setiap item persediaan berdasarkan nilai persediaan dalam satu tahun atau kriteria lain, dan setiap item persediaan diurut dari nilai yang terbesar sampai yang terkecil. Berdasarkan daftar urutan item persediaan tersebut kemudian dikelompokkan menjadi 3 kategori, yaitu kategori A, B, dan C. Kategori A mencakup sekitar 10% pertama dari total jumlah item persediaan. Kategori B mencakup sekitar 20% berikutnya dari total jumlah item persediaan dan kategori C mencakup sekitar 70% berikutnya dari total jumlah item persediaan. Berdasarkan segi nilai total persediaan, maka nilai item persediaan yang terdapat pada kategori A mencakup sekitar 70%-80% dari total nilai seluruh persediaan, pada kategori B sekitar 20%, dan pada kategori C sekitar 10% (Machfud, 2009).

2.6 Metode Peramalan

Salah satu alat yang diperlukan oleh manajemen dan merupakan bagian integral dari proses pengambilan keputusan ialah metode peramalan. Metode peramalan digunakan untuk mengukur atau menaksir keadaan di masa datang (Herjanto, 2007). Peramalan tidak hanya dilakukan untuk menentukan jumlah produk yang perlu dibuat atau kapasitas jasa yang disediakan, tetapi juga diperlukan untuk berbagai bidang lain (seperti dalam pengadaan, penjualan, personalia, termasuk untuk peramalan teknologi, ekonomi, ataupun perubahan sosial-budaya). Dalam setiap perusahaan, bagian yang satu selalu mempunyai

(26)

keterkaitan dengan bagian lain, sehingga suatu peramalan yang baik atau buruk akan mempengaruhi perusahaan secara keseluruhan.

2.6.1 Jenis-jenis peramalan

Peramalan dapat dilakukan secara kuantitatif maupun kualitatif. Pengukuran secara kuantitatif menggunakan metode statistik, sedangkan pengukuran secara kualitatif berdasarkan pendapat (judgment) dari yang melakukan peramalan. Berkaitan dengan itu, dalam peramalan dikenal istilah prakiraan dan prediksi (Herjanto, 2007).

Prakiraan didefinisikan sebagai proses peramalan suatu variabel (kejadian) di masa datang dengan berdasarkan data variabel itu pada masa sebelumnya (Herjanto, 2007). Data masa lampau itu secara sistematik digabungkan dengan menggunakan suatu metode tertentu dan diolah untuk memperoleh prakiraan keadaan pada masa datang. Sementara, prediksi adalah proses peramalan suatu variabel di masa datang dengan lebih mendasarkan pada pertimbangan intuisi daripada data masa lampau (Herjanto, 2007). Meskipun lebih menekankan pada intuisi, dalam prediksi juga sering digunakan data kuantitatif sebagai pelengkap informasi dalam melakukan peramalan. Dalam prediksi peramalan yang baik sangat tergantung pada kemampuan, pengalaman dan kepekaan dari si pembuat ramalan.

Berdasarkan periode waktu, peramalan dapat dikelompokkan dalam tiga bagian, yaitu peramalan jangka panjang, peramalan jangka menengah, dan peramalan jangka pendek, yaitu sebagai berikut (Herjanto, 2007):

1) Peramalan jangka panjang, yaitu yang mencakup waktu lebih besar dari 18 bulan. Misalnya, peramalan yang diperlukan dalam kaitannya dengan penanaman modal, perencanaan fasilitas, dan perencanaan untuk kegiatan litbang.

2) Peramalan jangka menengah, mencakup waktu antara 3-18 bulan. Misalnya, peramalan untuk perencanaan penjualan, perencanaan produksi, dan perencanaan tenaga kerja tidak tetap.

3) Peramalan jangka pendek, yaitu untuk jangka waktu kurang dari 3 bulan. Misalnya, peramalan dalam hubungannya dengan perencanaan pembelian material, penjadwalan kerja, dan penugasan karyawan.

