• Tidak ada hasil yang ditemukan

Betapa mirisnya anak-anak di negeri ini yang hak-hak hidupnya terabaikan.

Bahkan nyawanya terancam sejak masih dalam kandungan. Betapa banyak kasus

ditemukannya bayi-bayi yang tidak berdosa yang dengan sengaja di buang oleh orang

tuanya, sebagian ditemukan dalam keadaan tidak bernyawa lagi. Anak yang sudah

2

anak-anak jalanan, gelandangan dan pengemis cilik, yang mempertahankan hidupnya

sendiri tanpa ada nafkah dan perlindungan dari pihak lain.

Bukan hanya anak jalanan yang tidak mampu mengenyam pendidikan sekolah,

anak-anak dari keluarga miskin juga termasuk kedalammya yang tidak sekolah.

Kesulitan ekonomi bukanlah satu-satunya sebab kondisi buruh anak. Banyak anak

dari keluarga yang mampu secara ekonomi pun mulai kehilangan kasih sayang dan

pendidikan dalam keluarga, karena orang tuanya terlalu sibuk diluar rumah.

Anak-anak dari berbagai kalangan juga sudah kehilangan untuk tumbuh dan berkembang

dalam keamanan, anak-anak telah menjadi korban kekerasan secara fisik dan seksual.

Islam telah mengatur hak anak dalam sekumpulan hukum yang mengatur

kewajiban kedua orang tuanya, masyarakat disekitarnya dan negara. Dengan

demikian hak anak merupakan kewajiban dari Allah kepada orang-orang yang harus

memenuhinya. Karenanya pemenuhan hak anak adalah bagian dari ibadah dan

ketundukan mereka kepada Allah SWT.

Hak anak yang harus dijamin pemenuhanya dalam islam diantaranya:

1. Hak Untuk Hidup

Ketika islam mengharamkan aborsi dan pembunuhan anak serta mengatur

penangguhan pelaksanaan hukuman pada wanita hamil, pada saat itulah kita temukan

identitas islam, suatu identitas yang melintasi batas-batas rasial, geografis, etnis dan

kekerabatan.

3. Hak Penyusuan dan Pengasuhan (Hadhonah)

Anak berhak mendapatkan penyusuan selama 2 tahun. Islam juga mengatur

masalah pengasuhan anak. Anak berhak mendapatkan pengasuhan yang baik sampai

ia mampu mengurus dan menjaga diri sendiri. Islam menetapkan bahwa persoalan

pengasuhan anak merupakan kewajiban sekaligus hak orang-orang tertentu. Islam

pun telah menetapkan bahwa orang yang lebih berhak terampil dalam pengasuhan

adalah wanita (ibu).

4. Hak Mendapatkan Kasih Sayang

Rasullalah SAW mengajarkan kepada kita untuk menyayangi keluarga,

termasuk anak-anak didalamya. Ini berrti Rasullalah mengajarkan kepada kita untuk

memenuhi hak anak terhadap kasih sayang.

5. Hak Mendapatkan Perlindungan dan Nafkah dalam Keluarga

Ketika islam memberikan kepemimpinan kepada seorang ayah di dalam

keluarga, saat itulah anggota keluarga yang lain, termasuk anak didalamnya,

mendapatkan hak perlindungan dan nafkah dalam keluarga.

6. Hak Pendidikan dalam Keluarga

Rasullalah mengajarkan betapa besarnya tanggung jawab orang tua dalam

keluarga.

7. Hak Mendapatkan Kebutuhan Pokok Sebagai Warga Negara

Sebagai warga Negara, anak juga mendapatkan haknya akan kebutuhan pokok

yang disediakan secara masal oleh negara kepada warga negara. Kebutuhan ini

meliputi: pendidikan di sekolah,pelayanan kesehatan dan keamanan. apabila hak anak

tersebut terpenuhi maka anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang

berkualitas.

