1. Sripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidaytullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sankksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 25 MEI 2010
AMIEN INDAH FITRIA
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)
Oleh:
AMIEN INDAH FITRIA NIM : 105045101480
Di Bawah Bimbingan : Pembimbing I
JM. Muslimin. Ph.D NIP: 150295489
Pembimbing II
Masyrofah. M.Si NIP: 150318265
KONSENTRASI KEPIDANAAN ISLAM PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
berkat dan karunia yang diberikanNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
akhir dalam bentuk skripsi dengan judul “Pelanggaran Hak Anak Jalanan Oleh Orangtua Dalam Perspektif Undang-Undang Perlindungan Anak Dan Hukum Islam”.
Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu persyaratan bagi setiap mahasiswa
untuk memperoleh gelar sarjana Hukum Islam pada program studi Jinayah Siyasah,
Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih
kepada:
1. Bapak. Prof. Dr. H. M. Amin Suma, SH, MM, MM, Selaku Dekan Fakultas
Syari’ah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta staf-staf nya.
2. Bapak Dr. Asmawi, MA, S.Ag dan Ibu Sri Hidayati M.Ag, selaku Ketua dan
Sekretaris Program Studi Jinayah Siyasah.
3. Bapak JM. Muslimin, Ph. D dan Ibu Masyrofah, M.Si, selaku Dosen
Pembimbing yang senantiasa meluangkan waktunya untuk membimbing dan
mengarahkan penulis dalam rangka penulisan dan penyelesaian skripsi ini.
4. Selaku Segenap Guru Besar dan Dosen di Fakultas Syari’ah dan Hukum, yang
tidak pernah lelah untuk memberikan ilmunya kepada para Mahasiswa,
paling dalam atas do’a, didikan, kasih sayang dan cinta yang diberikan selama
ini kepada penulis.
6. Abang Fajar yang telah memberikan motivasi dan arahannya kepada penulis
agar secepatnya menyelesaikan Skripsi ini dan Mbak Kanti atas Support moril
dan telah meminjamkan buku-bukunya kepada penulis. Ci’ Lia yang selalu
mengingatkan agar secepatnya menyelesaikan skripsi kepada penulis.
7. Achmad Taufik yang telah setia meluangkan waktunya, memberikan support,
motivasi, inspirasi, semangat dan bantuannya kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
8. Laili yang telah membantu mencarikan judul skripsi kepada penulis, Laila dan
Yayah yang telah memberikan bantuannya kepada penulis, Wiet atas
pinjaman laptopnya. Sari, Nafis, dan Rina atas dukungannya.
9. Rekan-rekan di Fakultas Syari’ah dan Hukum khususnya Program Studi
Jinayah Siyasah, Pidana Islam Angkatan 2005 : Laili, Yayah, Laila, Wiet,
Rina, Sari, Nafis, Hari, Nendy, Zaki, Arso, Jeje, Deni, Jabil, Nasori, Sayidi,
Yazid, Eza, Raizak, Rozak, Iin, Anwar, Asep, Lukman, Adi, Wahid ( Alm )
dan Malik. Yang selalu memberikan semangat selama perkuliahan hingga
skripsi ini dapat diselesaikan. ( Miss you All )
iii
H 1431 Rajab 10 , Jakarta
22 Juni 2010
BAB I PENDAHULUAN ………. 1
A. Latar Belakang Masalah ……… 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ……… 10
C. Tujuan Penelitian ………... 11
D. Tinjauan Pustaka………. 12
E. Metode Penelitian dan Tekhnis Penulisan ………. 14
F. Sistematika Penulisan ………. 16
BAB II KONSEP PERLINDUNGAN ANAK………... 18
A. Perlindungan Anak Menurut Hukum Islam ……… 18
1. Pengertian Anak ………. 18
2. Hak-Hak Anak ……… 23
B. Perlindungan Anak Menurut Undang-Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak ……… 27
1. Pengertian Anak ………. 27
2. Hak-Hak Anak ……… 32
v
C. Praktek Pelanggaran Anak: Fenomena Anak
Jalanan....……… 44
BAB IV PELANGGARAN HAK ANAK JALANAN OLEH ORANG TUA DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK : ANALISIS TERHADAP PERSPEKTIF HUKUM ISLAM ……….. 48
A. Konsep Perlindungan Undang-Undang Perlindungan Anak Terhadap Anak Jalanan ………..………. 48
B. Analisis Dalam Perspektif Hukum Islam ………. 49
BAB V PENUTUP ……… 54
A. Kesimpulan ……….. 54
B. Saran ……… 56
DAFTAR PUSTAKA ………. 57
1. Pengertian Anak
Secara umum, periode pertumbuhan anak adalah dimulai sejak ia
masih dalam kandungan atau di sebut dengan pre-natal, yang artinya masa
sebelum lahir sejak terjadi peristiwa konsepsi (pembuahan sel telur
perempuan oleh sperma laki-laki) dan berakhir ketika sang bayi lahir ke
dunia.
Konsepsi sebagai cikal bakal kehidupan pada periode dalam
kandungan, sebelum akhirnya sang bayi menjelma sebagai mahluk hidup
sempurna, dan lahirlah ia kedunia. Pada saat apa yang disebut proses
reproduksi yang sebenarnya bermula dan berintikan pada konsepsi, yaitu
pertemuan dan pembuahan sel telur wanita oleh sperma laki-laki, sel telur
dan sperma dalam islam dikenal dengan nama ”nuthfah” yakni setetes
cairan tertentu. Itulah bahan dasar asal manusia yang menjadi titik mula
perkembangan dalam periode kandungan.
Asal kejadian periode dalam kandungan dapat di jelaskan dengan
empat tahap perkembangan:
1. Tahap Al-Nuthfah
Kata nuthfah yang di maksudkan dalam konteks ini adalah setetes
sperma. Dinyatakan dalam Al-Qur’an, surat An-nahl ayat 4 ialah
⌧
Artinya : ”Dia telah menciptakan manusia dari mani, tiba-tiba ia menjadi
pembantah yang nyata” (Q.S.An-nahlayat 4).
Sperma yang berasal dari laki-laki bertemu dengan ovum perempuan
sehingga terjadi pembuahan. Kemudian turun bersarang di dalam rahim
(uterus), yang dalam al-qur’an disebut qararin makin.
2. Tahap Al-’alaqah
Perkembangan janin selanjutnya oleh pertumbuhan pembuahan
antara sperma dan ovum yang menjadi zat (sesuatu) yang melekat pada
dinding rahim. Dalam konteks Al-Qur’an disebut ’alaqat
3. Tahap Al-mudhghah
Setelah tahap ’alaqah (sesuatu yang melekat), al-qur’an
menyebutkan bahwa janin kemudian menjadi mudhghah (seperti daging
’alaqah ke mudhghat terjadi disaat sesuatu yang melekat (mudhghah
al-’aliqat) berubah menjadi darah beku yang bercampur
Berikutnya tampaknya tulang (al-’idham), lalu tulang ini diselubungi
oleh daging (seperti daging segar) sebagaimana di gambarkan Allah dalam
surat Al-Mu’minun ayat 14 yang berfirman:
⌧
☺
☺
☺
⌧
4. Tahap pemberian nyawa (nafkh al-ruh)
Setelah melalui tiga tahap, pertumbuhan janin semakin sempurna
dengan ditiupkannya ruh kedalamnya1
Kehadiran anak merupakan karunia serta nikmat dari Allah yang
harus disyukuri. Allah berfirman:
⌧
Artinya : ”Kemudian kami berikan kepadamu giliran untuk mengalahkan
mereka kembali dan kami membantumu dengan harta kekayaan
dan anak-anak dan kami jadikan kamu kelompok yang lebih
besar” (Q.S. Al-Isra ayat 6)
1
Dalam islam anak manusia dipandang sebagai mahluk yang sangat
terhormat, karena manusia merupakan mahluk Allah yang terbaik. Anak
dalam Islam memiliki hak-hak dasar baik sebelum maupun setelah lahir.2
Anak adalah sosok manusia kecil, dan secara fitriah merupakan
mahluk sosial.3 Jiwa anak itu lembut dan sangat mudah terpengaruh.
Anak-anak adalah miniatur manusia, yang belum memiliki identitas
permanen, namun memiliki kapabilitas untukmencapai perubahan itu.4
Anak adalah miniatur manusia yang kenyataannya memerlukan cinta dan
kasih sayang yang lebih besar ketimbang orang dewasa. Sebagaimana
anak memerlukan makanan, ia juga memerlukan cinta dan kasih sayang.5
Namun sayangnya, berbagai orang tua memanfaatkan hal ini untuk
tujuan-tujuan mereka. Mereka meminta anak melakukan hal tertentu agar
ibu mencintainya. Namun, bila siasat ini terus berlanjut dalam waktu lama,
maka akan bisa berakibat buruk. Anak akan terbiasa melakukan sesuatu
2
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Departemen Sosial RI dengan Universitas Muhammadiyah Jakarta, Model Pemberdayaan Anak Jalanan Berbasis Keluarga dengan Pendekatan Multisistem, Jakarta, 2004, h. 38.
