• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. METODE PENELITIAN

4.4. Metode Analisis Data

4.4.3. Analisis Perilaku Pasar

Tingkah laku pasar dapat dianalisis dengan mengamati praktek penjualan dan pembelian yang dilakukan oleh pelaku pasar melalui sistem penentuan dan penyebaran harga, dan kerjasama diantara lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat. Perilaku pasar diasumsikan bagaimana pelaku pasar yaitu petani, konsumen, dan lembaga pemasar menyesuaikan diri terhadap situasi penjualan dan pembelian yang terjadi.

4.4.4. Keragaan Pasar

Keragaan pasar salak pondoh dianalisis dengan menggunakan analisis marjin tataniaga dan penyebarannya, bagian harga yang diterima petani (farmer’s share), rasio keuntungan biaya, serta model keterpaduan pasar.

4.4.4.1. Analisis Marjin Tataniaga

Marjin tataniaga merupakan perbedaan harga yang diterima oleh produsen dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen, dimana marjin tataniaga diperoleh dari pengurangan harga penjualan dengan harga pembelian pada setiap tingkat lembaga tataniaga. Marjin tataniaga pada dasarnya merupakan penjumlahan dari biaya-biaya tataniaga dan keuntungan yang diperoleh oleh suatu lembaga pemasaran.

Marjin tataniaga adalah perbedaan harga ditingkat produsen (Pf) dengan harga di tingkat konsumen (Pr). Marjin tataniaga terdiri dari biaya tataniaga dan keuntungan lembaga tataniaga. Secara matematis, marjin tataniaga diumuskan sebagai berikut:

Mi = Psi – Pbi ………...(1) Mi = Ci + πi ………..(2)

Dimana: Mi = Marjin tataniaga di tingkat ke-i (Rp/Kg) Psi = Harga penjualan di tingkat ke-i (Rp/Kg) Pbi = Harga pembelian di tingkat ke-i (Rp/Kg) Ci = Biaya pemasaran tingkat ke-i (Rp/Kg)

Dengan demikian total marjin tataniaga (M) adalah: M ∑ M ……….(3)

Biaya dan keuntungan pada masing-masing lembaga tataniga yang ada kemudian dijumlahkan untuk mendapatkan suatu marjin tataniaga. Marjin tataniaga total merupakan penjumlahan dari biaya-biaya tataniaga dan keuntungan-keuntungan tataniaga pada masing-masing lembaga tataniaga.

Dengan menjumlahkan persamaan (1) dan (2) maka diperoleh: Psi – Pbi = Ci + πi ……….(4)

Berdasarkan persamaan tersebut, maka keuntungan lembaga tataniaga pada tingkat ke-I adalah:

πi = Psi – Pbi – Ci ……….(5)

4.4.4.2. Analisis Bagian Harga yang Diterima Petani (Farmer’s Share)

Bagian harga yang diterima petani (Farmer’s Share) merupakan perbandingan harga yang diterima oleh petani dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen. Farmer’s share memiliki korelasi yang negatif dengan marjin tataniaga, artinya semakin tinggi marjin tataniaga maka bagian harga yang diterima petani semakin rendah. Farmer’s share dirumuskan sebagai berikut:

100% ……….(6) Dimana : Fs = Farmer’s Share

Pf = Harga di tingkat petani (Rp/Kg)

Pr = Harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir (Rp/Kg)

4.4.4.3. Rasio Keuntungan dan Biaya

Penyebaran marjin tataniaga salak pondoh dapat pula dilihat berdasarkan persentase keuntungan terhadap biaya tataniaga pada masing-masing lembaga tataniaga. Analisis rasio keuntungan dan biaya digunakan untuk mengetahui penyebaran keuntungan dan biaya pada masing-masing lembaga tataniaga. Analisis rasio keuntungan dan biaya dirumuskan sebagai berikut:

Rasio Keuntungan-Biaya = 100% ………(7) Dimana: πi = Keuntungan tataniaga lembaga ke-i

4.4.4.4. Analisis Indeks Keterpaduan Pasar

Keterpaduan pasar adalah sampai seberapa jauh pembentukan harga suatu komoditas pada suatu tingkat lembaga tataniaga atau pasar dipengaruhi oleh tingkat lembaga tataniaga atau pasar lainnya. Untuk mengetahui tingkat keterpaduan pasar salak pondoh antara tingkat atau level lembaga tataniaga ke-i dengan tingkat lembaga tataniaga lainnya, dianalisis secara statisik menggunakan model Indeks of Market Connection (IMC) dengan pendekatan model Autoregressive Distribution Lag, yang dikembangkan oleh Ravallion (1986) yang kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Heyrens (1986). Analisis indeks keterpaduan pasar digunakan untuk melihat efisiensi harga tataniaga salak pondoh.

