• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teori

2.1.1 Pendekatan Kontekstual

Menurut Rusman (2012: 187) Pendekatan CTL adalah keterkaitan setiap materi atau topik pembelajaran dengan kehidupan nyata. Untuk mengaitkannya bisa dilakukan berbagai cara, selain karena memang materi yang dipelajari secara langsung terkait dengan kondisi faktual, juga bisa disiasati dengan pemberian ilustrasi atau contoh, sumber belajar, media, dan lain sebagainya, yang memang baik secara langsung maupun tidak diupayakan terkait atau ada hubungan dengan pengalaman hidup nyata. Dengan demikian, pembelajaran selain akan lebih menarik, juga akan dirasakan sangat dibutuhkan oleh setiap siswa karena apa yang dipelajari dirasakan langsung manfaatnya.

Tim Pengembangan MKDP (dalam Rahmat 2011:136) mengemukakan bahwa pendekatan CTL adalah keterkaitan setiap materi atau topik pembelajaran dengan kehidupan nyata.

Menurut Nurhadi (dalam Rahmat 2011:136) Pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang dapat membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang di milikinya dengan penerapan dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.

(2)

Menurut Agus Suprijono (2012: 79) Pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.

Berdasarkan beberapa pendapat dari para ahli tentang pendekatan kontekstual, maka peneliti menambil kesimpulan yaitu pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru dalam mengaitkan materi dalam kehidupan sehari-hari, dimana membantu siswa untuk mampu menerapkan dan memahami apa yang sedang diajarkan.

A. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual

Menurut Muslich (2009: 42) Pengajaran dengan pendekatan kontekstual mempunyai karakteristik sebagai berikut :

(1). Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks autentik, yaitu pembelajaran yang diarahkan pada ketercapaian keterampilan dalam konteks kehidupan nyata atau pembelajaran yang dilaksanakan dalam lingkungan yang alamiah (learning in teal life setting).

(2). Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang bermakna (meaningful learning)

(3)

(3). Pembelajaran dilaksanakan dengan dengan memberikan pengalaman bermakna kepada siswa (learning by doing)

(4). Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, saling mengoreksi antarteman (learning in a group)

(5). Pembelajaran memberikan kesempatan untuk menciptakan rasa kebersamaan, bekerja sama, dan saling memahami antara satu dengan yang lain secara mendalam (learning to know each other deeply).

(6). Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kretif, produktif, dan mementingkan kerja sama (learning to ask, to inquiry, to work together)

(7). Pembelajaran dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan (learning as an enjoy activity)

B. Strategi Pembelajaran Kontekstual

Menurut Suprijono (2012: 83) Strategi pembelajaran merupakan kegiatan yang dipilih yang dapat memberikan fasilitas atau bantuan kepada peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran. Strategi berupa urutan-urutan kegiatan yang dipilih untuk menyampaikan metode pembelajaran dalam lingkungan tertentu. Strategi pembelajaran mencakup juga pengaturan materi pembelajaran yang akan disampaikan kepada peserta didik.

(4)

C. Penerapan Pendekatan Kontekstual Di Kelas

Menurut Trianto (2011: 105-114) Pendekatan CTL memiliki tujuh komponen utama, yaitu :

1). Konstruktivisme ( Constructivism)

Salah satu landasan teoritik pendidikan modern termasuk CTL adalah teori pembelajaran konstruktivis. Pendekatan ini pada dasarnya menekankan pentingnya siswa membangun sendiri pengatahuan mereka lewat keterlibatan aktif proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar lebih diwarnai student centered dari pada teacher centered. Sebagian besar waktu proses belajar mengajar berlangsung dengan berbasis pada aktivitas siswa.

2). Menemukan ( Inquiry )

Inkuiri merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang di ajarkannya.

