• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1.4. Lembaga dan Saluran Tataniaga

Dalam tataniaga suatu barang atau jasa terlibat beberapa badan mulai dari produsen, lembaga-lembaga perantara dan konsumen, hal ini dikarenakan jarak antara produsen yang menghasilkan barang dan jasa seringkali berjauhan dengan konsumen, sehingga fungsi lembaga perantara sangat diharapkan untuk menggerakkan barang dan jasa tersebut dari produsen ke konsumen serta penghubung informasi mengenai suatu barang dan jasa (Limbong dan Sitorus, 1987). Menurut Kohls and Uhl (1985), lembaga-lembaga tataniaga yang umumnya terlibat, antara lain: (1) Pedagang Perantara (Merchant Middlemen) merupakan lembaga yang memiliki dan menguasai produk, meliputi: Pedagang Eceran (Retailers) yang membeli produk kemudian menjual kembali secara langsung kepada konsumen yang membutuhkan produk tersebut, dan Pedagang Grosir (Wholesaler) yang menjual kepada pengecer, pedagang besar lainnya, dan industri pengguna tetapi tidak menjual kepada konsumen akhir secara langsung; (2) Agen Perantara (Agent Middlemen), mewakili klien dalam penanganan dan hanya menguasai produk, meliputi: Pencari Komisi (Commission Men) dimana proses pekerjaannya mencari penjual, melakukan penanganan terhadap produk dan mencari pembeli, dan Broker (Brokers) dimana broker hanya mempertemukan antara penjual dan pembeli; (3) Spekulator (Speculative Middlemen), adalah pedagang perantara yang membeli-menjual produk untuk mencari keuntungan dengan memanfaatkan adanya pergerakan harga (minimal-maksimal); (4) Pengolah dan Pabrikan (Processors and Manufacturers), adalah kelompok bisnis yang aktifitasnya menangani produk dan merubah bentuk yaitu bahan baku menjadi bahan setengah jadi atau produk akhir; dan (5) Organisasi Fasilitas (Facilitative Organizations), merupakan lembaga yang membantu memperlancar aktifitas tataniaga.

Limbong dan Sitorus (1987) menggolongkan lembaga-lembaga tataniaga berdasarkan fungsi yang dilakukannya; penguasaan terhadap barang; kedudukan dalam struktur pasar; dan bentuk usaha.

1) Berdasarkan fungsi yang dilakukan, lembaga tataniaga dapat dibedakan atas: (a) Lembaga fisik tataniaga yaitu lembaga-lembaga yang menjalankan fungsi fisik pemasaran, meliputi: lembaga pengolahan, lembaga pengangkutan, pergudangan; (b) Lembaga perantara tataniaga yaitu suatu lembaga yang khusus mengadakan fungsi pertukaran, seperti: pedagang pengecer, grosir, dan lembaga perantara lainnya; dan (c) Lembaga fasilitas tataniaga yaitu lembaga-lembaga yang melaksanakan fungsi-fungsi fasilitas seperti: Bank, Badan Perkreditan, dan KUD.

2) Berdasarkan penguasaan suatu badan terhadap barang dan jasa, lembaga tataniaga terdiri dari: (a) Lembaga tataniaga yang tidak memiliki tetapi menguasai barang, meliputi: agen, perantara dan broker; (b) Lembaga tataniaga yang memiliki dan menguasai barang, seperti: pedagang pengumul, pedagang pengecer, pedagang besar, eksportir dan importir; (c) Lembaga tataniaga yang tidak memiliki dan tidak menguasai barang, seperti: badan transportasi, pergudangan dan asuransi.

3) Penggolongan lembaga tataniaga menurut kedudukannya dalam struktur pasar dapat digolongkan atas: (a) Lembaga tataniaga yang bersaing sempurna, seperti: pedagang pengecer rokok, pengecer beras, dan lain-lain; (b) Lembaga tataniaga bersaing monopolistik, seperti: pedagang asinan, pedagang benih, pedagang bibit, dan lain-lain; (c) Lembaga tataniaga oligopolis; dan (d) Lembaga tataniaga monopolis.

4) Penggolongan lembaga tataniaga berdasarkan bentuk usahanya, dapat digolongkan atas: (a) Berbadan hukum; dan (b) Tidak berbadan hukum. Limbong dan Sitorus (1987) juga mengungkapkan bahwa peranan lembaga tataniaga sangat penting terutama untuk komoditas pertanian yang bersifat mudah rusak atau tidak tahan disimpan lama, volume produk besar dengan nilai yang kecil, dan harga pasar ditentukan oleh mutunya, serta pada umumnya sentra produksi relatif jauh dari tempat konsumen yang tersebar dari pedesaan sampai perkotaan. Oleh karena pentingnya peranan lembaga tataniaga tersebut, maka perlu ada koordinasi pelaksanaan fungsi-fungsi untuk mencapai efisiensi tataniaga yang tinggi serta efektif, dengan cara:

1) Integrasi vertikal, yaitu lembaga-lembaga yang melaksanakan fungsi-fungsi yang berbeda dihubungkan satu dengan yang lainnya menurut saluran barang tersebut. Integrasi vertikal akan menurunkan pengeluaran tataniaga sehingga barang dapat dijual dengan harga lebih murah, hal ini dikarenakan perbedaan harga antara tingkat produsen dengan tingkat konsumen tidak terlalu besar sehingga dapat menguntungkan konsumen.

2) Integrasi horisontal, dimana lembaga-lembaga tataniaga yang menyelenggarakan fungsi yang sama disatukan di dalam suatu tindakan pemasaran suatu barang. Integrasi horisontal dapat merugikan konsumen, karena integrasi macam ini dimaksudkan untuk memperkuat posisi dan menghindari adanya persaingan dari perusahaan atau lembaga tataniaga yang sejenis sehingga lembaga tersebut dapat mengontrol harga barang.