Cara pandang yang benar terhadap anak merupakan langkah awal menuju

optimalnya usaha pemenuhan hak anak. Islam mengajarkan untuk memandang anak

sebagai:

1. Perhiasan Dunia

Anak merupakan perhiasan dunia yang akan menyenangkan hati orang tua,

sebagaimana dalam firman Allah SWT “harta benda dan anak-anak itu sebagai

perhiasan hidup di dunia ”

2. Jaminan Bagi Orang Tua Di Hari Kiamat

Orang tua telah bersusah payah membesarkan, memelihara dan mendidik

anak-anaknya dengan sabar akan mendapat imbalan yang sangat besar dari Allah SWT,

yang tidak mau menikah. Islam juga menganjurkan agar laki-laki mencari calon istri

yang penyayang, subur dan solehah, islam juga mensyariatkan untuk memperhatikan

kualitas generasi penerusnya. Dapat dipahami bahwa ada tuntunan bagi kaum

muslimin untuk menjamin kelestarian generasi masa depan dan mewujudkan generasi

yang berkualitas baik.. 3

Sebagaimana hukum Islam memandang tindakan penelantaran anak sebagai

tindakan yang tidak dibenarkan dalam Islam, serta dikategorikan sebagai tindak

pidana yang berakibat dapat dipidana dengan sanksi hukuman. Berdasarkan pada

hukum ta’zir, yang ketentuan putusan hukumannya diserahkan kepada kebijaksanaan

pihak penguasa atau hakim. Sedangkan dalam Undang-undang No.23 Tahun 2002

tentang Perlindungan Anak, memandang tindakan penelantaran anak sebagai tindakan

pelanggaran hukum yang berakibat dapat dipidana dengan sanksi hukum

sebagaimana diatur dalam Undang-undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan

Anak.

3

Berdasarkan pembahasan yang telah di kemukakan pada bab-bab sebelumnya,

dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Telah disepakati bahwa anak dimanapun berada harus dilindungi dari

berbagai bentuk kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi terlepas dari

perbedaan latar belakang nasionalitas, budaya, politik kedua orang tuanya,

agama atau kepercayaan, sosial ekonomi, atau jenis kelaminnya.1 Dalam

pasal 4 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

menyatakan bahwa “setiap anak berhak untuk hidup, tumbuh kembang dan

berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan,

serta mendapat perlindungan dan kekerasan dan diskriminasi”. Sedangkan

dalam hukum Islam anak merupakan mahluk ciptaan Allah SWT yang

wajib dilindungi dan dijaga kehormatan, martabat dan harga dirinya secara

wajar baik secara hukum, ekonomi politik, sosial, maupun budaya tanpa

membedakan suku, agama, ras dan golongan.

2. penelantaran anak adalah sikap dan perlakuan orang tua yang tidak

memberikan perhatian yang layak terhadap proses tumbuh kembang anak.

1

Kelompok Kerja Penyusunan PNBAI 2015, Program Nasional Bagi Anak Indonesia (PNBAI) 2015, Jakarta, 2004, hal 45.

menunjukkan pada sikap diskriminatif atau perlakuan sewenang-wenang

terhadap anak yang dilakukan keluarga atau masyarakat. Contohnya,

memaksa anak untuk melakukan sesuatu demi kepentingan ekonomi, sosial

atau politik tanpa memperhatikan hak-hak anak untuk mendapatkan sesuai

dengan perkembangan fisik, psikisnya dan status sosialnya. Jika keadaan ini

di biarkan terus berlangsung dan kekerasan anak tidak di hentikan, cepat

atau lambat bangsa ini akan runtuh. Karena para pemimpin bangsa ini kelak

akan terdiri dari orang-orang yang memiliki masa kanak-kanak penuh

dengan nuansa kekerasan.2

3. Dengan lahirnya Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan

Anak, maka perlindungan anak telah memiliki landasan hukumnya secara

yuridis. Sedangkan, islam memiliki bingkai syariah yang sangat komplit

mengenai hak-hak anak dan cara pemenuhannya. Menghadapi kondisi

buruk anak-anak Indonesia saat ini, seharusnya sebagai umat islam, sebagai

bagian dari keluarga dan masyarakat, harus menyelesaikan masalah anak

yang ada dengan ajaran islam. Pada saat kita menyadari begitu banyak hak

anak yang tidak terpenuhi karena negara tidak memenuhinya, pada saat

2

B. Saran

a. Orang tua wajib memberikan perlindungan dan pendidikan bagi

anak-anaknya. Agar kelak mereka menjadi harapan bangsa yang akan

menentukan kesejahteraan bangsa di waktu mendatang.

b. Pemerintah perlu memberikan pemberdayaan yang optimal terhadap anak

jalanan, serta menyediakan dan merealisasikan program-program dan

pemulihan bagi anak-anak yang bekerja di jalanan.

c. Komisi Perlindungan Anak Indonesia harus mempunyai orang-orang yang

mengerti tentang anak. Melaksanakan sosialisasi seluruh ketentuan

perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak, melakukan

penelaahan, pemantauan, evaluasi dan pengawasan terhadap perlindungan

anak.

d. Masyarakat mesti ikut berpartisipasi aktif dalam melakukan kontrol atas

tindak kekerasan terhadap pekerja anak. Tanpa partisipasi dari masyarakat,

Undang-Undang Perlindungan Anak yang dibuat oleh pemerintah tidak

akan berjalan lancar.