3
Ibrahim Amini, Anakmu, AmanatNya, (Jakarta: Al-Huda, 2006), cet-1, h. 130.
4
Ibid., h. 11.
5
hanya demi menyenangkan orang tua, bukan untuk memperoleh manfaat
bagi dirinya dan masyarakat.6
2. Hak-hak Anak
Hak-hak anak dalam Islam dimulai sejak anak dalam kandungan
hingga mencapai kedewasaan secara fisik maupun psikis. Hak-hak
tersebut antara lain:
1. Hak mendapatkan penjagaan dan pemeliharaan dalam kandungan
maupun setelah lahir.
2. Hak mengetahiu nasab (keturunan).
3. Hak menerima yang yang baik.
4. Hak mendapatkan ASI dari Ibu atau penggantinya.
5. Hak mendapatkan asuhan.
6. Hak mendapatkan harta warisan.
7. Hak mendapatkan pendidikan dan pengajaran.
8. Hak mendapatkan perlindungan hukum.7
6
Ibid., h.141.
7
Mufidah, Haruskah Perempuan dan Anak di Korbankan? Panduan Pemula
untuk Pendampingan Korban Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak, (Malang: PSG
Dalam Syariat Islam, hak utama anak ketika masih dalam bentuk
janin (benih bayi dalam rahim) adalah memperoleh penjagaan dan
pemeliharaan. Dimana hal ini dimaksudkan agar bayi yang akan lahir
kelak terhindar dari jamahan orang-orang kafir dan orang-orang yang
tidak pernah bersyukur kepada Allah SWT, sementara orang tuanya pun
akan terhindar pula dari berbagai macam kerugian, sebagaimana
dinyatakan dalam Firman Allah di dalam Surat Al-An’am ayat 140 :
☺ ⌧
Haram yang dimaksud disini adalah jika janin yang berada di dalam
rahim, telah memiliki ruh ciptaan Allah di dalamnya.8 Sementara itu, jika
ada motivasi lain dalam melakukan pembunuhan terhadap janin, bayi atau
anak-anak, seperti lantaran takut menjadi miskin dengan bertambahnya
anggota keluarga, maka Allah juga telah menerangkan kepada manusia,
bahwa Dialah yang akan memberi rezeki kepada semua mahluk yang ada
di dunia ini.
Sedangkan jika pembunuhan itu dilakukan lantaran semata-mata
kejahilan atau kebodohan, maka hal inipun termasuk kedalam perbuatan
atau pelanggaran tindak kejahatan yang menimbulkan dosa besar bagi para
pelakunya.9 Sebagaimana Firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Al-Israa
ayat 31:
⌧
8
Abdur Razak Husein, Hak Anak Dalam Islam, (Jakarta: PT. Fikahati Aneska, 1992), h. 38.
9
Artinya: "Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar" (Q.S. Al-Israa ayat 31 ).
Allah Ta’ala berfirman bahwa harta dan anak-anak adalah perhiasan
kehidupan dunia. Selain itu, Allah Ta’ala juga telah menyatakan bahwa
kekuasaannya sajalah yang menentukan penciptaannya, baik laki-laki
maupun perempuan, kaya atau miskin, panjang atau pendek umur
mereka.10
Sesungguhnya pada tiap-tiap perintah, larangan, kewajiban,
pedoman dan petunjuk pada syariat islam, yang telah di tetapkan Allah
SWT yang mulia, telah menunjukkan betapa Islam sangat memperhatikan
umatnya. Demikian juga perhatian beliau terhadap dunia anak-anak, juga
telah membuktikan bahwa Rasulallah sangat mengharapkan kelangsungan
agama Islam yang akan terus bergema di tangan anak-anak, lantaran
hak-hak anak tersebut termasuk ke dalam salah satu kewajiban orang tua
10
terhadap anak yang telah di gariskan Islam.11 Selanjutnya, anak-anak juga
berhak mendapatkan pendidikan agama, moral dan akhlak. Hak-hak anak
tidak hanya terdapat pada orang tuanya atau didalam keluarga tapi juga
pada masyarakat umum, terutama anak-anak yatim dan anak-anak yang
terlantar sebagai anak jalanan.12
B. Perlindungan Anak Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
1. Pengertian Anak
Membicarakan sampai batas usia berapa seseorang dapat dikatakan
tergolong anak, ternyata banyak Undang-undang yang tidak seragam
batasannya, karena dilatar belakangi dari maksud dan tujuan
masing-masing Undang-undang itu sendiri. Dalam Undang-undang No. 23 Tahun
2002 Tentang Perlindungan Anak, yang dimaksud dengan anak adalah
seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam
kandungan. Dalam Undang-undang No.4 Tahun 1979 tentang
Kesejahteraan Anak, yang disebut anak adalah seseorang yang belum
11
Abu Huraerah, Child Abuse (kekerasan terhadap anak), (Bandung: Nuansa, 1997), Cet ke-2, h. 49.
12
mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin. Dalam Undang-undang
No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, bahwa anak yang belum mencapai
umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada
dibawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut dari
kekuasaannya. Dalam Kompilasi Hukumn Islam, bahwa batas usia anak
yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah 21 tahun. Dan dalam
Konvensi Hak-hak Anak, batasan umur anak adalah dibawah umur 18
tahun.13
Anak adalah tunas, potensi, dan generasi penerus cita-cita bangsa,
memilih peran strategis dalam menjamin eksistensi bangsa dan Negara di
masa mendatang. Agar mereka kelak mampu memikul tanggung jawab
itu, maka mereka perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk
tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental, sosial, maupun
spritual. Mereka perlu mendapatkan hak-haknya, perlu dilindungi dan
disejahterahkan. Karenanya, segala bentuk tindah kekerasan pada anak
perlu dicegah dan diatasi.14
13
Gatot Supramono, Hukum Acara Pengadilan Anak, (Jakarta: Djambatan 2000), Cet. Ke-3, h.5.
14
Sebagai generasi penerus bangsa, anak selayaknya mendapatkan
hak-hak dan kebutuhannya secara memadai. Sebaliknya mereka bukanlah
objek (sasaran) tindakan kesewenang-wenangan dan perlakuan yang tidak
manusiawi dari siapapun atau pihak manapun. Anak yang dinilai rentan
terhadap kekerasan dan penganiayaan, seharusnya dirawat, diasuh, dididik
dengan sebaik-baiknya, agar mereka tumbuh serta berkembang secara
sehat dan wajar. Hal ini tentu saja perlu dilakukan, agar kelak di kemudian
hari tidak terjadi generasi yang hilang (the lost generation).15
Penenggulangan permasalahan anak sangat menuntut banyak pihak.
Mereka bukan semata-mata tanggung jawab orang tua, melainkan juga
menjadi tanggungjawab negara dan pemerintah serta masyarakat. Oleh
karena itu, optimalisasi peran orang tua, negara dan pemerintah serta
masyarakat dalam upaya mensejahterahkan anak perlu diupayakan.
Anak-anak adalah harapan masa depan bangsa. Anak-Anak-anak Indonesia adalah
anak-anak kita sendiri dan tanggungjawab kita bersama.
Keberadaan anak-anak jalanan tampaknya telah menjadi fenomena
di kota-kota besar Indonesia. Kehadiran anak-anak di jalanan adalah
sesuatu yang dilematis. Disatu sisi mereka dapat mencari nafkah dan
15
mendapatkan pendapatan, yang membuatnya bisa bertahan hidup dan
dapat menopang kehidupan keluarga. Namun, disisi lain mereka
bermasalah karena seringkali tindakannya merugikan orang lain. Mereka
menjadi objek kekerasan fisik orang dewasa, yang sama-sama bekerja di
jalanan, seperti dipukul, ditendang, dijewer dan lain-lain.16
Anak-anak jalanan ditantang oleh resiko yang mau tidak mau harus
dihadapi saat mereka berada dijalanan. Di samping itu, karena masa anak
dan remaja (usia 10-21 tahun) ini dianggap sebagai masa persiapan untuk
mencapai cita-cita pada masa dewasanya, maka anak jalanan menjadi
berkurang kesempatannya untuk membekali diri dengan pendidikan
formal dan keterampilan khusus lainnya. Padahal disisi lain, mereka kelak
harus bersaing dengan anak-anak lain seusianya, yang memang tidak
memiliki hambatan dalam hal materi, fasilitas yang dibutuhkan, maupun
kesempatan untuk tumbuh dan berkembang secara wajar.17
Anak jalanan adalah anak yang menghabiskan sebagian waktunya
untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan dan tempat-tempat
umum lainnya. Anak jalanan dikelompokkan dalam tiga kategori:
16
Ibid.,h.89. 17
a. Anak jalanan yang hidup di jalanan (children of the street), dengan
kriteria:
1) Putus hubungan atau karena tidak bertemu dengan orang
tua-orang tuanya.