(27)

Peramalan jangka panjang banyak menggunakan pendekatan kualitatif sedangkan peramalan jangka menengah dan pendek biasanya menggunakan pendekatan kuantitatif (Herjanto, 2007). Metode kuantitatif yang digunakan dalam prakiraan, pada dasarnya dapat dikelompokkan dalam dua jenis, yaitu metode serial waktu dan metode eksplanatori.

Berdasarkan Herjanto (2007) metode serial waktu (deret berkala, time series) adalah metode yang digunakan untuk menganalisis serangkaian data yang merupakan fungsi dari waktu. Metode ini mengasumsikan bahwa beberapa pola atau kombinasi pola selalu berulang sepanjang waktu, dan pola dasar dapat diidentifikasi semata-mata atas dasar data historis dari serial itu. Tujuan analisis adalah untuk menentukan pola deret variabel yang bersangkutan berdasarkan atas nilai variabel pada masa sebelumnya, dan mengekstrapolasikan pola itu untuk membuat peramalan nilai variabel itu pada masa datang.

Metode eksplanatori mengasumsikan bahwa nilai suatu variabel merupakan fungsi dari satu atau beberapa variabel lain (Herjanto, 2007). Misalnya, jumlah penjualan suatu komoditi dapat diprediksi dari nilai harga komoditi itu, pendapatan konsumen, jumlah konsumen, dan harga produk substitusi/komplementer. Dengan kata lain, permintaan produk merupakan fungsi dari variabel-variabel tersebut. Kegunaan metode eksplanatori ialah untuk menemukan bentuk hubungan antara suatu variabel dengan variabel-variabel lain, dan menggunakannya untuk meramalkan nilai variabel tak bebas (yang diramalkan, dependent) terhadap perubahan dari variabel bebasnya.

2.6.2 Metode serial waktu

Metode serial waktu (metode time series) adalah metode yang digunakan untuk menganalisis serangkaian data yang merupakan fungsi dari waktu. Metode ini mengasumsikan beberapa pola atau kombinasi pola selalu berulang sepanjang waktu, dan pola dasarnya dapat diidentifikasi semata-mata atas dasar data historis dari serial itu (Herjanto, 2007). Analisis serial waktu menunjukkan permintaan terhadap suatu produk tertentu bervariasi terhadap waktu. Sifat dari perubahan permintaan dari tahun ke tahun dirumuskan untuk meramalkan penjualan pada masa datang (Ishak, 2010).

(28)

Analisis serial waktu dimulai dengan memplot data pada suatu skala waktu (membuat diagram pencar/scatter diagram) kemudian mempelajari plot tersebut, dan akhirnya mencari suatu bentuk atau pola yang konsisten atas data. Pola dari serangkaian data dalam serial waktu dapat dikelompokkan ke dalam pola dasar sebagai berikut (Herjanto, 2007):

Gambar 1 Pola dasar dalam serial waktu.

1) Horizontal (konstan), yaitu apabila data berfluktuasi di sekitar rata-rata secara stabil. Polanya berupa garis lurus mendatar. Pola seperti ini biasanya terdapat dalam jangka pendek atau menengah. Jarang sekali suatu variabel memiliki pola konstan dalam jangka panjang.

2) Kecenderungan (trend) yaitu apabila data mempunyai kecenderungan, baik yang arahnya meningkat atau menurun dari waktu ke waktu. Pola ini disebabkan antara lain oleh bertambahnya populasi, perubahan pendapatan, dan pengaruh budaya.

3) Musiman (seasonal) yaitu apabila polanya merupakan gerakan yang berulang-ulang secara teratur dalam setiap periode tertentu, misalnya tahunan, triwulanan, bulanan atau mingguan. Pola ini biasanya berhubungan dengan faktor iklim/cuaca atau faktor yang dibuat oleh manusia, seperti liburan dan hari besar.

Trend

Konstan Musiman Siklus

(29)

4) Siklus (cylical), yaitu apabila data dipengaruhi oleh fluktuasi ekonomi jangka panjang, seperti daur hidup bisnis. Perbedaan utama antara pola musiman dengan siklus adalah pola musiman mempunyai panjang gelombang yang tetap dan terjadi pada jarak waktu (durasi) yang tetap, sedangkan pola siklus memiliki jarak waktu yang lebih panjang dan bervariasi dari satu siklus ke siklus lainnya.