3

Aep Rusmana, Pemberdayaan Anak Jalanan, Jakarta 2001

Agung Wahyono, Peradilan Anak di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 1993 Ahmad Kosasih, HAM dalam Perspektif Islam, Jakarta: Salemba Diniyah, 2003,

Cet. Ke-1

Bambang Sunggono, Metodelogi Penelitian Hukum, Jakarta; PT Raja Grafindo Persada, 2003

Departemen Sosial RI Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Anak,

Pedoman Pelayanan Anak Yang Memerlukan Perlindungan Khusus, Jakarta 2004

Dra. Mufidah, Haruskah Perempuan dan Anak di Korbankan? Panduan Pemula untuk Pendampingan Korban Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak, Malang: PSG Publishing dan Pilar Media, 2006

Hasil Wawancara dengan Drs. M.A. Budhy Prabowo, Msi, (Kepala Bagian Data

dan Pelaporan Sekertariat KPAI), Jakarta, 12 Maret 2010

http://voiceofmuslimahbekasi.blogspot.com

http://www.dwp.or.id

http://sosbud.kompasiana.com

Husein ,Abdur Razak, Hak Anak Dalam Islam, Jakarta : PT. Fikahati Aneska, 1992, Cet ke-1

Huraerah, Abu. Child Abuse (kekerasan terhadap anak), edisi revisi, nuansa 2007

Joni, Muh. Tanasam Z. Zulchaina, Aspek Hukum Perlindungan Anak Dalam Perspektif Konvensi Hak Anak, PT. Citra Aditya Bakti, 1999.

Kariman Hamzah, Islam Berbicara Soal Anak, Jakarta: Gema Insani Press, 1991, Cet. Ke-1

Kartini Kartono, Peranan Keluarga Memandu Anak, Jakarta: Rajawali, 1989 Kelompok Kerja Penyusunan PNBAI 2015, Program Nasional Bagi Anak

Indonesia (PNBAI) 2015, Jakarta, 2004

Kunarto. Kekerasan Tanpa Korban, Cipta Manunggal, Jakarta, 1999 Kusumah, W Mulyana. Hukum dan Hak-hak Anak, Rajawali, Jakarta, 1986

Muhammad Nasirudin Al-Bani, Mukhthasharu Al-Shahih Muslim, Beirut: Maktab Al-Islami, 2000

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta; Kencana , 2007

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Departemen Sosial RI dengan

Universitas Muhammadiyah Jakarta, Model Pemberdayaan Anak Jalanan Berbasis Keluarga dengan Pendekatan Multisistem, Jakarta, 2004

Rona Smith, Hukum Hak Asasi Manusia, (Yogyakarta: Pusat Studi HAM UII, 2008), Cet. Ke-1

Kesejahteraan Anak Departemen Sosial RI, 2003

Soetodjo, Wagiati. Hukum Pidana Anak, PT. Refika Aditama, Bandung, 2006.

Subhan, Zaitunah. Menggagas Fiqih Pemberdayaan Perempuan, Jakarta, 2008

Supramono, Gatot. Hukum Acara Pengadilan Anak, Djambatan, Jakarta, 2000.

Surat Kabar Pikiran Rakyat (Alva Handayani), Melonjak Jumlah Anak Jalanan, Jakarta : 10 Januari 1999

Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Yogyakarta; Andi Offset, 1990 Syamsu, Andi. Pengangkatan Anak Perspekrif Islam.

Takariawan, Cahyadi. Pernak Pernik Rumah Tangga Islam, Intermedia, Solo, 1997.

Wagiati Soetodjo, Hukum Pidana Islam, (Bandung : PT Refika Aditama, 2006), Cet. Ke -1

Pada tahun-tahun ini tingkat kesejahteran di Indonesia belum dapat maksimal.