3). Bertanya (Questioning)

Pengetahuan yang dimiliki seseorang, selalu bermula dari „bertanya‟. Questioning (bertanya) merupakan strategi utama yang berbasis kontekstual. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong,

(5)

membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan kegiatan penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inquiry, yaitu menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya.

4). Masyarakat Belajar (Learning Community)

Konsep Learning Community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Ketika seorang anak baru belajar menimbang massa benda dengan menggunakan neraca O‟haus, ia bertanya kepada temannya. Kemudian temannya yang sudah bisa menunjukkan cara menggunakan alat itu. Maka dua orang anak tersebut sudah membentuk masyarakat belajar (Learning Community).

5). Pemodelan (Modeling)

Dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru oleh siswanya, misalanya guru memodelkan langkah-langkah cara menggunakan neraca O‟haus dengan demonstrasi sebelum siswanya melakukan suatu tugas tertentu.

Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model. Pemodelan dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Seorang bisa ditunjuk untuk memodelkan sesuatu berdasarkan pengalaman yang diketahuinya.

(6)

6). Refleksi (Reflection)

Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa yang lalu. Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima. 7). Penilaian Autentik ( Authentic Assessment )

Assesmen adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Apabila data yang dikumpulkan guru mangidentifikasikan bahwa siswa mengalami kemacetan dalam belajar, maka guru segera bisa mengambil tindakan yang tepat agar siswa terbebas dari kemacetan belajar. Karena gambaran tentang kemajuan belajar itu diperlukan disepanjang proses pembelajran, maka assesmen tidak dilakukan diakhir periode pembelajaran separti pada kegiatan evaluasi hasil belajar, tetapi dilakukan bersama-sama secara terintegrasi ( tidak terpisahkan ) dari kegiatan pembelajaran.

(7)

Berdasarkan ketujuh komponen utama didalam pendekaran kontekstual diatas, dimana proses pembelajaran yang melalui ketujuh komponen tersebut dapat membawa kepembelajaran yang aktif dan menyenangkan bagi peserta didik.

2.1.2 Kemampuan Berpikir Kritis

Kamus besar Bahasa Indonesia (2007: 707) kemampuan diartikan sebagai kesanggupan, kecakapan, kekuatan kita untuk berusaha.

Menurut Depdikbut (dalam Cumanulisaja 2012) Kemampuan adalah kesanggupan; kecakapan; kekuatan seseorang dikatakan mampu apabila ia bisa atau sanggup melakukan sesuatu yang harus ia lakukan. Kemampuan adalah kapasitas seorang individu untuk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, peneliti menyimpulkan bahwa kemampuan adalah kesanggupan dan kekuatan seseorang untuk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaannya.

Menurut Tilaar (2012: 50) Manusia dikaruniai oleh Sang Pencipta kemampuan berpikir atau inteligensi yang tidak dimiliki oleh hewan. Dimana keadaan manusia yang berpikir adalah keadaan yang mencari kebenaran dan nilai-nilai kemanusiaan. Sehingga Berpikir merupakan suatu aspek dari eksistensi manusia.

Menurut Sujanto (dalam Pakpahan 2009) menyatakan berpikir ialah gejala jiwa yang dapat rnenetapkan hubungan-hubungan antara pengetahuan-pengetahuan kita. Berpikir merupakan suatu proses dialektis, artinya selama kita berpikir, pikiran

(8)

kita mengadakan tanya jawab pikiran kita. Untuk dapat meletakkan hubungan-hubungan antara pengetahuan kita dengan tepat.

Menurut Vincent Ruggiero (dalam Duyo 2010: 13) mengartikan berpikir sebagai seluruh aktivitas mental yang membantu dalam merumuskan atau memecahkan, membuat keputusan, atau memenuhi keinginan untuk memahami. Dengan demikian berpikir merupakan proses mental dalam penggunaan akal budi manusia untuk membantu dalam memutuskan, merumuskan untuk memahami sesuatu.