5) Residu atau variasi acak, yaitu apabila data tidak teratur sama sekali. Data yang bersifat residu tidak dapat digambarkan.

Pengolahan data kuantitatif dari serial waktu dapat dilakukan dengan beberapa metode dasar, sebagai berikut (Herjanto, 2007):

1) Rata-rata bergerak 2) Pemulusan eksponensial 3) Dekomposisi

Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, setiap metode dasar telah dikembangkan dan memiliki berbagai derivasi/turunannya. Sebelum masuk ke dalam metode yang dipergunakan dalam analisis peramalan, berikut ini notasi yang dipergunakan dalam metode serial waktu (Herjanto, 2007).

Tabel 1 Notasi yang digunakan dalam metode serial waktu

Periode/waktu 1 2 ... t-1 t t+1 ... t+m Nilai observasi X1 X2 ... Xt ... Nilai peramalan F1 F2 ... Ft Ft+1 ... Ft+m Nilai kesalahan (X-F) e1 e2 ... et-1 et ... Sumber: Herjanto, 2007

Notasi t merupakan periode saat ini (periode berjalan). Data periode berjalan biasanya belum dapat diperoleh, sehingga seringkali dipergunakan data proyeksi. Nilai observasi hanya bisa diperoleh sampai Xt, sedangkan nilai prakiraan dapat

dilakukan sampai t+m, dimana m menunjukkan berapa periode ke depan dari periode berjalan. Nilai kesalahan yaitu dari nilai prakiraan terhadap nilai aktualnya (Herjanto, 2007).

Cakrawala waktu peramalan harus disesuaikan dengan keputusan yang dipengaruhi peramalan. Jika keputusan akan menyangkut kegiatan-kegiatan selama enam bulan ke depan, peramalan satu bulan tentu tidak akan berguna.

(30)

Sebaliknya, tidak bijaksana untuk memilih model peramalan untuk keputusan harian atau mingguan yang mempunyai ketepatan yang cukup untuk cakupan waktu bulanan atau tahunan tetapi ketepatannya buruk untuk proyeksi harian atau mingguan. Oleh karena itu, kriteria utama untuk pemilihan model adalah kesesuaian antara waktu keputusan, cakrawala waktu perencanaan, dan akurasi peramalan (Buffa dan Sarin, 1996).

Apabila mengembangkan rencana untuk operasi berjalan dan untuk waktu dekat, tingkat rincian yang dibutuhkan dalam peramalan adalah tinggi. Data peramalan harus tersedia dalam bentuk yang dapat diterjemahkan menjadi permintaan akan material, keterampilan tenaga kerja tertentu, dan pemanfaatan menurut klasifikasi produk atau jasa umum tidak banyak manfaatnya untuk keputusan-keputusan operasi harian jangka pendek. Apabila membutuhkan keputusan-keputusan jangka pendek, dibutuhkan metode peramalan yang relatif murah untuk digunakan dan yang dapat disesuaikan dengan situasi yang melibatkan banyak hal yang akan diramalkan. Hal ini berarti bahwa masukan dan persyaratan penyimpanan data tidak perlu terlalu ketat dan metode komputer hanya berupa mekanisme untuk memutakhirkan data ramalan sesuai kebutuhan (Buffa dan Sarin, 1996).

2.6.3 Metode pemulusan eksponensial (exponential smoothing)

Metode pemulusan eksponensial adalah suatu teknik perataan bergerak yang pembobotannya terhadap data historis untuk menentukan angka prakiraan yang diberikan secara eksponensial (Ishak, 2010). Dalam hal ini, bobot yang diberikan terhadap data yang lebih lama (usang) akan semakin kecil secara eksponensial. Semakin usang data historis, maka semakin tidak dipertimbangkan dalam menentukan nilai prakiraan. Pada teknik pemulusan eksponensial terdapat satu atau lebih parameter pemulus yang harus ditetapkan, dan pemilihan nilai parameter ini akan menentukan seberapa besar bobot yang diberikan terhadap data historis. Semua parameter pemulus berkisar antara 0 dan 1 (Machfud, 2009). Berdasarkan jumlah parameter yang digunakan, dikenal beberapa teknik pemulusan eksponensial yaitu (Ishak, 2010):