2) Selama 8-10 jam berada di jalanan untuk ’bekerja’ (mengamen,
mengemis, memulung) dan sisanya menggelandang atau tidur.
3) Tidak lagi bersekolah.
4) Rata-rata berusia dibawah 14 tahun.
b. Anak jalanan yang bekerja di jalanan (children on the street), dengan
kriteria:
1) Berhubungan tidak teratur dengan orang tuanya.
2) Antara 8-16 jam berada di jalanan.
3) Mengkontrak kamar sendiri, bersama teman, ikut orang tua
atau saudara, umumnya di daerah kumuh.
4) Tidak lagi bersekolah.
5) Pekerjaan: penjual korann, pengasong, pencuci bis, pemulung,
penyemir sepatu, dan sebagainya.
6) Rata-rata berusia di bawah 16 tahun.
1) Bertemu teratur setia hari, tinggal dan tidur dengan
keluarganya.
2) Sekitar 4-6 jam bekerja di jalanan.
3) Masih bersekolah.
4) Pekerjaan: penjual koran, penyemir, pengamen, dan
sebagainya.
5) Usia rata-rata di bawah 14 tahun.18
Orang tua mengeksploitasi karena kondisi ekonomi yang sangt
terpuruk. Serta tidak mempunyai konsep tentang hak anak, hampir semua
keluarga miskin anggotanya dijadikan tenaga kerja termasuk anak-anak.
Jadi, menset orang tua, anak itu dijadikan alat atau tulang punggung.
Dengan itu semua orang tua tidak sadar karena itu telah menghancurkan
masa depan anak, anak dididik dengan pola pola minta-minta, dengan ini
anak sudah menjadi komunitas anak jalanan.19
3. Hak-Hak Anak
18
Huraerah, Child., h. 88-92.
19
Masalah perlindungan hukum dan hak bagi anak-anak merupakan
salah satu sisi pendekatan untuk melindungi anak-anak Indonesia. Agar
perlindungan hak-hak anak dapat dilakukan secara teratur, tertib dan
bertanggungjawab maka diperlukan peraturan hukum yang selaras dengan
perkembangan masyarakat Indonesia yang dijiwai sepenuhnya oleh
Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Namun, usaha tersebut belum
menunjukkan hasil yang memadai sesuai dengan kebutuhan dan
perkembangan masyarakat Indonesia. Keadaan ini di sebabkan situasi dan
kondisi serta keterbatasan yang ada pada pemerintah, dan masyarakat
sendiri belum memungkinkan untuk mengembangkan secara nyata
ketentuan perundang-undangan yang telah ada.20
Hak asasi anak telah diakui dan dilindungi sejak masih dalam
kandungan. Sebagai negara peserta Konvensi tentang Hak Anak, negara
Indonesia mempunyai kewajiban untuk melakukan berbagai upaya dalam
perlindungan hak asasi manusia, diantaranya:
1. Melakukan pencegahan agar anak terhindar dari penculikan,
penyelundupan dan penjualan.
20
2. Melindungi anak dari kehilangan keluarga, eksploitasi ekonomi
baik secara fisik maupun psikologi, prostitusi, segala bentuk
diskriminasi, dan dalam keadaan krisis dan darurat seperti dalam
pengungsian, konflik bersenjata, dan anak yang berkonflik
dengan hukum.
3. Menjamin hak anak yang menjadi korban konflik bersenjata,
penelantaran, penganiayaan dan eksploitasi.
4. Dilarang memberikan perlakuan atau hukuman yang kejam,
penjatuhan hukuman mati, penjara seumur hidup, penahanan
semena-mena dan perampasan kemerdekaan.21
Menurut konvensi negaralah yang mempunyai kewajiban dalam
perlindungan hak anak, keluarga dan masyarakat tidak dapat dilepaskan
peranannya. Kewajiban untuk melindungi hak-hak anak adalah kewajiban
semua pihak.22 Kemudian, sejak ditetapkannya Undang-undang No. 23
tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, perlindungan bagi anak Indonesia
telah memiliki landasan hukum yang lebih kokoh. Hak anak relatif lebih
21
Rona Smith, Hukum Hak Asasi Manusia, (Yogyakarta: Pusat Studi HAM UII, 2008), Cet. Ke-1. h. 267.
22
lengkap dan cukup banyak dicantumkan dalam Undang-undang
Perlindungan anak dalam pasal 4 sampai dengan pasal 18 yang berkaitan
dengan Hak dan Kewajiban Anak dalam Undang-undang No. 23 tahun
2002 tentang Perlindungan Anak.23
Selain hak-hak anak, dalam kehidupan anak masih diperlukan
adanya tanggungjawab orang tua terhadap anak, sehingga hak-hak anak
dapat berjalan dengan baik. Tanggungjawab orang tua terhadap anak
merupakan perwujudan atas hak-hak yang dimiliki anak, apabila orang tua
mampu berperan sebagaimana yang diharapkan oleh peraturan dan kasih
sayang orang tua terhadap anak. Dalam konvensi PBB tentang Hak-hak
Anak hanya terdapat satu peraturan tentang tanggungjawab orang tua
terhadap anak yaitu orang tua bertanggungjawab untuk membesarkan dan
membina anak, negara mengambil langkah membantu orang tua yang
bekerja agar anak mendapat perawatan dan fasilitas.24 Sebagaimana
manusia lainnya, setiap anak memiliki kebutuhan dasar yang menuntut
untuk dipenuhi sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara
wajar.
23
Ibid., h. 36. 24
Sedangkan kebutuhan umum anak adalah perlindungan (keamanan),
kasih sayang, pendekatan atau perhatian dan kesempatan untuk terlibat
dalam pengalaman positif yang dapat menumbuhkan dan mengembangkan
kehidupan mental yang sehat. Untuk menjamin perkembangan psikis dan
sosialnya, anak memerlukan kasih sayang, pemahaman, suasana rekreatif,
stimulasi kreatif, akultualisasi diri, dan pengembangan intelektual sejak
dini, mereka perlu pendidikan dan sosialisasi dasar, pengajaran
tanggungjawab sosial, peran-peran sosial, dan keterampilan dasar agar
menjadi warga masyarakat yang bermanfaat.25
Perlindungan anak berkaitan erat untuk mendapatkan hak asasi
mutlak dan mendasar yang tidak boleh di kurangi satupun atau
mengorbankan hak mutlak lainnya untuk mendapatkan hak lainnya,
sehingga anak tersebut akan mendapatkan hak-haknya sebagai manusia
seutuhnya bila ia menginjak dewasa, bila anak telah menjadi dewasa,
maka anak tersebut akan mengetahui dan memahami mengenai apa yang
menjadi dan kewajiban baik terhadap keluarga, masyarakat, bangsa dan
negara.
25
Hak asasi anak adalah hak asasi manusia plus dalam arti kata harus
mendapat perhatian khusus dalam memberikan perlindungan, agar anak
yang baru lahir, tumbuh dan berkembang mendapat hak asasi manusia
secara utuh.26
Hak-hak anak di indonesia juga dilindungi secara hukum melalui
Undang-undang No. 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, yang
menyatakan bahwa anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik
semasa dalam kandungan maupun setelah melahirkan, anak berhak dalam
perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau
menghambat pertumbuhan dan perkembangan secara wajar, dan anak
yang tidak mampu berhak memperoleh bantuan, agar dalam lingkungan
keluarga dapat tumbuh dan berkembang secara wajar serta bantuan dan
pelayanan yang bertujuan mewujudkan kesejahteraan anak menjadi hak
setiap anak tanpa membeda-bedakan jenis kelamin, agama, pendirian
politik dan kedudukan sosial.27
Banyak kesempatan yang tidak dapat dinikmati oleh anak jalanan
dalam menggunakan haknya sebagai anak agar anak dapat mendukung
26
Abdussalam, Hukum Perlindungan Anak, (Jakarta: Restu Agung, 2007), Cet. Ke-3, h. 11.
27
proses tumbuh dan berkembang menjadi warga masyarakat yang
bertanggungjawab.28
28
Anak adalah tunas, potensi dan generasi penerus cita-cita perjuanagn
bangsa, oleh karena itu anak memiliki peran strategis bagi kelangsungan
eksistensi bangsa dan negara di masa depan. Agar setiap anak kelak
mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka ia perlu mendapat
kesempatan seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal,
baik fisik, mental maupun sosial, berakhlak mulia serta memperoleh
perlindungan untuk menjamin kesejahteraannya.1
Anak jalanan itu harus diatasi, diambil dan dididik di tempatkan di
sanggar atau sekolah keterampilan, apabila mereka sudah mempunyai
keahlian mereka bisa mencari uang tanpa harus kejalan.2
Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah, masyarakat, orang tua
dan keluarga serta lembaga negara berkewajiban serta bertanggung jawab
1
Agung Wahyono, Peradilan Anak di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 1993), hal 5
2
Hasil Wawancara dengan Drs. M.A. Budhy Prabowo, Msi, (Kepala Bagian Data dan Pelaporan Sekertariat KPAI), Jakarta, 12 Maret 2010.
untuk memberikan perlindungan dan memberikan jaminan terhadap
pemenuhan hak-hak anak.