Berdasarkan beberapa pengertian berpikir, peneliti menyimpulkan bahwa berpikir adalah seluruh aktivitas mental seseorang untuk membantu dalam memutuskan, merumuskan untuk memahami sesuatu, serta rnenetapkan hubungan-hubungan antara pengetahuan-pengetahuan untuk mencari kebenaran.

Dari beberapa uraian diatas, ada beberapa pendapat para ahli mengemukakan bawa kemampuan berpikir kritis. Antara lain Menurut Tilaar (2012: 54) “Berpikir Kritis merupakan proses mental yang digunakan untuk memecahkan masalah, membuat keputusan dan belajar konsep yang baru”.

Menurut John Dewey (dalam Kasdin Sihotang Dkk 2012: 3) berpikir kritis adalah pertimbangan yang aktif, terus menerus dan teliti mengenai sebuah keyakinan atau bentuk pengetahuan yang diterima begitu saja dengan menyertakan alasan-alasan yang mendukung dan kesimpulan-kesimpulan yang rasional.

(9)

Menurut Edwar Glaser (dalam Alec Fisher 2008 : 3) berpikir kritis yaitu : (1) Suatu sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalah-masalah dan hal-hal yang berada dalam jangkauan pengalaman seseorang; (2) pengetahuan tentang metode-metode pemeriksaan dan penalaran yang logis; dan (3) semacam suatu keterampilan untuk memeriksa setiap keyakinan atau pengetahuan asumtif berdasarkan bukti pendukungnya dan kesimpulan-kesimpulan lanjutan yang diakibatkannya.

Menurut Richard W. Paul (dalam sihotang dkk 2012 : 5) berpendapat bahwa berpikir kritis adalah proses disiplin secara intelektual dimana seseorang secara aktif dan terampil memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mensintesakan, dan/atau mengevaluasi berbagai informasi yang dia kumpulkan atau yang dia ambil dari pengalaman, dari pengamatan (observasi), dari refleksi yang dilakukannya, dari penalaran, atau dari komunikasi yang dilakukan.

Berdasarkan beberapa uraian pendapat dari para ahli mengenai berpikir kritis, peneliti mengambil kesimpulan bahwa berpikir kritis adalah Suatu sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalah-masalah dan hal-hal yang berada dalam jangkauan pengalaman seseorang serta mampu terampil didalam memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mensintesakan, dan mengevaluasi berbagai informasi yang dia kumpulkan atau yang dia ambil dari pengalaman, dari pengamatan (observasi), dari refleksi yang dilakukannya, dari penalaran, atau dari komunikasi yang dilakukan.

Indikator kemampuan berpikir kritis, disebut secara lengkap komponennya oleh Ennis (dalam Duyo 2010:15-16) sebagai berikut :

(10)

1. Klarifikasi elementer

a) Memfokuskan pertanyaan b) Menganalisis argument

c) Bertanya dan menjawab pertanyaan yang membutuhkan penjelasan atau tantangan

2. Membangun keterampilan dasar

a) Mempertimbangkan Kredibilitas sumber b) Melakukan pertimbangan obsevasi 3. Penarikan kesimpulan

a) Melakukan dan mempertimbangkan deduksi b) Melakukan dan Mempertimbangkan induksi

c) Melakukan dan mempertimbangkan nilai keputusan 4. Membuat penjelasan lebih lanjut

a) Mengidentifikasi istilah dan mempertimbangkan definisi b) Mengidentifikasi asumsi

5. Strategi dan taktik

a) Menentukan suatu tindakan b) Berinteraksi dengan orang lain

Menurut Mayasari (2009) Terdapat enam tingkatan berpikir menurut taksonomi Bloom (2003) yaitu a) mengetahui (knowing) adalah suatu proses berpikir