1) Pemulusan eksponensial tunggal (single exponential smoothing) Nilai peramalan dicari dengan menggunakan rumus berikut:

(31)

t t 1 t α.X 1 α .F F    Keterangan:

Xt = data permintaan pada periode t

α = faktor/konstanta pemulusan Ft = peramalan periode t

Ft+1 = peramalan untuk periode t+1

2) Pemulusan eksponensial ganda (double exponential smoothing)

a. Satu parameter (Brown’s Linear Method), merupakan metode yang hampir sama dengan metode linear moving average, disesuaikan dengan menambahkan satu parameter.

b. Dua parameter (Holt’s Method), merupakan metode DES untuk time series dengan tren linier. Terdapat konstanta yaitu α dan β.

2.6.4 Pengukuran ketelitian dari prakiraan

Suatu prakiraan disebut sempurna jika nilai variabel yang diramalkan sama dengan nilai sebenarnya (Herjanto, 2007). Untuk dapat melakukan prakiraan yang selalu tepat sangat sukar, bahkan dapat dikatakan tidak mungkin. Oleh karena itu, diharapkan prakiraan dapat dilakukan dengan nilai kesalahan sekecil mungkin. Kesalahan prakiraan tidak semata-mata disebabkan karena kesalahan dalam pemilihan metode, tetapi dapat juga disebabkan karena jumlah data yang diamati terlalu sedikit sehingga tidak dapat menggambarkan perilaku/pola yang sebenarnya dari variabel yang bersangkutan (Herjanto, 2007).

Berdasarkan Herjanto (2007) kesalahan prakiraan (e) adalah perbedaan antara nilai variabel yang sesungguhnya (X) dengan nilai prakiraan (F) pada periode yang sama, seperti dapat dilihat dalam Gambar 2.

(32)

Gambar 2 Kesalahan dalam prakiraan.

Berikut ini beberapa ukuran yang dipakai untuk menghitung kesalahan prakiraan (Herjanto, 2007):

1) Kesalahan rata-rata

Kesalahan rata-rata (AE, average error atau bias) merupakan rata-rata perbedaan antara nilai sebenarnya dengan nilai prakiraan, yang dirumuskan sebagai berikut:

n e

AE

i

Kesalahan rata-rata dari suatu prakiraan seharusnya mendekati angka nol bila data yang diamati berjumlah besar, apabila tidak berarti model yang digunakan mempunyai kecenderungan bias, yaitu prakiraan akan cenderung menyimpang di atas rata-rata (overestimate) atau di bawah rata-rata (underestimate) dari nilai sebenarnya.

2) Rata-rata penyimpangan absolut

Rata-rata penyimpangan absolut (MAD, mean absolute deviation) merupakan penjumlahan kesalahan prakiraan tanpa menghiraukan tanda aljabarnya dibagi dengan banyaknya data yang diamati, yang dirumuskan sebagai berikut. n e M AD

i Sumber: Herjanto, 2007 e1 X1 F1 e2 F2 X2 X Keterangan: et = kesalahan prakiraan pada periode tertentu Xt = perbedaan nilai variabel

sebenarnya pada periode tertentu Ft = nilai prakiraan pada periode tertentu

(33)

Dalam MAD, kesalahan dengan arah positif atau negatif akan diberlakukan sama, yang diukur hanya besar kesalahan secara absolut.

3) Rata-rata kesalahan kuadrat

Metode rata-rata kesalahan kuadrat (MSE, mean squared error) memperkuat pengaruh angka-angka kesalahan besar, tetapi memperkecil angka kesalahan prakiraan yang kecil (kurang dari satu unit).

n e M SE 2 i

Metode ini sering juga disebut dengan metode MSD (mean squared deviation). 4) Rata-rata persentase kesalahan absolut

Pengukuran ketelitian dengan cara rata-rata persentase kesalahan absolut (MAPE, mean absolute percentage error) menunjukkan rata-rata kesalahan absolut prakiraan dalam bentuk persentasenya terhadap data aktual.

n 100 X e M APE i i

 

Berbeda dengan tiga pengukuran sebelumnya, MAPE merupakan satu-satunya yang satuannya dinyatakan dalam bentuk persen. Nilai MAPE yang semakin kecil maka prakiraannya akan semakin baik.