Karena semua anak mempunyai hak yang sama, tanpa melihat
statusnya apakah anak lahir diluar nikah, anak jalanan, anak orang kaya,
anak orang miskin, anak yang sekolah atau tidak sekolah, semuanya
mempunyai hak yang sama artinya hak dasar itu melekat pada diri seorang
anak. Dalam Undang-undang Perlindungan Anak pasal 13 menyebutkan
eksploitasi ekonomi artinya anak memang tidak dibolehkan untuk bekerja
apakah itu dalam situasi yang berbahaya. 3
Negara dan Pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:
1. menghormati dan menjamin hak-hak asasi setiap anak tanpa
membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik,
budaya dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran, dan
kondisi fisik dan/atau mentalnya.
2. memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam
penyelenggaraan perlindungan anak. Misalnya sekolah, lapangan
bermain, lapangan olah raga, rumah ibadah, balai kesehatan,
3
gedung kesenian, tempat rekreasi, ruang menyusui, tempat
penitipan anak, dan rumah tahanan khusus anak.
3. menjamin perlindungan, pemeliharaan dan kesejahteraan anak
dan memperhatikan hak dan kewajiban orangtua atau wali atau
orang lain yang secara hukum bertanggung jawab terhadap anak.
4. menjamin hak anak untuk mempergunakan haknya dalam
menyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan tingkat
kecerdasan anak.
Sementara itu, kewajiban dan tanggung jawab masyarakat berkaitan
dengan usaha perlindungan anak ini adalah dilaksanakan melalui kegiatan
peran masyarakat dalam penyelenggaraan perlindungan anak. Kewajiban
dan tanggung jawab orang tua dalam memberikan perlindungan kepada
anak adalah dengan cara mengasuh, memelihara, mendidik, dan
melindungi anak, menumbuhkembangkan anak sesuai dengan
kemampuan, bakat dan minatnya, mencegah terjadinya perkawinan pada
usia anak-anak.
B. Faktor-faktor Yang Menyebabkan Pelanggaran Hak Anak
Keluarga merupakan lembaga pertama dalam kehidupan anak,
tempat ia belajar dan menyatakan diri sebagai makhluk sosial. Dalam
keluarga, umumnya. anak ada dalam hubungan interaksi yang intim.
Segala sesuatu yang diperbuat anak mempengaruhi keluarga dan
sebaliknya. Keluarga memberikan dasar pembentukan tingkah laku,
watak, moral dan pendidikan kepada anak. Pengalaman interaksi di dalam
keluarga akan menentukan pula pola tingkah laku anak terhadap orang lain
dalam masyarakat4.
Di dalam keluarga sebagai tempat awal bagi proses sosialisasi anak,
keluarga juga merupakan tempat sang anak mengharapkan dan
mendapatkan pemenuhan kebutuhan. Kebutuhan akan kepuasan emosional
telah dimiliki bayi yang baru lahir. Perkembangan jasmani anak
tergantung pada pemeliharaan fisik yang layak diberikan keluarga.
Sedangkan perkembangan sosial anak akan bergantung pada kesiapan
keluarga sebagai tempat sosialisasi yang layak. Namun, pada
kenyataannya dalam melakukan peranan tersebut, baik secara sadar
4
maupun tidak sadar, orang tua dapat membangkitkan rasa ketidak pastian
dan rasa bersalah pada anak-anak.5
Terjadinya kekerasan terhadap anak disebabkan berbagai faktor yang
memengaruhinya. Penyebab atau resiko terjadinya kekerasan dan
penelantaran terhadap anak dibagi ke dalam tiga faktor, yaitu: faktor orang
tua/keluarga, faktor lingkungan sosial/komunitas, dan faktor anak sendiri.
1. Faktor orang tua/keluarga
Faktor orang tua memegang peranan penting terjadinya kekerasan dan
penelantaran pada anak. Faktor-faktor yang menyebabkan orang tua
melakukan kekerasan pada anak di antaranya:
a. Praktik-praktik budaya yang merugikan anak:
kepatuhan anak kepada orang tua
hubungan simetris
b. Dibesarkan dengan penganiayaan.
c. Gangguan mental.
d. Belum mencapai kematangan fisik, emosi maupun sosial,
terutama mereka yang mempunyai anak sebelum berusia 20
tahun.
e. Pecandu minuman keras dan obat.
5
2. Faktor lingkungan sosial/komunitas
Kondisi lingkungan sosial juga dapat menjadi pencetus kekerasan dan
penelantaran pada anak di antaranya: terjadinya kekerasan pada anak.
Faktor lingkungan sosial yang dapat menyebabkan kekerasan dan
penelantaran pada anak di antaranya:
a. Kemiskinan dalam masyarakat dan tekanan nilai materialistis
b. Kondisi sosial ekonomi yang rendah
c. Adanya nilai dalam masyarakat bahwa anak adalah milik orang
tua sendiri
d. Status wanita yang di pandang rendah
e. Sistem keluarga patriarkal
f. Nilai masyarakat yang terlalu individualistis
3. Faktor anak itu sendiri
a. Penderita gangguan perkembangan, menderita penyakit kronis
disebabkan ketergantungan anak pada lingkungannya
b. Perilaku menyimpang pada anak6
6
Terjadinya kekerasan terhadap anak dalam keluarga, sebagai pangkal
penyebabnya adalah rapuhnya tatanan keluarga. Karakteristik tatanan
keluarga yang rapuh diantaranya adalah ketidakmampuan orang tua dalam
mendidik anak dengan sebaik-baiknya, yaitu tiadanya perhatian,
kelembutan, dan kasih sayang dari orang tua terhadap anak. Sejatinya kita
menyadari bahwa keluarga atau rumah tangga adalah fondasi primer bagi
perkembangan, kepribadian dan tingkah laku anak. Keberhgasilan
keluarga (orang tua) dalam membentuk watak anak sangat tergantung
pada subyek-subyek dalam keluarga tersebut. Orang tua sebagai subyek
terpenting dalam keluarga, semestinya dapat mendidik anak dengan penuh
kasih sayang dan kelembutan. Dengan pola pendidikan yang diselimuti
kasih sayang dan kelembutan ini akan menjadi kunci tercapainya derajat
kualitas anak di kemudian hari.7
C. Praktek Pelanggaran Anak: Fenomena Anak Jalanan
Semua anak membutuhkan perhatian khusus karena mereka tidak
dapat mandiri selama bertahun-tahun. Jumlah anak-anak yang
membutuhkan perlindungan khusus cukup besar. Hal ini menunjukkan
7
besarnya masalah dan tantangan yang dihadapi.8 Apabila orang tua tidak
dapat memenuhi kebutuhan, baik kebutuhan fisik, psikis ataupun emosi,
tidak memberikan perhatian dan sarana untuk berkembang sesuai dengan
tugas perkembangannya juga merupakan tindak penelantaran, termasuk di
dalammya adalah:
a. penelantaran untuk mendapatkan perawatan kesehatan,
misalnya mengingkari adanya penyakit serius pada anak.
b. Penelantaran untuk mendapatkan keamanan, misalnya cedera
yang disebabkan kurangnya pengawasan dan situasi rumah
yang membahayakan.
c. Penelantaran emosi, yaitu tidak memberikan perhatian kepada
anak, menolak kehadiran anak.
d. Penelantaran pendidikan. Anak tidak mendapatkan pendidikan
sesuai dengan usianya, tidak membawa anak ke sarana
pendidikan atau menyuruh anak mencari nafkah untuk
keluarga, sehingga terpaksa putus sekolah.
8
e. Penelantaran fisik, yaitu jika tidak terpenuhi kebutuhan makan,
pakian atau tempat tinggal yang layak untuk mendapat sarana
tumbuh kembag yang optimal.9
Sedangkan pekerjaan terburuk untuk anak, secara umum meliputi
anak-anak yang dieksploitasi secara fisik maupun ekonomi yaitu:
1. anak-anak yang dilacurkan;
2. anak-anak yang bekerja di pertambangan;
3. anak-anak yang bekerja sebagai penyelam mutiara;
4. anak-anak yang bekerja di sektor konstruksi;
5. anak-anak yang bekerja di jermal;
6. anak-anak yang bekerja sebagai pemulung sampah;
7. anak-anak yang dilibatkan dalam produksi dan kegiatan yang
menggunakan bahan-bahan peledak;
8. anak-anak yang bekerja di jalan;
9. anak-anak yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga;
10.anak-anak yang bekerja di industri rumah tangga;
11.anak-anak yang bekerja di perkebunan;
12.anak-anak yang bekerja pada penebangan, pengolahan dan
pengangkutan kayu;
9
13.anak-anak yang bekerja pada industri dan jenis kegiatan yang
menggunakan bahan kimia yang berbahaya.