(11)

yang didasarkan pada retensi (menyimpan) dan retrieval (mengeluarkan kembali) sejumlah pengetahuan yang pernah didengar atau dibacanya; b) memahami (understanding) adalah suatu proses berpikir yang sifatnya lebih kompleks yang mempunyai kemampuan dalam penterjemahan, interpretasi, ektrapolasi, dan asosiasi; c) menerapkan (application) adalah kemampuan untuk menerapkan pengetahuan, fakta, teori, dan lain-lain untuk menyimpulkan, memperkirakan, atau menyelesaikan suatu masalah; d) menganalisis (analysis) juga berpikir secara divergen yaitu kemam-puan menguraikan suatu konsep atau prinsip dalam bagian-bagian atau komponen-komponennya; e) mengevaluasi (evaluation) disebut juga intelectual judment, yaitu pengetahuan yang luas tentang sesuatu pengertian dari apa yang diketahui serta kemampuan analisa dan sintesis sehingga dapat memberikan penilaian atau evaluasi, dan f) mensintesis (synthesis) adalah kemampuan untuk melakukan suatu generalisasi atau abstraksi dari sejumlah fakta, data, fenomena, dan lain-lain. Dengan kata lain akumulasi dari semua kemampuan berpikir dibawahnya merupakan kemampuan untuk menilai (evaluasi).

Berdasarkan uraian di atas, indikator dari kemampuan berpikir kritis yang telah di ungkapkan oleh beberapa ahli diatas, sebenarnya mempunyai tujuan yang sama dimana para ahli menyebutkan enam indikator yang ada dalam berpikir kritis .

Untuk penelitian ini indikator kemampuan berpikir kritis siswa yang digunakan yaitu: memahami, menganalisis, mensintesis, serta dapat mengevaluasi.

(12)

2.1.3 Pendekatan Pembelajaran Konvensional

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 592), istilah konvensional diartikan sebagai kesepakatan, kebiasaan, atau pun tradisional. Jadi, konvensional adalah kebiasaan atau sesuatu yang sering dilakukan. Dalam pembelajaran, pendekatan pembelajaran konvensional dapat juga disebut dengan pendekatan pembelajaran tradisional. Hal ini didukung oleh Ruseffendi (2006: 350) Pembelajaran tradisional adalah pembelajaran pada umumnya yang biasa kita lakukan sehari-hari.

Pendekatan pembelajaran konvensional selama ini masih berlaku dan masih banyak digunakan oleh guru. Menurut Hulukati (2005: 62) bahwa pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang biasa yang dilakukan guru dengan menggabungkan beberapa pendekatan seperti pendekatan seperti pendekatan penjelasan langsung, pemberian contoh,ekspositori, dan tanya jawab.

Menurut Burrowes (2003) menyampaikan bahwa pembelajaran konvensional menekankan pada resitasi konten, tanpa memberikan waktu yang cukup kepada siswa untuk merefleksi materi-materi yang dipresentasikan, menghubungkannya dengan pengetahuan sebelumnya, atau mengaplikasikannya kepada situasi kehidupan nyata. Untuk pembelajaran konvensional memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) pembelajaran berpusat pada guru, (2) terjadi passive learning, (3) interaksi di antara siswa kurang, (4) tidak ada kelompok-kelompok kooperatif, (5) penilainan bersifat sporadis.

(13)

Berdasarkan uraian diatas, maka pendekatan pembelajaran konvensional adalah bentuk pembelajaran yang biasa dilakukan oleh guru dalam menggabungkan beberapa macam metode seperti metode ceramah dan tanya jawab, maupun beberapa macam pendekatan seperti pendekatan penjelasan langsung, pemberian contoh, tanya jawab, dimana dalam mengawali kegiatan pembelajaran diawali oleh guru dan diakhiri oleh guru juga.

2.1.4 Materi Relasi dan Fungsi A. Pengertian Relasi

a. Menyatakan Relasi Dua Himpunan dengan Diagram Panah

Diagram panah adalah diagram yang menggambarkan hubungan antara dua himpunan dengan disertai tanda panah.