Sehingga kelahiran anak pada keluarga miskin tidak memungkinkan mereka untuk

membesarkan anak-anaknya. Pada usia yang sangat muda mereka sudah harus

mengais pencarian untuk kehidupannya sendiri atau membantu orang tua. Jumlah

anak jalanan di Indonesia selama krisis ekonomi meningkat hingga 400 persen

dibandingkan dengan jumlah sebelum krisis. Selama krisis ekonomi, kekerasan

terhadap anak-anak di Perkotaan meningkat tiga hingga empat kali lipat diberbagai

persimpangan jalan di kota-kota besar adalah wilayah keras bagi anak-anak.1

Dan pada akhir-akhir ini mereka tampak semakin banyak berada di berbagai

perempatan lampu merah, bahkan sampai larut malam, anak-anak itu “berkelahi

dengan waktu” hanya demi mendapatkan tambahan bagi penghasilan rumah tangga

orang tuanya. Peningkatan angka kekerasan terhadap anak-anak di kota tak lepas dari

krisis ekonomi yang berkepanjangan. Dampaknya, kian banyak anak-anak yang harus

bekerja apa saja untuk sekedar bisa makan.2

1

Kunarto, Kejahatan tanpa korban, (Jakarta: Cipta Manunggal, 1999), Cet ke- 6 h.478.

2

Mulyana W. Kusumah, Hukum dan Hak-hak Anak, ( Jakarta : Rajawali, 1986 ), Cet ke-1, h. 20.

tangan. Yang jelas, penderitaan anak-anak di kota harus ditangani dengan serius.3

Krisis multidimensi yang mendera Indonesia sejak tahun 1997 sangat memukul

kehidupan anak jalanan. Sejak tahun 1999 jumlah anak jalanan di Indonesia

meningkat 85%. Pada tahun 2002 jumlah anak jalanan diperkirakan sekitar

150.000-300.000 yang berasal dari sekitar jabotabek.4 Keberadaan anak-anak jalanan

tampaknya menjadi fenomena di kota-kota besar Indonesia. Fenomena ini selain

dampak dari derasnya arus urbanisasi dan perkembangan perkotaan yang

menawarkan mimpi kepada masyarakat, terutama masyarakat miskin atau ekonomi

lemah yang dipicu oleh krisis ekonomi, sehingga menjadikan jumlah anak jalanan

melonjak drastis.5

Pada tahun ini pula banyak sekali berbagai macam tindakan eksploitasi

terhadap anak-anak jalanan. Masalah anak jalanan tidak dapat lepas dari, Pertama; kemiskinan struktural di dalam masyarakat. Kedua; terbatasnya tempat bermain anak karena pembangunan. Ketiga; meningkatnya gejala ekonomi bagi anak untuk mencari uang di jalanan. Keempat; keberadaan anak jalanan sebagai bentuk gangguan.

3

Ibid.,h. 22.

4

Abu Huraerah, Child Abuse (kekerasan terhadap anak), (Bandung : Nuansa, 1997), Cet ke-2, h.21.

5

Keberadaan anak jalanan dianggap sebagai masalah sosial yang kompleks

selain menjadi masalah bagi si anak, juga merupakan masalah bagi masyarakat secara

umum, tentunya kondisi di jalanan merupakan situasi yang tidak kondusif bagi

perkembangan anak, sedangkan bagi masyarakat secara umum, masyarakat merasa

terganggu dengan sering terjadinya tindakan kriminal yang di lakukan anak,

terganggunya lalu lintas dan anak jalanan dipandang mengganggu keindahan kota.7

Kehadiran anak jalanan adalah sesuatu yang dilematis, disisi lain mereka

bermasalah karena tindakannya merugikan orang lain, mereka acap kali melakukan

tindakan tidak terpuji, seperti berkata kotor, mengganggu ketertiban jalan, misalnya

memaksa pengemudi kendaraan bermotor untuk memberi uang, merusak body mobil

dengan goresan dan melakukan tindakan criminal lainnya. Pelanggaran terhadap anak

jalanan menunjukkan pada sikap diskriminatif atau perlakuan sewenang-wenang

terhadap anak yang dilakukan orang tua atau masyarakat. Seperti memaksa anak

untuk melakukan sesuatu demi kepentingan ekonomi, sosial dan politik tanpa

memperhatikan hak-hak anak.8

6

ibid, h 56.

7

Rondang Siahaan, Penanggulangan Anak Jalanan Oleh Direktorat Kesejahteraan Anak Departemen Sosial RI, Jakarta 2003, h. 70.

8

menghadapi tiga (3) pihak yang berpotensi melakukan pelanggaran baik secara

langsung atau tidak, ketiga pihak tersebut ialah orang tua, masyarakat setempat dan

Negara. Realita yang ada menempatkan ketiga pihak ini sebagai pelaku pelanggaran

terhadap anak melalui kekuasaan yang melekat pada mereka. Keluarga, masyarakat

setempat, dan negara menjadi lingkungan yang mengancam hidup dan kehidupan

anak.