2.7 Kualitas/Mutu Produk 2.7.1 Pengertian kualitas/mutu

Menurut Juran (Hunt, 1993 vide Nasution, 2005) kualitas produk adalah kecocokan penggunaan produk (fitness for use) untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Kecocokan penggunaan itu didasarkan atas lima ciri utama berikut:

1) Teknologi, yaitu kekuatan atau daya tahan 2) Psikologis, yaitu cita rasa atau status 3) Waktu, yaitu kehandalan

4) Kontraktual, yaitu adanya jaminan

5) Etika, yaitu sopan santun, ramah atau jujur.

Crosby (1979) vide Nasution (2005) menyatakan bahwa kualitas adalah conformance to requirement, yaitu sesuai dengan yang disyaratkan atau

(34)

distandarkan. Suatu produk memiliki kualitas apabila sesuai dengan standar kualitas yang telah ditentukan. Garvin dan Davis (1994) vide Nasution (2005) menyatakan bahwa kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia/tenaga kerja, proses/tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan atau konsumen.

Meskipun tidak ada suatu definisi mengenai kualitas yang diterima secara universal, namun secara umum orang menyatakan bahwa kualitas adalah sesuatu yang mencirikan dimana produk tersebut mampu memenuhi keinginan atau harapan konsumen. Dengan kata lain, dalam kenyataannya konsumen yang menilai sejauh mana tingkat mutu suatu produk yang dikonsumsi. Oleh karena itu, terdapat beberapa masalah dalam pengendalian kualitas karena produsen memiliki keterbatasan referensi dalam menentukan mutu produk baru sebelum dipasarkan (Nasution, 2005).

2.7.2 Arti dan tujuan pengendalian kualitas

Pengendalian mutu sebagai suatu sistem memiliki berbagai pengertian, sehingga kadang-kadang konsep ini terlihat seperti membingungkan. Menurut Organisasi Pengendalian Mutu Eropa (EOQC) sistem pengendalian mutu terpadu adalah suatu sistem aktivitas yang bertujuan memberikan jaminan dan menunjukkan bukti bahwa pekerjaan pengendalian mutu secara menyeluruh dalam kenyataannya adalah efektif. Sistem meliputi evaluasi secara kontinu tentang kecukupan dan keefektifan dari program pengendalian mutu terpadu (secara menyeluruh) dengan memberikan tindakan korektif apabila diperlukan. Untuk produk atau jasa tertentu yang bersifat spesifik, program ini meliputi pengujian, pemeriksaan, dan evaluasi terhadap faktor-faktor mutu yang mempengaruhi spesifikasi, produksi, inspeksi, dan penggunaan produk atau jasa (Nasution, 2005).

Berdasarkan berbagai uraian singkat tentang sistem pengendalian mutu terpadu diketahui bahwa di dalam melaksanakan pengendalian mutu diperlukan beberapa hal yang berkaitan dengan pengoperasian struktur kerja, pendokumentasian yang efektif, memerlukan prosedur teknik dan manajerial yang terintegrasi, dimana semuanya akan dijadikan sebagai petunjuk dalam melaksanakan tindakan koordinasi terhadap tenaga kerja, mesin-mesin, informasi,

(35)

dan lainnya untuk memenuhi kepuasan konsumen serta mampu menekan ongkos pengendalian mutu pada tingkat yang rendah (Nasution, 2005).

Secara singkat dapat dikemukakan beberapa langkah yang perlu dilakukan agar menjadikan sistem pengendalian mutu terpadu lebih efektif, antara lain (Nasution, 2005):

1) Mendefinisikan dan merinci tujuan-tujuan dan kebijaksanaan mutu. 2) Berorientasi kepada kepuasaan konsumen.

3) Mengerahkan semua aktivitas untuk mencapai tujuan dan kebijaksanaan mutu yang telah ditetapkan.

4) Mengintegrasikan aktivitas-aktivitas itu di dalam organisasi.