Perhatikan soal certa dibawah ini:

Dikelas VIII SMPN 10 Gorontalo, terdapat sebuah kelompok belajar yang beranggotakan 4 orang, yaitu Ani, Adi, Ina, dan Iman. Ani mempunyai seorang adik yang bernama Budi. Adi mempunyai dua orang adik yang bernama Surya dan Hani. Ina tidak mempunyai adik. Sedangkan Santi adik dari Iman.

Relasi dari himpunan A ke himpunan B adalah aturan yang

menghubungkan anggota-anggota himpunan A dengan anggota-anggota himpunan B.

(14)

Misal himpunan P menyatakan himpunan kakak, dan Q menyatakan himpunan adik. Himpunan P mempunyai anggota Ani, Adi, Ina, dan Iman dan dituliskan dengan P = {Ani, Adi, Ina, Iman}, sedangkan himpunan Q adalah {Budi, Hani, Surya, Santi}. Jika kita tentukan relasi atau hubungan antara himpunan P dengan himpunan Q sebagai kakak dari. Sehingga hubungan antara anggota-anggota himpunan P dan Q dapat digambarkan sebagai berikut:

P Kakak dari Q

b. Menyatakan Relasi Dua Himpunan dalam Koordinat Cartesius

Dalam menyatakan relasi antara anggota-anggota dua himpunan, selain dengan menggunakan diagram panah dapat juga dinyatakan dalam koordinat cartesius. Jika kita menyebut kata “Cartesius”, yang kita ingat adalah bidang cartesius yang mempunyai dua sumbu, yaitu sumbu mendatar dan sumbu tegak. Demikian juga pada koordinat cartesius, terdapat dua sumbu yang saling tegak lurus yaitu sumbu mendatar atau horisontal dan sumbu tegak atau vertikal. Setiap anggota himpunan A yang berelasi dengan anggota himpunan B dapat dinyatakan dengan noktah (•). Jadi koordinat cartesius dari relasi tersebut adalah:

Ani Adi Ina Iman Budi Surya Hani Santi

(15)

B

Sepak bola 3 4

Basket 5 7

Rentang 2

Badminton 1 6 8

Riska Dimas Candra Dira Reni A Relasi antara anggota himpunan A dan B adalah gemar berolah raga. Noktah 1 menghubungkan Riska dan badminton, artinya Riska gemar berolah raga badminton. Noktah 4 menghubungkan Candra dan sepak bola, artinya Candra gemar berolah raga sepak bola dan seterusnya.

c. Menyatakan Relasi Dua Himpunan dengan Pasangan Berurutan

Pasangan berurutan dilambangkan dengan (x,y) dengan x menyatakan anggota suatu himpunan tertentu, sebut A, dan y menyatakan anggota dari himpunan lain, sebut B. Pada bagian ini kita akan menyatakan relasi sebagai himpunan pasangan berurutan (x,y). Pada bagian sebelumnya, relasi antara anggota dua himpunan dapat dinyatakan dengan diagram panah dan dalam koordinat cartesius. Sehingga pada relasi gemar berolah raga diatas, kita memiliki himpunana penggemar olah raga A = {Riska, Dimas, Candra, Dira, Reni}, dan himpunan cabang olah raga B = {Badminton, Renang, Basket, Sepakbola}. Maka relasi gemar berolahraga dituliskan

(16)

sebagai R = {(Riska,Renang), (Riska, Badminton), (Dimas, Sepakbola), (Candra, Sepakbola), (Dira, Badminton), (Dira, Basket), (Reni, Badminton), (Reni, Basket). B. Fungsi (Pemetaan)

Perhatikan diagram panah berikut: P Golongan darah Q

Pada diagram panah diatas terdapat dua himpunan, yaitu himpunan P = {Nisa, Asep, Made, Cici, Butet} dan himpunan Q = {A, B, O, AB}. Setiap anak anggota P di pasangkan dengan tepat satu golongan darah anggota Q. Bentuk relasi seperti ini disebut fungsi atau pemetaan.