Persoalan-persoalan tersebut membuat anak menjadi menderita,
putus sekolah merupakan dampak yang mudah terlihat. Selain itu anak
juga mengalami gangguan kesehatan, baik fisik, psikologis maupun
reproduksinya. Dampak lain menyangkut terhambatnya tumbuh kembang,
sosialisasi anak, anak suka menyendiri dan tertutup. Keadaan demikian
apabila tidak segera di tangani akan terus menimbulkan masalah bagi
kelangssungan hidup anak.10
10
A. Konsep Undang-undang Perlindungan Anak Terhadap Anak Jalanan
Masalah anak di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup cepat.
Permasalahan yang dikenal adalah masalah ketelantaran, selanjutnya berkembang
menjadi berbagai masalah yang spesifik dan kompleks, seperti anak yang
memerlukan perlindungan khusus. Lahirnya Undang-undang No.23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak, merupakan babak baru terhadap upaya perlindungan
terhadap anak. Meskipun demikian, kondisi dan situasi permasalahan anak di
Indonesia belum berubah dan bahkan anak-anak belum dapat merasakan langsung
akan manfaat lahirnya undang-undang tersebut, sehingga diperlukan langkah-langkah
segera yang harus dilakukan sebagai upaya memberikan pelayanan dan perlindungan
terhadap anak.1
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28b ayat 2 disebutkan “setiap anak
berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, serta berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Sedangkan pasal 34 (1) berbunyi
“fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara”. Dalam Undang-Undang
1
Departemen Sosial RI Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Anak, Pedoman Pelayanan Anak Yang Memerlukan Perlindungan Khusus, Jakarta, 2004, h. 2-4.
kekerasan dan diskriminasi. Sementara di dalam Konfensi Hak Anak dinyatakan
dengan tegas dalam pasal 19 yang berbunyi bahwa “negara akan mengambil
langkah-langkah legislatif, administratif, sosial dan pendidikan yang layak guna melindungi
anak dari semua bentuk kekerasan”. Sementara pasal 37 menjelaskan bahwa “tidak
seorang anak pun boleh menjalani siksaan atau perlakuan atau hukuman yang tidak
manusiawi atau menurunkan martabat“. Oleh karena itu negara harus segera
mengakhiri kebijakan yang tidak manusiawi kepada anak-anak jalanan dan
sebaliknya negara harus memberikan jaminan perlindungan bagi anak jalanan dari
kekerasan maupun eksploitasi. Dan memberikan dukungan sarana dan prasarana
dalam penyelenggaraan perlindungan anak. Misalnya sekolah, lapangan bermain,
lapangan olah raga, rumah ibadah, balai kesehatan,gedung kesenian, tempat rekreasi,
ruang menyusui, tempat penitipan anak, dan rumah tahanan khusus anak.2
B. Analisis Dalam Perspektif Hukum Islam
Betapa mirisnya anak-anak di negeri ini yang hak-hak hidupnya terabaikan.
Bahkan nyawanya terancam sejak masih dalam kandungan. Betapa banyak kasus
ditemukannya bayi-bayi yang tidak berdosa yang dengan sengaja di buang oleh orang
tuanya, sebagian ditemukan dalam keadaan tidak bernyawa lagi. Anak yang sudah
2
anak-anak jalanan, gelandangan dan pengemis cilik, yang mempertahankan hidupnya
sendiri tanpa ada nafkah dan perlindungan dari pihak lain.
Bukan hanya anak jalanan yang tidak mampu mengenyam pendidikan sekolah,
anak-anak dari keluarga miskin juga termasuk kedalammya yang tidak sekolah.
Kesulitan ekonomi bukanlah satu-satunya sebab kondisi buruh anak. Banyak anak
dari keluarga yang mampu secara ekonomi pun mulai kehilangan kasih sayang dan
pendidikan dalam keluarga, karena orang tuanya terlalu sibuk diluar rumah.
Anak-anak dari berbagai kalangan juga sudah kehilangan untuk tumbuh dan berkembang
dalam keamanan, anak-anak telah menjadi korban kekerasan secara fisik dan seksual.
Islam telah mengatur hak anak dalam sekumpulan hukum yang mengatur
kewajiban kedua orang tuanya, masyarakat disekitarnya dan negara. Dengan
demikian hak anak merupakan kewajiban dari Allah kepada orang-orang yang harus
memenuhinya. Karenanya pemenuhan hak anak adalah bagian dari ibadah dan
ketundukan mereka kepada Allah SWT.
Hak anak yang harus dijamin pemenuhanya dalam islam diantaranya:
1. Hak Untuk Hidup
Ketika islam mengharamkan aborsi dan pembunuhan anak serta mengatur
penangguhan pelaksanaan hukuman pada wanita hamil, pada saat itulah kita temukan
identitas islam, suatu identitas yang melintasi batas-batas rasial, geografis, etnis dan
kekerabatan.
3. Hak Penyusuan dan Pengasuhan (Hadhonah)
Anak berhak mendapatkan penyusuan selama 2 tahun. Islam juga mengatur
masalah pengasuhan anak. Anak berhak mendapatkan pengasuhan yang baik sampai
ia mampu mengurus dan menjaga diri sendiri. Islam menetapkan bahwa persoalan
pengasuhan anak merupakan kewajiban sekaligus hak orang-orang tertentu. Islam
pun telah menetapkan bahwa orang yang lebih berhak terampil dalam pengasuhan
adalah wanita (ibu).
4. Hak Mendapatkan Kasih Sayang
Rasullalah SAW mengajarkan kepada kita untuk menyayangi keluarga,
termasuk anak-anak didalamya. Ini berrti Rasullalah mengajarkan kepada kita untuk
memenuhi hak anak terhadap kasih sayang.
5. Hak Mendapatkan Perlindungan dan Nafkah dalam Keluarga
Ketika islam memberikan kepemimpinan kepada seorang ayah di dalam
keluarga, saat itulah anggota keluarga yang lain, termasuk anak didalamnya,
mendapatkan hak perlindungan dan nafkah dalam keluarga.
6. Hak Pendidikan dalam Keluarga
Rasullalah mengajarkan betapa besarnya tanggung jawab orang tua dalam
keluarga.
7. Hak Mendapatkan Kebutuhan Pokok Sebagai Warga Negara
Sebagai warga Negara, anak juga mendapatkan haknya akan kebutuhan pokok
yang disediakan secara masal oleh negara kepada warga negara. Kebutuhan ini
meliputi: pendidikan di sekolah,pelayanan kesehatan dan keamanan. apabila hak anak
tersebut terpenuhi maka anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang
berkualitas.
Cara pandang yang benar terhadap anak merupakan langkah awal menuju
optimalnya usaha pemenuhan hak anak. Islam mengajarkan untuk memandang anak
sebagai:
1. Perhiasan Dunia
Anak merupakan perhiasan dunia yang akan menyenangkan hati orang tua,
sebagaimana dalam firman Allah SWT “harta benda dan anak-anak itu sebagai
perhiasan hidup di dunia ”
2. Jaminan Bagi Orang Tua Di Hari Kiamat
Orang tua telah bersusah payah membesarkan, memelihara dan mendidik
anak-anaknya dengan sabar akan mendapat imbalan yang sangat besar dari Allah SWT,
yang tidak mau menikah. Islam juga menganjurkan agar laki-laki mencari calon istri
yang penyayang, subur dan solehah, islam juga mensyariatkan untuk memperhatikan
kualitas generasi penerusnya. Dapat dipahami bahwa ada tuntunan bagi kaum
muslimin untuk menjamin kelestarian generasi masa depan dan mewujudkan generasi
yang berkualitas baik.. 3
Sebagaimana hukum Islam memandang tindakan penelantaran anak sebagai
tindakan yang tidak dibenarkan dalam Islam, serta dikategorikan sebagai tindak
pidana yang berakibat dapat dipidana dengan sanksi hukuman. Berdasarkan pada
hukum ta’zir, yang ketentuan putusan hukumannya diserahkan kepada kebijaksanaan
pihak penguasa atau hakim. Sedangkan dalam Undang-undang No.23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak, memandang tindakan penelantaran anak sebagai tindakan
pelanggaran hukum yang berakibat dapat dipidana dengan sanksi hukum
sebagaimana diatur dalam Undang-undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak.