3.1.4.2. Saluran Tataniaga

Berdasarkan sifat komoditas pertanian yang telah disebutkan di atas, maka sistem distribusi atau saluran tataniaga yang efektif akan memberikan perlindungan dan keamanan bagi komoditas pertanian tersebut. Saluran tataniaga dapat didefinisikan sebagai himpunan perusahaan atau perorangan atau serangkaian lembaga-lembaga tataniaga yang mengambil alih hak, atau membantu dalam pengalihan hak atas barang dan jasa tertentu selama barang dan jasa tersebut berpindah dari produsen ke konsumen (Limbong dan Sitorus, 1987). Dengan kata lain, saluran tataniaga adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung yang terlibat dalam proses menjadikan produk atau jasa siap untuk digunakan atau dikonsumsi (Kotler, 2003).

Sebuah saluran tataniaga melaksanakan tugas memindahkan barang dari produsen ke konsumen, hal ini bertujuan untuk mengatasi kesenjangan waktu, tempat, dan kepemilikan yang memisahkan barang dan jasa dari orang-orang yang membutuhkan atau mengingikannya (Kotler, 2003). Jalur distribusi atau saluran tataniaga komoditas pertanian dalam menyampaikan komoditas dari produsen (petani) sampai konsumen akhir umumnya melewati serangkaian lembaga-lembaga tataniaga (Gambar 1). Limbong dan Sitorus (1987); Kotler and Armstrong (1991); dan Kotler (2003) mengungkapkan bahwa anggota saluran tataniaga atau lembaga-lembaga dalam saluran tataniaga melaksanakan sejumlah fungsi utama, yaitu:

1) Informasi, yaitu mengumpulkan informasi mengenai pelanggan, pesaing, serta pelaku, dan kekuatan lain dalam lingkunagan pemasaran yang diperlukan dalam perencanaan dan penyesuaian perubahan;

2) Promosi, yaitu mengembangkan dan menyebarkan komunikasi persuasif untuk merangsang pembelian;

3) Hubungan, yaitu mencari dan berkomunikasi dengan calon pembeli;

4) Pemadanan, yaitu pembentukan dan penyesuaian tawaran dengan kebutuhan pembeli, termasuk didalamnya kegiatan seperti pengolahan, grading, perakitan dan pengemasan;

5) Negoisasi, merupakan usaha untuk mencapai persetujuan akhir atas harga dan ketentuan lainnya mengenai tawaran agar peralihan kepemilikan dapat terjadi;

6) Distribusi fisik, meliputi pengangkutan dan penyimpanan barang;

7) Pembiayaan, merupakan perolehan dan penggunaan dana untuk menutupi biaya pekerjaan saluran tataniaga; dan

8) Pengambilan resiko, yaitu menerima adanya resiko dalam hubungan pelaksanaan kegiatan saluran tataniaga.

Saluran tataniaga dapat dicirikan dengan memperhatikan banyaknya tingkat saluran, dimana masing-masing pedagang perantara yang melaksanakan pekerjaan tertentu dalam membawa produk dan haknya semakin mendekat pada konsumen akhir akan membentuk tingkat atau level saluran (Limbong dan Sitorus, 1987; dan Kotler and Armstrong, 1991). Kotler (2003) mengungkapkan bahwa panjangnya saluran tataniaga akan ditentukan oleh banyaknya tingkat perantara yang dilalui oleh suatu barang dan jasa. Terdapat beberapa tingkat saluran tataniaga, yaitu: (1) Saluran level-nol atau juga disebut saluran pemasaran langsung, adalah saluran produsen atau perusahaan manufaktur secara langsung menjual produknya kepada konsumen ekhir; (2) Saluran satu-level, adalah saluran berisi satu perantara penjual; (3) Saluran dua-level, merupakan saluran yang mencakup dua perantara; (4) Saluran tiga-level, merupakan saluran yang mencakup tiga perantara.

Limbong dan Sitorus (1987) menjelaskan bahwa dalam menyalurkan produk yang dihasilkan, produsen tidak dapat melakukan penyaluran produknya ke setiap pasar maupun pada setiap waktu yang dikehendaki oleh produsen, tetapi produsen dan penjual harus mempertimbangkan beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan. Beberapa faktor penting yang harus

dipertimbangkan dalam memilih pola saluran tataniaga yang akan digunakan, yaitu: (1) Pertimbangan pasar, meliputi: konsumen produk, jumlah pembeli potensial, konsentrasi pasar secara geografis, dan kebiasaan konsumen; (2) Pertimbangan barang, meliputi: nilai per unit dari produk, sifat produk, produk subtitusi, dan produk pesaing; (3) Pertimbangan dari segi perusahaan, meliputi: sumber permodalan, kemampuan dan pengalaman manajemen, pengawasan, dan pelayanan yang diberikan penjual; dan (4) Pertimbangan terhadap lembaga perantara, meliputi: pelayanan yang dapat diberikan lembaga perantara, kegunaan perantara, sikap perantara terhadap kebijaksanaan produsen, dan biaya.

Keterangan: Garis yang lebih tebal menunjukkan prioritas volume untuk lembaga tataniaga tersebut.

Gambar 1. Gambaran Umum Pola Saluran Tataniaga Komoditas Pertanian (Sumber: Kohls and Uhl, 1985).

Pengecer

Pengumpul

Petani

Pasar Institusi Konsumsi rumah tangga

petani

Pengumpul, broker, dan lain-lain

Petani langsung kepada konsumen

Pengolah dan pabrik hasil pertanian

Pedagang besar, broker, rantai pergudangan Eksport Pemerintah, Industri Konsumen Pedagang makanan khusus Militer Import

Dokumen terkait