5) Memberikan penjelasan maupun tugas-tugas kepada pekerjaan untuk bersikap mementingkan mutu produk yang dihasilkan guna menyukseskan program pengendalian mutu terpadu.

6) Merinci aktivitas pengendalian mutu pada penjual produk. 7) Mengidentifikasi mutu peralatan secara cermat.

8) Mendefinisikan dan mengefektifkan aliran informasi mutu, memprosesnya, dan mengendalikannya.

9) Melakukan pelatihan serta memotivasi karyawan untuk terus bekerja dengan orientasi meningkatkan mutu.

10) Melakukan pengendalian terhadap ongkos mutu dan pengukuran lainnya serta menetapkan mutu baku (standard) yang diinginkan.

11) Mengefektifkan tindakan korektif yang bersifat positif.

12) Melanjutkan sistem pengendalian, mencakup langkah selanjutnya dan juga menerima informasi umpan balik, melakukan analisis hasil, serta membandingkan dengan standar yang telah ditetapkan.

13) Menetapkan secara periodik aktivitas dari sistem.

2.8 Kualitas Produk Ikan Segar 2.8.1 Ikan segar

Ikan yang baik adalah ikan yang masih segar. Ikan segar adalah ikan yang masih mempunyai sifat sama seperti ikan hidup, baik rupa, bau, rasa, maupun teksturnya. Dengan kata lain, ikan segar adalah (Adawyah, 2007):

(36)

1) Ikan yang baru saja ditangkap dan belum mengalami proses pengawetan maupun pengolahan lebih lanjut.

2) Ikan yang belum mengalami perubahan fisika maupun kimia atau yang masih mempunyai sifat sama ketika ditangkap.

Ikan segar dapat diperoleh jika penanganan dan sanitasi yang baik, semakin lama ikan dibiarkan setelah ditangkap tanpa penanganan yang baik akan menurunkan kesegarannya. Faktor-faktor yang menentukan mutu ikan segar dipengaruhi, antara lain (Adawyah, 2007):

1) Cara penangkapan ikan; 2) Pelabuhan perikanan;

3) Berbagai faktor lainnya, yaitu mulai dari pelelangan, pengepakan, pengangkutan, pengolahan.

Kesegaran adalah tolak ukur untuk membedakan ikan yang kualitasnya baik atau tidak. Berdasarkan kesegarannya, ikan dapat digolongkan menjadi empat kelas mutu, yaitu ikan yang tingkat kesegarannya sangat baik sekali (prima), ikan yang kesegarannya baik (advanced), ikan yang kesegarannya mundur (sedang), serta ikan yang sudah tidak segar lagi (busuk) (Adawyah, 2007).

2.8.2 Parameter kesegaran ikan

Parameter untuk menentukan kesegaran ikan terdiri atas faktor-faktor fisika, sensoris/organoleptik/kimiawi, dan mikrobiologi. Kesegaran ikan dapat dilihat dengan metode yang sederhana dan lebih mudah dibandingkan dengan metode lainnya dengan melihat kondisi fisik, yaitu sebagai berikut (Adawyah, 2007): 1) Kenampakan luar

Ikan yang masih segar mempunyai penampakan cerah dan tidak suram. Keadaan itu dikarenakan belum banyak perubahan biokimia yang terjadi. Metabolisme dalam tubuh ikan masih berjalan sempurna. Pada ikan tidak ditemukan tanda-tanda perubahan warna, tetapi secara berangsur warna makin suram, karena timbulnya lendir sebagai akibat berlangsungnya proses biokimiawi lebih lanjut dan berkembangnya mikroba.

2) Lenturan daging ikan

Daging ikan segar cukup lentur jika dibengkokkan dan segera akan kembali ke bentuknya semula apabila dilepaskan. Kelenturan itu dikarenakan belum

(37)

terputusnya jaringan pengikat pada daging, sedangkan pada ikan busuk jaringan pengikat banyak mengalami kerusakan dan dinding selnya banyak yang rusak sehingga daging ikan kehilangan kelenturan.

3) Keadaan mata

Parameter ini merupakan yang paling mudah untuk dilihat. Perubahan kesegaran ikan akan menyebabkan perubahan yang nyata pada kecerahan matanya.