3
Berdasarkan pembahasan yang telah di kemukakan pada bab-bab sebelumnya,
dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Telah disepakati bahwa anak dimanapun berada harus dilindungi dari
berbagai bentuk kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi terlepas dari
perbedaan latar belakang nasionalitas, budaya, politik kedua orang tuanya,
agama atau kepercayaan, sosial ekonomi, atau jenis kelaminnya.1 Dalam
pasal 4 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
menyatakan bahwa “setiap anak berhak untuk hidup, tumbuh kembang dan
berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan,
serta mendapat perlindungan dan kekerasan dan diskriminasi”. Sedangkan
dalam hukum Islam anak merupakan mahluk ciptaan Allah SWT yang
wajib dilindungi dan dijaga kehormatan, martabat dan harga dirinya secara
wajar baik secara hukum, ekonomi politik, sosial, maupun budaya tanpa
membedakan suku, agama, ras dan golongan.
2. penelantaran anak adalah sikap dan perlakuan orang tua yang tidak
memberikan perhatian yang layak terhadap proses tumbuh kembang anak.
1
Kelompok Kerja Penyusunan PNBAI 2015, Program Nasional Bagi Anak Indonesia
(PNBAI) 2015, Jakarta, 2004, hal 45.
menunjukkan pada sikap diskriminatif atau perlakuan sewenang-wenang
terhadap anak yang dilakukan keluarga atau masyarakat. Contohnya,
memaksa anak untuk melakukan sesuatu demi kepentingan ekonomi, sosial
atau politik tanpa memperhatikan hak-hak anak untuk mendapatkan sesuai
dengan perkembangan fisik, psikisnya dan status sosialnya. Jika keadaan ini
di biarkan terus berlangsung dan kekerasan anak tidak di hentikan, cepat
atau lambat bangsa ini akan runtuh. Karena para pemimpin bangsa ini kelak
akan terdiri dari orang-orang yang memiliki masa kanak-kanak penuh
dengan nuansa kekerasan.2
3. Dengan lahirnya Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak, maka perlindungan anak telah memiliki landasan hukumnya secara
yuridis. Sedangkan, islam memiliki bingkai syariah yang sangat komplit
mengenai hak-hak anak dan cara pemenuhannya. Menghadapi kondisi
buruk anak-anak Indonesia saat ini, seharusnya sebagai umat islam, sebagai
bagian dari keluarga dan masyarakat, harus menyelesaikan masalah anak
yang ada dengan ajaran islam. Pada saat kita menyadari begitu banyak hak
anak yang tidak terpenuhi karena negara tidak memenuhinya, pada saat
2
B. Saran
a. Orang tua wajib memberikan perlindungan dan pendidikan bagi
anak-anaknya. Agar kelak mereka menjadi harapan bangsa yang akan
menentukan kesejahteraan bangsa di waktu mendatang.
b. Pemerintah perlu memberikan pemberdayaan yang optimal terhadap anak
jalanan, serta menyediakan dan merealisasikan program-program dan
pemulihan bagi anak-anak yang bekerja di jalanan.
c. Komisi Perlindungan Anak Indonesia harus mempunyai orang-orang yang
mengerti tentang anak. Melaksanakan sosialisasi seluruh ketentuan
perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak, melakukan
penelaahan, pemantauan, evaluasi dan pengawasan terhadap perlindungan
anak.
d. Masyarakat mesti ikut berpartisipasi aktif dalam melakukan kontrol atas
tindak kekerasan terhadap pekerja anak. Tanpa partisipasi dari masyarakat,
Undang-Undang Perlindungan Anak yang dibuat oleh pemerintah tidak
akan berjalan lancar.
3
Aep Rusmana, Pemberdayaan Anak Jalanan, Jakarta 2001
Agung Wahyono, Peradilan Anak di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 1993
Ahmad Kosasih, HAM dalam Perspektif Islam, Jakarta: Salemba Diniyah, 2003,
Cet. Ke-1
Bambang Sunggono, Metodelogi Penelitian Hukum, Jakarta; PT Raja Grafindo
Persada, 2003
Departemen Sosial RI Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Anak,
Pedoman Pelayanan Anak Yang Memerlukan Perlindungan Khusus,
Jakarta 2004
Dra. Mufidah, Haruskah Perempuan dan Anak di Korbankan? Panduan Pemula
untuk Pendampingan Korban Kekerasan Terhadap Perempuan dan
Anak, Malang: PSG Publishing dan Pilar Media, 2006
Hasil Wawancara dengan Drs. M.A. Budhy Prabowo, Msi, (Kepala Bagian Data
dan Pelaporan Sekertariat KPAI), Jakarta, 12 Maret 2010
http://voiceofmuslimahbekasi.blogspot.com
http://www.dwp.or.id
http://sosbud.kompasiana.com
Husein ,Abdur Razak, Hak Anak Dalam Islam, Jakarta : PT. Fikahati Aneska,
1992, Cet ke-1
Huraerah, Abu. Child Abuse (kekerasan terhadap anak), edisi revisi, nuansa 2007
Joni, Muh. Tanasam Z. Zulchaina, Aspek Hukum Perlindungan Anak Dalam
Perspektif Konvensi Hak Anak, PT. Citra Aditya Bakti, 1999.
Kariman Hamzah, Islam Berbicara Soal Anak, Jakarta: Gema Insani Press, 1991,
Cet. Ke-1
Kartini Kartono, Peranan Keluarga Memandu Anak, Jakarta: Rajawali, 1989
Kelompok Kerja Penyusunan PNBAI 2015, Program Nasional Bagi Anak
Indonesia (PNBAI) 2015, Jakarta, 2004
Kunarto. Kekerasan Tanpa Korban, Cipta Manunggal, Jakarta, 1999
Kusumah, W Mulyana. Hukum dan Hak-hak Anak, Rajawali, Jakarta, 1986
Muhammad Nasirudin Al-Bani, Mukhthasharu Al-Shahih Muslim, Beirut: Maktab
Al-Islami, 2000
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta; Kencana , 2007
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Departemen Sosial RI dengan
Universitas Muhammadiyah Jakarta, Model Pemberdayaan Anak Jalanan
Berbasis Keluarga dengan Pendekatan Multisistem, Jakarta, 2004
Rona Smith, Hukum Hak Asasi Manusia, (Yogyakarta: Pusat Studi HAM UII,
2008), Cet. Ke-1
Kesejahteraan Anak Departemen Sosial RI, 2003
Soetodjo, Wagiati. Hukum Pidana Anak, PT. Refika Aditama, Bandung, 2006.
Subhan, Zaitunah. Menggagas Fiqih Pemberdayaan Perempuan, Jakarta, 2008
Supramono, Gatot. Hukum Acara Pengadilan Anak, Djambatan, Jakarta, 2000.
Surat Kabar Pikiran Rakyat (Alva Handayani), Melonjak Jumlah Anak Jalanan,
Jakarta : 10 Januari 1999
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Yogyakarta; Andi Offset, 1990
Syamsu, Andi. Pengangkatan Anak Perspekrif Islam.
Takariawan, Cahyadi. Pernak Pernik Rumah Tangga Islam, Intermedia, Solo,
1997.
Wagiati Soetodjo, Hukum Pidana Islam, (Bandung : PT Refika Aditama, 2006),
Pada tahun-tahun ini tingkat kesejahteran di Indonesia belum dapat maksimal.
Sehingga kelahiran anak pada keluarga miskin tidak memungkinkan mereka untuk
membesarkan anak-anaknya. Pada usia yang sangat muda mereka sudah harus
mengais pencarian untuk kehidupannya sendiri atau membantu orang tua. Jumlah
anak jalanan di Indonesia selama krisis ekonomi meningkat hingga 400 persen
dibandingkan dengan jumlah sebelum krisis. Selama krisis ekonomi, kekerasan
terhadap anak-anak di Perkotaan meningkat tiga hingga empat kali lipat diberbagai
persimpangan jalan di kota-kota besar adalah wilayah keras bagi anak-anak.1
Dan pada akhir-akhir ini mereka tampak semakin banyak berada di berbagai
perempatan lampu merah, bahkan sampai larut malam, anak-anak itu “berkelahi
dengan waktu” hanya demi mendapatkan tambahan bagi penghasilan rumah tangga
orang tuanya. Peningkatan angka kekerasan terhadap anak-anak di kota tak lepas dari
krisis ekonomi yang berkepanjangan. Dampaknya, kian banyak anak-anak yang harus
bekerja apa saja untuk sekedar bisa makan.2
1
Kunarto, Kejahatan tanpa korban, (Jakarta: Cipta Manunggal, 1999), Cet ke- 6 h.478.