Nisa Asep Made Cici Butet A B O AB

Fungsi atau pemetaan adalah relasi khusus yang memasangkan setiap anggota satu himpunan dengan tepat satu anggota satu himpunana yang lain.

(17)

a. Domain, Kodomain, dan Range A B

Perhatikan fungsi yang dinyatakan sebagai diagram panah diatas. Pada fungsi tersebut, himpunan A disebut domain (daerah asal) dan himpunan B disebut kodomain (daerah kawan). Dari gambar tersebut diperoleh:

2 ϵ B merupakan peta dari 1 ϵ A 3 ϵ B merupakan peta dari 2 ϵ A 4 ϵ B merupakan peta dari 3 ϵ A

Himpunan peta tersebut dinamakan range (daerah hasil). Jadi, dari diagram panah pada gambar diatas diperoleh:

Domainnya (Df) adalah A = {1, 2, 3}

Kodomainnya adalah B = {1, 2, 3, 4} Rangenya (Rf) adalah {2, 3, 4}

C. Merumuskan Fungsi

Perhatikan gambar dibawah: 1 2 3 1 2 3 4

(18)

P Q

Digram panah tersebut menunjukkan fungsi f dari P ke Q. suatu fungsi biasanya dinyatakan dalam huruf kecil, misalnya f, g, dan h.

Fungsi f pada diagram panah tersebut memetakan setiap x ϵ P ke f(x) ϵ Q. dinotasikan f : x → f(x) dan dibaca “fungsi f memetakan x ke f(x)”. Bayangan x oleh fungsi f, yaitu y = f(x), merupakan nilai f di x. Nilai f(x) bergabung pada nilai x, sehingga variabel x dinamakan variabel bebas dan variabel y dinamakan variabel bergantung. Misalkan f(x) = x2. Bentuk f(x) = x2 dinamakan rumus fungsi.

D. Menggambar Grafik Fungsi

Bentuk y = f(x) dinamakan persamaan fungsi. Grafik fungsi pada koordinat cartesius adalah himpunan titik yang merupakan himpunan pasangan berurutan {x,y| y = f(x), x ϵ D} dengan D adalah derah asal (domain) fungsi f. Sistem koordinat cartesius terdiri atas dua sumbu, yaitu sumbu X dan sumbu Y. seprti terlihat pada gambar dibawah:

Y

y1 (x1, y1)

0 x1 X

(19)

Pada gambar tersebut terlihat bahwa:

1. Sumbu mendatar (sumbu X) merupakan sumbu yang menyatakan nilai x. Sumbu X dinamakan juga absis.

2. Sumbu tegak (sumbu Y) merupakan sumbu yang menyatakan nilai dari y = f(x). Sumbu Y dinamakan juga ordinat.

3. Titik (x1, y1) merupakan titik dengan absis x1 dan ordinat y1 = f(x1). Untuk

menggambar grafik suatu fungsi, lakukan langkah-langkah berikut: a. Buatlah tabel pemetaan dari suatu fungsi

b. Berdasarkan pasangan berurutan yang diperoleh dari tabel, buatlah grafik dari fungsi berikut.

E. Menetukan Nilai Fungsi

Suatu fungsi h didefinisikan dengan h: x → x2

+ 1 dapat dituliskan sebagai fungsi h(x) = x2 + 1. Kita dapat memperoleh nilai h(3) jika dalam rumus h(x) = x2 + 1 kita ganti x dengan 3. Jadi, h(3) = 32 + 1 = 10

Nilai dari x2 + 1 untuk x = 3 adalah 10. Nilai h(3) = 10 disebut nilai fungsi untuk x = 3. Nilai fungsi h untuk x = 4 adalah h (4) = 42 + 1 = 17.