Selain itu, anak dan generasi muda adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan,

karena anak merupakan bagian dari generasi muda. Generasi muda adalah harapan

bangsa. Mereka nanti yang akan menentukan kesejahteraan bangsa diwaktu

mendatang. Oleh karena itu, generasi muda perlu dibina dengan baik, agar mereka

tidak salah jalan dalam hidupnya kelak. Pembinaan generasi muda yang

pertama-tama harus dilakukan adalah di dalam lingkungan keluarga. Keluarga sangat penting

bagi anak muda, karena keluarga tempat membentuk pribadi sejak kecil. Maka

tanggung jawab orang tua terhadap anak merupakan perwujudan atas hak-hak yang di

miliki si anak.9

Dalam konvensi hak-hak anak dinyatakan bahwa setiap anak berhak atas

perlindungan, mencakup perlindungan dari segala pelanggaran, perlakuan kejam dan

perlakuan sewenang-wenang dalam proses peradilan pidana, maka dikeluarkanlah

undang-undang tentang pengadilan anak. Masalah perlindungan hukum dan

9

bertanggung jawab maka diperlukan peraturan hukum yang selaras dan

perkembangan masyarakat Indonesia yang dijiwai sepenuhnya oleh pancasila dan

Undang-undang Dasar 1945. Pasal 34 dalam Undang-undang Dasar 1945 telah di

tegaskan bahwa “fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara” ini

menunjukkan adanya perhatian serius dari pemerintah terhadap hak-hak anak dan

perlindungannya.10

Pada masa kini kita masih melihat dan mendengar baik secara langsung atau

tidak langsung bagaimana nasib anak-anak yang hidup didaerah-daerah pemukiman

sementara. Kesehatan dan pendidikan bagi mereka sungguh tidak diperhatikan,

keadaan nyata yang mereka hadapi sehari-hari jelas akan berpengaruh pula pada

persepsi dan pandangan di masa depan. Di Indonesia, anak-anak jalanan terpaksa

harus bekerja membantu ekonomi rumah tangga orang tuanya, jutaan anak-anak

karena suatu keadaan, dan biasanya karena soal ekonomi, terpaksa tidak mendapat

pelayanan kesehatan yang layak, serta sulit untuk menikmati pendidikan yang

memadai.

Mengapa hal demikian harus terjadi? Jawabannya jelas, yaitu kemiskinan.

Kemiskinan yang dihadapi oleh orang tua atau tetangga sekelilingnya

mengkondisikan pada anak-anak untuk menjalankan peran yang sesungguhnya di luar

10

Wagiati Soetodjo, Hukum Pidana Anak, (Bandung : Refika Aditama, 2006), Cet ke 1, h. 67.

hal tersebut, kita dapat mengatakan bahwa masalah perlindungan hukum bagi

anak-anak merupakan salah satu sisi pendekatan untuk melindungi anak-anak-anak-anak Indonesia.

Oleh sebab itu masalahnya tidak semata-mata bisa didekati secara yuridis, tetapi perlu

pendekatan yang lebih luas, yaitu ekonomi, sosial dan budaya.11

Dalam Undang-undang Dasar 1945 dan Undang-undang No. 4 Tahun 1979

tentang Kesejahteraan Anak yang menyatakan: “Kesejahteraan adalah suatu tata

kehidupan dan penghidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan

perkembangan dengan wajar, baik secara rohani, jasmani maupun sosial”.

Program penanggulangan masalah anak termasuk dalam satuan bagian dari

pembangunan sosial, pendidikan, peningkatan sumber daya manusia. Untuk

menangani masalah pekerjaan anak, intervensi yang dilakukan pihak pemerintah

khususnya Departemen Pendidikan dan Kebudayaan adalah menyelenggarakan

pendidikan dan memperluas akses pendidikan kepada anak-anak, pelayanan

pendidikan ini dimaksudkan sebagai media yang secara langsung atau tidak langsung

mencegah anak-anak memasuki pasar kerja.12

Selain itu, anak-anak dalam kehidupannya masih diperlukan adanya tanggung

jawab orang tua, sehingga hak-hak anak dapat berjalan dengan baik. Tanggung jawab

11

Mulyana, Hukum.,h 20.