4) Perubahan daging

Kualitas ikan ditentukan oleh dagingnya. Ikan yang masih segar, berdaging kenyal, jika ditekan dengan telunjuk atau ibu jari maka bekasnya akan segera kembali. Daging ikan yang belum kehilangan cairan daging kelihatan basah dan pada permukaan tubuh belum terdapat lendir yang menyebabkan kenampakan ikan menjadi suram/kusam dan tidak menarik. Setelah ikan mati, beberapa jam kemudian daging ikan menjadi kaku. Karena kerusakan pada jaringan dagingnya, maka makin lama kesegarannya akan hilang, timbul cairan sebagai tetes-tetes air yang mengalir keluar, dan daging kehilangan kekenyalan tekstur.

5) Keadaan insang dan sisik

Warna insang dapat dikatakan sebagai indikator, apakah ikan masih segar atau tidak. Ikan yang masih segar berwarna merah cerah, sedangkan ikan yang tidak segar berwarna cokelat gelap. Insang ikan merupakan pusat darah mengambil oksigen dari dalam air. Ikan yang mati mengakibatkan peredaran darah terhenti, bahkan sebaliknya dapat teroksidasi sehingga warnanya berubah menjadi gelap. Sisik ikan dapat menjadi parameter kesegaran ikan, untuk ikan bersisik jika sisiknya masih melekat kuat, tidak mudah dilepaskan dari tubuhnya berarti ikan tersebut masih segar.

2.8.3 Penentuan kesegaran ikan

Penentuan kesegaran ikan dapat dilakukan secara fisika, kimia, dan mikrobiologi, di antara metode yang ada, yang lebih mudah, cepat, dan murah adalah dengan menggunakan metode fisik. Metode penentuan kesegaran ikan secara fisik dapat dilakukan dengan mengamati tanda-tanda visual melalui ciri-ciri seperti disebutkan di atas (Adawyah, 2007). Ciri-ciri ikan segar dapat dibedakan dengan ikan yang mulai membusuk, dapat dilihat pada Tabel 2.

(38)

Tabel 2 Ciri-ciri ikan segar dan ikan yang mulai membusuk

Ikan Segar Ikan Mulai Busuk

Kulit

- Warna kulit terang dan jernih

- Kulit masih kuat membungkus tubuh, tidak mudah sobek, terutama bagian perut

- Warna-warna khusus yang masih terlihat jelas

- Kulit berwarna suram, pucat, dan berlendir banyak

- Kulit mulai terlihat mengendur di beberapa tempat tertentu

- Kulit mudah sobek dan warna-warna khusus sudah hilang

Sisik

- Sisik menempel kuat pada tubuh sehingga sulit dilepas

- Sisik mudah terlepas dari tubuh

Mata

- Mata tampak terang, jernih, menonjol, dan cembung

- Tampak suram, tenggelam, dan berkerut

Insang

- Insang berwarna merah sampai merah tua, terang, dan lamella insang terpisah

- Insang tertutup oleh lendir berwarna terang dan berbau segar seperti bau ikan

- Insang berwarna cokelat suram atau abu-abu dan lamella insang berdempetan

- Lendir insang keruh dan berbau asam, menusuk hidung

Daging

- Daging kenyal, menandakan rigormortis masih berlangsung - Daging dan bagian tubuh lain berbau

segar

- Bila daging ditekan dengan jari tidak tampak bekas lekukan

- Daging melekat pada tulang - Daging perut utuh dan kenyal - Warna daging putih

- Daging lunak, menandakan rigormortis telah selesai

- Daging dan bagian tubuh lain berbau busuk

- Bila ditekan dengan jari tampak bekas lekukan

- Daging mudah lepas dari tulang - Daging lembek dan isi perut sering

keluar

- Daging berwarna kuning kemerah-merahan terutama di sekitar tulang punggung

Bila ditaruh di dalam air

- Ikan segar akan tenggelam - Ikan yang sudah sangat membusuk akan mengapung di permukaan air

(39)