F. Tabel Fungsi dan Nilai Perubah Fungsi

Pada bahasan kali ini, akan mempelajari dua fungsi yaitu fungsi linear f(x) = ax + b dan fungsi kuadrat f(x) = ax2 + bx + c.

(20)

Fungsi yang berbentuk y = f(x) = ax + b dikenal dengan sebutan fungsi linear. Apakah pengertian fungsi linear?

2. Fungsi y = f(x) = ax2 + bx + c

Selain fungsi linear, terdapat pula fungsi yang dikenal dengan sebutan fungsi kuadrat. Apakah pengertian fungsi kuadrat?

Jika pada fungsi kuadrat f (x) = ax2 + bx + c nilai a > 0 maka grafik berupa parabola terbuka keatas. Sedangkan jika pada fungsi kuadrat f(x) = ax2 + bx + c nilai a ˂ 0 maka grafik berupa parabola terbuka ke bawah.

2.2 Kajian Penelitian yang Relevan

Penelitian sebelumya dilakukan oleh Nurhayati Igirisa ( 2009 ) dari Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Matematika dan IPA Universitas Negeri Gorontalo, Beliau melakukan sebuah penelitian dengan judul Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Terhadap Hasil Belajar Siswa pada Materi Persegi Panjang dan Persegi. Dalam Penelitiannya tersebut, Nurhayati Igirisa mencoba untuk mengetahui perbedaan hasil belajar siswa kelas VII SMP Negeri 2 Kabila, Kabupaten

Fungsi linear adalah fungsi f pada himpunan bilangan real R yang ditentukan oleh f(x) = ax + b, a, b bilangan real dan a ≠ 0.

Fungsi kuadrat adalah fungsi f pada himpunan bilangan real R yang ditentukan oleh f(x) = ax2 + bx + c, dengan a, b, c bilangan real dan a ≠ 0.

(21)

Bone Bolango yang diajarkan dengan pendekatan pembelajaran Kontekstual dan yang diajarkan dengan pembelajaran Konvensional pada materi persegi panjang dan persegi.

Berdasarkan kajian penelitian yang relevan sebelumnya diatas, terlihat bahwa penelitian ini berbeda ditinjau dari materi apa yang diukur, objek penelitian, serta hasil penelitiannya.

2.3 Kerangka Berpikir

Perbedaan kemampuan berpikir kritis matematika siswa dengan menggunakan Pendekatan pembelajaran Kontekstual dan diajarkan dengan pendekatan pembelajaran konvensional

Sampai saat ini pembelajaran matematika kurang diminati oleh pesera didik, karena matematika sulit untuk di pahami oleh peserta didik. Dengan adanya metode, model, pendekatan, strategi, dan teknik pembelajaran guru harus pandai memilih dari kelima unsur dalam pembelajaran tersebut sesuai dengan materi yang diajarkan agar nantinya peserta didik tidak bosan didalam proses pembelajaran matematika. Untuk itu guru juga harus mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematika siswa pada saat berlangsungnya proses belajar mengajar dikelas.

Berpikir kritis siswa adalah kemampuan siswa dalam berpikir yang relevan dan aktif untuk menyelesaikan permasalahan yang diperoleh siswa itu sendiri setelah mengalami interaksi proses pembelajaran. Dalam pembelajaran matematika khususnya relasi dan fungsi kemampuan berpikir kritis siswa masih rendah. Salah satu faktor penyebabnya yaitu guru kurang kreatif dan inovatif didalam proses kegiatan belajar mengajar. Untuk dapat mengatasi hal tersebut dapat diperlukan suatu

(22)

pendekatan kontekstual. Pendekatan kontekstual yaitu guru dapat mengaitkan materi dengan kehidupan nyata siswa. Dengan melalui pendekatan kontekstual merupakan salah satu pendekatan yang bisa meningkatkan interaksi dan kemampuan berpikir kritis siswa belajar dalam proses pembelajaran sehingga nantinya akan lebih memudahkan siswa untuk dapat memahami materi yang akan diajarkan. Maka dengan menggunakan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran maka siswa dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis sehingga dapat memperoleh hasil yang baik.