12

Muh. Joni, Zulchaina Z. Tanasam, Aspek Hukum Perlindungan Anak Dalam Perspektif Konvensi Hak Anak, (tt : P.T Citra Aditya Bakti, 1999) Cet ke-1, h. 112-113.

tanggung jawab orang tua terhadap anak, yaitu orang tua bertanggung jawab untuk

membesarkan dan membina anak, Negara mengambil langkah membantu orang tua

yang bekerja agar anak mendapat perawatan dan fasilitas.13

Dalam islam anak merupakan amanah sekaligus karunia Allah SWT. Bahkan

anak dianggap sebagai harta kekayaan yang paling berharga dibandingkan kekayaan

harta benda lainya, anak sebagai amanah Allah harus dijaga dan dilindungi karena

dalam diri anak melekat harkat, martabat dan hak-hak sebagai manusia yang harus di

junjung tinggi.14

Demikian juga perhatian Rasulullah terhadap dunia anak-anak, juga telah

membuktikan bahwa Rasulullah sangat mengharapkan kelangsungan agama Islam

yang akan terus bergema ditangan anak-anak, karena anak-anak merupakan generasi

umat yang akan datang. Anak-anak muslim memiliki hak mutlak yang tidak dapat

diganggu gugat. Dan sebagai orang tua tidak boleh dengan begitu saja

mengabaikannya, karena hak-hak anak termasuk ke dalam salah satu kewajiban

13

Gatot, Hukum., h. 8.

14

Di dalam sumber hukum Islam yang berupa kitab suci Al-Qur’an dan Hadist

Rasul SAW. Keduanya banyak menegaskan betapa pentingnya perlindungan terhadap

anak. Sementara realitanya masih dirasakan kurang optimal di dalam implementasi

terhadap hak anak, termasuk Negara kita Indonesia. Islam dengan tegas mewajibkan

kepada setiap individu muslim agar memberikan sesuatu yang baik dalam

kesejahteraan dan perlindungan anak.

Sejak 15 abad lalu kita sudah diperingatkan oleh firman Tuhan, sebagaimana di

dalam Surat Al-Ma’un ayat 1-7 :

Artinya : “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin, maka celakalah bagi orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari

15

Abdur Razak Husein, Hak Anak Dalam Islam, (Jakarta : PT. Fikahati Aneska, 1992), Cet ke-1, h.49.

Ayat tersebut memberikan gambaran kepada kita bahwa adanya kewajiban

yang harus dilakukan secara berkesinambungan untuk memberi perlindungan dan

pengayoman kepada anak, memberi sesuatu yang terbaik dalam kesejahteraan

mereka.16

Jika anak diberi pekerjaan yang menyita sebagian besar waktu dan

konsentrasinya ia akan kehilangan kesempatan untuk menikmati masa-masa

sekolahnya. Padahal masa sekolah semacam itu adalah kesempatan bagi sang anak

untuk mengekspresikan semangat mudanya dalam berbagai macam aktivitas yang

positif. Hal yang tidak boleh dilakukan adalah mengeksploitasi isteri atau anak untuk

menghidupi seluruh anggota keluarga. Si anak disuruh bekerja keras hingga

melampaui sifat-sifat dan fitrah kekanak-kanakan. Hal semacam itu tentu saja harus

di hindari.17

Secara spesifik, keterbelakangan dan kemiskinan sebagian besar rakyat

Indonesia disebabkan oleh proses penghancuran kesempatan yang terjadi sebagai

akibat proses pelanggaran oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Dalam

islam cukup banyak lembaga yang dapat dipergunakan untuk membantu pemerintah

dalam menangani kemiskinan yang sedang terjadi. Dibidang sosial ekonomi misalnya

16

Zaitunah Subhan, Menggagas Fiqih Pemberdayaan Perempuan, (Jakarta: El-Khafi, 2008), Cet ke-1, h 305.

17

Cahyadi Tarakiawan, Pernak pernik Rumah Tangga Islam, (Solo: Intermedia, 1997), Cet ke- 1, h. 204-206.

konsumtif, yakni berupa uang tanpa adanya pendamping, dengan demikian dari tahun

ke tahun pada umumnya mereka tetap pada kemiskinan.18

Dari uraian di atas penulis sangat tertarik untuk membahas masalah anak, yaitu

dengan mengadakan pengkajian dalam bentuk skripsi yang berjudul :

“PELANGGARAN HAK ANAK JALANAN OLEH ORANG TUA DALAM

Dokumen terkait