2
Mulyana W. Kusumah, Hukum dan Hak-hak Anak, ( Jakarta : Rajawali, 1986 ), Cet ke-1, h. 20.
tangan. Yang jelas, penderitaan anak-anak di kota harus ditangani dengan serius.3
Krisis multidimensi yang mendera Indonesia sejak tahun 1997 sangat memukul
kehidupan anak jalanan. Sejak tahun 1999 jumlah anak jalanan di Indonesia
meningkat 85%. Pada tahun 2002 jumlah anak jalanan diperkirakan sekitar
150.000-300.000 yang berasal dari sekitar jabotabek.4 Keberadaan anak-anak jalanan
tampaknya menjadi fenomena di kota-kota besar Indonesia. Fenomena ini selain
dampak dari derasnya arus urbanisasi dan perkembangan perkotaan yang
menawarkan mimpi kepada masyarakat, terutama masyarakat miskin atau ekonomi
lemah yang dipicu oleh krisis ekonomi, sehingga menjadikan jumlah anak jalanan
melonjak drastis.5
Pada tahun ini pula banyak sekali berbagai macam tindakan eksploitasi
terhadap anak-anak jalanan. Masalah anak jalanan tidak dapat lepas dari, Pertama;
kemiskinan struktural di dalam masyarakat. Kedua; terbatasnya tempat bermain anak
karena pembangunan. Ketiga; meningkatnya gejala ekonomi bagi anak untuk mencari
uang di jalanan. Keempat; keberadaan anak jalanan sebagai bentuk gangguan.
3
Ibid.,h. 22.
4
Abu Huraerah, Child Abuse (kekerasan terhadap anak), (Bandung : Nuansa, 1997), Cet ke-2, h.21.
5
Keberadaan anak jalanan dianggap sebagai masalah sosial yang kompleks
selain menjadi masalah bagi si anak, juga merupakan masalah bagi masyarakat secara
umum, tentunya kondisi di jalanan merupakan situasi yang tidak kondusif bagi
perkembangan anak, sedangkan bagi masyarakat secara umum, masyarakat merasa
terganggu dengan sering terjadinya tindakan kriminal yang di lakukan anak,
terganggunya lalu lintas dan anak jalanan dipandang mengganggu keindahan kota.7
Kehadiran anak jalanan adalah sesuatu yang dilematis, disisi lain mereka
bermasalah karena tindakannya merugikan orang lain, mereka acap kali melakukan
tindakan tidak terpuji, seperti berkata kotor, mengganggu ketertiban jalan, misalnya
memaksa pengemudi kendaraan bermotor untuk memberi uang, merusak body mobil
dengan goresan dan melakukan tindakan criminal lainnya. Pelanggaran terhadap anak
jalanan menunjukkan pada sikap diskriminatif atau perlakuan sewenang-wenang
terhadap anak yang dilakukan orang tua atau masyarakat. Seperti memaksa anak
untuk melakukan sesuatu demi kepentingan ekonomi, sosial dan politik tanpa
memperhatikan hak-hak anak.8
6
ibid, h 56.
7
Rondang Siahaan, Penanggulangan Anak Jalanan Oleh Direktorat Kesejahteraan Anak Departemen Sosial RI, Jakarta 2003, h. 70.
8
menghadapi tiga (3) pihak yang berpotensi melakukan pelanggaran baik secara
langsung atau tidak, ketiga pihak tersebut ialah orang tua, masyarakat setempat dan
Negara. Realita yang ada menempatkan ketiga pihak ini sebagai pelaku pelanggaran
terhadap anak melalui kekuasaan yang melekat pada mereka. Keluarga, masyarakat
setempat, dan negara menjadi lingkungan yang mengancam hidup dan kehidupan
anak.
Selain itu, anak dan generasi muda adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan,
karena anak merupakan bagian dari generasi muda. Generasi muda adalah harapan
bangsa. Mereka nanti yang akan menentukan kesejahteraan bangsa diwaktu
mendatang. Oleh karena itu, generasi muda perlu dibina dengan baik, agar mereka
tidak salah jalan dalam hidupnya kelak. Pembinaan generasi muda yang
pertama-tama harus dilakukan adalah di dalam lingkungan keluarga. Keluarga sangat penting
bagi anak muda, karena keluarga tempat membentuk pribadi sejak kecil. Maka
tanggung jawab orang tua terhadap anak merupakan perwujudan atas hak-hak yang di
miliki si anak.9
Dalam konvensi hak-hak anak dinyatakan bahwa setiap anak berhak atas
perlindungan, mencakup perlindungan dari segala pelanggaran, perlakuan kejam dan
perlakuan sewenang-wenang dalam proses peradilan pidana, maka dikeluarkanlah
undang-undang tentang pengadilan anak. Masalah perlindungan hukum dan
9
bertanggung jawab maka diperlukan peraturan hukum yang selaras dan
perkembangan masyarakat Indonesia yang dijiwai sepenuhnya oleh pancasila dan
Undang-undang Dasar 1945. Pasal 34 dalam Undang-undang Dasar 1945 telah di
tegaskan bahwa “fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara” ini
menunjukkan adanya perhatian serius dari pemerintah terhadap hak-hak anak dan
perlindungannya.10
Pada masa kini kita masih melihat dan mendengar baik secara langsung atau
tidak langsung bagaimana nasib anak-anak yang hidup didaerah-daerah pemukiman
sementara. Kesehatan dan pendidikan bagi mereka sungguh tidak diperhatikan,
keadaan nyata yang mereka hadapi sehari-hari jelas akan berpengaruh pula pada
persepsi dan pandangan di masa depan. Di Indonesia, anak-anak jalanan terpaksa
harus bekerja membantu ekonomi rumah tangga orang tuanya, jutaan anak-anak
karena suatu keadaan, dan biasanya karena soal ekonomi, terpaksa tidak mendapat
pelayanan kesehatan yang layak, serta sulit untuk menikmati pendidikan yang
memadai.
Mengapa hal demikian harus terjadi? Jawabannya jelas, yaitu kemiskinan.
Kemiskinan yang dihadapi oleh orang tua atau tetangga sekelilingnya
mengkondisikan pada anak-anak untuk menjalankan peran yang sesungguhnya di luar
10
hal tersebut, kita dapat mengatakan bahwa masalah perlindungan hukum bagi
anak-anak merupakan salah satu sisi pendekatan untuk melindungi anak-anak-anak-anak Indonesia.
Oleh sebab itu masalahnya tidak semata-mata bisa didekati secara yuridis, tetapi perlu
pendekatan yang lebih luas, yaitu ekonomi, sosial dan budaya.11
Dalam Undang-undang Dasar 1945 dan Undang-undang No. 4 Tahun 1979
tentang Kesejahteraan Anak yang menyatakan: “Kesejahteraan adalah suatu tata
kehidupan dan penghidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan
perkembangan dengan wajar, baik secara rohani, jasmani maupun sosial”.
Program penanggulangan masalah anak termasuk dalam satuan bagian dari
pembangunan sosial, pendidikan, peningkatan sumber daya manusia. Untuk
menangani masalah pekerjaan anak, intervensi yang dilakukan pihak pemerintah
khususnya Departemen Pendidikan dan Kebudayaan adalah menyelenggarakan
pendidikan dan memperluas akses pendidikan kepada anak-anak, pelayanan
pendidikan ini dimaksudkan sebagai media yang secara langsung atau tidak langsung
mencegah anak-anak memasuki pasar kerja.12
Selain itu, anak-anak dalam kehidupannya masih diperlukan adanya tanggung
jawab orang tua, sehingga hak-hak anak dapat berjalan dengan baik. Tanggung jawab
11
Mulyana, Hukum.,h 20.
12
tanggung jawab orang tua terhadap anak, yaitu orang tua bertanggung jawab untuk
membesarkan dan membina anak, Negara mengambil langkah membantu orang tua
yang bekerja agar anak mendapat perawatan dan fasilitas.13
Dalam islam anak merupakan amanah sekaligus karunia Allah SWT. Bahkan
anak dianggap sebagai harta kekayaan yang paling berharga dibandingkan kekayaan
harta benda lainya, anak sebagai amanah Allah harus dijaga dan dilindungi karena
dalam diri anak melekat harkat, martabat dan hak-hak sebagai manusia yang harus di
junjung tinggi.14
Demikian juga perhatian Rasulullah terhadap dunia anak-anak, juga telah
membuktikan bahwa Rasulullah sangat mengharapkan kelangsungan agama Islam
yang akan terus bergema ditangan anak-anak, karena anak-anak merupakan generasi
umat yang akan datang. Anak-anak muslim memiliki hak mutlak yang tidak dapat
diganggu gugat. Dan sebagai orang tua tidak boleh dengan begitu saja
mengabaikannya, karena hak-hak anak termasuk ke dalam salah satu kewajiban
13
Gatot, Hukum., h. 8.
14
Di dalam sumber hukum Islam yang berupa kitab suci Al-Qur’an dan Hadist
Rasul SAW. Keduanya banyak menegaskan betapa pentingnya perlindungan terhadap
anak. Sementara realitanya masih dirasakan kurang optimal di dalam implementasi
terhadap hak anak, termasuk Negara kita Indonesia. Islam dengan tegas mewajibkan
kepada setiap individu muslim agar memberikan sesuatu yang baik dalam
kesejahteraan dan perlindungan anak.