Hal ini berbeda dengan pembelajaran konvensional dimana guru banyak menggunakan metode ceramah dan pemberian tugas saja, sehingga siswa lebih banyak mendengar, menghafal, dan mengkhayal apa yang dijelaskan oleh guru. Akibatnya pengetahuan yang telah mereka dapat hanya bersifat sementara dalam ingatan mereka atau pengetahuan yang mereka terima mudah hilang dalam ingatan. Sehingga materi yang diberikan tidak terserap sepenuhnya. Dengan demikian siswa merasa bosan, dan jenuh didalam kelas saat KBM berlangsung. Maka siswa tidak tertarik dengan materi yang diberikan oleh guru. Jadi terlihat di sini bahwa pembelajaran konvensional kurang dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Berdasarkan Pembahasan dari kajian teori yang telah di uraikan diatas pendekatan kontekstual dalam proses KBM memiliki peran penting didalam proses pembelajaran. Dimana pendekatan kontekstual merupakan konsep yang membantu guru untuk mengaitkan materi atau topik dalam situasi kehidupan nyata, sehingga ada

(23)

hubungan dengan pengalaman hidup nyata. Dengan demikian, pembelajaran selain akan lebih menarik, juga akan dirasakan sangat dibutuhkan oleh setiap siswa karena apa yang dipelajari dirasakan langsung manfaatnya. Untuk itu belajar matematika khususya Relasi dan fungsi dengan melakukan pendekatan kontekstual dapat memudahkan kemampuan siswa untuk memahami konsep dengan mudah dan dapat menyelesaikan permasalahan matematis. Jadi pendekatan kontekstual dapat meningkatkan minat, perhatian, serta keaktifan siswa dalam proses pembelajaran yang inovatif dan menyenangkan. Oleh karenanya penulis menduga bahwa dengan penggunaan pendekatan kontekstual pada materi relasi dan fungsi, siswa akan memperoleh hasil yang lebih baik.

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan dari kajian teori, kerangka berpikir, dan hasil-hasil kajian penelitian yang relevan diatas maka hipotesis penelitian adalah “Kemampuan berpikir kritis siswa yang diajar dengan Pendekatan kontekstual lebih tinggi dari siswa yang diajar dengan pembelajaran konvensional pada materi Relasi dan Fungsi”.

Referensi

Dokumen terkait

Nyawanya meninggalkan tubuhnya dengan sebuah senyum khas di wajahnya dan video kamera mengambil gambar wajahnya dari berbagai sudut, sebagai bukti akan dua hal: (i) bahwa ini

 Siswa dalam setiap kelompok diarahkan untuk menyelesaikan masalah yang diberikan menggunakan konsep titik, garis dan bidang, serta kedudukan dua

Pembakaran gas batu bara yang lebih banyak ini menyebabkan energi yang dihasilkan akan setara dengan energi hasil pembakaran minyak diesel atau gas alam pada ruang bakar

Tujuan dari penelitian ini yaitu: (1) mendeskripsikan perencanaan program PNPM Mandiri Perdesaan; (2) mendeskripsikan pelaksanaan program PNPM Mandiri Perdesaan; (3)

The low level of knowledge of the mother can affect exclusive breastfeeding, both for working mothers and housewives. Most mothers are busy working reasoned,

Hasil studi ini menunjukan bahwa kepemilikan institusional memberikan pengaruh negatif yang tidak signifikan terhadap pengungkapan corporate social responsibility, dewan

Penanaman1nilai agama dan1moral pada anak usia dini dapat berkembang dengan baik jika didukung oleh keberfungsian keluarga yang optimal, di mana jika keberfungsian

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan oleh masyarakat, Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah terhadap Ormas atau ormas yang didirikan oleh warga negara asing