2.9 Penerapan Teknik Statistika dalam Proses Pengendalian Kualitas Produk Ikan Segar di Giant, Botani Square

2.9.1 Peta kendali p

Peta kendali dimaksudkan untuk melihat sejauh mana proses berada dalam pengendalian, dengan demikian apabila ada penyimpangan akan dengan mudah diketahui sehingga dapat diambil langkah-langkah perbaikan dan sebagainya (Gasperz, 1992). Peta kendali p digunakan untuk hal-hal yang berhubungan dengan proporsi dari produk yang tidak memenuhi syarat spesifikasi mutu atau proporsi produk yang cacat dalam suatu proses manufakturing (Gasperz, 1992). Proporsi yang tidak memenuhi syarat didefinisikan sebagai rasio banyaknya item yang tidak memenuhi syarat dalam suatu populasi terhadap total banyaknya item dalam populasi itu (Gasperz, 1992).

Item-item dapat mempunyai beberapa karakteristik mutu yang diuji secara simultan oleh pemeriksa. Jika item itu tidak memenuhi standar pada satu atau lebih karakteristik ini, maka item itu digolongkan sebagai tidak memenuhi syarat atau cacat. Proporsi sering diungkapkan secara desimal, misalnya jika ada 30 produk yang cacat dari 100 produk yang diperiksa, maka dikatakan proporsi yang cacat sebesar 0,30; pernyataan ini sama saja dengan persentase apabila proporsi itu dikalikan dengan 100%, sehingga menjadi 30%. Dalam perhitungan digunakan angka desimal di atas (Gasperz, 1992). Proporsi contoh yang tidak memenuhi syarat spesifikasi mutu didefinisikan sebagai rasio banyaknya unit dalam contoh yang tidak memenuhi syarat spesifikasi mutu yaitu sebesar ri terhadap ukuran

contoh (sample size) n, yaitu (Gasperz, 1992):

n r P i

Apabila proporsi sebenarnya (nilai sesungguhnya) dari unit-unit yang tidak memenuhi syarat telah diketahui dalam proses produksi, atau nilai standard telah dispesifikasikan oleh manajemen yaitu sebesar p, maka peta kendali p dapat ditentukan sebagai berikut (Gasperz, 1992):

BA =

 

n p 1 p 3 p  GT = P

Gambar

Tabel 2  Ciri-ciri ikan segar dan ikan yang mulai membusuk
Tabel 4 Ciri-ciri organoleptik menurut Divisi Seafood Giant, Botani Square  No.  Jenis Produk  Bagian  Ikan Segar  Ikan Mulai Busuk
Tabel 5  Standar suhu ruang ( o C) Hero Sentral Distribusi Cibitung
Tabel 6  Fasilitas Hero Sentral Distribusi
+7

Referensi

Dokumen terkait

• Memupuk rasa persatuan : kegiatan kepariwisataan harus mampu membangun rasa persatuan sebagai bangsa Indonesia. • Memupuk rasa

Batasan Masalah Mineral Mangan dan pereduksi dianggap homogen pada tiap perlakuan dan pengaruh lingkungan diabaikan Panas terisolasi sempurna yang keluar dari

Akumulasi glukosa (gradien grafik bernilai positif) menunjukkan bahwa proses sakarifikasi berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan konsumsi glukosa oleh bakteri

Tampilan Potongan Memanjang Embung Setail KG2 Dari tampilan visual pada Gambar 28 , hasil komputasi dari simulasi banjir rancangan kala ulang dalam 1, 2, 5, 10, 20, dan 25

tuturan bahasa Gorontalo di lingkungan masyarakat desa Tabumela. 2) Mendeskripsikan bentuk dan makna yang muncul akibat gejala anaptiksis dalam. tuturan bahasa Gorontalo

Berdasarkan permasalahan yang dihadapi oleh pelaku usaha kerajinan khas daerah di Citra Niaga Samarinda dalam menetukan strategi perusahaan guna mempertahankan

Dengan melalui pendekatan kontekstual merupakan salah satu pendekatan yang bisa meningkatkan interaksi dan kemampuan berpikir kritis siswa belajar dalam proses

PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN. Daerah adalah Kabupaten Bantul. Bupati adalah Bupati Bantul.. Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah, yang