Model ekonometrika Autoregressive Distribution Lag diduga dengan menggunakan metode kuadrat terkecil biasa (Ordinary Least Square/OLS), sebagai berikut:

Pit = b1 Pit-1 + b2 (Pjt – Pjt-1) + b3 Pjt-1 + et ………(8)

Dimana: Pit = Harga salak pondoh di pasar tujuan minggu ke-t (Rp/kg) Pit-1 = Lag harga salak di pasar tujuan pada minggu ke-t (Rp/kg) Pjt = Harga salak di pasar acuan j pada minggu ke-t (Rp/kg) Pjt-1 = Lag harga salak di pasar acuan j pada minggu ke-t (Rp/kg) b1 = Parameter estimasi (bi = 1,2,3)

et = Random error

Koefisien b2 mengukur bagaimana perubahan harga di pasar acuan diteruskan terhadap harga di pasar tujuan. Jika b2 = 1, maka perubahan harga yang terjadi adalah netral dan proporsi jika dihitung dalam persentase. Jika b2 lebih besar dari 1, maka perubahan yang terjadi di pasar acuan akan berpengaruh terhadap harga di tingkat pasar tujuan. Jika di tingkat pasar acuan sama pada setiap bulannya (b2 = 0), maka koefisien b2 tidak berpengaruh dan dapat dikeluarkan dari persamaan. Dengan demikian harga di pasar tujuan hanya dipengaruhi harga di pasar acuan, dengan koefisien b1 dan b3. Jika kedua koefisien telah diketahui, maka dapat diperoleh indeks keterpaduan pasar (IMC) yang dihitung sebagai berikut:

IMC = ……… (9)

Jika IMC < 1, maka terjadi keterpaduan pasar jangka panjang yang relatif tinggi antara harga di tingkat pasar tujuan dengan pasar acuan. Artinya harga yang terjadi di pasar acuan pada minggu sebelumnya merupakan faktor utama

yang mempengaruhi harga yang terjadi di tingkat pasar tujuan. Hal ini menunjukkan bahwa kedua pasar terhubung dengan baik karena informasi permintaan dan penawaran di pasar acuan diteruskan ke pasar tujuan serta mempengaruhi harga yang terjadi di pasar tujuan.

Hipotesis keterpaduan pasar jangka panjang yang kuat diterima, apabila nilai IMC = 0 dan b1 = 0, maka harga ditingkat pengecer atau pasar tujuan pada minggu sebelumnya tidak berpengaruh terhadap yang diterima di pasar tujuan sekarang. Jika IMC > 1 dan nyata, maka antara pasar tujuan dengan pasar acuan tidak terpadu dalam jangka panjang.

Keterpaduan pasar jangka pendek secara sempurna akan terjadi apabila b2 = 1, artinya perubahan harga pasar acuan akan sepenuhnya diteruskan ke pasar tujuan. Dengan kata lain, semakin mendekati satu pada nilai koefisien korelasi (b2), maka derajat asosiasinya semakin tinggi.

4.4.5.5. Pengujian Hipotesis

Untuk mengetahui apakah secara statistik peubah bebas (independent variable) yang dipilih berpengaruh nyata atau tidak terhadap peubah tak bebas (dependent variable), digunakan uji statistik t dan uji statistik F. Uji t digunakan untuk menguji koefisien regresi dari masing-masing peubah sehingga dapat diketahui apakah peubah ke-j berpengaruh nyata terhadap peubah tak bebasnya. Sedangkan uji F digunakan untuk mengetahui koefesien regresi secara serentak apakah peubah-peubah bebas secara bersama-sama menjelaskan variasi beubah tak bebasnya.

Penguji hipotesis atas masing-masing koefisien regresi dilakukan dengan uji t-student dengan hipotesis sebagai berikut:

1). Keterpaduan Pasar Jangka Pendek Hipotesis:

H0 : b2 = 1 H1 : b2 ≠ 1

Selanjutnya hipotesis ini (H0 : b2 = 1) digunakan untuk menganalisis keterpaduan pasar jangka pendek dengan uji statistik sebagai berikut:

Apabila t-hitung < t-tabel, maka hipotesis nol tidak dapat ditolak secara statistik. Artinya, kedua pasar terpadu dalam jangka pendek. Sebaliknya jika

t-hitung > t-tabel, maka hipotesis alternatif diterima secara statistik. Artinya kedua pasar tidak terpadu dalam jangka pendek.

2). Keterpaduan Pasar Jangka Panjang Hipotesis:

H0 : b1/b3 = 0 H1 : b1/b3 ≠ 0

Nilai b1/b3 = 0 terjadi apabila b1 = 0, sehingga hipotesis di atas dapat dituliskan sebagai berikut:

H0 : b1 = 0 H1 : b1 ≠ 0

Selanjutnya hipotesis ini (H0 : b1 = 0) digunakan untuk menganalisis keterpaduan pasar jangka panjang dengan uji statistik sebagai berikut:

Apabila t-hitung < t-tabel, maka hipotesis nol tidak dapat ditolak secara statistik. Artinya, kedua pasar terpadu dalam jangka panjang. Sebaliknya jika t-hitung > t-tabel, maka hipotesis alternatif diterima secara statistik. Artinya kedua pasar tidak terpadu dalam jangka panjang.

Dokumen terkait