Sejak 15 abad lalu kita sudah diperingatkan oleh firman Tuhan, sebagaimana di
dalam Surat Al-Ma’un ayat 1-7 :
⌧
☺
☺
⌧
☺
☺
Artinya : “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin, maka celakalah bagi orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari
15
Ayat tersebut memberikan gambaran kepada kita bahwa adanya kewajiban
yang harus dilakukan secara berkesinambungan untuk memberi perlindungan dan
pengayoman kepada anak, memberi sesuatu yang terbaik dalam kesejahteraan
mereka.16
Jika anak diberi pekerjaan yang menyita sebagian besar waktu dan
konsentrasinya ia akan kehilangan kesempatan untuk menikmati masa-masa
sekolahnya. Padahal masa sekolah semacam itu adalah kesempatan bagi sang anak
untuk mengekspresikan semangat mudanya dalam berbagai macam aktivitas yang
positif. Hal yang tidak boleh dilakukan adalah mengeksploitasi isteri atau anak untuk
menghidupi seluruh anggota keluarga. Si anak disuruh bekerja keras hingga
melampaui sifat-sifat dan fitrah kekanak-kanakan. Hal semacam itu tentu saja harus
di hindari.17
Secara spesifik, keterbelakangan dan kemiskinan sebagian besar rakyat
Indonesia disebabkan oleh proses penghancuran kesempatan yang terjadi sebagai
akibat proses pelanggaran oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Dalam
islam cukup banyak lembaga yang dapat dipergunakan untuk membantu pemerintah
dalam menangani kemiskinan yang sedang terjadi. Dibidang sosial ekonomi misalnya
16
Zaitunah Subhan, Menggagas Fiqih Pemberdayaan Perempuan, (Jakarta: El-Khafi, 2008), Cet ke-1, h 305.
17
konsumtif, yakni berupa uang tanpa adanya pendamping, dengan demikian dari tahun
ke tahun pada umumnya mereka tetap pada kemiskinan.18
Dari uraian di atas penulis sangat tertarik untuk membahas masalah anak, yaitu
dengan mengadakan pengkajian dalam bentuk skripsi yang berjudul :
“PELANGGARAN HAK ANAK JALANAN OLEH ORANG TUA DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK DAN HUKUM ISLAM”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang yang telah dipaparkan oleh penulis di atas, maka
penulis membatasi masalah pelanggaran yang penulis kaji adalah masalah Hak Anak
yang dilanggar oleh orang tua, dimana dalam judul skripsi ini pelanggaran Hak Anak
Jalanan oleh orang tua menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak. Adapun perumusan masalahnya sebagai berikut:
1. Bagaimana Undang-undang Perlindungan Anak dan Hukum Islam
terhadap Pelanggaran Hak Anak yang dilakukan oleh Orang Tua ?
2. Bagaimana Fenomena Anak Jalanan yang dilakukan oleh Orang Tua ?
3. Bagaimana Konsep Undang-undang tentang Pelanggaran Hak Anak
Jalanan dalam Perspektif Hukum Islam ?
18
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Pada setiap penelitian yang dilakukan pada dasarnya memiliki tujuan dan
fungsi tertentu yang ingin dicapai baik yang berkaitan langsung dengan penulisan
atau dengan pihak lain yang memanfaatkan hasil penelitian tersebut.
Adapun tujuan dari penelitian yang dilakukan oleh penulis:
1. Untuk mengetahui pandangan Undang-undang Perlindungan Anak dan
pandangan Hukum Islam terhadap Pelanggaran Hak Anak yang dilakukan
oleh Orang Tua.
2. Untuk memberikan wawasan bagaimana fenomena pelanggaran Hak
Anak Jalanan yang disebabkan oleh Orang Tua.
3. Untuk mengetahui konsep tentang Pelanggaran Hak Anak Jalanan
menurut Hukum Islam dan Undang-undang No.23 Tahun 2002.
Manfaat Penelitian
Sedangkan manfaat yang diharapkan setelah penelitian ini dilakukan oleh
penulis adalah:
1. Selain dimaksudkan untuk memperoleh wawasan yang lebih luas
terhadap penulis dan pihak lain yang memanfaatkannya, juga diharapkan
hasil penelitian ini mendeskripsikan tentang masalah Pelanggaran Hak
3. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat khususnya penulis tentang
adanya Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,
sehingga diharapkan masyarakat khususnya orang tua agar tidak
melakukan pelanggaran terhadap anak.
D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu
Penelitian terhadap kejahatan anak, akhir-akhir ini menjadi pembahasan aktual
dan fenomena di masyarakat memang telah banyak dilakukan oleh para peneliti dari
berbagai tingkat akademis yang berbeda, seperti skripsi pada tahun 2004 dengan
judul “Perdagangan Anak dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif” yang
ditulis oleh Tasmianti. Dalam skripsi tersebut ia berhasil menjelaskan tentang
masalah Perdagangan Anak dalam Pandangan Hukum Islam dan Hukum Positif,
dimana ia mengambil kesimpulan bahwa dalam Hukum Islam pelaku Perdagangan
Anak dikenakan Hukuman Ta’zir.
Sedangkan penelitian lainnya yang berkaitan dengan masalan anak adalah yang
ditulis oleh “Tiara Rubiati” pada tahun 2005, dengan judul “Perlindungan
Lingkungan Hidup Anak menurut Hukum Islam dan Undang-Undang No. 4 tahun
1979 ( Kekerasan Seksual Pada Anak Jalanan )”. Pada dasarnya hasil penelitian
kedua ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian pertama dimana dalam
terhadap anak menurut hukum islam.
Dalam buku “Child Abuse atau Kekerasan Terhadap Anak”, karya Abu
Huraerah. Dimana dalam buku ini membahas mengenai gambaran kekerasan terhadap
anak yang dilakukan oleh orang lain (bukan keluarga), namun beliau tidak membahas
masalah kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh orang tua, berbeda dengan
judul skripsi yang penulis buat.
“Masalah Korban Kejahatan (Kumpulan Karangan)” karya Arif Gosita,
penerbit Akademika Presindo, Jakarta 1993. dalam buku ini, penulis membahas
tentang masalah Korban Kejahatan salah satunya adalah anak, dimana
pembahasannya berhubungan dengan penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis
menggunakan buku ini sebagai perbandingan serts acuan dalam penulisan skripsi ini,
dimana dalam buku ini tidak dibahas secara mendetail mengenai korban dalan
pelanggaran hak anak jalanan yang disebabkan oleh orang tua.
“Penanggulangan Anak Jalanan oleh Direktorat Kesejahteraan Anak
Departemen Sosial RI”, karya Rondang Siahaan. Dalam buku ini dijelaskan
mengenai upaya-upaya apa saja yang di gunakan dalam menanggulangi anak jalanan.
Oleh karena itu penulis mencoba memaparkan upaya-upaya apa saja yang dapat di
gunakan oleh Pemerintah dalam menanggulangi pelanggaran hak anak yang
penelitian-penelitian tersebut pada intinya belum menyentuh tentang masalah
Pelanggaran Hak Anak oleh Orang Tua, terlebih lagi saat ini sudah ada
Undang-Undang Khusus yang dibuat untuk menangani masalan anak yaitu Undang-Undang-Undang-Undang
No. 23 tahun 2002. oleh karena itu penulis tertarik untum menulis sebuah skripsi
yang membahas Pelanggaran Hak Anak oleh Orang Tua menurut Undang-Undang
No. 23 tahun 2002 dan menganalisanya.
E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah jenis
penelitian yang berbentuk Deskriptif Analisis, sedangkan pendekatan dalam
penelitian ini menggunakan pendekatan Kualitatif, yang berusaha mengkombinasikan
pendekatan normative dan empiris. Normative yang berdasarkan nilai-nilai yang
umum dan disepakati oleh masyarakat, sedangkan empiris adalah pendekatan yang
berdasarkan uji coba, fakta dilapangan dan pengalaman-pengalaman yang ada.19 Dan
pendekatan yang digunakan didalam penelitian hukum ini adalah pendekatan Kasus
(case approach), pendekatan kasus dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap
19
Adapun sumber data yang dipergunakan oleh penulis adalah :
a. Sumber Data Primer, yaitu bahan-bahan utama yang bersifat mengikat
berupa ayat-ayat al-Qur’an, hadist nabi, dan Undang-undang No. 23 tahun
2002 tentang Perlindungan Anak.
b. Sumber Data Sekunder, yaitu bahan-bahan yang memberi penjelasan dalam
mengkaji data primer, yaitu data yang diperoleh dari buku-buku,
Undang-undang dan data-data yang masih relevan dan dapat menunjang penelitian
ini.
2. Teknik Pengumpulan Data
a. Interview (wawancara), yaitu suatu alat pengumpulan data yang
dipergunakan untuk mendapatkan informasi yang berkenaan dengan
pendapat, persepsi, keyakinan dan lain sebagainya dari responden.
Wawancara dilakukan dengan cara mengadakan tanya jawab secara
langsung dengan anak-anak jalanan korban pelanggaran hak yang
dilakukan oleh orang tua di wilayah coca-cola tepatnya di perempatan
ITC Cempaka Mas Jakarta Pusat.
20